Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PERANG SALIB DAN INVANSI BANGSA MONGOL

Disusun guna memenuhi tugas

Mata kuliah: Sejarah Peradaban Islam

Dosen pengampu: Nadya Kamilia, M.Pd.I

Disusun oleh:

1. Novia Dewi Kusuma (2119193)


2. Ana Aynun Nisak (2119211)
3. Muhammad Mahesa Rendra (2119218)
4. Teguh Supriadi (2119229)

KELAS D

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan limpahan rahmat-Nya maka penulis telah menyelesaikan sebuah karya tulis ini
tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“Perang Salib dan Invansi Bangsa Mongol”. Dalam pembahasannya, karya tulis ini
mengangkat tentang pengertian pengertian perang salib, factor penyebab perang
salib, asal-usul bangsa Mongol, dan pemimpin Mongol yang terkenal.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta dan memohon
maaf bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang penulis buat
kurang tepat. Dengan ini penulis ingin mempersembahkan makalah ini dengan
penuh rasa hormat dan terima kasih.

Pekalongan, 16 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................. 1

C. Tujuan .................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2

A. Pengertian Perang Salib ........................................................................... 2

B. Faktor Penyebab Perang Salib ................................................................. 8

C. Asal-Usul Bangsa Mongol ..................................................................... 10

D. Pemimpin Mongol yang Terkenal ......................................................... 14

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak kekuasaan Bani Abbasiyah didominasi oleh orang-orang Turki,
Buwaihi dan Saljuk, Otoritas kekuasaanya tidak mempunyai pengaruh politik
sama sekali dan dapat dikatan hanya sebagai boneka saja. Hal ini ditandai
dengan melemahnya kepatuhan dinasti-dinasti kecil yang berada dibawah taring
kekuasannya. Perpecahan dikalangan umat islam membuka jalan bagi rezim-
rezim non-muslim seperti Mongol dan pasukan dari Negara-negara Eropa untuk
menguasai Negara Islam dan peradabannya.
Perang salib menyebabkan banyak kerugian dikalangan umat Islam
terutama dalam aspek politik. Imeprium Islam dihancurkan secara sistematik.
Belum lagi kedatangan orang-orang Mongol yang membawa malapetaka dan
bencana terhadap umat Islam melalui pembantaian, sistem perbudakan dan
bebean pajak yang tinggi. Bahkan Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan
peradaban islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan takut
pula dibumi hanguskan oleh Hulagu Khan dan pasukannya.
Untuk mengetahui sejauh mana proses dan dampak yang ditimbulkan dari
serangan-serangan (invasi) bangsa Mongol dan perang salib tersebut, maka ini
faktor latar belakang kami sebagai pemakalah dalam menyusun makalah ini.
Dan kami akan mengurainya secara jelas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perang salib?
2. Apa saja faktor penyebab perang salib?
3. Bagaimana asal-usul bangsa Mongol?
4. Siapa saja pemimpin Mongol yang terkenal?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian perang salib.
2. Mengetahui factor penyebab perang salib.
3. Memahami asal-usul bangsa Mongol.
4. Mengetahui para pemimpin Mongol yang terkenal.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perang Salib


Perang Salib adalah serangkaian perang agama selama hampir dua abad
sebagai reaksi Kristen Eropa terhadap Islam di Asia. Perang ini terjadi karena
kota-kota dan tempat suci kaum Kristen diduduki Islam seperti Suriah, Asia
Kecil, Spanyol dan Sicilia terutama kota suci Baitul Maqdis (Yerusalem). Nama
Perang Salib diambil karena militer pasukan Salib menggunakan simbol Salib
dalam peperangannya.1
Perang Salib I dimulai ketika Paus Urbanus II yang terpilih pada tahun 1108
M. Dan menjadi penguasa yang dipatuhi semua kaum Kristen, ia mengajak
semua pemimpin Kristen untuk melakukan peperangan melawan kaum
Muslimin untuk merebut Baitul Maqdis.2
Angkatan pertama Perang Salib I bergerak dari Perancis dan Jerman pada
awal tahun 1096 M. Angkatan ini terdiri dari masyarakat jelata dan dipimpin
oleh seorang pendeta bernama Peter. Namun pasukan yang pertama ini tidak
berpengalaman, setelah beberapa kali konflik dengan penduduk Bulgaria dan
Byzantium serta melakukan penjarahan selama di perjalanan, pasukan yang tidak
berpengalaman ini akhirnya dihancurkan oleh pasukan Kilij Arslan di Asia
Kecil. Angkatan pertama ini dikenal sebagai People’s Crusade atau Popular
Crusade.3
Rombongan berikutnya yang berangkat pada paruh kedua tahun 1096 M.
terdiri dari pasukan yang lebih terlatih daripada sebelumnya dan dipimpin oleh
banyak bangsawan Perancis dan Norman, seperti Raymond of Saint-Gilles,
Godfrey de Bouillon, Baldwin, Bahemond of Taranto, dan Tancred pasukan ini
berhasil mengambil alih Nicaea (Iznik) dari tangan Kilij Arslan pada bulan Juni
1097 M.4 4 Pada bulan Juni 1098 M., Anṭokiya jatuh ke tangan tentara Salib dan

1
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 231.
2
Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Al-Mausu’ah Al-Muyassar fi Tarikh Al-Islam:
Ensiklopedi Sejarah Islam, Vol I, terj. M. Taufik, Ali Nurdin (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013),
hlm. 427.
3
Alwi Alatas, Nuruddin Zanki dan Perang Salib, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2012), hlm. 271.
4
Alwi Alatas, Nuruddin Zanki dan Perang Salib, … , hlm. 271.

2
pada Januari di tahun berikutnya kerajaan Anthokiya diresmikan di bawah
pimpinan penguasa Norman, Bahemond yang berasal dari Sisilia.5
Selanjutnya sasaran utama tentara Salib yaitu Yerusalem direbut pada 15
Juli 1099 M. dan Godfrey dari Bouillon menjadi penguasa pertama disana.
Kemudian negara tentara Salib terakhir di wilayah Tripoli didirikan setelah kota
itu direbut oleh pasukan kaum Frank pada tahun 1109 M. Dengan demikian,
empat kerajaan tentara Salib telah didirikan di wilayah-wilayah Timur Dekat,
yaitu Yerussalem, Edessa, Anṭokiya, dan Tripoli. Pada perang Salib pertama ini
kaum Muslimin banyak kehilangan wilayah-wilayahnya, namun terdapat dua
wilayah yang tidak mampu ditaklukkan pasukan Salib yaitu Aleppo dan
Damaskus.6
Kaum Muslimin banyak mengalami kekalahan pada Perang Salib yang
pertama hingga kemudian muncul Imaduddin Zanki dan keluarganya. Pada era
inilah kaum Muslimin mulai unggul dan dapat meraih kemenangan. Pada tahun
1144 M. 6 Jumadil Akhir Atabek Imaduddin Zanki bin Aaq Sunqur membuka
kota Ar-Ruha (Edessa) dari tangan orang-orang Frank yang saat itu dipimpin
oleh Joscelin yang sombong. Ia menghadapi pasukannya dan kuda-kudanya
kemudian melakukan pengepungan terhadap kota Ar-Ruha (Edessa) selama 28
hari dan mengembalikannya ke dalam pemerintahan Islam.7 Imaduddin zanki
sukses merebut kembali kota ini dari genggaman Pasukan Salib yang sudah
mendudukinya selama setengah abad. Saat ia memasuki kota itu, Imaduddin
memperlakukan masyarakat Kristen dengan perlakuan mulia sehingga mereka
merasakan keadilan. Selanjutnya misi Imaduddin Zanki dalam melawan pasukan
Salib diteruskan oleh putranya Nuruddin Zanki.8
Nuruddin Zanki merupakan seorang tokoh yang penting dalam sejarah
Islam. Dia adalah pahlawan Islam pada Perang Salib kedua dan merupakan

5
Calore Hillenbrand, Perang Salib Sudut Pandang Islam, terj. Heryadi (Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta, 2015), hlm. 27.
6
Calore Hillenbrand, Perang Salib Sudut Pandang Islam, terj. Heryadi, … , hlm. 27.
7
Abu Al-Hasan Ali bin Abu Al-Karam Al-Shaibani bin Atsir, Al-Kamil Fi Al-Tarikh, Vol
IX, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2003), hlm. 331; Shihabuddin Abdurrahman bin Ismail bin
Ibrahim Al-Maqdisi Al-Dimashqi Abu Shamah, Al-Rauḍatain fi Akbar Al-Daulatain Al-Nuriyyah
wa AlSalahiyyah, Vol I, (Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 1997), hlm. 138.
8
Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Al-Mausu’ah Al-Muyassar fi Tarikh Al-Islam:
Ensiklopedi Sejarah Islam, Vol I, terj. M. Taufik, Ali Nurdin, … , hlm. 431.

3
pendahulu Shalahuddin al-Ayyubi.9 Sosoknya yang muncul bersama ayahnya
Imaduddin Zanki dalam panggung sejarah pada tahun 521 H./1127 M. membawa
dampak besar dalam sejarah Perang Salib.10 Dia dan ayahnya berhasil meraih
kemenangan setelah kaum Muslimin banyak mengalami kekalahan pada Perang
Salib yang pertama.
Nuruddin Zanki menggantikan tampuk kepemimpinan dinasti Zanki setelah
ayahnya Imaduddin Zanki dibunuh pada tahun 541 H./1146 M., oleh kelompok
Bathiniyah pada saat dirinya sedang mengepung Benteng Ja’bar (yang menjorok
ke sungai Eufrat). Ia menemani ayahnya dalam pengepungan Benteng Ja’bar dan
menyaksikan peristiwa pembunuhan ayahnya, setelah melihat kejadian itu ia
langsung mengambil cincin Imaduddin dari tangannya, kemudian bergerak
bersama sebagian pasukan militernya ke Aleppo. Ia pun menguasainya dan
daerah-daerah administratifnya pada bulan Rabiul Akhir tahun 541 H/1146 M.11
Saat kematian Imaduddin Zanki, Saifuddin Ghazi yang merupakan anak
pertama Imaduddin juga mengambil alih kekuasaan dinasti Zanki yang
wilayahnya terletak di Mosul dan Irak, dan ia menjadi pimpinan tertinggi dalam
keluarga Zanki.12 Sehingga wilayah Dinasti Zanki terbagi menjadi dua.
Sedangkan saudara mereka Nasratuddin Amir Amiran, memerintah wilayah
Harran yang secara administratif berada di bawah kekuasaan kakaknya Nuruddin
Zanki. Adapun saudara yang keempat bernama Quthbuddin Maudud, masih
berada di bawah pengasuhan saudaranya Saifuddin Ghazi di Mosul.13
Meskipun pemerintahan dinasti Zanki terpecah namun hubungan diantara
keluarga Zanki tetap terjalin dengan baik. Baik Saifuddin Ghazi maupun
Nuruddin Zanki, keduanya sepakat untuk menjaga keharmonisan keluarga dan
mempertahankan pemerintahan dinasti Zanki. Kedua bersaudara ini menjalin

9
Alwi Alatas, Nuruddin Zanki dan Perang Salib, … , hlm. 6.
10
Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Al-Mausu’ah Al-Muyassar fi Tarikh Al-Islam:
Ensiklopedi Sejarah Islam, Vol I, terj. M. Taufik, Ali Nurdin, … , hlm. 430.
11
Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Al-Mausu’ah Al-Muyassar fi Tarikh Al-Islam:
Ensiklopedi Sejarah Islam, Vol I, terj. M. Taufik, Ali Nurdin, … , hlm. 432.; Ali Muhammad Ash-
Shallabi, Asr Al-Daulah Al-Zankiyyah: Bangkit dan Runtuhnya Daulah Zankiyyah, terj. Masturi
Ilham dan Muhammad Aniq Imam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2016), hlm. 246-247.
12
Alwi Alatas, Nuruddin Zanki dan Perang Salib, … , hlm. 258.
13
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Asr Al-Daulah Al-Zankiyyah: Bangkit dan Runtuhnya
Daulah Zankiyyah, terj. Masturi Ilham dan Muhammad Aniq Imam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2016), hlm. 248.

