Anda di halaman 1dari 17

DA’WAH KEPADA ORANG-ORANG BUKAN WARGA MEKAH

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah: Sirah Nabawiyah

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Abdul Hadi, M.A

Disusun Oleh:

MUHAMMAD RASYID RIDHO


(NIM. 1900018013)

PROGRAM MAGISTER ILMU AGAMA ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2020
I. Pendahuluan

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengawali da’wah-nya


dengan rahasia. Sudah merupakan suatu hal yang lumrah dan alami
apabila beliau menyampaikan rahasia itu kepada orang yang paling
dekat dengannya dari keluarganya dan para sahabat-sahabat dekatnya.
Selain itu, kepada orang yang diharapkan darinya kebaikan melalui
pertimbangan dengan cara memilih seseorang yang bisa dijadikan
sebagai teman berkomunikasi, hingga muncul-lah orang-orang yang
menerima dan memenuhi panggilan itu.
Beberapa metode da’wah telah Rasulullah Saw gunakan selama
ini baik secara fardiyah1 yang dilakukan beliau selama tiga tahun
selama masa dakwah sirriyyah (secara sembunyi-sembunyi) maupun
dakwah secara (terang-terangan) jahriyyahdijalan Allah Subhanahu wa
Ta‟ala. Setelah itu Rasulullah Saw mengumumkan dakwah nya,
dimulai kepada keluarga besarnya kemudian yang lainnya, akan tetapi
da’wah secara rahasia ataupun terang-terangan, semuanya berpegang
pada satu tujuan yaitu untuk menyatukan umat manusia dengan kalimat
tauhid, yakni tidak bergantung kecuali hanya pada Allah Subhanahu wa
Ta‟ala.
Kemudian setelah itu turun lah perintah untuk berdakwah secara
terang-terangan sebagaimana telah dibahas pada paragraf pertama

1
Dakwah fardiyah merupakan metode da’wah secara pribadi antar personal, dengan cara
memanfaatkan pertemuan, ziarah maupun kunjungan: seseorang bisa melakukan
komunikasi atau memberi pesan secara pribadi antar personal.
2
setelah berda’wah secara rahasia terkumpul-lah suatu kelompok orang-
orang yang beriman yang memenuhi dan menerima seruan dari metode
dakwah yang beliau sampaikan, dan diperintahkan untuk
mengumumkan bahwa beliau adalah nabi yang diutus. Walaupun
demikian beliau tetap merahasiakan nama-nama sahabat-sahabatnya,
termasuk merahasiakan bagaimana ceritanya mereka menjadi
pengikutnya, semua itu tetap beliau rahasiakan demi menjaga keamanan
mereka serta keluarganya dari siksaan orang-orang kafir Quraish.
Ayat yang pertama turun setelah Rasullulah menerima misi
untuk berda’wah secara terang-terangan adalah QS. As-Syu’ara: 214
yang berbunyi:
‫وأنذيرعشيرتك األقربين‬

“... dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”

Turunnya wahyu kepada kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi


wa Sallam yang memerintahkan untuk memberi peringatan, adalah
martabat risalah. Maka dengan begitu beliau telah diutus oleh Allah
sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi
peringatan) 2. Setelah berita kerasulan beliau tersebar hingga terdengar
oleh pemuka Quraish tidak lantas dalam da’wah beliau tidak menemui
hambatan dan cobaan oleh kaumnya sendiri yaitu penduduk kota
Mekah.

2
Muhammad Ahmad Jad Al-Maula Bik, Muhammad Al-Matsal Al-Kamil, h. 84
3
II. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Rasullulah Shalallahu Alaihi wa Sallam


menyampaikan da’wah kepada selain penduduk mekah?
2. Bagaimana sikap orang-orang bukan warga Mekah terhadap
Da’wah Rasulullaah?

4
III. Pembahasan

A. Dakwah Kepada Selain Penduduk Makkah


Sikap kaum Quraish dalam menyikapi da’wah nabi tidak hanya
terbatas pada penolakan mereka terhadap ajaran yang disampaikan
beliau, mereka juga mempersempit ruang gerak nabi dalam
berda’wah. Bahkan mereka tidak segan-segan menyakiti siapapun,
orang yang beriman kepada Rasulullah, dengan berbagai cara.
Usaha mereka untuk menyakiti kaum muslimin semakin hari
semakin kejam. Tidak hanya terhadap mereka yang beriman, tetapi
kekejaman itu juga menimpa isteri-isteri dan anak-anak serta sanak
saudara mereka. Situasi seperti ini akhirnya memaksa Rasulullah
dan orang-orang yang telah beriman beserta keluarga mereka untuk
mengungsi di Syi’ib Abu Thalib, mereka diboikot dan dikucilkan
dari pergaulan dan tidak diberi bahan makanan.
Sesudah Nabi keluar dari pemboikotan itu,ujian dan kesulitan
masih terus bertubi-tubi menimpa beliau, yaitu dengan
meninggalnya Paman beliau disusul dengan wahatnya isteri
tercinta, Ummul mukminin Khadijah Rhadiyallahu Anhu3.

3
Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, Fikih Sirah Nabawiyah, h. 190
5
1. Da’wah di Thaif
Semenjak wafatnya Abu Thalib dan Isteri Rasulullah,
Khadijah Radhiyallahu „Anhu, maka semakin dahsyatnya
gangguan yang diderita oleh Rasullah Sallallahu Alaihi wa
Sallam dari kaumnya. Mereka semakin berani dan secara
terang-terangan menyakiti beliau. Oleh karena itu Rasulullah
memutuskan melakukan perjalanan yang cukup jauh dari
Mekah yaitu menuju ke Thaif, yang berjarak sekitar 80
kilometer.
Beliau melakukan perjalanan tersebut pulang dan pergi
dengan berjalan kaki, ditemani oleh maula-nya, yaitu Zaid bin
Haritsah Radhiyalluhu Anhu. Dengan tujuan berda’wah dan
mencari suaka dan perlindungan dari orang-orang Thaif dari
gangguan kaumnya. Dalam perjalanan, setiap kali Rasullullah
bertemu satu kabilah (suku), maka beliau menyerukan
mengenai ajaran tauhid dan mengajak mereka kepada Islam.
Akan tetapi, tidak satupun kabilah yang menerima ajakan
beliau.
Setibanya Rasullullah di kota Thaif, beliau menghampiri
tiga bersaudara yang merupakan kepala suku penduduk Thaif,
mereka adalah putra Amru bin Umair Ats-Tsaqafi4 yaitu:
Abdul Yalail, Mas’ud dan Hubaib. Oleh karena itu, beliau
menghadap mereka dan menyerukan ajaran Islam. Berkatalah

4
Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, Fikih Sirah Nabawiyah, h. 219
6
salah seorang dari mereka, “ia akan menyobek-nyobek kain
ka’bah, seandainya benar Allah mengutus kamu”. Orang kedua
berkata, “Apakah memang Allah tidak mendapatkan orang
lain, selain kamu”. Dan orang ketiga mengatakan, “Demi Allah
aku tidak akan berbicara kepada kamu. Karena sekiranya kamu
sebagai Rasul, tentu kamu orang yang sangat berbahaya jika
aku membantah ucapanmu”. Maka Rasulullah pun beranjak
meninggalkan mereka dan berpesan kepada mereka, “jika
kalian bersikap demikian, maka tolong rahasiakanlah
masalahku ini”.
Rasulullah berada di Thaif selama sepuluh hari, selama
itu beliau selalu bertemu dan menjumpai para pemuka atau
tetua mereka dan mengajak mereka masuk agama Allah
Ta‟ala. Setelah itu mereka berkata, “keluarlah kamu dari
negeri kami”. Merekapun memprovokasi orang-orang bodoh
mereka. Maka mereka berdiri berderet menghadapi Nabi, lalu
melempari beliau dengan batu hingga kaki Rasul pun berdarah,
sementara itu Zaid bin Haritsah melindungi beliau dengan
tubuhnya, sehingga kepalanya berdarah. Oleh karena itu
Rasulullah pun kembali pulang ke Mekah dengan penuh
kesedihan, dalam perjalanan tersebut beliau singgah untung
beristirahat di sebuah kebun milik Utbah dan Syaibah, mereka
berdua adalah putra Rabi’ah, ditengah beristirahatnya beliau

