Anda di halaman 1dari 12

KEBERLANJUTAN

STRATEGI
PROGRAM GIZI DI
MASA ADAPTASI
KEBIASAAN BARU

ABDUL BASIT
KETUA 2 DPD PERSAGI KALIMANTAN
SELATAN
BANJARBARU, 28 JULI 2020
KEBERLANJUTAN STRATEGI PROGRAM
GIZI DI MASA ADAPTASI KEBIASAAN
BARU

 Evaluasi Program Stunting di Kalsel di Masa


Adaptasi Kebiasaan Baru
 Perubahan perilaku Konsumsi Pangan dan Gizi
Masyarakat di Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
 Strategi Promosi Gizi di Masa Adaptasi
Kebiasaan Baru
 Strategi Gizi Dalam Meningkatkan Kebugaran di
Masa Adaptasi Kebiasaan Baru
PANDEMI COVID-19 ANCAM TERHAMBATNYA TARGET PENURUNAN
ANGKA STUNTING NASIONAL?
 Nuttrisi yang dikonsumsi anak memiliki peran penting dalam pencegahan stunting dan proteksi daya tahan tubuhnya  Para
Ahli, Habibie Institute for Public Policy and Governance (HIPPG).
 Pada 2024, stunting ditargetkan untuk turun 14 persen. Dengan kondisi seperti saat ini, timbul kekhawatiran apakah target
ini bisa tercapai? Terlebih, mengingat Posyandu tidak lagi beroperasi dan tenaga kesehatan di Puskesmas juga tidak luput
dari dampak Covid-19.
 Target penurunan angka stunting dapat tetap tercapai,  dibutuhkan modifikasi strategi kebijakan yang dapat
diimplementasikan di tingkat daerah. Sehingga, tetap bisa mencegah terjadinya malnutrisi dan menyelamatkan masa depan
anak-anak Indonesia di tengah pandemi ini.
 Deteksi dini seperti pemantauan pertumbuhan rutin di fasilitas kesehatan memiliki peran krusial.
 “Kebijakan ‘di rumah saja’ dan ‘jaga jarak fisik’ menyulitkan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu. Apabila tidak
cepat dideteksi (pengukuran berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dsb)  malnutrisi kronis hingga menjadi stunting.
 Strategi khusus pencegahan stunting selama masa pandemi, kata kuncinya pada pemberian gizi yang baik,
pemantauan tumbuh kembang rutin untuk deteksi dini, serta sistem rujukan berjenjang. “Misalnya, apabila balita yang
diukur di Puskesmas menunjukkan tanda gizi buruk, gizi kurang, tumbuh tidak sesuai kurva, ia wajib didiagnosa dan
diberlakukan tata laksana malnutrisi oleh dokter di Puskesmas. Namun, apabila sudah stunting, balita harus dirujuk ke
RSUD untuk ditangani dan diberlakukan tata laksana stunting.
JANGAN KESAMPINGKAN PROGRAM PENCEGAHAN STUNTING DI MASA
PANDEMI (22 JULI 2020, GEDUNG DPR RI)
 Pemerintah tidak mengesampingkan program perlindungan anak Indonesia dari stunting. Alokasi dana untuk percepatan pencegahan
stunting sebagai program prioritas nasional tidak boleh direalokasi dengan alasan apapun.

 “Kebijakan merealokasi anggaran stunting, bisa beresiko timbulnya lost generation (generasi hilang) dalam jangka
panjang,”. Sebab berpotensi mengancam produktivitas SDM Indonesia, rentan diserang berbagai penyakit gagal tumbuh yang
berpengaruh kepada kemampuan kognitif.
 Kerugian ekonomi, Capaian pendidikan dan pendapatan yang rendah  tingginya angka kemiskinan.
 Perhatian Pemerintah  Perpres tentang Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stuntin.

 Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan PHBS. upaya promotif preventif dalam rangka menanggulangi berbagai
masalah gizi dan kesehatan dan juga menjadi program andalan Pemerintah untuk mencegah stunting serta penyakit yang lain
termasuk Covid-19. (Masih banyak masyarakat yang tidak mendapatkan informasi gizi dengan baik).
 DPR RI sangat peduli dengan kondisi kesehatan rakyat dengan bentuk konkrit terus mendorong Pemerintah untuk merealisasikan
Pasal 171 UU No 36 Tahun 2009 tentang Alokasi Anggaran Kesehatan sebesar 5 persen dari APBN  Saat ini, alokasi anggaran
untuk penanganan Kesehatan Tahun 2020 sebesar Rp 132,2 triliun, naik dari alokasi anggaran tahun 2019 sebesar Rp 123,1 triliun.
Anggaran tersebut tidak hanya dikelola oleh Kemenkes tapi juga K/L bidang kesehatan lainnya termasuk transfer ke daerah. Alokasi
anggaran untuk penguatan intervensi paket gizi, serta alokasi dana transfer daerah untuk penanganan stunting.
 Upaya pemerintah untuk penanganan stunting melibatkan multi sektoral (KP2S) – Konvergensi Percepatan dan Pencegahan Stunting.
Sektor kesehatan berkontribusi sekitar 30 persen. Selebihnya melibatkan berbagai sektor di kementerian dan lembaga, ketahanan
pangan, akses air bersih, sanitasi, pengentasan kemiskinan, pendidikan, sosial, dan lain-lain
PENANGANAN STUNTING DI TENGAH PANDEMI PERLU MODIFIKASI
KEBIJAKAN
 Protokol kesehatan yang diimbau pemerintah untuk penanganan pandemi covid-19 berpotensi berdampak
pada penanganan stunting di Indonesia  perlu modifikasi strategi kebijakan di tingkat daerah agar
penanganan stunting bisa terus berjalan di tengah pandemic. Himbauan untuk tetap di rumah dan menjaga
jarak fisik (physycal distancing selama pandemi covid-19, berpotensi menyulitkan pemantauan pertumbuhan
balita di posyandu.
 Berkaitan dengan strategi khusus pencegahan stunting selama masa pandemi, Kuncinya adalah pada
pemberian gizi yang baik, pemantauan tumbuh kembang rutin untuk deteksi dini, serta sistem rujukan
berjenjang.
 "Petugas kesehatan dimanapun berada harus mengutamakan preventif, jangan sampai yang sehat menjadi
jatuh sakit, sakit menjadi lebih parah. Pemberian PMT : Permenkes nomor 29 bagi balita gizi kurang dan gizi
buruk di bawah pengawasan tenaga medis,
 4 hal yang dikhawatirkan terutama pada masa pandemi COVID-19 (1) Program nasional penurunan
stunting dan penanggulangan gizi buruk tidak dapat terlaksana dengan baik? (2) Isu program refocusing dana
yang dapat membuat berkurangnya dana untuk implementasi program nasional stunting di daerah. (3)
Penekankan pentingnya peranan makronutrien/mikronutrien, asam amino esensial dari 2 tahun pertama
kehidupan (1000 HPK). (4) Menghimbau penggunaan media digital untuk pencegahan stunting, penggunaan
teknologi digital untuk memantau status gizi anak di rumah,”
PERAN MEDIA DALAM KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU DAN
PERSIAPAN KEMBALI LAYANAN GIZI MASYARAKAT DI ERA ADAPTASI
KEBIASAAN BARU
 Sepanjang tahun 2020 sampai sekarang, media di Indonesia dipenuhi dengan pemberitaan
mengenai pandemi COVID-19. Fenomena ini ialah penggunaan internet sebagai sumber utama
dari sisi pemberitaan dan semakin mudah dan murahnya akses internet bagi para pengguna
dalam mengakses media secara daring.
 Pemberitaan COVID-19 yang disampaikan lewat media dapat menimbulkan dampak bagi
masyarakat. Dampaknya  perubahan perilaku dari individu pada masyarakat  perlu KPP atau
pemanfaatan stategi komunikasi untuk meningkatkan pengetahuan, kemauan, kemampuan, serta
untuk membentuk norma sosial dalam membentuk perilaku dari masyarakat yang ditimbulkan dari
pemberitaan COVID-19.
 Media menjadi faktor penting dalam melakukan promosi kesehatan dalam menghadapi pandemi
COVID-19. Hal yang menjadi tantangan adalah bagaimana cara dari profesi promosi kesehatan
dalam melakukan strategi komunikasi dengan mengelola pesan sistematis lewat beragam media
namun tetap memerhatikan sosiodemografi dan psikografi audience yang menjadi target dari
perubahan perilaku”.
 Pesan yang disampaikan pada media yang digunakan dalam komunikasi harus tetap berdasarkan
pada infomasi akurat, kredibel, mudah dipahami, dan mendukung perubahan perilaku dari
PELAYANAN GIZI DI MASA ADAPTASI KEBIASAAN BARU
 Pandemi Covid19  tanggap darurat, PSBB  akses daya beli masyarakat terhadap pemenuhan
pangan bergizi menurun  Risiko Masalah Gizi akut dan kronis meningkat  PENYESUAIAN TERHADAP
KEBIJAKAN DAN PROGRAM GIZI MASYARAKAT.

 PSBB, meminimalisir kunjungan masyarakat ke Fasyankes  diutamakan bersifat mendesak dan gawat
darurat. MODIFIKASI PELAYANAN : (1) Kunjungan Rumah bagi sasaran berisiko (balita gizi kurang, balita gizi
buruk, bumil KEK, bumil anemia, rematri anemia). (2) Konseling, melalui media virtual (kondisi daerah), (3)
Edukasi masyarakat, melalui berbagai media komunikasi. (4) Membuat grup media sosial secara daring.

 Prinsif Pencegahan Penularan Dalam Pelayanan Konseling dan Edukasi 


Kunjungan Rumah (Prioritas kelompok sasaran berisiko). (1) Diskusikan masalah ibu melalui telepon/chat
sebelum melalukan kunjungan rumah, konseling lanjutan melalui telepon/aplikasi chat bila diperlukan (2)
Tindak lanjut intervensi, memantau pertumbuhan dan kesehatan balita, konseling dan edukasi. (3) Terapkan
prosedur pencegahan infeksi : menggunakan masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak Fisik, Melakukan
konsleing di ruangan terbuka/cukup ventilasi, maksimal 15 menit.
 Gizi seimbang untuk mencegah Covid19
PELAYANAN GIZI SPESIFIK (1)
 Layanan Gizi, Logistik, Konseling dan Edukasi : TTD Bumil, PMT Bumil KEK, Menyusui
Eksklusif, PMBA + ASI 2 tahun, PMT Balita, Penanganan Gizi Buruk, Pemantauan Pertumbuhan, TTD Rematri.
 Pelayanan Gizi Bumil  KONSELING dan EDUKASI, melalui media daring, media cetak, media elektronik.
Pemberian TTD : (1) Kunjungan Fasyankes terjadual/kunjungan rumah (2) Bumil Suspec, Probable, komfir
Positif, pemberian TTD DITUNDA (konsul ke dokter untuk jadual konsumsinya) (3) TTD dapat diperoleh
melalui bides/tenaga gizi maupun secara mandiri. Pemberian MT Bumil KEK : (1) Prioritas untuk Bumil KEK
(2) Bila terdapat stok, MT dapat diberikan kepada semua Bumil. (3) MT dapat diperoleh melalui bidan desa,
tenaga gizi pada saan ANC terjadwal, kunjungan rumah, diambil oleh anggota keluarga.
 Pelayanan Gizi pada Balita. Promosi dan Konseling PMBA (1) Ibu Suspect dan OTG (isolasi mandiri di rumah),
aman menyusui bayi (2) Prioritas konseling : ibu yang memiliki masalah menyusui dan pemberian MP-ASI
dilakukan dengan janji temu. Pemberian MT Balita (1) Prioratas diberikan kepada balita gizi kurang (2)
Apabila Stok tersedia dapat diberikan kepada semua balita. Kapsul Vitamin A : (1) Tetap diberikan (2)
Pastikan pemberian dosis kedua di bulan Agustus. Pemantauan Pertumbuhan (1) Dilakukan secara mandiri
di rumah atau bila memungkin di Posyandu (2) Waspadai tanda-tanda balita sakit dan kurang (3)
Pemantauan pertumbuhan serentak pada seluruh sasaran balita harus dilaksanakan segera saat pandemic
Covid19 dinyatakan berakhir.
PELAYANAN GIZI SPESIFIK (2)