4
hubungan kerjasama untuk mencegah konflik dan menyelesaikan krisis yang
terjadi diantara keduanya serta menghadapi musuh-musuh mereka bersama
terutama Pasukan Salib yang mengancam wilayah kekuasaan umat Islam.
Setelah wafatnya Saifuddin Ghazi pada tahun 544 H/1149 M, kekuasaannya
digantikan oleh Quthbuddin Maudud Zanki. Pada saat inilah pemerintahan
keluarga Zanki mengalami kerenggangan hingga terjadi konflik antara Nuruddin
Zanki dan Quthbuddin, hingga hampir terjadi perang saudara diantara keduanya.
Namun akhirnya hubungan diantara keluarga Zanki kembali membaik, setelah
Quthbuddin Maudud meyatakan kesediannya untuk patuh dan melayani
Nuruddin Zanki. Nuruddin pun menerimanya dengan sangat baik sehingga
pemerintahan dinasti Zanki dipegang mutlak oleh Nuruddin.14
Setelah Imaduddin Zanki wafat Nuruddin Zanki bersama Saifuddin
melanjutkan misi jihad ayahnya melawan tentara Salib, hal ini terus ia lakukan
setelah wafatnya saudaranya Saifuddin dan ketika ia telah memimpin secara
mutlak pemerintahan dinasti Zanki. Pada tahun 4411 M. Perang Salib kedua
meletus. Perang ini dilancarkan dari Eropa yang bertujuan untuk merebut
kembali wilayah-wilayah yang hilang dan dulu pernah diduduki Pasukan Salib
seperti Edessa (Ar-Ruha). Perang Salib kedua ini dipimpin oleh Raja Perancis,
Louis VII, dan Raja Jerman, Conrad III.15
Walaupun Perang Salib II dipicu oleh jatuhnya kota Edessa, Pasukan Salib
yang dipimpin oleh Louis dan Conrad akhirnya tidak berusaha menguasai
kembali kota itu. Mereka melakukan kesepakatan dengan para pemimpin Frank
di Palestina dan Syria, untuk menyerang Damaskus. Serangan dan pengepungan
atas Damaskus dilakukan pada bulan Juli 1148 M.16 Saat itu Damaskus dipimpin
oleh Mu’inuddin, ketika dia mendapat kabar tentang kedatangan Pasukan Salib,
ia mengirim utusan untuk menemui Nuruddin dan Saifuddin untuk meminta
bantuan. ia melakukan serangan-serangan kecil kepada Pasukan Salib untuk
mempertahankan kota Damaskus. Saifuddin dan Nuruddin segera menuju
Damaskus, ketika mereka tiba di Homs Saifuddin mengabarkan kepada
Mu’inuddin kedatangannya untuk membantunya.

14
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Asr Al-Daulah Al-Zankiyyah: Bangkit dan Runtuhnya
Daulah Zankiyyah, terj. Masturi Ilham dan Muhammad Aniq Imam, … , hlm. 249-256.
15
Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Al-Mausu’ah Al-Muyassar fi Tarikh Al-Islam:
Ensiklopedi Sejarah Islam, Vol I, terj. M. Taufik, Ali Nurdin, … , hlm. 433.
16
Alwi Alatas, Nuruddin Zanki dan Perang Salib, … , hlm. 272-273.

5
Sementara itu, Mu’inuddin melakukan perang urat syaraf kepada Pasukan
Salib. Ia menyurati raja-raja Frank untuk mengabarkan kedatangan Saifuddin
dan Nuruddin dan mendesak Pasukan Salib untuk mundur. Pasukan Salib
akhirnya terdesak, meraka pun menarik mundur meninggalkan kota Damaskus,
Mu’inuddin mengejar Pasukan Salib dan menghujani mereka dengan panah
sehingga banyak dari tentara musuh yang mati karenanya. Dengan berakhirnya
pengepungan Damaskus maka berakhir jugalah Perang Salib kedua dengan
kemenangan kaum Muslimin.17 Tak lama setelah peristiwa itu Saifuddin Ghazi
bin atabek bin Imaduddin Zanki bin Aq Sunqur meninggal pada bulan jumadil
akhir di tahun 544 H./1149 M. dalam keadaan sakit demam.18 Selanjutnya
perjuangannya dalam menghadapi Pasukan Salib dilanjutkan oleh putranya
Nuruddin Zanki bin Atabek bin Imaduddin Zanki.
Untuk mengokohkan kekuatannya dalam menghadapi tentara Salib
Nuruddin Zanki menerapkan beberapa kebijakan. ia mengadakan hubungan
dengan kerajaan-kerajaan di wilayah Syam, ia berupaya untuk menggabungkan
wilayah Harran setelah wilayah itu tunduk kepada saudara bungsu Nuruddin,
Nushratuddin, Gubernur Miran Ia juga menggabungkan wilayah-wilayah lain di
Syam.19
Nuruddin Zanki juga berusaha melakukan hubungan dengan Imperium
Byzantium. Saat itu Imperium Byzantium sedang konflik dengan
kerajaankerajaan Salib. Imperium ini pula sangat membutuhkan kekuatan
Kerajaan Nuruddin. Hal ini menjadi peluang bagi Nuruddin untuk meminimalisir
bertambahnya kekuatan Salib karena bala bantuan dari Eropa. Dengan adanya
hubungan antara Nuruddin Zanki dengan Imperium Byzantium, pasukan dan
Kerajaan Salib tak dapat berhubungan dengan imperium ini untuk memberi
bantuan pasokan selama Perang Salib.20
Selain Pasukan Salib, Daulah Fathimiyah dan beberapa daulah yang
berfaham Syiah juga menjadi ancaman bagi kaum Muslimin dan menjadi fokus
perhatian bagi Nuruddin Zanki. Pasalnya Daulah Hamdaniyah yang menganut

