Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus
dalam jangka Panjang. Pada tahun 2020 ini, pandemi corona yang terjadi di seluruh dunia
menyebabkan dampak yang sangat besar bagi perkonomian, termasuk bagi perekonomian
Indonesia. Pada tahun 2020 ini, Indonesia mengalami resesi seperti kebanyakan negara
lainnya.
Berdasarkan data yang didapat dari Kementerian Keuangan, Pada Triwulan III 2020
ini ekonomi Indonesia tumbuh sebesar -3,49% (YoY). Namun begitu, pertumbuhan ekonomi
tersebut terlihat mulai membaik dari triwulan sebelumnya yang sebesar -5,32% (YoY). Hal
ini menunjukkan proses pemulihan ekonomi dan pembalikan arah (turning point) dari
aktivitas-aktivitas ekonomi nasional menunjukkan ke arah zona positif. Meski masih
mengalami kontraksi, namun seluruh komponen pertumbuhan ekonomi mulai menunjukkan
trend meningkat bahkan telah melewati fase kritisnya. Perbaikan kinerja perekonomian
didorong oleh peran stimulus fiskal atau peran dari instrumen APBN di dalam penanganan
pandemi Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional.
Di sisi Lapangan Usaha (LU), sebagian besar Lapangan Usaha (LU) mengalami
perbaikan, terutama LU yang terkait dengan kesehatan dan aktivitas work from home dan
school from home yang tercatat tetap tumbuh positif, seperti LU Informasi dan Komunikasi,
LU Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, serta LU Jasa Pendidikan.
Sementara, jika kita bandingkan dengan Jepang, mereka mengalami resesi yang cukup
dalam. Kontraksi pertumbuhan ekonomi yang dialami Jepang terjadi dalam tiga kuartal
berturut-turut. Kontraksi untuk kuartal II tahun ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kuartal I yang sebesar 0,6 persen. Adapun jika dihitung secara tahunan, pertumbuhan
ekonomi Jepang sudah minus 2,2 persen. Pertumbuhan ekonomi Jepang menyusut dari
perkiraan semula pada kuartal kedua 2020. Ekonomi terbesar ketiga itu mengalami kontraksi
28,1%.
Hal tersebut tentunya sangat jauh dengan pertumbuhan ekonomi indonesia yang
terkontraksi tidak terlalu jauh. Hal tersebut dikarenakan penurunan belanja modal 4,7%,
penurunan yang jauh lebih besar daripada penurunan awal 1,5%, tanda pandemi Covid-19
menghantam sektor ekonomi yang lebih luas. Kontraksi ekonomi dialami Jepang terjadi
meski negeri dengan perekonomian terbesar setelah Amerika Serikat dan China tersebut tidak
memberlakukan lockdown atau isolasi total. Hal tersebut tentunya mirip dengan kebijakan
yang diambil oleh pemerintah Indonesia.
Jepang pun mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada akhir kuartal kedua. Hal
tersebut diakibatkan oleh stimulus yang digelontorkan pemerintah Jepang yang setara dengan
hampir 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut mulai memberikan
dampak. Adapun stimulus tersebut meliputi bantuan langsung tunai hingga pinjaman dengan
kredit 0 persen. Paket stimulus tersebut membantu dalam menekan angka pengangguran serta
tingkat kebangkrutan terjaga rendah. Paket stimulus tersebut membantu dalam menekan
angka pengangguran serta tingkat kebangkrutan terjaga rendah.
Sementara jika berbicara produktivitas negara Jepang, Laporan OECD mengenai
produktivitas kerja ternyata menempatkan Jepang di peringkat ke-20 dan terendah di antara
kelompok negara industri maju G-7. Hasil dari laporan OECD terhadap 35 negara
anggotanya menunjukkan kini Jepang ternyata hanya di peringkat ke-20 saja dan terandah di
antara negara kelompok G-7 termasuk Amerika, Jerman, Inggris dan sebagainya
Berdasarkan data OECD, laporan tersebut menemukan bahwa produktivitas tenaga
kerja per jam Jepang pada tahun 2018 adalah $ 46,8 (setara dalam daya beli hingga ¥ 4.744);
ini kurang dari setengah produktivitas Irlandia ($ 102,3) dan kira-kira 60% ($ 74,7) dari
Amerika Serikat. Pemerintah telah mengangkat "reformasi gaya kerja" sebagai tugas utama
dan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas.