Anda di halaman 1dari 27

Konsep Dasar Transfusi Darah

Konsep Dasar Transfusi Darah


A. Latar Belakang
Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien anemia berat, pasien
dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan parah, pasien yang hendak
menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien yang mengalami penyakit liver ataupun
penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah atau
komponen darah sebagaimana mestinya.
Pada negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan untuk menangani kegawatdaruratan
melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung pada anemia berat (WHO, 2007). Tanpa
darah yang cukup, seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan bahkan kematian. Oleh
karena itu, tranfusi darah yang diberikan kepada pasien yang membutuhkannya sangat
diperlukan untuk menyelamatkan jiwa. Angka kematian akibat dari tidak tersedianya cadangan
tranfusi darah pada negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan
ketidakseimbangan perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional.
Di negara berkembang seperti Indonesia, persentase donasi darah lebih minim dibandingkan
dengan negara maju padahal tingkat kebutuhan darah setiap negara secara relatif adalah sama.
Indonesia memiliki tingkat penyumbang enam hingga sepuluh orang per 1.000 penduduk. Hal ini
jauh lebih kecil dibandingkan dengan sejumlah negara maju di Asia, misalnya di Singapura
tercatat sebanyak 24 orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk, berikut juga di
Jepang tercatat sebanyak 68 orang yang melakukan donor darah per 1.000 penduduk
(Daradjatun, 2008).
Indonesia membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah guna memenuhi kebutuhan 4,5 juta
kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit transfusi darah Palang Merah Indonesia (UTD PMI)
menyatakan bahwa pada tahun 2008 darah yang terkumpul sejumlah 1.283.582 kantong. Hal
tersebut menggambarkan bahwa kebutuhan akan darah di Indonesia yang tinggi tetapi darah
yang terkumpul dari donor darah masih rendah dikarenakan tingkat kesadaran masyarakat
Indonesia untuk menjadi pendonor darah sukarela masih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa kendala misalnya karena masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang masalah
transfuse darah, persepsi akan bahaya bila seseorang memberikan darah secara rutin. Selain itu,
kegiatan donor darah juga terhambat oleh keterbatasan jumlah UTD PMI di berbagai daerah,
PMI hanya mempunyai 188 unit tranfusi darah (UTD). Mengingat jumlah kota/kabupaten di
Indonesia mencapai sekitar 440.

Prinsip transfusin darah bagi anak dan remaja serupa dengan dewasatetapi neonatus dan bayi
mempunyainbanyak pertimbangan khusus. Maka untuk dapat menentukan kapan seorang anak
harus dilakukan transfusi dan berapa banyak jumlah darah atau komponen darah yang akan di
transfusikan maka disini akan di bahas mengenai persiapan, indikasi, prinsip transfusi komponen
darah dan darah lengkap sesuai umur anak dan komplikasi transfusi darah.

Persiapan Transfusi Darah


Darah donor diambil dengan teknik antiseptik dan dimasukkan dalam kantong plastik khusus
yang mengandung anti koagulan. Antikoagulan yang sering digunakan adalah citrat phosfat
dextrose (CPD) dan adenin citrat phosfat dextrose (ACPD) yang dapat memperpanjang umur
penyimpanan darah. Semua darah dari donor baik yang akan disimpa di bank darah maupun
langsung dilakukan transfusi, akan di lakukan pemeriksaan golongan darah menurut sistem ABO
dan Rhesus, tes pemeriksaan silang (cross match) dan pemeriksaan penyaring untuk
menyingkirkan sifilis, AIDS dan hepatitis.
Sistem ABO
Dikenal dua antigen tipe A dan tipe B yang terdapat pada permukaan sel darah merah pada
sebagian besar populasi. Antigen-antigen inilah yang disebut aglutinogen yang menyebabkan
aglutinasi sel darah. Karena antigen-antigen ini diturunkan, maka seorang dapat mempunyai
keduanya, hanya satu atau tidak ada antigen di dalam sel darah merahnya.
Bila tidak terdapat aglutinogen A ataupun B, golongan darahnya adalah O. Bila hanya terdapat
aglutinogen A saja, maka golongan darahnya A. Bila hanya terdapat aglutinogen B saja, maka
golongan darahnya B. Dan bila terdapat kedua aglutinogen A dan B, golongan darhnya AB.

B. Definisi
1. Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela untuk disimpan di
bank darah untuk kemudian dipakai pada transfusi darah
2. Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke orang
sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah.
3. Transfusi darah adalah suatu tindakan medis yang bertujuan mengganti kehilangan darah pasien
akibat kecelakaan, operasi pembedahan atau oleh karena suatu penyakit. Darah yang tersimpan
di dalam kantong darah dimasukan ke dalam tubuh melalui selang infus.

C. Jenis Donor Darah


Ada dua macam donor darah yaitu :
1.      Donor keluarga atau Donor Pengganti adalah darah yang dibutuhkan pasien dicukupi oleh
donor dari keluarga atau kerabat pasien.
2.      Donor Sukarela adalah orang yang memberikan darah, plasma atau komponen darah
lainnya atas kerelaan mereka sendiri dan tidak menerima uang atau bentuk pembayaran lainnya.
Motivasi utama mereka adalah membantu penerima darah yang tidak mereka kenal dan tidak
untuk menerima sesuatu keuntungan.

D.    Tujuan Transfusi Darah


1.      Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor.
2.      Memelihara keadaan biologis darah atau komponen – komponennya agar tetap bermanfaat.
3.      Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas
peredaran darah).
4.      Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
5.      Meningkatkan oksigenasi jaringan.
6.      Memperbaiki fungsi Hemostatis.
7.      Tindakan terapi kasus tertentu.

E.     Macam Transfusi Darah


1.      Darah Lengkap/ Whole Blood (WB)
Diberikan pada penderita yang mengalami perdarahan aktif yang kehilangan darah lebih dari 25
%.
2.      Darah Komponen
a.       Sel Darah Merah (SDM)
1)      Sel Darah Merah Pekat
Diberikan pada kasus kehilangan darah yang tidak terlalu berat, transfusi darah pra operatif atau
anemia kronik dimana volume plasmanya normal.
2)      Sel Darah Merah Pekat Cuci
Untuk penderita yang alergi terhadap protein plasma.
3)      Sel Darah Merah Miskin Leukosit
Untuk penderita yang tergantung pada transfusi darah.
4)      Sel Darah Merah Pekat Beku yang Dicuci
Diberikan untuk penderita yang mempunyai antibodi terhadap sel darah merah yang menetap.
5)      Sel Darah Merah Diradiasi
Untuk penderita transplantasi organ atau sumsum tulang.
b.      Leukossit/ Granulosit Konsentrat
Diberikan pada penderita yang jumlah leukositnya turun berat, infeksi yang tidak membaik/ berat
yang tidak sembuh dengan pemberian Antibiotik, kualitas Leukosit menurun.
c.       Trombosit
Diberikan pada penderita yang mengalami gangguan jumlah atau fungsi trombosit.
d.      Plasma dan Produksi Plasma
Untuk mengganti faktor pembekuan, penggantian cairan yang hilang.
Contoh : Plasma Segar Beku untuk penderita Hemofili. Krio Presipitat untuk penderita Hemofili
dan Von Willebrand

II.            Indikasi
A.    Indikasi
Transfusi darah diperlukan saat anda kehilangan banyak darah, misalnya pada :
1.      Kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar.
2.      Penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan misal maag khronis dan berdarah.
3.      Penyakit yang menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah besar, misal anemia hemolitik
atau trombositopenia.
4.      Jika anda menderita penyakit pada sumsum tulang sehingga produksi sel darah terganggu
seperti pada penyakit anemia aplastik maka anda juga akan membutuhkan transfusi darah.
Beberapa penyakit seperti hemofilia yang menyebabkan gangguan produksi beberapa komponen
darah maka anda mungkin membutuhkan transfusi komponen darah tersebut.
B.     Syarat menjadi pendonor
1.      Umur 17 - 60 tahun
( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis dari orangtua.
Sampai usia tahun donor masih dapat menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3
bulan atas pertimbangan dokter )
2.      Berat badan minimum 45 kg
3.      Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
4.      Tekanan darah baik ,yaitu:
a.       Sistole = 110 - 160 mm Hg
b.      Diastole = 70 - 100 mm Hg
5.      Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
6.      Hemoglobin
a.       Wanita minimal = 12 gr %
b.      Pria minimal = 12,5 gr %
7.      Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-
kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
C.    Orang yang tidak boleh menjadi pendonor
1.      Pernah menderita hepatitis B.
2.      Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis.
3.      Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi.
4.      Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga.
5.      Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi.
6.      Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil.
7.      Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar.
8.      Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera, tetanus dipteria atau
profilaksis.
9.      Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica, measles,
tetanus toxin.
10.  Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic.
11.  Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
12.  Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
13.  Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
14.  Sedang menyusui.
15.  Ketergantungan obat.
16.   Alkoholisme akut dan kronik.
17.  Sifilis.
18.  Menderita tuberkulosa secara klinis.
19.  Menderita epilepsi dan sering kejang.
20.  Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh balik) yang akan ditusuk.
21.  Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi G6PD,
thalasemia, polibetemiavera.
22.  Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi untuk
mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum
suntik tidak steril).
23.  Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.
D.    Manfaat Donor Darah
1.      Bagi Pendonor
a.       Dapat memeriksakan kesehatan secara berkala 3 bulan sekali seperti tensi, Lab Uji Saring
(HIV, Hepatitis B, C, Sifilis dan Malaria).
b.      Mendapatkan piagam penghargaan sesuai dengan jumlah menyumbang darahnya antara lain
10, 25, 50, 75, 100 kali.
c.       Donor darah 100 kali mendapat penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Pemerintah.
d.      Merupakan bagian dari ibadah.
e.       Sarana amal kemanusiaan bagi yang sakit, kecelakaan, operasi dll (setetes darah merupakan
nyawa bagi mereka)
f.       Pendonor yang secara teratur Mendonorkan Darah (setiap 3 Bulan) akan menurunkan Resiko
Terkena penyakit Jantung sebesar 30 %   (British Journal Heart) seperti serangan jantung
Koroner dan Stroke.
g.      Pemeriksaan ringan secara triwulanan meliputi Tensi darah, kebugaran (Hb), gangguan
kesehatan (hepatitis, gangguan dalam darah dll)
h.      Mencegah stroke (Pria lebih rentan terkena stroke dibanding wanita karena wanita keluar darah
rutin lewat menstruasi kalau pria sarana terbaik lewat donor darah aktif)
2.      Bagi Resipen
Sekantong darah yang didonorkan seringkali dapat menyelamatkan nyawa seseorang. Darah
adalah komponen tubuh yang berperan membawa nutrisi dan oksigen ke semua organ tubuh,
termasuk organ-organ vital seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan hati. Jika darah yang
beredar di dalam tubuh sangat sedikit oleh karena berbagai hal, maka organ-organ tersebut akan
kekurangan nutrisi dan oksigen.
Akibatnya, dalam waktu singkat terjadi kerusakan jaringan dan kegagalan fungsi organ, yang
berujung pada kematian. Untuk mencegah hal itu, dibutuhkan pasokan darah dari luar tubuh. Jika
darah dalam tubuh jumlahnya sudah memadai, maka kematian dapat dihindari.
E.     Reaksi transfusi
Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat dan lambat.
1.      Reaksi akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi.
Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi yang
membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash.
Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan
adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit,  urtikaria,  demam, 
takikardia,  kaku otot. Reaksi ringan diatasi dengan pemberian antipiretik, antihistamin atau
kortikosteroid, dan pemberian transfusi dengan tetesan diperlambat.
Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat
reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi
pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di  sekitar
tempat masuknya  infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula
tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik), takikardia
(naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh
hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan
gagal paru akut akibat transfusi.
a.       Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah
merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel.
Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat
menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan
semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan
dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan
label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas pasien
sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien
melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang
ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi,
kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam
anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-satunya
tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap
unit darah.
b.      Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila terlalu
banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal.
Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit
dasar kardiovaskular.
c.       Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan salah satu
penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA
dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan produk darah yang
banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai
dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat
berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif dengan antihistamin dan adrenalin.
d.      Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury = TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan
leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi,
dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun diperlukan
bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
2.      Reaksi lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam,
anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa
disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel
dengan antibodi tersebut.
a.       Purpura pasca transfuse
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan pada
transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang
melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada wanita. Gejala dan
tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah
transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting
terutama bila hitung trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung
trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan trombosit yang kompatibel
dengan antibodi pasien.
b.      Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi pada pasien
imunodefisiensi, terutama pasien dengan transplantasi sumsum tulang; dan pasien
imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel
(HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda,
seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12
hari setelah transfusi. Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.
c.       Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan  mengalami
akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal organ (jantung
dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan besi. Obat pengikat
besi seperti desferioksamin, diberikan untuk meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan
kadar serum feritin <2.000 mg/l.
d.      Infeksi
Infeksi yang berisiko terjadi akibat transfusi adalah Hepatitis B dan C, HIV, CMV, malaria,
sifilis, bruselosis, tripanosomiasis)

III.            Perawatan Transfusi


A.    Prosedur transfusi darah
1.      Pengisian Formulir Donor Darah.
2.      Pemeriksaan Darah : Pemeriksaan golongan, tekanan darah dan hemoglobin darah.
3.      Pengambilan Darah : Apabila persyaratan pengambilan darah telah dipenuhi barulah      
dilakukan pengambilan darah.
4.      Pengelolahan Darah : Beberapa usaha pencegahan yang di kerjakan oleh PMI sebelum darah
diberikan kepada penderita adalah penyaringan terhadap penyakit di antaranya :
a.       Penyakit Hepatitis B
b.      Penyakit HIV/AIDS
c.       Penyakit Hipatitis C
d.      Penyakit Kelamin (VDRL)
Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1-2 jam
5.      Penyimpanan Darah : Darah disimpan dalam Blood Bank pada suhu 26 derajat celcius. Darah
ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen seperti : PRC,Thrombocyt,Plasma,Cryo
precipitat.
B.     Pengambilan darah
1.      Oleh petugas yang berwenang.
2.      Menggunakan peralatan sekali pakai.
3.      250-350 ml, tergantung berat badan.
4.      Mengikuti Prosedur Kerja Standar.
5.      Informed Consent : Darah diperiksa terhadap IMLTD (Infeksi Menular Lewat Transfusi
Darah) ; Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, Sifilis).
...
I. TERAPI CAIRAN
Pengantar
Dengan makan dan minum tubuh kita mendapat air, elektrolit, karbohidrat, lemak, vitamin dan
zat-zat lainnya. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk dan keluar melalui
kemih, tinja, keringat dan uap pernapasan pada orang dewasa kira-kira sama seperti pada tabel di
bawah ini.
Masukan (ml per 24 jam) Keluaran (ml per 24 jam)
Minum 800 – 1700 Urine 600 – 1600
Makan 500 -1000 Faeces 50 – 200
Oksidasi 200 – 300 IWL 850 – 1200
Jumlah 1500 – 3000 Jumlah 1500 – 3000
Terapi cairan dibutuhkan jika tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit, dan zat-zat makanan
secara oral misalnya pada keadaan pasien harus puasa lama (misal karena pembedahan saluran
cerna), perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah terus-menerus, dll.
Dengan terapi cairan, kebutuhan air dan elektrolit dapat terpenuhi. Selain itu, dalam keadaan
tertentu terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat
makanan secara rutin atau dapat juga digunakan untuk menjaga keseimbangan asam-basa.
Komposisi Cairan Tubuh
Kandungan air pada saat bayi lahir adalah sekitar 75% BB dan pada saat berusia 1 bulan sekitar
65% BB. Komposisi cairan pada tubuh dewasa pria adalah sekitar 60% BB, sedangkan pada
dewasa wanita 50% BB. Sisanya adalah zat padat seperti protein, lemak, karbohidrat, dll.
Air dalam tubuh berada di beberapa ruangan, yaitu intraseluler sebesar 40% dan ekstraseluler
sebesar 20%. Cairan ekstraseluler merupakan cairan yang terdapat di ruang antarsel (interstitial)
sebesar 15% dan plasma sebesar 5%. Cairan antarsel khusus disebut cairan transeluler misalnya
cairan serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum, dll.
Komposisi cairan intra dan ekstraseluler diuraikan pada tabel di bawah ini:
CIS CES
Plasma Interstitial
Natrium 15 142 144
Kalium 150 4 4
Calsium 2 5 2,5
Magnesium 27 3 1,5
Clorida 1 103 114
HCO3 10 27 30
HPO4 100 2 2
SO4 20 1 1
Asam organik - 5 5
Air melintasi membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit melintasinya atau
membutuhkan proses khusus supaya dapat melintasinya; oleh sebab itu komposisi elektrolit di
luar dan di dalam sel berbeda. Cairan intraseluler banyak mengandung ion K, Mg dan fosfat;
sedangkan cairan ekstraseluler banyak mengandung ion Na dan Cl.
Plasma adalah darah dikurangi sel-sel darah seperti eritrosit, leukosit dan trombosit. Serum
adalah plasma darah dikurangi faktor-faktor pembekuan misalnya fibrinogen dan protrombin.
Hematokrit adalah persentase volume eritrosit di dalam darah.
Pergerakan air
Tekanan osmotik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perembesan (difusi) cairan
melalui membran semipermeabel ke dalam cairan lain yang konsentrasinya lebih tinggi.
Membran semipermeabel adalah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat
dilalui zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma adalah 285 ± 5 mOsm/L. Larutan yang mempunyai tekanan osmotik
sama disebut larutan isotonik (misalnya NaCl 0,96%, dekstran 5%, Ringer-Laktat), larutan yang
mempunyai tekanan osmotik lebih rendah disebut larutan hipotonik (misalnya akuades) dan
larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih tinggi disebut larutan hipertonik.
Kebutuhan Air dan Elekrolit
Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) adalah 30-40 ml/kgBB/hari pada orang dewasa. Untuk
menentukan kebutuhan cairan pada anak-anak dapat digunakan pedoman sbb:
à 4 ml/kgBB/jam untuk berat badan 10 kg pertama
à 2 ml/kgBB/jam tambahkan untuk berat badan 10 kg kedua
à 1 ml/kgBB/jam tambahkan untuk sisa berat badan selanjutnya
Contoh
Pasien dengan berat badan 23 kg, maka kebutuhan cairan basalnya adalah:
(4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 3) = 63 ml/jam
TERAPI CAIRAN
Definisi
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur dalam batas-batas
fisiologis.
Indikasi, antara lain:
-       Kehilangan cairan tubuh akut
-       Kehilangan darah
-       Anoreksia
-       Kelainan saluran cerna
Tujuan
Tujuan pemberian terapi cairan dijabarkan pada bagan di bawah ini.
Teknik Pemberian
Prioritas utama dalam menggantikan volume cairan yang hilang adalah melalui rute enteral /
fisiologis misalnya minum atau melalui NGT. Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu
singkat dapat digunakan vena-vena di punggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan,
lengan bawah atau daerah cubiti. Pada anak kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung
kaki, depan mata kaki dalam atau kepala. Pemberian terapi cairan pada bayi baru lahir dapat
dilakukan melalui vena umbilikalis.
Penggunaan jarum anti-karat atau kateter plastik anti trombogenik pada vena perifer biasanya
perlu diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan macetnya tetesan. Pemberian cairan
infus lebih dari 3 hari sebaiknya menggunakan kateter besar dan panjang yang ditusukkan pada
vena femoralis, vena cubiti, vena subclavia, vena jugularis eksterna atau interna yang ujungnya
sedekat mungkin dengan atrium kanan atau di vena cava inferior atau superior.
Sifat-Sifat Plasma Substitute yang Ideal
Sifat-sifat plasma substitute yang ideal adalah:
 pH, tekanan onkotik dan viskositas sebanding dengan plasma darah
 Efek volume yang cukup untuk periode waktu tertentu tanpa resikooverload pada sistem
cardiovaskuler atau terjadinya edema
 Meningkatkan mikrosirkulasi dan memperbaiki diuresis
 Tidak mengganggu homeostasis
 Tidak mengganggu blood grouping dan cross matching
 Akumulasi minimal pada sistem retikuloendotelial
 Lama penyimpanan produk panjang
 Ekonomis
Karakteristik Berbagai Plasma Substitute
Kriteria Whole blood Larutan Albumin Dekstran HES 6% Haemaccel
elektrolit 20% 40+10
pH 7,3 – 7,4 5,5 – 6,5 6,47 – 7,2 4,5 – 5,7 5,0 – 7,0 7,0 – 7,6
BM rata-rata - - 66.000 40.000 200.000/ 35.000
450.000
Tekanan Fisiologis Non- Iso- Hiper- Hiper- Iso-osmotik
osmotik osmotik osmotik osmotik osmotik
Keseimbanga Terpelihara Resiko Perbaikan Dehidrasi Dehidrasi Perbaikan
n cairan edema
intravaskuler-
interstitial
Waktu paruh Beberapa hari- Beberapa Beberapa 6-8 jam 12 jam 4-6 jam
efektif minggu menit hari
Gangguan Biasanya tidak Tidak Tidak Pseudoaglu Tidak Tidak
pada blood tinasi
typing
Gangguan Ada Hanya Hanya Menurunka Menurunka Hanya
pada kemungkinan pengence- pengence- n fungsi n fungsi pengenceran
homeostasis (aktivasi faktor) ran ran trombosit trombosit
dan dan
koagulopati koagulopati
Fungsi ginjal ? Membaik Membaik Mungkin Tidak Membaik
terganggu ditemukan
data
literatur
Overload Mungkin Tidak Tidak Mungkin Mungkin Tidak
cardiovaskule mungkin mungkin
r
Efek samping Anafilaksis/ Edema Reaksi Anafilaksis Anafilaksis Reaksi kulit
yang mungkin inkompatibilita pulmonal kutis, yang perlu atau reaksi lokal,
s demam, premedikasi anafilaksis hipotensi
hipotensi sementara
sementara
Transmisi Resiko infeksi Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
penyakit virus seperti
HIV, HBV,
HCV
Waktu 21 hari 3 tahun 3-5 tahun 5 tahun 3 tahun 5 tahun
penyimpanan
Suhu 4-6°C Suhu 2-25°C < 25°C Suhu Suhu
penyimpanan ruangan ruangan ruangan
Akumulasi Tidak Tidak Tidak Beberapa Beberapa Tidak
pada RES minggu bulan
Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Sediaan Plasma Substitute
1. 1. Whole blood
Kelebihan
 Kapasitas angkut oksigen
 Kapasitas hemostatik
Kekurangan
 Penyediaan lama
 Waktu penyimpanan pendek
 Reaksi anafilaktik ringan sampai parah
 Alloimunisasi
 Reaksi hemolisis
 Reaksi infeksi
 Viskositas meningkat
 Overload volume
 Hiperkalium, hiperkalsium, asidosis
 Harga mahal
1. Larutan elektrolit
Kelebihan
 Lebih mudah tersedia dan murah
 Komposisi serupa dengan plasma (Ringer Asetat / Ringer Laktat)
 Bisa disimpan pada suhu kamar
 Bebas dari reaksi anafilaktik
 Komplikasi minimal
Kekurangan
 Edema bisa mengurangi ekspansibilitas dinding dada
 Oksigenasi jaringan terganggu karena bertambahnya jarak kapiler dan sel
 Memerlukan volume 4 kali lebih banyak
1. 3.  Larutan human albumin
Kelebihan
 Ekspansi volume plasma tanpa ekspansi volume interstitial
 Ekspansi volume lebih besar
 Durasi lebih lama
 Oksigenasi jaringan lebih baik