17
Alwi Alatas, Nuruddin Zanki dan Perang Salib, … , hlm. 285-292.
18
Ali bin Abu Al-Karam Ash-Shaibani Al-Ma’ruf bin Atsir Al-Jazari, Tarikh Al-Bahir fi
Daulah Al-Atabikiyyah bil Mauṣul, (Kairo: Dar Al-Kutub Al-Haditsah, 1963), hlm. 92.
19
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Asr Al-Daulah Al-Zankiyyah: Bangkit dan Runtuhnya
Daulah Zankiyyah, terj. Masturi Ilham dan Muhammad Aniq Imam, … , hlm. 723-725.
20
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Asr Al-Daulah Al-Zankiyyah: Bangkit dan Runtuhnya
Daulah Zankiyyah, terj. Masturi Ilham dan Muhammad Aniq Imam, … , hlm. 771.

6
Madzhab Syiah Imamiyah mulai menyebarkan eksistensinya di Aleppo hal ini
terjadi pada masa pemerintahan Saifud Daulah (333-356 H./944-967 M.). Pada
masa pemerintahannya simbol-simbol Sunni dihapuskan dan pada masa
pemerintahan putranya Sa’dud Daulah 356-381 H./967-991 M. ia menambahkan
adzan dengan redaksi, “Hayya ala Khairil Amal, Muhammad wa Ali Khair
AlBasyar (Marilah bekerja dengan sebaik-baiknya, Muhammad dan Ali manusia
terbaik).21
Madzhab Ismailiyyah juga berkembang dan menyebar di wilayah Aleppo,
pengaruh mereka semakin kuat pada masa pemerintahan Ridhwan bin Tutush.
Sehingga hal ini mengancam eksistensi Madzhab Sunni di Aleppo.22
Maka untuk mengukuhkan Madzhab Sunni dan membendung Madzhab
Syiah di Aleppo, Nuruddin mulai mendirikan sejumlah madrasah dan ribath, dia
mengambil para ahli ilmu dan fukaha, kemudian mendirikan madrasah yang
dikenal dengan Halawiyyin pada tahun 543 H./1148 M. Kemudian
memercayakan tenaga pengajarannya kepada Burhanuddin Abu Hasan Ali bin
Hasan Al-Balkhi Al-Khafi. Kemudian (Al-Balkhi) mengubah adzan di Aleppo
dan melarang muadzin dari mengumandangkan “Hayya ala Khairil Amal”
(Marilah bekerja dengan sebaik-baiknya) dia duduk dibawah menara bersama
para fukaha dan berkata, “Barang siapa yang tidak mengumandangkan adzan
sebagaimana yang telah disyariatkan, maka hendaklah ia dilemparkan dari atas
menara dengan kapala terbalik”. Kemudian mereka mengumandangkan adzan
sesuai sebagaimana yang disyariatkan.23
Nuruddin Zanki juga mendirikan Madrasah Aṣruniyyah yang bermadzhab
Syafi’i, dan melantik Sharafuddin bin Abi Aṣrun, kemudian madrasah
Nafariyyah, dan melantik Quthbuddin An-Naisaburi.24 Quthbuddin merupakan
salah satu tenaga pengajar professional di lembaga pendidikan An-Nizhamiyyah
sebelumnya ia menjadi tenaga pengajar dan pendakwah di Damaskus. Kemudian

21
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Asr Al-Daulah Al-Zankiyyah: Bangkit dan Runtuhnya
Daulah Zankiyyah, terj. Masturi Ilham dan Muhammad Aniq Imam, … , hlm. 326-327.
22
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Asr Al-Daulah Al-Zankiyyah: Bangkit dan Runtuhnya
Daulah Zankiyyah, terj. Masturi Ilham dan Muhammad Aniq Imam, … , hlm. 337.
23
Kamaluddin Abdul Qasim bin Al-Adim, Zubdah Halab min Tarikh Halab, (Beirut: Dar
AlKutub Al-Ilmiyyah, 1996), hlm. 331-332.
24
Kamaluddin Abdul Qasim bin Al-Adim, Zubdah Halab min Tarikh Halab, … , hlm. 332.

7
Nuruddin Zanki mengundangnya di Aleppo dan memercayakannya untuk
mengajar di lembaga pendidikan ini.25
Dengan demikian Madzhab Sunni di wilayah Aleppo dan Damaskus
semakin kokoh sementara penyebaran madzhab Syiah semakin redup dan
berkurang.
B. Faktor Penyebab Perang Salib
Dilihat dari perkembangangan sejarah, Perang Salib terletak pada bagian
pertengahan dalam sejarah panjang interaksi Timur dan Barat, yang bagian
awalnya tergambar dalam bentuk perang kuno antara bangsa Troya dan bangsa
Persia, sedangkan perluasan imperialisme Eropa Barat menjadi penutup sejarah.
Fakta geografis tentang perbedaan antara Timur dan Barat hanya bisa
dipertimbangkan sebagai faktor penting terjadinya Perang Salib jika
disandingkan dengan pertentangan Agama, suku bangsa, dan perbedaan
bahasa.Sebagaimana telah diungkapkan dalam sejarah, bahwa sejak penaklukan
Arab pada tahun 637 M oleh Khalifah Umar bin Khattab, Bait al-Maqdis berada
di bawah kekuasaan kaum Muslimin. Khalifah Umar bin Khattab selalu menjaga
kehormatan tempat-tempat ibadah kaum Nasrani dengan baik. Demikian hal
serupa dilaksanakan khilafah-khilafah sesudahnya sehingga kaum Nasrani yang
datang tiap tahun untuk berziarah ke Bait al-Maqdis diberi jalan dengan mudah.26
Berikut ini adalah beberapa penyebab yang melatar belakangi timbulnya
atau terjadinya perang salib antara lain:
Pertama, dengan kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia Kecil
setelah mengalahkan Byzantium di Mazikart tahun 1071 M kemudian Bani
Saljuq merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fatimiyah tahun 1078 M.
Kekuasaan Bani Saljuq di Asia Kecil dan Yerussalem dianggap sebagai halangan
bagi pihak Barat untuk melaksanakan ziarah ke Bait al-Maqdis. Namun
sebenarnya yang terjadi ialah bahwa pihak Kristen bebas melaksanakan ziarah
secara bersama-sama. Tapi ada isu yang mengatakan bahwa pihak Turki
memperlakukan jama’ah Kristen dangan kejam. Sehingga dengan adanya desas-
desus tersebut itulah yang menimbulkan amarah kaum Kristen Eropa.

25
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Asr Al-Daulah Al-Zankiyyah: Bangkit dan Runtuhnya
Daulah Zankiyyah, terj. Masturi Ilham dan Muhammad Aniq Imam, … , hlm. 328-329.
26
Phiplip K. Hitti, History of The Arab, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010), hlm. 26.

8
Kedua, semenjak abad X pasukan Muslim telah menguasai jalur
perdagangan di laut tengah, dan para pedagang merasa terganggu atas kehadiran
pasukan Muslim dan keberhasilannya di Laut Tengah tersebut, sehingga mereka
mempunyai rencana untuk mendesak kekuatan Muslim dari laut itu, sebab
dengan jalan itulah satu-satunya cara untuk memperluas dan memperoleh
perdagangan.
Ketiga, propaganda Alexius Comnesus kepada Paus Urbanus II, untuk
membalas kekalahan dalam peperangan melawan Bani Saljuq, Paus Urbanus II
segera mengumpulkan tokoh-tokoh Kristen pada tanggal 26 November 1095 di
Clermont sebelah tetangga Perancis. Dalam pidatonya Paus memerintahkan
untuk mengangkat senjata melawan pasukan Muslim. Dengan tujuan
memperluas gereja-gereja Romawi supaya tunduk di bawah otoritasnya Paus.
Dan Propagandanya Paus menjanjikan ampunan peperangan ini.27 Sedangkan
adanya dugaan bahwa kaum Kristen dalam melancarakan serangan dan
dorongan motivasi keagamaan dan mereka menggunakan simbul salib. Namun
jika dicermati lebih mendalam akan terlihat adanya beberapa kepentingan
individu yang turut mewarnai Perang Salib. Ketika idealisme keagamaan mulai
menguap, para pemimpin polotik tetap saja masih berfikir mengenai keuntungan
yang dapat diambilnya denganmenggunakan konsepsi mengenai Perang
Salib.Untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah ketanah suci umat
Kristen itu, pada tahun 1095 Paus Urbanus berseruh kepada umat Kristen di
Eropa supaya melakukan perang Suci. Perang ini kemudian yang dikenal dengan
Perang Salib.28
Dengan pengaruhnya yang besar Paus Urbanus II menyerukan supaya maju
ke medan perang untuk melawan umat Islam, serta dalam pidatonya Paus
Urbanus II menjanjikan sekaligus menjamin barang siapa yang melibatkan diri
dalam perang suci tersebut akan terbebas dari hukuman dosa. Sehingga hal ini
membuat para pengikutnya tertarik dan mendapat sambutan dari kaum
Kristen.Dari tanggapan Paus Urbanus II berhasil memikat pihak orang dan
memanfaatkan kepentingan banyak orang. Sehingga kekuatan kaum Kristen
akan bertambah kokoh dengan terlaksananya atau adanya persatuan orang-orang
Kristen. Fanatisme agama dan hasil rampasan perang juga mempunya tujuan

27
Machfud Syaefudin, et al, Dinamika Peradaban Islam; Prespektif Historis, (Yogyakarta:
Pustaka Ilmu, 2013), hlm. 142.
28
A. Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam II, (Jakarta: Widjaya, 1981), hlm. 94.

9
yaitu membebaskan kota Suci. Kenyataannya, Perang Salib secara khusus
menggambarkan reaksi orang Kristen di Eropa terhadap Muslim di Asia, yang
telah menyerang dan menguasai wilayah Kristen sejak 632, tidak hanya di Suriah
dan Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sisilia. Ada berbagai hal yang menjadi
sebab terjadinya Perang Salib, sebagian di antaranya, yaitu kecenderungan gaya
hidup nomaden dan militeristik suku-suku Teutonik-Jerman yang telah
mengubah peta Eropa sejak mereka memasuki babak sejarah, dan perusakan
Makam suci milik Gereja (Bait al-Maqdis), tempat ziarah ribuan orang Eropa
yang kunci-kuncinya telah diserahkan pada 800 M kepada Charlemagne dengan
berkah dari Uskup Yerussalem oleh al-Hakim. Kedaan itu semakin parah karena
para peziarah merasa keberatan untuk melewati wilayah Muslim di Asia Kecil.29
C. Asal Usul Bangsa Mongol
Bangsa Mongol mulai muncul dalam panggung sejarah pada abad ke-12 M.
Pada masa itu mereka mulai melakukan ekspansi di bawah kepemimpinan
Jenghis Khan. Mereka dikenal sebagai bangsa nomad yang haus akan
pertumpahan darah. Salah satu bukti kebrutalan Mongol adalah ketika mereka
membumihanguskan kota Baghdad, yang saat itu menjadi pusat peradaban
dunia.
Meskipun demikian mereka sama dengan bangsa lainnya, yang mempunyai
keunikan sejarah tersendiri. Sebelum kemunculan Jenghis Khan, Mongol adalah
bangsa nomad yang terpecah-pecah. Mereka hidup dengan mengandalkan hewan
ternak, akan tetapi jika musim panas berkepanjangan tiba, mereka tidak segan
untuk menjarah dan menduduki wilayah lain agar dapat bertahan hidup.
Selain terkenal dengan sifat keras mereka, bangsa ini mempunyai sisi unik
di bidang toleransi beragama di daerah yang mereka duduki. Mereka tidak peduli
dengan agama apapun yang dianut oleh masyarakat setempat, karena mereka
hanya membutuhkan wilayah dan penduduk tersebut. Akan tetapi mereka juga
merupakan bangsa yang mengenal keesaan Tuhan.
1. Asal Bangsa Mongol
Bangsa Mongol adalah masyarakat nomad yang berasal dari
pegunungan Mongolia dan mendiami wilayah hutan Siberia dan Mongolia
Luar di antara Gurun Gobi dan Danau Baikal. Menurut Ibnu al-Athir, bangsa
Mongol adalah orang-orang nomad yang nenek moyang mereka berasal dari
bangsa Hun.

29
Calore Hillenbrand, Perang Salib Sudut Pandang Islam, terj. Heryadi, … , hlm. 65.

10
Di Asia Tengah mereka dikenal sebagai bangsa Tartar. Meskipun
demikian, beberapa pakar sejarah menyatakan bahwa Mongol dan Tartar
pada awalnya adalah bangsa yang berbeda, tetapi hidup di masa yang sama
sehingga mereka saling bersaing. Seiring dengan perkembangan zaman, dua
bangsa ini melebur menjadi satu dengan nama Mongol.
Dari pendapat tersebut Mongol dan Tartar tidak lah sama, akan
tetapi mempunyai satu hubungan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
bangsa Mongol belum tentu orang Tartar, sedangkan orang Tartar pasti
bangsa Mongol.
Bangsa Mongol bukan dari ras yang sama dengan bangsa Cina.
Mereka keturunan dari Tungusi Stok asli, dengan campuran kuat darah Persia
dan Turki, sebuah ras yang kini disebut Ural-Altik. Secara geo-politik,
bangsa Mongol terbagi dalam lima suku besar, yakni:
a. Suku Naiman, yang mendiami sebelah barat lereng Gunung Altai, di
antara Sungai Irtysh, dan Sungai Orkhan.
b. Suku Kerait, yang berdiam di sebelh selatan Sungai Orkhan.
c. Suku Merakit, yang menempati wilayah sebelah utara dari tempat tinggal
Suku Kerait.
d. Suku Tartar, mereka tinggal di barat daya danau Baikal hingga Sungai
Kerulan.
e. Suku Bergqin Mongolia, mereka tinggal di sekitar Sungai Tula, Arnon,
dan Kerulan. Dari suku ini lah Jenghis Khan berasal.
Selain lima suku besar tersebut, masih terdapat beberapa suku kecil
yang termasuk bagian dari Bangsa Mongol, di antaranya: Suku Turki, Suku
Kyrgyz, Suku oghuz, Suku Karluk, dan Suku Khitai.
2. Kehidupan Keras Bangsa Mongol
Orang Mongol seperti bangsa nomad lainnya, hidup dalam
pengembaraan dan tinggal di gubug perkemahan. Tempat tinggal mereka
berpindah-pindah menyesuaikan dengan musim. Untuk musim dingin,
mereka biasanya tinggal di daerah bukit di bawah pegunungan, agar mereka
memperoleh kehangatan. Sementara untuk musim panas, mereka biasanya
tinggal di bagian atas gunung selama 2-3 bulan, agar mereka mendapatkan
air yang cukup dan udara sejuk.
Wilayah Mongol yang jauh dari laut dan di sisi lain juga cukup
tinggi, membuat daerah itu memiliki iklim ekstrem. Suhu panas tertinggi

11
wilayah itu berada di kisaran 38 derajat celcius, sedangkan suhu terendah
dapat mencapai minus 42 derajat celcius.
Di wilayah ekstrem tersebut, mereka bertahan hidup dengan berburu
binatang, menggembala domba, dan memakai kulit binatang untuk
menghangatkan tubuh mereka. Mereka sangat mengandalkan kehidupan
beternaknya, sehingga mereka akan berpindah tempat jika air atau rumput di
wilayah tersebut mulai sedikit persediannya.
Bangsa Mongol memakan semua jenis daging hewan, baik itu
daging kuda, anjing, serigala, musang, tikus, atau daging hewan lainnya.
Porsi makan mereka tidak lah banyak, terutama ketika musim dingin tiba,
karena pada musim itu cuaca sangat dingin hingga mereka kesulitan mencari
makanan.
Mereka juga punya cara unik untukmenjaga daging agar tetap awet
dan tahan lama, yaitu jika ada hewan mati, mereka akan memotong
dagingnya tipis-tipis dan menjemurnya di luar rumah, metode ini dilakukan
agar daging menjadi kering namun tidak mengeluarkan bau busuk.
Hujan dan daging sangat lah penting bagi bangsa Mongol, jika hujan
tidak kunjung turun, atau ternak mereka diserang penyakit maka mereka akan
kehilangan sumber utama kehidupan mereka. Satu-satunya cara untuk
bertahan hidup adalah dengan mencuri atau merampok orang-orang di
daerah pertanian yang berdekatan dengan mereka. Itu lah yang menyebabkan
terjadinya peperangan, pendudukan, atau pun perampokan oleh mereka.
3. Kehidupan Sosial Bangsa Mongol
Kehidupan sosial bangsa Mongol terbagi dalam kasta-kasta.
Terdapat tiga kasta yang memisahkan mereka; kasta pertama adalah kasta
kaum paling terhormat. Mereka yang termasuk dalam kasta ini menyandang
gelar Bahadir (pemberani), Tuban (terhormat), atau Stassen (bijaksana).
Sementara yang kedua adalah kasta nokor (kaum merdeka). Orang-
orang yang termasuk di dalam kasta ini bertugas menyusun strategi dan
mengatur pasukan di Mogoliia. Selanjutnya kasta ketiga adalah kasta kaum
awam dan budak belia.
Setiap kelompk atau keturunan bangsa Mongol mempunyai
pemimpin. Gelar Khan akan diberikan bagi mereka yang menjadi kaisar, atau
hanya gelar Baki untuk pemimpin yang lebih rendah. Gelar Baki banyak
melekat pada para pemimpin kaum Tartar hutan. Suku-suku kecil biasanya

12
memilih dipimpin oleh suku yang lebih besar. Hal itu dikarenakan mereka
tidak mampu untuk mempertahankan wilayah mereka sendiri, seperti yang
terjadi pada suku Jalaer yang dipimpin oleh kakek moyang Jenghis Khan.
Kehidupan yang dijalani suku-suku tersebut sangat berpengaruh
pada kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Iklim kontinental yang ekstrem
juga mempengaruhi kehidupan. Seperti yang dipaparkan sebelumnya,mereka
selalu mengejar padang rumput, agar mereka dapa menggembalakan hewan
ternak mereka. Hingga akhirnya mereka berada di titik jenuh yang luar biasa.
Keseharian yang dilakukan terus menerus itu membentuk fisik,
kesabaran, dan keterampilan untuk bertahan hidup bangsa Mongol, sehingga
tidak mengherankan jika bangsa Mongol dapat menjelma sebagai bangsa
yang siap berperang kapan saja. Oleh karena itu, ketika Jenghis Khan muncul
dengan kemampuannya mempersatukan suku-suku itu di bawah
peraturannya, ia mampu merubah bangsa nomad itu menjadi barisan pasukan
yang kuat dan tidak terkalahkan.
4. Agama Bangsa Mongol
Agama resmi bangsa Mongol adalah Shamanisme, agama ini
menjadikan objek alam sebagai sesembahan, terutama matahari. Arnold
Toynbe mengatakan, meskipun pada awalnya bangsa Mongol mengakui
adanya Tuhan, dalam perkembangannya mereka tidak melakukan
penyembahan kepada-Nya, mereka justru menyembah Tuhan yang mereka
pahat sendiri. Sebagaimana mereka juga menyembah arwah nenek moyang
mereka yang dipercaya memiliki pengaruh besar atas kehidupan generasi
penerus.
Ibnu Katsir mengatakan bahwa bangsa Mongol bersujud ketika
matahari terbit, namun mereka tidak mengharamkan apa pun. Mereka
memakan hewan apapun yang bisa ditemukan, baik masih hidup atau sudah
mati.
Penyelewengan terhadap agama bangsa Mongol, membuat Jenghis
Khan memerintah bangsa Ughur untuk menulis segala peraturan dengan
penambahan yang diyakininya bermanfaat bagi bangsa tersebut. Di dalam
undang-undang Jenghis Khan, yang bernama El-Yasa terdapat beberapa
peraturan ketat yang berkaitan dengan kehidupan orang Mongol.
Peraturan tersebut sedikit mirip dengan aturan agama-agama yang
masih ada hingga saat ini di antaranya: Barang siapa berzina maka harus

13
dikukum mati, baik yang sudah menikah atau belum. Begitu juga yang
melakukan perbuatan homoseksual harus dihukum mati. Barangsiapa yang
sengaja berbohong, juga harus dihukum mati. Barangsiapa yang melakukan
praktik sihir juga harus dihukum mati. Barangsiapa yang kencing di air yang
diam juga harus dihukum mati dan lain-lain.
Selain berbagai peraturan kehidupan yang mirip ajaran agama lain,
bangsa Mongol juga mempercayai keesaan Allah. Dalam sebuah percakapan
yang dilakukan salah satu kaisar Mongol, Mongke Khan (1251-1250) dengan
Rubruck, ia berkata “Kami bangsa Mongol meyakini bahwa di sana memang
ada satu Tuhan, untuk-Nya kami hidup dan untuk-Nya kami mati, kami juga
punya hati yang berdegup cinta kepada-Nya, tapi Tuhan menciptakan tangan
ini dengan berbagai jari yang berbeda, maka begitu pula Ia memberikan
kepada manusia berbagai cara untuk menyembahNya. Kalian, orang Kristen
diberikan Kitab Suci dari Tuhan, namun kalian tidak dapat menjaganya.
Sementara kami, kami hanya melakukan apa yang diperintahkan kepada
kami dan hidup secara damai.”
Meskipun demikian, pemimpin Bangsa Mongol tidak mengajarkan
pengikutnya menahan ajaran agama lain untuk tidak mengikutinya. Hal itu
membuat agama mereka mudah luntur di hadapan agama lain dan berpindah
keyakinan, seperti orang Mongol di Cina yang memeluk agama Buddha,
Mongol di Rusia yang memeluk agama Kristen, dan Mongol di wilayah
muslim yang memeluk Islam.
D. Para Pemimpin Mongol yang Terkenal
1. Jenhiz Khan (7H/12-13 M)
Jenhiz Khan adalah pemimpin paling terkemuka tanpa tanding. Ialah
yang menundukkan seluruh Mongolia dan Tartar di bawah kekuasaannya
dan menyatukan mereka, lalu membentuk pasukan yang sangat besar. Ia juga
yang telah meletakkan undang-undang Mongolia yang terkenal.
Dengan pasukannya ia menyerbu pemerintahan Khawarizm dan
menghancurkannya. Ia menguasai negeri-negeri Asia, antara lain Bukhara,
Balkh, Naisabur, Samarkand, dan juga kota-kota besar Iran.
2. Hulagu Khan (7H/13M)
Hulagu Khan adalah pimpinan Mongolia yang menghabisi
kekhalifahan Abbasiyah, dan menghancurkan Baghdad, dengan membunuh
sebagian besar penduduknya. Bahkan juga membunuh Khalifah Al-

14
Mu’tashim, khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah. Ia kemudian melanjutkan
penyerbuannya, menghancurkan sebagian kota-kota Syiria. Hulagu juga
mendirikan Pemerintahan Ilkhan di Irak.
3. Timur Lenk (8H/14M)
Timur Lenk adalah penguasa muslim India yang memerangi negeri-
negeri tetangga seperti Persia, Irak, Syam, dan Turki. Timur Lenk adalah
penguasa yang berani, Timur Lenk artinya Timur yang pincang.
4. Zhahirudin Babur (10H/15-16M)
Zhahirudin Babur adalah pendiri kekaisaran Mongolia (muslim) di
India, yang berkuasa sepanjang tahun 932-1275 H/1526-1858 M.30

30
Ahmad Al-Usziry, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta:
Akbar Media, 2009), hlm. 323-324.

15
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa perang salib bukanlah
perang karena agama tetapi perang perebutan kekuasaan daerah. Perang ini
dinamakan perang salib karena angkatan perang tentara Nasrani menggunakan
tanda salib dan mendapat restu dari Paulus di Roma. Perang salib memakan
waktu yang sangat lama. Membawa pengaruh besar pada semaraknya lalu lintas
perdagangan asia dan eropa. Mereka banyak mengetahui hal-hal baru seperti
adanya tanaman rempah-rempah dan lain-lainnya.
Sesungguhnya invasi Mongol terhadap Negara-negara Islam adalah tragedi
besar yang tidak ada tandingannya sebelum dan sesudahnya kendati sebelumnya
didahului perang Salib, apalagi melihat peristiwa hancurnya ibu kota dinasti
Abbasiyah yaitu Bagdad.
Dari sini penulis menyimpulkan beberapa faktor hancurnya wilayah-
wilayah Islam yang termasuk didalamnya adalah Bagdad, diantaranya adalah:
1. Terjadinya perpecahan dan konflik internal kaum muslimin
2. Setiap amir atau khalifah hanya perhatian kepada wilayahnya saja, tanpa
3. beban ketika ada suatu wilayah Islam lainnya jatuh ke tangan musuh.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, penulis berharap tulisan ini dapat
menambah pengetahuan pembaca tentang Perang Salib dan Invansi Bangsa
Mongol. Penulis memohon maaf jika terjadi kesalahan dalam penulisan makalah
ini. Kritik dan saran sangat dibutuhkan bagi penulis untuk menjadi yang lebih
baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Tim Riset dan Studi Islam Mesir. 2013. Al-Mausu’ah Al-Muyassar fi Tarikh Al-
Islam: Ensiklopedi Sejarah Islam, Vol I. terj. M. Taufik, Ali Nurdin. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.

Alatas, Alwi. 2012. Nuruddin Zanki dan Perang Salib. Jakarta: Zikrul Hakim.

Hillenbrand, Calore. 2015. Perang Salib Sudut Pandang Islam. terj. Heryadi.
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Abu Al-Hasan Ali bin Abu Al-Karam Al-Shaibani bin Atsir. 2003. Al-Kamil Fi Al-
Tarikh, Vol IX. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

Shihabuddin Abdurrahman bin Ismail bin Ibrahim Al-Maqdisi Al-Dimashqi Abu


Shamah. 1997. Al-Rauḍatain fi Akbar Al-Daulatain Al-Nuriyyah wa
AlSalahiyyah, Vol I. Beirut: Muassasah Ar-Risalah.

Ali Muhammad Ash-Shallabi, Asr Al-Daulah Al-Zankiyyah. 2016. Bangkit dan


Runtuhnya Daulah Zankiyyah. terj. Masturi Ilham dan Muhammad Aniq
Imam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Ali bin Abu Al-Karam Ash-Shaibani Al-Ma’ruf bin Atsir Al-Jazari. 1963. Tarikh
Al-Bahir fi Daulah Al-Atabikiyyah bil Mauṣul. Kairo: Dar Al-Kutub Al-
Haditsah.

Kamaluddin Abdul Qasim bin Al-Adim 1996. Zubdah Halab min Tarikh Halab.
Beirut: Dar AlKutub Al-Ilmiyyah.

Hitti, Phiplip K. 2010. History of The Arab. Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Syaefudin, Machfud, et al. 2013. Dinamika Peradaban Islam; Prespektif Historis.


Yogyakarta: Pustaka Ilmu.

Osman, A. Latif. 1981. Ringkasan Sejarah Islam II. Jakarta: Widjaya.

17
Al-Usziry, Ahmad. 2009. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX.
Jakarta: Akbar Media.

18

Anda mungkin juga menyukai