7
dibawah pohon yang rindang, lalu beliau berdoa kepada Allah
Subhanahu wa Ta‟ala5.
Saat itu pun kedua putra Rabi’ah melihat Rasulullah, dan
keduanya mengutus seorang budak mereka yang bernama
Addas untuk membawa setangkai anggur. Tatkala Rasulullah
mengulurkan tangannya untuk memakan anggur tersebut,
beliau menyebut nama Allah dengan mengucapkan
“Bismillah” kemudian memakannya 6. Mendengar hal tersebut
Addas pun mengatakan, “sesungguhnya ucapan seperti itu
tidak biasa diucapkan oleh penduduk negeri-negeri sekitar
sini”. Rasulullah lantas bertanya kepada Addas dari manakah
kamu dan apa agamamu? Addas pun menjawab, “aku seorang
Nasrani dari negeri Naynawa. Maka Rasulullah mengatakan,
“Dari perkampungan laki-laki yang shalih, Yunus bin Matta.”
Addas bertanya, “apa yang membuat kamu mengenal Yunus
bin Matta?” Rasul pun menjawab, “Dia adalah saudaraku, dia
seorang Nabi dan aku pun juga seorang Nabi”. Maka seketika
mendengar jawaban beliau Addas pun segera merangkul
kepala Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan
menciuminya serta mencium kedua tangan dan kaki beliau 7.
Ketika menyaksikan hal tersebut, salah satu putra Rabi’ah itu
berkata kepada saudaranya, “ketahuilah bahwa budakmu itu

5
Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, Fikih Sirah Nabawiyah, h. 220
6
Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, Fikih Sirah Nabawiyah, h. 221
7
Ibnu Hajar Rahimahullah, Al-Ishabah fi Tamyiz Ash-Sahabah. h. 4/227
8
telah dibuat rusak oleh laki-laki itu”. Addas pun kembali
kehadapan tuannya, seketika mereka berkata, “tuanku, tidak
ada dimuka bumi ini sesuatu yang lebih baik dari pada laki-
laki itu, karena dia memberitahukan kepadaku tentang suatu
perkara yang tidak diketahui, kecuali oleh seorang Nabi”.
Mendengar apa yang telah disampaikan oleh budaknya, mereka
berkata, “celakalah kamu wahai Addas, jangan sampai laki-laki
itu membuatmu meninggalkan agamamu, karena agama itu
lebih baik untukmu”.
Rasululllah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun
melanjutkan perjalanannya kembali ke Mekah. Ketika beliau
sampai di suatu tempat bernama Qarnu Ath-Tsa‟alib, Malaikat
Jibril Alaihi Salam datang menghampiri beliau dengan malaikat
yang bertanggung jawab atas gunung-gunung yang kemudian
menawarkan kepada Rasulullah menumpahkan Al-Akhsyabain8
kepada penduduk Mekah.
Di dalam Ash-Shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim)
disebutkan riwayat dari Aisyah Radhiyallahu Anhu bahwa ia
pernah menanyakan kepada Nabi, “Pernahkah ada peristiwa
yang lebih dahsyat yang engkau lalui dari pada peristiwa
perang Uhud?” Beliau menjawab, “Aku sering mendapatkan

8
Al-Akhsyab artinya adalah gunung yang keras dan cadas. Akhsyabain merupakan dua buah
gunung cadas yang berada di sebelah kanan-kiri Masjidil Haram. Yang dimaksud
dengan kedua gunung tersebut adalah gunung Quaiqi’an dan gunung Abu Qubeis.
Dalam buku Sirah Nabawiyah karya Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid dari Muhammad
Syaraab, h.222
9
perlakuan yang tidak baik dari kaummu. Sedangkan perlakuan
yang paling dahsyat yang pernah aku dapatkan dari mereka
adalah pada hari Aqabah, ketika aku menawarkan diriku
(Da’wahku) kepada Ibnu Yadi Yalail bin Abdul Kalal, tetapi ia
tidak mau menerima apa yang aku inginkan. Maka aku pun
pergi sambil berjalan (kembali) dalam keadaan hati yang
gelisah dan bersedih sekali. Aku baru sadar ketika aku berada
di Qarnu At-Tsa’alib, seketika aku mengangkat kepala, maka
terlihat ada awan yang memayungi ku. Aku pun terus
memperhatikan, ternyata muncul dari awan tersebut Malaikat
Jibril. Kemudian dia memanggilku dan berkata:

“Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaum-mu dan


perlakuan mereka kepadamu. Allah telah mengirim malaikat
penjaga gunung, untuk kamu perintahkan kepadanya apapun
yang kamu inginkan atas kaummu”.