 Gradien O2 alveolar-arterial lebih sedikit
 Insiden edema paru dan atau edema sistemik lebih rendah
Kekurangan
 Reaksi anafilaksis
 Koagulopati
 Albumin bisa memperberat depresi miokard pada pasien syok
1. Larutan dekstran
Kelebihan
 Efek volume panjang atau lama
 Efek anti trombotik
Kekurangan
 Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial
 Gangguan hemostasis
 Batasan dosis
 Reaksi anafilaksis fatal
 Gangguan fungsi renal
 Akumulasi pada sistem retikuloendotelial
 Gangguan pada blood grouping dan cross matching
1. HES
Kelebihan
 Efek volume panjang atau lama
 Efek anti trombotik
Kekurangan
 Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial
 Gangguan hemostasis
 Batasan dosis
 Reaksi anafilaksis fatal
 Akumulasi pada sistem retikuloendotelial
1. Haemaccel
Kelebihan
 Iso-osmotik
 Mempertahankan keseimbangan cairan
 Efek volume optimal
 Perbaikan fungsi renal
 Tidak mengganggu hemostasis
 Tidak mengganggu blood grouping
 Tidak terjadi akumulasi pada RES
 Ekonomis
Kekurangan
 Reaksi anafilaktoid
Kesuksesan Terapi Cairan
Terapi cairan yang berhasil digambarkan dengan peningkatan indeks kardiak, pengangkutan
oksigen dan konsumsi oksigen; serta penurunan resistensi vaskuler pulmonal dan resistensi
vaskuler sistemik.
1. II. TERAPI ELEKTROLIT
2. a. Hiponatremia
1. NATRIUM
Definisi : kadar Na+ serum di bawah normal (< 135 mEq/L)
Hiponatremia dibedakan menjadi:
1)     Hiponatremia artifactual à palsu
Laboratorium melaporkan ralat yang disebabkan oleh:
 Hiperglikemi
Koreksi nilai natrium (setiap peningkatan glukosa darah sebesar 100 mg/dl mengurangi natrium
sebesar 1,7 mEq/L)
 Hiperlipidemi
Osmolalitas serum yang diukur akan normal atau lebih besar daripada osmolalitas yang dihitung
(Osm = [2 x Na] + [Glukosa/18] + [BUN/2,8])
2)     Hiponatremia dilutional à hipervolemia dengan ekspansi air tubuh total
Merupakan hiponatremia yang disebabkan oleh gangguan ekskresi air, tampak sebagai edema;
misalnya pada CHF, gangguan ginjal dan sindroma nefrotik.
3)     Hiponatremia hipovolemik à deplesi natrium melebihi deplesi air; misalnya pada gagal
ginjal, hipotiroid dan penyakit Addison.
4)     Hiponatremia euvolemik à deplesi natrium dan air dalam jumlah sebanding
Hal ini terjadi pada kehilangan air dan natrium melalui saluran cerna (pada muntah, sedot
nasogastrik, diare), kehilangan ke rongga ketiga (pada luka bakar, pembedahan), keringat
berlebihan, penyakit ginjal dan adrenal (pada DM tak terkendali, hipoaldosteron, penyakit
Addison, fase pemulihan dari penyakit ginjal).
Gambaran Klinis
 Gambaran klinis hiponatremia tergantung keparahan dan cepatnya timbul pertama kali.
 Gejala lebih mencolok pada hiponatremia yang cepat berkembang.
 Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam beberapa jam, pasien mungkin mual, muntah,
sakit kepala dan keram otot.
 Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam satu jam, bisa terjadi sakit kepala hebat, letargi,
kejang, disorientasi dan koma.
 Mungkin pasien memiliki tanda-tanda penyakit dasar (seperti gagal jantung, penyakit
Addison).
 Jika hiponatremia terjadi sekunder akibat kehilangan cairan, mungkin ada tanda-tanda
syok seperti hipotensi dan takikardi.
Tatalaksana hiponatremia
 Atasi penyakit dasar
 Hentikan setiap obat yang ikut menyebabkan hiponatremia
 Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama secara perlahan-lahan, sedangkan
hiponatremia akut lebih agresif. Hindari koreksi berlebihan karena dapat menyebabkan central
pontine myelinolysis
 Jangan naikkan Na serum lebih cepat dari 12 mEq/L dalam 24 jam pada pasien
asimptomatik. Jika pasien simptomatik, bisa tingkatkan sebesar 1 sampai 1,5 mEq/L/jam sampai
gejala mereda. Untuk menaikkan jumlah Na yang dibutuhkan untuk menaikkan Na serum sampai
125 mEq/L digunakan rumus:
Jumlah Na (mEq) = [125 mEq/L – Na serum aktual (mEq/L)] x TBW (dalam liter)
TBW (Total Body Water) = 0,6 x BB (dalam kg)
 Larutan pengganti bisa berupa NaCl 3% atau 5% (masing-masing mengandung 0,51
mEq/ml dan 0,86 mEq/ml)
 Pada pasien dengan ekspansi cairan ekstrasel, mungkin dperlukan diuretik
 Hiponatremia bisa dikoreksi dengan NaCl hipertonik (3%) dengan kecepatan kira-kira 1
mL/kg per jam.
1. b. Hipernatremia
Definisi : Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L)
Causa
 Terjadi jika kehilangan cairan hipotonik tidak diganti secara adekuat.
 Jika kehilangan cairan tidak melalui ginjal (kehilangan melalui saluran cerna, keringat
atau hiperventilasi), osmolalitas urin akan lebih besar daripada serum, dan Na urin akan < 20
mEq/L.
 Osmolalitas urin kurang dari atau sama dengan serum menyiratkan kehilangan melalui
ginjal (misalnya pada terapi diuretik, diuresis osmotik, diabetes insipidus, sekrosis tubulus akut,
uropati pasca obstruksi, nefropati hiperkalsemik).
 Hipernatremia dapat terjadi dengan hiperalimentasi atau pemberian cairan hipertonik lain.
Tanda dan Gejala
Iritabilitas otot, bingung, ataksia, tremor, kejang dan koma yang sekunder terhadap
hipernatremia. Manifestasi tambahan biasa terjadi sekunder terhadap kelainan dasar dan status
volume (takikardi dan hipotensi ortostatik dengan deplesi volume; edema bila ada kelebihan
cairan).
Tatalaksana hipernatremia
 Hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemberian normal saline
sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa dikoreksi dengan Dekstrosa 5% atau
NaCl hipotonik.
 Hipernatremia dengan kelebihan volume diatasi dengan diuresis, atau jika perlu dengan
dialisis. Kemudian Dekstrosa 5% diberikan untuk mengganti defisit air.
 Defisit air tubuh ditaksir sbb:
Defisit = air tubuh (TBW) yang dikehendaki (liter) – air tubuh skrg
Air tubuh yg dikehendaki = (Na serum yg diukur) x (air tubuh skrg/Na serum normal)
Air tubuh sekarang = 0,6 x BB sekarang (kg)
 Separuh dari defisit air yang dihitung harus diberikan dalam 24 jam pertama, dan sisa
defisit dikoreksi dalam 1 atau 2 hari untuk menghindari edema serebral.
1. KALIUM
Kalium total tubuh berjumlah kira-kira 50 mEq/kgBB, 98% terdapat di dalam sel. Penurunan
kadar serum sebanyak 1 mEq K+ berbanding dengan 10% sampai 20% defisit kalium total tubuh.
1. a. Hipokalemia
Definisi : kadar K+ serum di bawah normal (< 3,5 mEq/L)
Etiologi
 Kehilangan K+ melalui saluran cerna (misalnya pada muntah-muntah, sedot nasogastrik,
diare, sindrom malabsorpsi, penyalahgunaan pencahar)
 Diuretik
 Asupan K+ yang tidak cukup dari diet
 Ekskresi berlebihan melalui ginjal
 Maldistribusi K+
 Hiperaldosteron
Gambaran klinis
Lemah (terutama otot-otot proksimal), mungkin arefleksia, hipotensi ortostatik, penurunan
motilitas saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hiperpolarisasi myokard terjadi pada
hipokalemia dan dapat menyebabkan denyut ektopik ventrikel, reentry phenomena, dan kelainan
konduksi. EKG sering memperlihatkan gelombang T datar, gelombang U, dan depresi segmen
ST. Hipokalemia juga menyebabkan peningkatan kepekaan sel jantung terhadap digitalis dan
bisa mengakibatkan toksisitas pada kadar terapi.
Tatalaksana hipokalemia
 Defisit kalium sukar atau tidak mungkin dikoreksi jika ada hipomagnesia. Ini sering
terjadi pada penggunaan diuretik boros kalium. Magnesium harus diganti jika kadar serum
rendah.
 Terapi oral. Suplementasi K+ (20 mEq KCl) harus diberikan pada awal terapi diuretik.
Cek ulang kadar K+ 2 sampai 4 minggu setelah suplementasi dimulai.
 Terapi intravena harus digunakan untuk hipokalemia berat dan pada pasien yang tidak
tahan dengan suplementasi oral. Dengan kecepatan pemberian sbb:
 Jika kadar K+ serum > 2,4 mEq/L dan tidak ada kelainan EKG, K+ bisa diberikan
dengan kecepatan 0 sampai 20 mEq/jam dengan pemberian maksimum 200 mEq per hari.
 Pada anak 0,5-1 mEq/kgBB/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis
maksimum dewasa.
1. b. Hiperkalemia
Definisi: kadar K+ serum di atas normal (> 5,5 mEq/L)
Etiologi
 Ekskresi renal tidak adekuat; misalnya pada gagal ginjal akut atau kronik, diuretik hemat
kalium, penghambat ACE.
 Beban kalium dari nekrosis sel yang masif yang disebabkan trauma (crush injuries),
pembedahan mayor, luka bakar, emboli arteri akut, hemolisis, perdarahan saluran cerna atau
rhabdomyolisis. Sumber eksogen meliputi suplementasi kalium dan pengganti garam, transfusi
darah dan penisilin dosis tinggi juga harus dipikirkan.
 Perpindahan dari intra ke ekstraseluler; misalnya pada asidosis, digitalisasi, defisiensi
insulin atau peningkatan cepat dari osmolalitas darah.
 Insufisiensi adrenal
 Pseudohiperkalemia. Sekunder terhadap hemolisis sampel darah atau pemasangan
torniket terlalu lama
 Hipoaldosteron
Gambaran klinis
Efek terpenting adalah perubahan eksitabilitas jantung. EKG memperlihatkan perubahan-
perubahan sekuensial seiring dengan peninggian kalium serum. Pada permulaan, terlihat
gelombang T runcing (K+ > 6,5 mEq/L). Ini disusul dengan interval PR memanjang, amplitudo
gelombang P mengecil, kompleks QRS melebar (K+ = 7 sampai 8 mEq/L). Akhirnya interval QT
memanjang dan menjurus ke pola sine-wave. Fibrilasi ventrikel dan asistole cenderung terjadi
pada K+ > 10 mEq/L. Temuan-temuan lain meliputi parestesi, kelemahan, arefleksia dan paralisis
ascenden.
Tatalaksana hiperkalemia
 Pemantauan EKG kontinyu dianjurkan jika ada kelainan EKG atau jika kalium serum > 7
mEq/L
 Kalsium glukonat dapat diberikan iv sebagai 10 ml larutan 10% selama 10 menit untuk
menstabilkan myocard dan sistem konduksi jantung
 Natrium bikarbonat membuat darah menjadi alkali dan menyebabkan kalium berpindah
dari ekstra ke intraseluler. Bic nat diberikan sebanyak 40 sampai 150 mEq NaHCO3 iv selama 30
menit atau sebagai bolus iv pada kedaruratan
 Insulin menyebabkan perpindahan kalium dari cairan ekstraseluler ke intraseluler. 5
sampai 10 unit regular insulin sebaiknya diberikan dengan 1 ampul glukosa 50% iv selama 5
menit
 Dialisis mungkin dibutuhkan pada kasus hiperkalemia berat dan refrakter
 Pembatasan kalium diindikasikan pada stadium lanjut gagal ginjal (GFR < 15 ml/menit)
1. III. TRANSFUSI
Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan.
Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh pada respon yang diberikan.
Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume darah tidak menyebabkan perubahan
tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi, tekanan darah, sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral
tidak berubah. Reseptor dalam jantung akan mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan
pusat vasomotor menstimulasi sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan
vasokonstriksi.
Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan perpindahan cairan ke dalam
ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan retensi air dan ion Na+. Hal
ini menyebabkan volume darah kembali normal dalam 12 jam. Kadar protein plasma cepat
menjadi normal dalam waktu 2 minggu, kemudan akan terjadi hemopoesis ekstra yang
menghasilkan eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan sebanyak 30%.
Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas 20%, darah yang
hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau kombinasi koloid dengan kristaloid yang
komposisinya sama dengan darah yaitu Ringer Laktat. Namun bila kehilangan darah > 50%,
biasanya diperlukan transfusi.
Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi darah, yaitu:
V = (Hb target – Hb inisial) x 80% x BB
Kadar Hb donor
1. 1. Transfusi sel darah merah
Indikasi transfusi sel darah merah
 Kehilangan darah yang akut
Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian sel darah merah
maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh volume darah hlang, maka darah
lengkap harus diberikan; jika kurang dari separuh, maka konsentrat sel darah merah atau plasma
expander yang diberikan.
 Transfusi darah prabedah
 Anema defisiensi besi
Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang dibutuhkan untuk
pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap pengobatan pada dosis terapeutik penuh
besi per oral.
 Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun
 Gagal ginjal
Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati dengan transfusi sel darah
merah maupun dengan eritropoetin manusia rekombinan.
 Gagal sumsum tulang
Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik, atau infiltrasi keganasan
akan membutuhkan bukan saja sel darah merah, namun juga komponen darah yang lain.
 Penderita yang tergantung trasnfusi
Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia sideroblastik membutuhkan
transfusi secara teratur setiap empat sampai enam minggu, sehingga mereka mampu menjalani
kehidupan yang normal.
 Penderita sel bulan sabit
Beberapa penderita penyakit ini membutuhkan trasnfusi secara teratur, terutama setelah stoke,
karena “sindrom dada” berulang yang mengancam jiwa, dan selama kehamilan.
 Penyakit hemolitik neonatus
Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi pengganti, jika neonatus
mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia.
Berbagai komponen sel darah merah
Komponen Kemasan Volume yang Indikasi utama
vol sel diberikan
darah
Darah lengkap 0,35 – 0,45 510 ml Kehilangan darah masif
akut
Darah segar 0,35 – 0,45 510 ml Tidak dapat dibuktikan
Konsentrat sel darah 0,55 – 0,75 Sekitar 200 ml Kehilangan darah menahun
merah atau anemia
Darah yang disaring bervariasi bervariasi Reaksi transfusi non-
hemolitik dan pencegahan
imunisasi HLA sebelum
pencangkokan
Sel darah merah yang bervariasi bervariasi Reaksi transfusi non-
dicuci hemolitik terhadap protein
plasma
Sel darah merah bervariasi bervariasi, Penderita dengan antibodi
beku, dicairkan & tetapi biasanya langka
dicuci <200ml
Kriteria transfusi dengan RBC konsentrat
 Hb < 8 g%
 Hb 8–10 g%, normovolemia disertai tanda gangguan miokardial, serebral, respirasi
 Perdarahan hebat > 10 ml/kg pada 1 jam pertama atau 5 ml/kg pada 3 jam pertama
Masalah yang berkaitan dengan transfusi sel darah merah
1. Masalah mendesak
 Beban sirkulasi teradi jika darah ditransfusikan terlalu cepat sehingga redistribusi cairan
pengganti cepat terjadi, atau jika terjadi gangguan fungsi jantung. Tekanan vena sentral
meningkat, dan pada kasus berat terjadi gagal ventrikel kiri
 Kebocoran kalium ke luar sel darah merah selama penyimpanan. Hiperkalemia ini
dieksaserbasikan karena penyimpanan darah terlalu lama pada suhu kamar
 Transfusi masif dapat menyebabkan hipotermia, toksisitas sitrat, beban asam, dan
penyusutan trombosit serta faktor koagulasi
 Reaksi hemolitik dapat menyebabkan demam, takikardi, kesulitan tidur, nyeri
selangkang, rigor, muntah, diare, nyeri kepala, hipotensi, syok, dan akhirnya gagal ginjal akut
serta perdarahan akibat DIC
 Raksi non-hemolitik dapat menyebabkan urtikaria, demam dan reaksi anafilaktik berat,
walaupun jarang terjadi
1. Masalah jangka menengah
 Flebitis lokal dapat terjadi jika kanula plastik ditinggalkan pada tempat yang sama terlalu
lama. Kadang-kadang terjadi infeksi oleh stafilokokus atau corinebacterium
 Hipertensi dan/atau sindrom kejang kadang-kadang ditemukan pada penderita sel sabit
dan b thalasemia mayor yang menerima transfusi teratur
 Infeksi dapat ditularkan melalui transfusi
1. Masalah jangka panjang
Beban besi. Setiap unit darah mengandung 250 mg besi yang tak dapat diekskresikan tubuh.
Transfusi teratur yang sering dapat menyebabkan tertimbunnya besi dalam tubuh sehingga
terjadi pigmentasi, hambatan pertumbuhan pada orang muda, sirosis hepatik, diabetes,
hipoparatiroid, gagal jantung, aritmia, dan akhirnya kematian. Pengobatan dengan khelasi besi
harus dipertimbangkan pada penderita ini sebelum terjadi kerusakan organ yang serius.
1. Transfusi Trombosit dan Granulosit
Transfusi trombosit dan granulosit diperlukan bagi penderita trombositopenia yang mengancam
jiwa dan netropenia yang disebabkan karena kegagalan sumsum tulang. Keadaan ini mungkin
akibat langsung dari penyakit penderita, misalnya leukimia akut, anemia aplastika, atau
transplantasi sumsum tulang.
Indikasi transfusi trombosit
 Gagal sumsum tulang yangdisebabkan oleh penyakit atau pengobatan mielotoksik
 Kelainan fungsi trombosit
 Trombositopenia akibat pengenceran
 Pintas kardiopulmoner
 Purpura trombositopenia autoimun
Efek merugikan pada transfusi trombosit
Efek merugikan pada transfusi trombosit adalah timbulnya kerefrakteran trombosit, aloimunisasi,
penularan penyakit dan kadang-kadang graft versus host disease.
Indikasi transfusi granulosit
 Neutropenia persisten dan infeksi berat – Jika dihitung neutrofil terus-menerus kurang
dari 0,2 x 109/L dan terdapat bukti jelas infeksi bakteri atau jamur yang tidak dapat dikendalikan
dengan pengobatan menggunakan antibotik yang tepat dalam 48-72 jam.
 Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten
 Sepsis neonatus
Efek merugikan transfusi granulosit
Efek merugikan pada transfusi granulosit adalah timbulnya aloimunisasi, penularan infeksi,
infiltrasi paru dan graft versus host disease.
EPertimbangan Pediatrik dan Gerontik
 Pediatrik
1. Pada anak-anak, 50 ml darah pertama harus diinfuskan lebih dari 30 menit.
Bila tidak ada reaksi terjadi, kecepatan aliran ditingkatkan dengan sesuai untuk menginfuskan
sisa 275 ml lebih dari periode 2 jam
2. Darah untuk bayi baru lahir dicocok silangkan dengan serum ibu karena mungkin mempunyai
antibody lebih dari bayi tersebut dan memungkinkan identifikasi yang lebih mudah tentang
inkompabilitas
3. Dosis untuk anak-anak bervariasi menurut umur dan berat badan (hitung dosis dalam milliliter
per kilogram berat badan)
4. Tranfusi sel darah merah memerlukan waktu infus yang ketat (untuk mempermudah deteksi
dini reaksi hemolitik yang mungkin terjadi)
5. Penggunaan penghangat darah mencegah hipotermi yang menimbulkan disritmia
6. Gunakan pompa infus elektronik untuk memantau dan mengontrol akurasi
kecepatan tetesan
7. Gunakan vena umbilikalis pada bayi baru lahir sebagai tempat akses vena
8. Tranfusi pada bayi baru lahir hanya boleh dilakukan oleh perawat atau dokter yang kompeten
dan berpengalaman (prosedur ini memerlukan ketrampilan tingkat tinggi)
9. Tinjau kembali riwayat tranfusi anak
 Gerontik
1. Riwayat sebelumnya (anemia dengan gagal sumsum tulang, anemia yang berhubungan dengan
keganasan, perdarahan gastrointestinal kronik, gagal ginjal kronik)
2. Terdapat kemungkinan bahaya pada jantung, ginjal, dan sistem pernafasan
(atur kecepatan aliran jika klien tidak mampu menoleransi aliran yang telah
ditetapkan), sehingga waktu tranfusi lebih lambat
3. Defisit sensori dapat terjadi (konsultasikan dengan rekam medik atau anggota keluarga
terhadap reaksi tranfusi darah sebelumnya)
4. Premedikasi dapat menyebabkan mengantuk
5. Integritas vena mungkin melemah, pastikan kepatenan kateter atau jarum sebelum melakukan
tranfusi
TRANSFUSI DARAH PADA ANAK

PENDAHULUAN

  
PERSIAPAN TRANSFUSI DARAH

    Darah donor diambil dengan teknik antiseptik dan dimasukkan dalam kantong plastik khusus
yang mengandung anti koagulan. Anti koagulan yang sering digunakan adalah citrat phosfat
dextrose (CPD) dan adenin citrat phosfat dextrose (ACPD) yang dapat memperpanjang umur
penyimpanan darah.3,4 Saat ini semua darah dari donor baik yang akan dilakukan transfusi
langsung maupun yang akan disimpan di bank darah dilakukan pemeriksaan golongan darah
menurut sistem ABO dan Rhesus, tes pemeriksaan silang (cross match) dan pemeriksaan
penyaring untuk menyingkirkan sifilis, AIDS, dan Hepatitis B. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai dasar dari mekanisme penggolongan darah dan pemeriksaan silang. 1,2

Sistem ABO

    Dikenal dua antigen tipe A dan tipe B yang terdapat pada permukaan sel darah merah pada
sebagian besar populasi. Antigen-antigen inilah yang disebut aglutinogen yang menyebabkan
aglutinasi sel darah. Karena antigen-antigen ini diturunkan, maka seseorang dapat mempunyai
kedua, hanya satu atau tidak ada antigen tersebut di dalam sel darah merahnya.
    Darah dari donor dan resipien diklasifikasikan dalam 4 tipe O-A-B utama tergantung pada ada
tidaknya kedua aglutinogen seperti tercantum pada tabel 1. Bila tidak terdapat aglutinogen A
ataupun B, golongan darahnya adalah O. Bila hanya terdapat aglutinogen A saja, maka golongan
darahnya A. Bila hanya terdapat aglutinogen B saja maka golongan darahnya B. Dan bila
terdapat kedua aglutinogen A dan B, golongan darahnya AB.
        Dua gen manusia yang diturunkan dari kromosom yang berpasangan, akan menentukan
golongan darah ABO. Kedua gen ini bersifat alelomorfik yang dapat menjadi salah satu dari
golongan darah yang dihasilkan dan hanya mempunyai salah satu saja pada setiap kromosom
yaitu tipe O, tipe A, atau tipe B. Gen tipe O tidak berfungsi dalam sel sehingga menghasilkan
aglutinogen yang tidak khas dalam sel. Enam kemungkinan kombinasi gen ini yaitu OO, OA,
OB, AA, OB, BB, dan AB yang berfungsi sebagai genotip dan setiap orang merupakan salah
satu dari keenam genotip tersebut Dan tabel 1 dapat dilihat bahwa orang dengan genotip OOtidak
menghasilkan aglutinogen dan karena itu mempunyai golongan darahnya O. Orang dengan
genotip OA atau AA menghasilkan aglutinogen tipe A sehingga disebut golongan darahnya A.
Demikian juga yang mempunyai genotip OB dan BB menghasilkan golongan darah B, dan
genotip AB menghasilkan golongan darah AB.
    Bila tidak terdapat aglutinogen tipe A dalam sel darah merah seseorang maka dalam
plasmanya akan terbentuk antibodi yang dikenal aglutinin anti A. Demikian pula bila tidak
terdapat aglutinogen tipe B didalam sel darah merah maka di dalam plasmanya terdapat aglutinin
anti B. Pada tabel 1 tampak bahwa orang dengan golongan darah O yang tidak mempunyai
aglutinogen mempunyai aglutinin anti A dan anti B. Golongan darah A mengandung aglutinogen
tipe A dan aglutinin tipe anti B. Golongan darah B mengandung aglutinogen tipe B dan aglutinin
anti A. Dan golongan darah AB yang mengandung kedua aglutinogen tipe A dan B tetapi tidak
mempunyai aglutinin sama sekali.
    Bila darah dengan aglutinin plasma anti A dan anti B dicampur dengan set darah merah yang
mengandung aglutinogen Aatau.B, terjadilah aglutinasi sel darah merah. Mekanismenya adalah
aglutinin melekatkan diri pada sel darah merah pada dua tempat pengikatan untuk tipe IgM dan
10 tempat pengikatan untuk tipe IgM. Satu aglutinin dapat melekat pada dua atau lebih sel darah
merah yang berbeda pada waktu yang sama sehingga sel saling melekat satu sama lainnya.
Keadaan ini menyebabkan set menggumpal bersama-sama akibat proses aglutinasi.

Sistem Rhesus

    Terdapat enam tipe antigen Rh yang telah dikenal, salah satunya disebut faktor Rh. Tipe¬-tipe
ini ditandai dengan C, D, E, c, d,.e. Orang yang memiliki antigen C tidak mempunyai antigen c,
tetapi setiap orang yang kehilangan antigen C selalu mempunyai antigen c. Demikian juga
terhadap antigen D-d, E-e. Setiap orang hanya mempunyai satu dari ketiga pasang antigen
tersebut. Antigen D dikatakan Rh positif.
    Bila seorang dengan Rh negatif sebelumnya tidak pernah terpajan dengan darah Rh positif,
maka transfusi darah Rh positif ke tubuh orang tersebut tidak meyebabkan reaksi segera. Namun
pada beberapa orang terbentuk anti bodi anti Rh dalam jumlah yang cukup selama 2-4 minggu
berikutnya yang menimbulkan aglutinasi. Sel-sel ini kemudian mengalami hemolisis oleh sistem
makrofag jaringan. Jadi timbul reaksi transfusi lambat walaupun biasanya ringan. Pada transfusi
darah Rh positif selanjutnya pada orang yang sama, dimana ia telah mengalami imunisasi
terhadap faktor Rh, maka reaksi transfusi menjadi sangat kuat dan dapat menjadi berat seperti
reaksi transfusi sistem ABO.

Tes pemeriksaan silang (cross-matching) sebelum transfusi

    Sebelum transfusi golongan darah pasien ditentukan, serum diperiksa untuk antibodi atipik,
dan sel darah merah dari setiap donor dites dengan serum pasien. Darah golongan :BO dan
rhesus D yang sama diseleksi. Sel darah donor yang dites dengan serum resipien dan aglutinasi
dideteksi secara visual atau mikroskopik setelah pencampuran dan inkubasi.
    Pemeriksaan silang biasanya membutuhkan waktu selama satu jam. Bila darah dibutuhkan
mendesak, tes dapat dilakukan cepat dengan membatasi tes yang dilakukan dan memodifikasi
teknik tanpa mengurangi kepekaan tes tetapi akan mendeteksi semua ketidakcocokan utama
(gross incompatibilities). Transfusi darah yang tidak diperiksa silang pada keadaan darurat
membawa resiko besar dan harus dihindari. Bila situasi klinis sangat mendesak dan tidak
mempunyai waktu untuk penggolongan pasien maka golongan darah O Rhesus negatif dapat
segera ditransfusikan.
    Sebagai bagian dari prosedur pemeriksan silang dilakukan pemeriksaan Coombs (Coombs
Test). Pemeriksaan yang dilakukan adalah yang tidak langsung. Pemeriksaan Coombs tidak
langsung ada 2 tahap. Tahap pertama menyangkut inkubasi sel darah merah yang dites dengan
serum. Pada tahap kedua sel darah merah dicuci bersih dengan air garam untuk mengeluarkan
globulin babas. Reagen anti human globulin (AHG) ditambahkan ke sel darah merah yang telah
dicuci dan bila ada aglutinasi menunjukkan tes positif. Aglutinasi dalam tes berarti di dalam
serum telah terbentuk anti bodi yang telah membungkus sel darah merah. Berbeda dengan test
Coombs langsung adalah pada test Coombs langsung reagen AHG langsung ditambahkan pada
sel darah yang sudah dicuci dan aglutinasi menunjukkan hasil positif. Test Coombs langsung
biasanya digunakan untuk penentuan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir.

INDIKASI TRANSFUSI DARAH

    Ada 3 macam keadaan klinis yang memerlukan transfusi darah yaitu: 

1.    Keadaan yang memerlukan pemeliharaan atau pemulihan sirkulasi volume darah untuk
mencegah timbulnya syok, seperti pemberian whole blood pada pendarahan akut akibat trauma,
perforasi pada typhoid fever, perdarahan akut pada ITP.
2.    Keadaan klinis yang memerlukan penggantian komponen darah spesifik seperti plasma
protein atau elemen darah seperti eritrosit, leukosit atau trombosit akibat dari defisiensi
komponen-komponennya.
3.    Keadaan klinis yang memerlukan pengeluaran substansi yang berbahaya bagi tubuh dengan
cara transfusi ganti, misalnya pengeluaran bilirubin pada bayi hiperbilirubinemia yang berat.

TRANSFUSI ERITROSIT

    Eritrosit adalah komponen darah yang paling sering ditransfusikan dibandingkan komponen
darah yang lain. Eritrosit ini diberikan untuk meningkatkan kapasitas angkut oksigen darah dan
untuk mempertahankan oksigen jaringan yang cukup. Keuntungan transfusi sel darah merah
adalah tidak membebani sirkulasi, tidak memperberat fungsi ginjal, dan sedikit mengurangi
reaksi alergi karena tidak disertai pemberian plasma yang tinggi protein. Sediaan transfusi
eritrosit yang disediakan adalah packed red cell (eritrosit pekat) yang diperoleh dan pemisahan
plasma secara tertutup dengan hematokrit 70-80 %. Dari PRC dapat dibuat red cell suspension
dengan cara mencampur eritrosit pekat dengan cairan pelarut NaCl fisiologis dalam jumlah yang
sama, dan washed red cell (WRC) yang diperoleh dengan mencuci eritrosit pekat 2-3 kali dengan
NaCl fisiologis dalam jumlah yang sama. Sediaan ini aman bagi resipien yang alergi terhadap
plasma manusia, anemia hemolitik yang didapat, transfusi ganti, dan transfusi pada transplantasi
ginjal. Keuntungan yang lain dari transfusi eritrosit adalah hematokrit dapat diatur, memerlukan
volume yang kecil. Sedangkan kerugiannya adalah timbulnya infeksi sekunder pada saat proses
pembuatan dan masa simpan yang pendek yaitu 4-6 jam.

    Pedoman untuk transfusi eritrosit pada anak dan remaja dapat dilihat pada tabel 2. 

Transfusi harus diberikan lebih ketat pada anak karena kadar hemoglobin normal pada anak lebih
rendah dibanding dewasa, kecuali pada beberapa keadaan tertentu berhubungan dengan penyakit
kardiopulmonal yang mendasarinya akan mengganggu tubuh mengkompensasi kehilangan
eritrosit. Pada masa pre operatif misalnya, tidak perlu bagi anak untuk  8 g/dL yaitu suatu tingkat
yangmempertahankan hemoglobin (Hb)  diinginkan pada orang dewasa. Demikian juga
pemberian eritrosit pasca operasi harus mempunyai alasan yang kuat karena anak mampu
memulihkan massa eritrositnya bila diberi terapi besi. Untuk anemia yang timbul perlahan-lahan,
pemberian transfusi eritrosit tidak selalu didasarkan atas pemeriksaan Hb karena anak dengan
anemia kronis mungkin tidak menampakkan gejala dengan Hb sangat rendah. Faktor lain yang
harus diperhatikan selain kadar Hb adalah gejala atau tanda dan kapasitas fungsional tubuh
penderita, dijumpai atau tidak penyakit kardiovaskuler dan susunan saraf pusat, penanganan
anemia, dan kemungkinan untuk diterapi dengan recombinant human eryhtropoietin (EPO) pada
anak dengan insufisiensi ginjal.

Tabel 2. Pedoman Transfusi Eritrosit pada Anak


Tabel 2. Pedoman Transfusi Eritrosit pada Anak

Dikutip dari Strause, 2000


    Untuk neonatus, indikasi transfusi eritrosit dapat dilihat pada tabel 2. Namun harus
diperhatikan bahwa pada neonatus akan mengalami penurunan massa eritrosit akibat faktor
frsiologis.1 Penurunan massa eritrosit < 25 ml/kg berat badan juga menggambarkan kadar Hb
yang rendah. Hal ini akan dikompensasi oleh jantung dengan jalan memperbesar curah jantung,
namun bila dilakukan transfusi akan mendapatkan manfaat yang bermakna yaitu akan
mengurangi curah jantung. Seperti halnya pada bayi terdapat perbedaan nilai Hb yang dijadikan
patokan untuk transfusi berdasarkan kelainan kardiopulmonal dan tindakan operatif serta umur
janin.

    Pilihan produk eritrosit untuk anak dan remaja adalah suspensi standar yang dipisahkan dari
darah lengkap dengan pemusingan dan disimpan dalam anti koagulan pada nilai hematokrit kira-
kira 60 %. Dosis biasanya adalah 10-15 ml/ kg berat badan. Untuk neonatus produk pilihan
adalah konsentrat PRC ( hematokrit 70-90 %) yang ditransfusikan perlahan-lahan (2-4 jam)
dengan dosis 15 ml/kg berat badan. Sedangkan menurut hasil penelitian Rascher,1991 bahwa
pemberian transfusi PRC dengan kecepatan 3 m1/kg/jam tidak menyebabkan beban volume
akut.10 Satu  1 g/dL.unit PRC dapat menaikkan PCV ± 3-4 % atau Hb  

Sedangkan Miller menetapkan formula: 3


A= Hb tubuh : Blood Volume (70 ml/kgBB) x Hb(g/dL)
B= Hb post transfusion : Blood volume (70 ml/kgBB)x desired (g/dL)
C= Defisit Hb (gram) = B-A
D= Volume darah transfusi (misalnya PRC) dalam ml : (B-A) g / 23
Asumsi bahwa 1 ml PRC mempunyai hematokrit 70 % yang berisi 0,23 g HB dan 100 ml (1 dL)
berisi 23 g Hb.

    Karena transfusi diberikan pada nilai hematokrit tinggi maka kecepatan transfusi harus rendah,
dan jenis antikoagulan yang dipakai adalah yang diyakini paling aman.1.11.12.13 Darah dari
donor yang ditambahkan anti koagulan AS-3 tidak menunjukkan reaksi transfusi yang nyata dan
pada pemeriksaan post tranfusi didapatkan nilai hematokrit, pH, natrium, kalium, kalsium, laktat
dan glukosa menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan pemakaian antikoagulan
ACPD.

TRANSFUSI TROMBOSIT

    Pemberian transfusi trombosit diindikasikan untuk mencegah resiko pendarahan akibat
trombositopenia. Pedoman untuk dukungan trombosit pada anak, remaja dan bayi dapat dilihat
pada tabel 3. Transfusi trombosit harus diberikan pada penderita dengan trombosit di bawah 50.
000 /ml, jika ada perdarahan atau direncanakan untuk mengalami prosedur invasif. Penelitian
pada penderita trombositopenia dengan gagal sumsum tulang menunjukkan bahwa perdarahan
spontan meningkat tajam bila trombosit turun menjadt < 20.000 /ml. Atas dasar ini banyak
dokter anak menganjurkan transfusi profilaksis untuk mempertahankan trombosit > 20.000 /ml.
Pada kelainan-kelainan kualitatif trombosit misalnya pada penyakit hati lanjut, insufisiensi ginjal
dan setelah operasi pintas kardiopulmonal transfusi trombosit dibenarkan hanya jika perdarahan
nyata terjadi. Pada kasus ini waktu perdarahan lebih dari 2 kali dari nilai normal mungkin
diambil sebagai bukti diagnostik bahwa telah ada disfungsi trombosit.

Tabel 3. Pedoman Transfusi Trombosit pada Anak

Dikutip dari Strause, 2000


Homeostasis pada neonatus berbeda dengan pada anak yang Iebih besar dan potensi terjadinya
perdarahan serius lebih besar. Insidensi perdarahan intra kranial lebih besar pada penderita
trombositopenia dan akan lebih meningkat pada berat badan lahir rendah.1,2
    Tujuan ideal transfusi trombosit adalah menaikkan angka trombosit menjadi > 50.000 /mm3
dan untuk neonatus menjadi 100.000 / mm3. Ini dapat dicapai dengan transfusi konsentrat
standar trombosit, yang dibuat dari beberapa unit darah lengkap segar atau tromboferetis
otomatis. Satu unit konsentrat mengandung 10.000 trombosit / mm3. Sedangkan PMI
menetapkan satu unit konsentrat mengandung 15.000 trombosit / mm3. Jumlah kebutuhan
trombosit = Kadar yang diharapkan-kadar awal / kenaikan perunit. Sedian trombosit adalah,
platelet rich plasma (PRP) yang dibuat dengan memisahkan plasma dan trombosit dari darah
segar yang dibuat dengan melakukan sentrifugasi. Masa simpan trombosit 48-72 jam.

TRANSFUSI GRANULOSIT (NETROFIL)

    Transfusi granulosit harus dipertimbangkan pada institusi-institusi dimana penderita


neutropenia selalu meninggal karena infeksi bakteri dan jamur yang progresif, meskipun obat
antimikroba telah digunakan secara optimal.
Pedoman untuk transfusi granulosit dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Pedoman Terapi Granulosit pada Anak

    Peran transfusi granulosit yang ditambahkan bersama antibiotika pada penderita neutropenia
berat (0.5 X 109 /L) yang disebabkan gagal sumsum tulang lama pada anak dengan dewasa. Pada
anak yang mengalami infeksi dengan kegagalan sumsum tulang yang berlangsung lama misalnya
pada neoplasma maligna yang resisten terhadap terapi, anemia aplastik, dan resipien
pencangkokan sumsum tulang akan memperoleh manfaat yang Iebih baik bila diberikan transfusi
granulosit bersama antibiotika. Transfusi granulosit juga digunakan pada sepsis dengan
netropenia berat yang tidak responsif terhadap antimikroba.12 Neonatus biasanya Iebih peka
terhadap infeksi bakteri berat namun pada sepsis yang fulminan dimana dijumpai neutropenia
relatif < 0.3 X 109 /L selama minggu pertama dan < 0,1 X 109 /L sesudahnya mempunyai resiko
besar meninggal bila hanya diterapi antibiotika. Dosis transfusi granulosit pada neonatus adalah
1-2 x 109 /kg berat badan tiap transfusi granulosit. Bayi dan anak yang Iebih besar harus
mendapat dosis total 1 x 1010 /kg berat badan tiap transfusi granulosit. Dosis yang dipilih untuk
remaja adalah 2-3 x 1010 /kg berat badan tiap transfusi granulosit. Transfusi granulosit harus
diberikan setiap hari sampai infeksi menyurut atau netrofil darah sampai 0,5 x109 /L.

TRANSFUSI PLASMA

    Tujuan dari pemberian transfusi plasma ialah mempertahankan keseimbangan sistem
hemostatik dan yang juga penting ialah mengetahui kadar minimal faktor tersebut yang dapat
mencapai kadar hemostatik. Misalnya untuk mengontrol perdarahan sendi pada hemofilia A
diperlukan kadar F VIII plasma 30-40 U per dL. Kadar hemostatik minimal faktor Koagulasi
dalam plasma dapat dilihat pada tabel 5.3
(*) Khusus Fibrinogen, 10-20 ml dapat menaikkan kadar fibrinogen plasma 50-11 mg/dL
Dikutip dari Cable, 1981.

Fresh frozen plasma FFP atau (Plasma beku segar)


    Komponen plasma yang dipisahkan dari komponen darah. Plasma beku segar ditransfusikan
untuk menggantikan kekurangan protein plasma yang nyata secara klinis, yang untuk itu tidak
terdapat konsentrat yang lebih murni. Transfusi plasma beku segar digunakan untuk mengatasi
perdarahan aktif karena defisiensi faktor II, V,VII, X, dan XI. Sedangkan defisiensi faktor VIII
dan fibrinogen diterapi dengan kriopresipitat. Dosis atau kebutuhan akan plasma beku segar
bervariasi menurut faktor spesifik yang akan diganti seperti terlihat pada tabel 5. Transfusi
plasma segar tidak lagi dianjurkan untuk terapi penderita dengan hemofilia A dan B yang berat,
karena tersedia konsentrat faktor VIII dan IX yang lebih aman.1,2,5

Fresh Freeze-Dried Plasma (Plasma Kering Segar)


    Berisi faktor VIII yang dikeringkan. Dipakai untuk mengobati hemofilia A. Volume kecil
sangat ideal digunakan untuk anak-anak, kasus bedah, pasien dengan resiko kelebihan beban
sirkulasi, dan pengobatan dirumah.2.5 Untuk menentukan dosis transfusi dapat dilihat pada tabel
5.3

Kriopresipitat
    Diperoleh dengan mencairkan plasma beku segar pada 40 C dan mengandung faktor VlII dan
fibrinogen pekat. Disimpan pada suhu -30 OC atau jika dicairkan (lyophylised) pada suhu 4-6
OC, dan digunakan sebagai terapi pengganti pada hemofili A dan Von Willebrand.12,8 Untuk
menentukan dosis transfusi dapat dilihat pada tabel 5.3

Albumin 25%
    Sediaan yang dimurnikan dan harganya mahal sehingga tidak dianjurkan sebagai penambah
volume plasma walaupun manfaatnya tidak diragukan. Ini dapat digunakan pada
hipoalbuminemia berat dengan pembatasan kadar elektrolit. Indikasi terpenting pemakaian
albumin adalah pada pasien sindroma nefrotik dan kegagalan fungsi hati.1,2 Albumin ini selain
diproduksi oleh bank darah juga telah diproduksi secara komersial.

TRANSFUSI DARAH LENGKAP (WHOLE BLOOD)


    Saat ini pemakaian darah lengkap sudah kurang dianjurkan. Namun masih digunakan untuk
kehilangan darah akut misalnya karena ruda paksa atau perdarahan gastrointestinal dan uterus
yang berat. Pada transfusi darah setelah kehilangan darah akut lebih dianjurkan penggunaan pack
red cells (PRC) yang ditambah elektrolit sebagai pengganti darah lengkap. Hal ini bertujuan
untuk menghemat plasma demi penggunaan klinis yang Iain.1,3
    Darah lengkap terdiri dari 2 macam yaitu darah segar dan darah simpan lama: Darah segar
(fresh whole blood) mempunyai kelebihan yaitu clotting factor (faktor pembekuan) masih
lengkap terutama faktor V dan VIII serta secara relatif viabilitas sel darah merah masih baik.
Tetapi mempunyai kerugian yaitu sulit diperoleh pada waktu yang cepat. Darah simpan
(preserved blood) mempunyai keuntungan yaitu pengadaannya mudah karena telah disiapkan di
bank darah. Kelemahannya adalah telah berkurangnya clotting factor terutama faktor V dan VIII.
Darah simpan yang menggunakan antikoagulan acid citrat dextrose (ACD) yang disimpan
dengan suhu penyimpanan -2° – 4°C dapat bertahan sampai umur 21 hari, sedangkan bila dalam
citrat phosphate-dexstrose (CPD) dapat bertahan sampai umur 32 hari.2,8,11

KOMPLIKASI TRANSFUSI DARAH

Reaksi hemolitik

    Reaksi akibat bercampurnya darah yang mempunyai agglutinin plasma anti A dan anti B
dengan darah yang mengandung aglutinogen A atau B dan darah yang mempunyai Rh berbeda
sehingga menyebabkan sel menggumpal akibat proses aglutinasi. Diikuti penyimpangan fisik sel
dan serangan sel fagosit sehingga akan menghancurkan sel-sel darah merah yang teraglutinasi 4
Akibat penghancuran sel darah merah akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam plasma dan
bila hemoglobin bebas > 25 mg% dapat terjadi hemoglobinuria. Reaksi hemolitik ini terdiri dari
reaksi hemolitik akut dan reaksi hemolitik lambat.

    Reaksi hemolitik akut terjadi segera pada waktu transfusi baru berlangsung. Lima puluh
mililiter darah dari golongan yang tidak cocok sudah dapat menimbulkan reaksi. Pada umumnya
disebabkan oleh ketidakcocokan sistem ABO, pemberian darah rhesus positif pada penderita
rhesus negatif yang mengandung anti D akibat transfusi sebelumnya. Gejala berupa rasa panas
sepanjang vena dimana infus dipasang, nyeri tertekan di dada, sakit kepala, muka merah,
pireksia, mual, muntah, dan ikterus.

    Reaksi hemolitik lambat terjadi pada penderita yang sering mendapat transfusi. Reaksi timbul
beberapa jam atau beberapa hari sesudah transfusi dan biasanya pada labu ke 2 atau lebih.
Biasanya terjadi pada golongan darah O dengan titer anti A dan anti B yang tinggi kepada
golongan lain. Gejalanya sama dengan reaksi hemolitik akut.
    Reaksi hemolitik dapat juga terjadi akibat pemberian transfusi darah yang lisis akibat
diberikan bersama larutan hipotonis misalnya dextrose 5%, transfusi darah yang, sudah lisis
akibat pemanasan mendadak dengan air panas melebihi temperatur tubuh atau tetesan terlalu
cepat serta dipompa dan atau terkontaminasi bakteri, transfusi darah yang sudah bengkak dan
hancur akibat disimpan pada suhu dibawah -4°C, dan transfusi darah pada penderita paroksismal
nokturnal hematuria (PNH) yang mengandung komponen aktif dalam plasma donor yang dapat
menyebabkan hemolisis.
    Tindakan yang segera dilakukan adalah penghentian transfusi, atasi syok dengan posisi,
oksigenasi, vasopresor, dan infus bila ada tanda-tanda hipovolemia. Memaksa timbulnya diuresis
dengan infus manitol 20 % dan furosemid serta pemberian steroid. Lapor ke bank darah untuk
pengulangan pemeriksaan ulang golongan darah ABO, rhesus, dan cross match dari sisa darah.
Reaksi transfusi lainnya: 

Reaksi alergi.
    Disebabkan hipersensitivitas terhadap protein plasma donor. Gambaran klinis ada!ah urtikaria,
dan pada kasus berat dapat terjadi dispnea. udema fasial dan kaku. Pengobatan segera dengan
memberikan anti histamin dan hidrokortison. Pilihan terakhir adalah adrenalin. Bila yang
dibutuhkan komponen sel darah merah transfusi dapat dilanjutkan dengan WRC.

Reaksi febris
    Terjadi karena set infus atau labu darah yang tidak bebas bahan pirogen sehingga
menimbulkan reaksi anti bodi terhadap leukosit dan trombosit. Gejala febris dapat disertai
menggigil, sakit kepala, nyeri seluruh tubuh, dan gelisah. Transfusi dihentikan dan dapat diberi
antipiretik. Bila yang dibutuhkan komponen sel darah merah transfusi dapat dilanjutkan dengan
WRC.

Kontaminasi Bakteri
    Kontaminasi bakteri dapat terjadi waktu pengambilan darah donor, karena darah terlalu lama
dalam suhu kamar atau tusukan kedalam labu darah. Gejala berupa panas tinggi, nyeri kepala,
menggigil, muntah, sakit perut, diare sampai syok yang terjadi pada waktu transfusi atau
beberapa saat setelahnya. Tindakan-tindakan yang segera harus dilakukan adalah menghentikan
transfusi darah, atasi syok, kompres es, dan pemberian antibiotika dosis tinggi.

Kelebihan beban sirkulasi.


    Dapat terjadi udem paru dan gejala rasa penuh dalam kepala dan batuk kering. Bila tidak
ditangani segera dapat terjadi payah jantung. Reaksi ini dapat dicegah dengan pemberian
transfusi lambat komponen darah yang dibutuhkan. Tindakan yang dapat dilakukan adalah
menghentikan transfusi darah, memberikan oksigen, tidur dengan posisi setengah duduk,
pemberian obat-abatan misalnya diuretik, digitalis dan aminofilin. Untuk pencegahan timbulnya
peningkatan beban sirkulasi dapat dilakukan penetesan yang lambat yaitu 6-8 tetes permenit, dan
atau penggunaan kcmponen darah.

Hepatitis pasca transfusi dan infeksi lainnya 


    Ini dapat disebabkan oleh setiap virus hepatitis, yaitu tipe darah A, B, non A, non B dan
kadang–kadang cyto megalo virus (CMV) dan Ebstein barr (EB). Hepatitis pasca transfusi
sekarang sudah jarang ditemukan karena pemeriksaan rutin HbsAg bagi setiap donor. Infeksi lain
yang mungkin terjadi yaitu mononukleus infeksiosa, toksoplasmosis, malaria, dan sifilis.

Acquired Immune deficiency syndrome (AIDS).


    Pada penyakit ini terdapat defisiensi limfosit T helper dengan kebalikan ratio supresor : helper
normal (T8 :T4) dalam darah tepi yang mengakibatkan penurunan kekebalan tubuh.

Kelebihan beban besi pasca transfusi.


    Transfusi sel darah merah berulang selama bertahun-tahun, tanpa ada kehilangan darah akan
menyebabkan penimbunan besi dalam hepar, lien dan kulit. Ini merupakan problem utama pada
talasemia mayor dan anemia refrakter kronis berat lainnya. Tindakan preventif yang dapat
dilakukan adalah pemberian eritrosit muda sehingga dapat menurunkan kebutuhan transfusi
karena waktu hidupnya lebih lama. Penggunaan desferoxamine sebagai iron chelating agent
dilaporkan dapat mengurangi penumpukan besi dalam tubuh.

RINGKASAN

    Transfusi darah merupakan tindakan yang bertujuan menggantikan atau menambah komponen
darah yang hilang atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi sehingga akan
menyelamatkan kehidupan.

    Pemberian komponen darah merupakan tindakan yang sangat rasional mengingat melalukan
transfusi darah lengkap berarti pemborosan karena komponen darah pada darah lengkap yang
tidak diperlukan dapat diberikan pada orang lain yang lebih membutuhkan. Pemberian
komponen darah juga dapat mengurangi atau mencegah meningkatnya beban volume sirkulasi.

    Persiapan pra transfusi mutlak dilakukan untuk mencegah bahaya tranfusi yang timbul akibat
ketidak cocokan golongan darah donor dan resipien dan bahaya tertularnya penyakit.

    Ada beberapa kepentingan khusus yang harus menjadi perhatian pada transfusi darah pada
anak, meliputi: anemia fisiologis, kemampuan jantung paru yang masih terbatas dan derajat
penyakit jantung parunya. Berat badan dan umur merupakan karakteristik tersendiri pada
transfusi darah pada anak.

    Reaksi transfusi saat ini sudah jarang dijumpai mengingat kemampuan bank darah (PMI)
untuk melakukan skrening pratransfusi sudah baik. Namun kewaspadaan harus tetap
ditingkatkan terhadap kemungkinan terjadi hal-hal yang fatal akibat reaksi hemolitik, timbulnya
infeksi dan perubahan volume sistemik.
...
Pengertian ransfusi Darah

Transfusi Darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor)
kepada orang lain (resipien).

Transfusi diberikan untuk:


- meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
- memperbaiki volume darah tubuh
- memperbaiki kekebalan
- memperbaiki masalah pembekuan.

Tergantung kepada alasan dilakukannya transfusi, bisa diberikan darah lengkap atau komponen
darah (misalnya sel darah merah, trombosit, faktor pembekuan, plasma segar yang
dibekukan/bagian cairan dari darah atau sel darah putih).
Jika memungkinkan, akan lebih baik jika transfusi yang diberikan hanya terdiri dari komponen
darah yang diperlukan oleh resipien.
Memberikan komponen tertentu lebih aman dan tidak boros.

Teknik penyaringan darah sekarang ini sudah jauh lebih baik, sehingga transfusi lebih aman
dibandingkan sebelumnya.
Tetapi masih ditemukan adanya resiko untuk resipien, seperti reaksi alergi dan infeksi.
Meskipun kemungkinan terkena AIDS atau hepatitis melalui transfusi sudah kecil, tetapi harus tetap
waspada akan resiko ini dan sebaiknya transfusi hanya dilakukan jika tidak ada pilihan lain.

PENGUMPULAN DAN PENGGOLONGAN DARAH.

Penyumbang darah (donor) disaring keadaan kesehatannya.


Denyut nadi, tekanan darah dan suhu tubuhnya diukur, dan contoh darahnya diperiksa untuk
mengetahui adanya anemia.

Ditanyakan apakah pernah atau sedang menderita keadaan tertentu yang menyebabkan darah
mereka tidak memenuhi syarat untuk disumbangkan.
Keadaan tersebut adalah hepatitis, penyakit jantung, kanker (kecuali bentuk tertentu misalnya
kanker kulit yang terlokalisasi), asma yang berat, malaria, kelainan perdarahan, AIDS dan
kemungkinan tercemar oleh virus AIDS.

Hepatitis, kehamilan, pembedahan mayor yang baru saja dijalani, tekanan darah tinggi yang tidak
terkendali, tekanan darah rendah, anemia atau pemakaian obat tertentu; untuk sementara waktu
bisa menyebabkan tidak terpenuhinya syarat untuk menyumbangkan darah.

Biasanya donor tidak diperbolehkan menyumbangkan darahnya lebih dari 1 kali setiap 2 bulan.

Untuk yang memenuhi syarat, menyumbangkan darah adalah aman.


Keseluruhan proses membutuhkan waktu sekitar 1 jam, pengambilan darahnya sendiri hanya
membutuhkan waktu 10 menit.
Biasanya ada sedikit rasa nyeri pada saat jarum dimasukkan, tetapi setelah itu rasa nyeri akan
hilang.

Standard unit pengambilan darah hanya sekitar 0,48 liter.


Darah segar yang diambil disimpan dalam kantong plastik yang sudah mengandung bahan
pengawet dan komponen anti pembekuan.

Sejumlah kecil contoh darah dari penyumbang diperiksa untuk mencari adanya penyakit infeksi
seperti AIDS, hepatitis virus dan sifilis.
Darah yang didinginkan dapat digunakan dalam waktu selama 42 hari.
Pada keadaan tertentu, (misalnya untuk mengawetkan golongan darah yang jarang), sel darah merah
bisa dibekukan dan disimpan sampai selama 10 tahun.

Karena transfusi darah yang tidak cocok dengan resipien dapat berbahaya, maka darah yang
disumbangkan, secara rutin digolongkan berdasarkan jenisnya; apakah golongan A, B, AB atau
O dan Rh-positif atau Rh-negatif.
Sebagai tindakan pencegahan berikutnya, sebelum memulai transfusi, pemeriksa mencampurkan
setetes darah donor dengan darah resipien untuk memastikan keduanya cocok: teknik ini
disebut cross-matching.
DARAH & KOMPONEN DARAH.

Seseorang yang membutuhkan sejumlah besar darah dalam waktu yang segera (misalnya karena
perdarahan hebat), bisa menerima darah lengkap untuk membantu memperbaiki volume cairan
dan sirkulasinya.
Darah lengkap juga bisa diberikan jika komponen darah yang diperlukan tidak dapat diberikan
secara terpisah.

Komponen darah yang paling sering ditransfusikan adalah packed red blood cells (PRC), yang bisa
memperbaiki kapasitas pengangkut oksigen dalam darah.
Komponen ini bisa diberikan kepada seseorang yang mengalami perdarahan atau
penderitaanemia berat.
Yang jauh lebih mahal daripada PRC adalah frozen-thawed red blood cells, yang biasanya
dicadangkan untuk transfusi golongan darah yang jarang.

Beberapa orang yang membutuhkan darah mengalami alergi terhadap darah donor.
Jika obat tidak dapat mencegah reaksi alergi ini, maka harus diberikan sel darah merah yang sudah
dicuci.

Jumlah trombosit yang terlalu sedikit (trombositopenia) bisa menyebabkan perdarahan spontan dan
hebat.
Transfusi trombosit bisa memperbaiki kemampuan pembekuan darah.

Faktor pembekuan darah adalah protein plasma yang secara normal bekerja dengan trombosit untuk
membantu membekunya darah.
Tanpa pembekuan, perdarahan karena suatu cedera tidak akan berhenti.
Faktor pembekuan darah yang pekat bisa diberikan kepada penderita kelainan perdarahan bawaan,
seperti hemofilia atau penyakit von Willebrand.

Plasma juga merupakan sumber dari faktro pembekuan darah.


Plasma segar yang dibekukan digunakan pada kelainan perdarahan, dimana tidak diketahui faktor
pembekuan mana yang hilang atau jika tidak dapat diberikan faktor pembekuan darah yang
pekat.
Plasma segar yang dibekukan juga digunakan pada perdarahan yang disebabkan oleh pembentukan
protein faktor pembekuan yang tidak memadai, yang merupakan akibat dari kegagalan hati.

Meskipun jarang, sel darah putih ditransfusikan untuk mengobati infeksi yang mengancam nyawa
penderita yang jumlah sel darah putihnya sangat berkurang atau penderita yang sel darah
putihnya tidak berfungsi secara normal.
Pada keadaan ini biasanya digunakan antibiotik.

Antibodi (imunoglobulin), yang merupakan komponen darah untuk melawan penyakit, juga kadang
diberikan untuk membangun kekebalan pada orang-orang yang telah terpapar oleh penyakit
infeksi (misalnya cacar air atauhepatitis) atau pada orang yang kadar antibodinya rendah.

PROSEDUR DONOR DARAH KHUSUS.

Pada transfusi tradisional, seorang donor menyumbangkan darah lengkap dan seorang resipien
menerimanya.
Tetapi konsep ini menjadi luas.
Tergantung kepada keadaan, resipien bisa hanya menerima sel dari darah, atau hanya menerima
faktor pembekuan atau hanya menerima beberapa komponen darah lainnya.
Transfusi dari komponen darah tertentu memungkinkan dilakukannya pengobatan yang khusus,
mengurangi resiko terjadinya efek samping dan bisa secara efisien menggunakan komponen
yang berbeda dari 1 unit darah untuk mengobati beberapa penderita.

Pada keadaan tertentu, resipien bisa menerima darah lengkapnya sendiri (transfusi autolog).

Aferesis.

Pada aferesis, seorang donor hanya memberikan komponen darah tertentu yang diperlukan oleh
resipien.

Jika resipien membutuhkan trombosit, darah lengkap diambil dari donor dan sebuah mesin akan
memisahkan darah menjadi komponen-komponennya, secara selektif memisahkan trombosit dan
mengembalikan sisa darah ke donor.

Karena sebagian besar darah kembali ke donor, maka donor dengan aman bisa memberikan
trombositnya sebanyak 8-10 kali dalam 1 kali prosedur ini.

Transfusi autolog.

Transfusi darah yang paling aman adalah dimana donor juga berlaku sebagai resipien, karena hal ini
menghilangkan resiko terjadi ketidakcocokan dan penyakit yang ditularkan melalui darah.

Kadang jika seorang pasien mengalami perdarahan atau menjalani pembedahan, darah bisa
dikumpulkan dan diberikan kembali.
Yang lebih sering terjadi adalah pasien menyumbangkan darah yang kemudian akan diberikan lagi
dalam suatu transfusi.
Misalnya sebulan sebelum dilakukannya pembedahan, pasien menyumbangkan beberapa unit
darahnya untuk ditransfusikan jika diperlukan selama atau sesudah pembedahan.

Donor Terarah atau Calon Donor.

Anggota keluarga atau teman dapat menyumbangkan darahnya secara khusus satu sama lain, jika
golongan darah resipien dan darah donor serta faktor Rhnya cocok.

Pada beberapa resipien, dengan mengetahui donornya akan menimbulkan perasaan tenang,
meskipun darah dari anggota keluarga atau teman belum pasti lebih aman dibandingkan dengan
darah dari orang yang tidak dikenal.

Darah dari anggota keluarga diobati dengan penyinaran untuk mencegah penyakit graft-versus-host,
yang meskipun jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi jika terdapat hubungan darah diantara
donor dan resipien.

TINDAKAN PENCEGAHAN & REAKSI.

Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya reaksi selama transfusi, dilakukan beberapa tindakan
pencegahan.
Setelah diperiksa ulang bahwa darah yang akan diberikan memang ditujukan untuk resipien yang
akan menerima darah tersebut, petugas secara perlahan memberikan darah kepada resipien,
biasanya selama 2 jam atau lebih untuk setiap unit darah.@mypotik
Karena sebagian besar reaksi ketidakcocokan terjadi dalam15 menit pertama, , maka pada awal
prosedur, resipien harus diawasi secara ketat.
Setelah itu, petugas dapat memeriksa setiap 30- 45 menit dan jika terjadi reaksi ketidakcocokan,
maka transfusi harus dihentikan.@mypotik
Sebagian besar transfusi adalah aman dan berhasil; tetapi reaksi ringan kadang bisa terjadi,
sedangkan reaksi yang berat dan fatal jarang terjadi.
Reaksi yang paling sering terjadi adalah demam dan reaksi alergi (hipersensitivitas), yang terjadi
sekitar 1-2% pada setiap transfusi.

Gejalanya berupa:
- gatal-gatal
- kemerahan
- pembengkakan
- pusing
- demam
- sakit kepala.
Gejala yang jarang terjadi adalah kesulitan pernafasan, bunyi mengi dan kejang otot.
Yang lebih jarang lagi adalah reaksi alergi yang cukup berat.

Walaupun dilakukan penggolongan dan cross-matching secara teliti, tetapi kesalahan masih


mungkin terjadi sehingga sel darah merah yang didonorkan segera dihancurkan setelah
ditransfusikan (reaksi hemolitik0.
Biasanya reaksi ini dimulai sebagai rasa tidak nyaman atau kecemasan selama atau segera setelah
dilakukannya transfusi.

Kadang terjadi kesulitan bernafas, dada terasa sesak, kemerahan di wajah dan nyeri punggung yang
hebat.
Meskipun sangat jarang terjadi, reaksi ini bisa menjadi lebih hebat dan bahkan bisa berakibat fatal.

Untuk memperkuat dugaan terjadinya reaksi hemolitik ini, dilakukan pemeriksaan untuk melihat
apakah terdapat hemoglogin dalam darah dan air kemih penderita.

Resipien bisa mengalami kelebihan cairan.


Yang paling peka akan hal ini adalah resipien penderita penyakit jantung, sehingga transfusi
dilakukan lebih lambat dan dipantau secara ketat.

Penyakit graft-versus-host merupakan komplikasi yang jarang terjadi, yang terutama mengenai


orang-orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan karena obat atau penyakit.
Pada penyakit ini, jaringan resipien (host) diserang oleh sel darah putih donor (graft).
Gejalanya berupa demam, kemerahan, tekanan darah rendah, kerusakan jaringan dan syok.

Anda mungkin juga menyukai