Korupsi
A. Latar Belakang Masalah
Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma
sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara,
tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri
yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada
masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol
sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi.
Meningkatnya tindak pidana korupsi baik dari segi kualitas maupun kuantitas
yang begitu rapi telah menyebabkan terpuruknya perekonomian Indonesia. Korupsi di
Indonesia bagaikan gurita. Penyimpangan ini bukan saja merasuki kawasan yang
sudah dipersepsi publik sebagai sarang korupsi, tapi juga menyusuri lorong-lorong
instansi yang tak terbayangkan sebelumnya bahwa ada korupsi.
Terlalu banyaknya praktek korupsi yang telah terjadi di negara kita, mau tidak
mau kita sebagai warga Negara Indonesia tentu harus mengetahui apa yang dimaksud
dengan korupsi, hal-hal yang menyebabkan terjadinya korupsi dan bagaimana cara
atau strategi yang dapat digunakan untuk memberantas atau menghilangkannya.
B. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang berarti kerusakan
atau kebobrokan.. Dalam bahasa Yunani corruptio perbuatan yang tidak baik, buruk,
curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-
norma agama, materil, mental, dan umum.
Korupsi juga mencakup nepotisme atau sifat suka memberi jabatan kepada
kerabat dan famili saja, serta penggelapan uang negara. Dalam kedua hal ini terdapat
“perangsang dengan pertimbangan tidak wajar.” Jadi korupsi, sekalipun khusus terkait
dengan penyuapan dan penyogokan, adalah istilah umum yang mencakup
penyalahgunaan wewenang sebagai hasil pertimbangan demi mengejar keuntungan
pribadi, keluarga dan kelompok.
Korupsi, secara teori bisa muncul dengan berbagai macam bentuk. Dalam kasus
di Indonesia, korupsi menjadi terminology yang akrab bersamaan dengan kata kolusi
dan nepotisme. Dua kata terakhir dianggap sangat lekat dengan korupsi yang
kemudian dinyatakan sebagai perusak perekonomian bangsa.
1. Penyuapan
4. Nepotisme (nepotism)
Kata nepotisme berasal dari kata Latin “nepos” yang berarti “nephew”
(keponakan). Nepotisme berarti memilih keluarga atau teman dekat berdasarkan
pertimbagan hubunga, bukan karena kemamuannya.
b. Faktor Yuridis
Faktor yuridis di sini ialah lemahnya sanksi hukum terhadap tindak
pidana korupsi. Dalam hal ini ada dua aspek: (a) peranan hakim dalam
menjatuhkan putusan; (b) sanksi yang memang lemah berdasarkan bunyi pasal-
pasal dan ayat-ayat pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi. (Lihat: UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas
UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
c. Faktor Budaya
Sebagaiamana telah dijelaskan, bahwa budaya korupsi merupakan
warisan budaya kolonial, dan ketika pemerintahan kolonial sudah berakhir
praktik korupsi masih terus berjalan. Termasuk dalam kategori ini adalah adanya
praktik pemberian hadiah yang sudah melembaga, budaya pemerintahan
patrimonial yang menganggap bahwa kekuasaan adalah miliknya, budaya
nepotisme yaitu mengakomodasi kepentingan keluarga dalam pemerintahan
secara tidak wajar, dan sebagainya.
Kesimpulan
1. Korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruption yang berarti suatu perbuatan
busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari
kesucian, dan kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
2. Jenis Tindak Pidana Korupsi di antaranya:Memberi atau menerima hadiah atau
janji (penyuapan),Penggelapan dalam jabatan, Pemerasan dalam jabatan, Ikut serta
dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara),Menerima
gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
3. Penyebab terjadinya korupsi antara lain ialah bertambahnya jumlah pegawai
negeri dengan cepat, dengan akibat gaji mereka menjadi sangat kurang. Hal itu
selanjutnya mengakibatkan perlunya pendapatan tambahan. Pengaruh koruptif
masa perang, bertambahnya jumlah pegawai negeri dengan cepat, bertambah
luasnya kekuasaan dan kesempatan birokrasi dibarengi dengan lemahnya
pengawasan dari atas dan pengaruh partai-partai politik menjadikan lahan subur
bagi korupsi. Korupsi juga bisa disebabkan oleh sistem birokrasi patrimonial.
Kelemahan jabatan patrimonial adalah terutama tidak mengenal perbedaan
birokrasi antara lingkup “pribadi” dan lingkup “dinas”. Juga pelaksanaan
pemerintahan dianggap sebagai urusan pribadi sang penguasa.
4. Strategi dan upaya pemberantasan korupsi antara lain : strategi represif, strategi
perbaikan sistem, strategi edukasi dan kampanye.
5. Upaya pencegahan anti korupsi bisa dilakukan sejak dini, dengan cara:
Penanaman kejujuran sejak dini, Kedisiplinan dan taat pada hukum yang berlaku,
Kesadaran mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi,
Penerapan pajak kekayaan yang tinggi,Hidup sederhana dan bersyukur.
6. Solusi menanggulangi korupsi dilihat dari dua sisi antara lain: secara preventif dan
secara represif.
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Syed Hussein. 1990. Corruption : Its Nature, Causes and Consequences,
aldershot, Brookfield, Vt: Avebury.
Hamzah, Jur Andi. 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Mcwalters, Ian. 2006. Memerangi Korupsi, Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia. Jawa
Pos Group, Surabaya.
http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=147