Kemudian malaikat penjaga gunung itu memanggil dan


mengucapkan salam kepadaku, lalu berkata “Hai Muhammad,
kalau kamu menginginkan aku akan menghimpit mereka
dengan dua gunung Al-Akhsyabain”. Maka Nabi
menjawab, “Tidak, tetapi aku berharap, semoga Allah
melahirkan dari tulang-tulang shulbi (rusuk) mereka generasi

10
yang akan menyembah kepada Allah semata dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun9”.
Pada malam itu, Rasulullah melakukan sholat malam
(qiyamullail), maka datang kepadanya sekelompok bangsa jin,
mereka mendengarkan dengan seksama bacaan beliau,
sementara Rasulullah tidak mengetahui kehadiran mereka
sehingga Allah Ta’ala menurunkan firmannya dalam QS. Al-
Ahqaf: 29-3210.
Ketika perjalanan Rasululllah Shallallahu Alaihi wa
Sallam hampir tiba di kota Mekah, berkata Zaid bin Haritsah
kepada beliau, “bagaimana engkau memasuki Mekah,
sementara mereka (Quraisy) telah mengusirmu?” Nabi
menjawab, “Wahai Zaid, sesungguhnya Allah akan
memberikan jalan keluar dari kesulitan yang engkau alami ini,
dan sesungguhnya Dia akan menolong agama-Nya dan
memenangkan Nabi-Nya”. Oleh karena itu Rasulullah meminta
kepada Al-Akhnas bin Syuraiq untuk memberikan suaka
(perlindungan) kepada beliau, namun ia (Al-Akhnas) meminta
maaf, lalu beliau meminta suaka kepada Suhail bin bin Amr, ia
pun memnita maaf. Kemudian beliau meminta suaka kepada
Al-Muth’am bin Adi, dan dia bersedia memberi suaka tersebut.

9
Muttafaq ‘Alaih. Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari 6/312 Hadits nomor 3231 dan Shahih
Muslim3/1420, Hadits nomor 1795.
10
Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, Fikih Sirah Nabawiyah, h. 222-224
11
Rasulullah pun tetap mengingat jasa baik Al-Muth’am
bin Adi ini, sehingga ketika ada permasalahan tentang tawanan
perang Badar, Beliau berucap, “Seandainya Al-Muth’am masih
hidup, lalu dia membicarakan persoalan para tawanan ini
kepadaku, niscaya akan aku serahkan urusan mereka
11
kepadanya ”.

B. Menawarkan Islam Kepada Para Tokoh Dan Beberapa Kabilah


Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah orang yang
sangat suka berda’wah. Setiap ada delegasi dari kalangan
masyarakat Arab yang memiliki jabatan dan kedudukan, beliau
selalu menawarkan da’wah dan ajaran Islam12, diantara mereka ada
yang menolaknya dengan baik seperti:

1. Suwaid bin Shamit


Beliau adalah seorang penyair yang cerdas berasal dari
Yastrib. Masyarakat menjulukinya “Al-Kamil” (Manusia
sempurna) karena ketangguhannya, syi’irnya, ningrat serta
status sosialnya. Suatu hari ia datang ke Mekah untuk
melaksanakan haji dan umrah, Rasulullah pun menawarkan
Islam kepadanya.

11
HR. Al-Bukhari dalam shahihnya, Shahih Al-Bukhari bersama Fatul Bari 6/243, hadits nomor
3192.
12
Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, 2/36
12
Dan terjadi dialog antara Suwaid dan Rasul, ia pun
berkata “barangkali apa yang ada padamu sama seperti yang
ada padaku” lalu Rasulullah meresponnya dengan bertanya,
“Apa yang ada padamu?”, ia menjawab, “Hikmah Lukman”.
Rasul kembali bertanya, “coba tunujukan kepadaku ”. ia pun
menunjukan kepada Rasul, setelah mendengar apa yang
disampaikan lukman kepada beliau, Rasulullah pun berkata
“Sungguh ucapan ini baik dan yang ada padaku lebih baik dari
ini. Al-Qur’an yang Allah turunkan kepadaku sebagai petunjuk
dan cahaya”. Kemudian beliau membacakannya dan mengajak
orang itu untuk masuk Islam. Ia tidak menjauh darinya seraya
berkata, “sungguh ini perkataan yang baik”, kemudian ia
meninggalkan beliau begitu saja dan kembali ke Madinah
hingga terbunuh oleh suku Khazraj. Sebagian tokoh
masyarakat kaumnya berkata, “kami melihatnya bahwa ia
terbunuh dalam statusnya sebagai muslim yang beriman 13”.

2. Tufail bin Umar Ad-Dausy


Ia adalah tokoh yang ditaati oleh kaumnya, ketika ia
berada di Mekah, semua toko Quraish menemuinya dan
memberi peringatan terhadapnya agar berhati-hati kepada
Rasulullah. Ia berkata “mereka terus mengingatkan ku

13
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah 3/147
13
sehingga aku pun bertekad tidak akan mendengar ucapannya,
sampai-sampai aku tutup telingaku dengan kapas”.
Suatu pagi, aku ke masjid dan mendapati Rasul tengah
berdiri mengerjakan shalat. Aku pun mendekat kepadanya dan
rupanya Allah Ta’ala menginginkan agar aku mendengar
sebagian bacaannya. Aku pun mendengar bacaan yang sangat
bagus, kemudian aku berkata dalam hati, “aku adalah orang
yang cerdas dan mengerti tentang antara syair yang bagus dan
buruk”. Mengapa aku tidak pernah mendengar ucapan
/perkataan orang ini. Ketika Rasulullah beranjak, Tufail terus
mengikuti beliau dan menghiraukan perkataan para pemuka
Quraish yang sudah memperingatinya. Ternyata aku
mendengar ucapan yang sangat bagus, Tufail pun bertanya
kepada Rasulullah.
Rasulullah pun menjelaskan mengenai Islam dan
membacakan Al-Qur’an kepadanya sehingga Tufail pun
beriman kepada Rasulullah. Ia berkata, “wahai Nabi Allah, aku
adalah orang di taati oleh kaumku, aku akan kembali
meenemui dan akan mengajak mereka masuk Islam. Mohonlah
kepada Allah agar Dia menjadikan untukku tanda yang akan
menolong ku dalam menghadapi kaumku untuk mengajak
mereka memeluk Islam... 14”.

14
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah 3/99
14
Sebagaimana Nabi menawarkan Islam kepada para
tokoh, beliau juga menawarkannya kepada beberapa kabilah
yang mengunjungi Mekah dalam rangka Haji dan Umrah atau
pada musim-musim tertentu, agar mereka mau menerimanya,
mendukungnya, dan menolongnya serta mengajak mereka
kepada ajaran Tauhid.
Di antara kabilah yang Rasulullah menawarkan dirinya
adalah Bani Amir bin Sha’sha’ah, Muharib bin Fazarah,
Ghasan, Murrah, Hanifah, Sulaim, Abas, Bani Nash, Kindah
(dari Yaman) dan Kalb, Harist bin Ka’b, Adzrah, Al-
Hadharimah, Bakr bin Wa’il yang tinggal bertetangga dengan
Persia, Bani Syaiban binTsalabah dengan tokohnya Al-
Mutsanna bin Al-Harits As-Syaibani. Mereka tidak memenuhi
ajakan beliau dengan cara yang beragam.
Ada yang menolak dengan kasar seperti Bani Hanifah
dan juga ada yang tidak kasar seperti Bani Syaiban15. Pada
musim haji ini merupakan kesempatan bagi Rasul untuk
bertemu dengan berbagai kabilah Arab yang berada di sebelah
Utara dan Selatan Arab, atau mereka yang bertetangga dengan
Persia dan Romawi16.

15
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah 3/137-144
16
Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, Fikih Sirah Nabawiyah, h. 249-252
15
IV. Penutup

Rasulullah sebelum memulai da’wah disuatu tempat sepeti di Thaif


selalu menjumpai para pemuka suku atau kabilah tersebut hal ini bertujuan
untuk mendapat izin serta kemudahan dari mereka, dan juga sebagai bentuk
menghargai posisi mereka.
Dan disaat da’wah itu tertolak oleh mereka, beliau pun meminta
kepada mereka agar merahasiakan kedatangan beliau, hal ini sebagai strategi
nabi untuk menjaga keberadaannya
Tidak tebang pilih dan tidak menganggap remeh dalam menyampaikan
da’wah, bahwa da’wah disampaikan kepada golongan kasta apapun, seperti
da’wah beliau kepada Addas yang seorang budak dari kedua putra Rabi’ah.
Da’wah juga disampaikan dengan dialog dan penjelasan serta penuh dengan
kesabaran.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari. Ditahqiq oleh Muhammad bin Ismail. Istanbul: Al-

Maktab Al-Islamiyah, 1981 M

Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari. Ditahqiq oleh Mustafa Adib Al-Bigha. Cet.3. Beirut: Dar

Ibnu Katsir, 1407 H

Muhammad Ahmad Jad Al-Maula Bik, Muhammad Al-Matsal Al-Kamil. Damaskus: Al-

Maktabah Al-Ilmiyah, tt

Ibnu Hajar Rahimahullah, Al-Ishabah fi Tamyiz Ash-Sahabah. Beirut: Dar Al-kitabAl-

Ilmiyah, tt

Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Riyadh: Ar-Ri’asah Al-

Amah Li idarat Al-Buhuts Al-Ilmiyah wa Al-Ifta’ wa Ad-Da’wah wa Al-Irsyad. tt

Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan An-Nihayah, cet. 3. Beirut: Maktab Al-Ma’arif, 1402 H

17

Anda mungkin juga menyukai