 Pelayanan Gizi Pada Rematri (Pemberian TTD) : Maskipun ada kebijakan belajar
dari rumah, Pemebrian TTD tetap dilakukan melalui Fasyankes maupun diperoleh
secara mandiri. Rematri Suspect, Probable dan terkomfirmasi Positif, Pemberian
TTD ditunda dan dikonsultasikan ke dokter untuk jadwal konsumsinya. Konseling
dan Edukasi  melalui media daring, media cetak, media elektronik.
 Pencatatan dan Pelaporan, tetap ddilakukan seperti sebelumnya : Buku KIA
sebagai alat edukasi dapat digunakan untuk pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan yang dilakukan secara mandiri di rumah. Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS) dilakukan melalui kegiatan surveilans gizi dengan menganalisis
seluruh sumber data yang tersedia (e-PPGBM).
PERSIAPAN MEMASUKI ADAPTASI KEBIASAAN BARU
 Arah Perbaikan Gizi Masyarakat : Perbaikan Pola Konsumsi makanan yang sesuai dengan Gizi
Seimbang, Perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik dan kesehatan, Peningkatan akses dan
mutu pelayanan gizi sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Peningkatan sistem
Kewaspadaan pangan dan Gizi.
 PELAYANAN GIZI mengutamakan Pronsip PENVEGAHAN COVID-19 tetap dilakukan  CTPS,
meggunakan masker dan jaga jarak. Peningkatan jangkauan pelayanan serta pencatatan dan
pelaporan berbasis teknologi.
 Sosialisasi penerapan protokol pencegahan Dalam setiap kegiatan pelayanan gizi.

 Lainnya : Obesitas, PTM, Perilaku Konsumsi Makan (mamasak di rumah, gizi imunitas, food
online, peluang membuat makanan enak di rumah lebih banyak waktu), aktivitas fisik (olahraga
dan kebugaran).
 Pemanfaatan Data Kasus Covid19  riset dan baseline.
SIMPULAN DAN  KESIMPULAN : (1) Pelayanan gizi tetap dilakukan selama masa
pandemic dengan modifikasi sesuai keadaan wilayah. (2)
HARAPAN Pelaksanaan pelayanan wajib memperhatikan prinsip pencegahan
penularan infeksi. (3) Kunjungan rumah diprioritaskan bagi sasaran
berisiko masalah gizi (4) Pencatatan dan pelaporan tetap dilakukan
seperti biasa. (5) Memasuki masa Adaptasi Kebiasan Baru,
pembiasaan melaksanakan pelayanan gizi dengan protocol
pencegahan Covid19.
 HARAPAN KEPADA PEMERINTAH DAERAH : (1) Mendukung
peningkatan pelayanan gizi sebagai program prioritas untuk
mencegah masalah gizi utamanya stunting. (2) Mendukung dan
bekerjasama denagn petugas kesehatan dan para kader Dalam
kunjungan rumah dan pengawasan terhadap kelompok berisiko. (3)
Mendorong terciptanya inovasi daerah berbasis kearifan lokal
dengan focus pada pemberdayaan masyarakat Dalam mendukung
upaya percepatan perbaikan gizi. (4) Memfasilitasi upaya
peningkatan pengetahuan masyarakat melalui edukasi serta
menjalankan fungsi monitoring untuk melihat efektivitas dari
intervensi yang dilakukan.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai