Anda di halaman 1dari 41

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam,Ihsan
2. Islam danSains
3. Islam dan PenegakanHukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan NahiMunkar
5. Fitnah AkhirZaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Baiq Devira Afriani


NIM : C1G020051
Fakultas&Prodi: Pertanian dan Agribisnis
Semester : 1 (Satu)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT atas selesainta tugas ini dengan
baik.

Sholawat dan Salam semoga Allah limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW atas berkat
rahmat yang diberikan kepada kita semua untuk bisa menyelesaikan tugas ini.

Terimakasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S. Th.I., M.Sos sebagai
dosen pengampuh mata Kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah membimbing saya untuk
mengerjakan artikel ini.
Besar harapan saya tugas ini memberi manfaat bagi orang yang membacanya.

Penyusun, Mataram,15 Desember 2020

Nama : Baiq Devira Afriani


Nim : C1G020051

2
DAFTAR ISI

HALAMANCOVER 1
KATAPENGANTAR 2
DAFTARISI 3
I. Iman,Islam,Ihsan 4-13
II. Islamdan Sains 14-24
III. Islam danPenegakanHukum 25-31
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf danNahiMunkar 32-34
V. FitnahAkhir Zaman 35-42
DAFTARPUSTAKA 43-44
LAMPIRAN 45

3
BAB I
Iman, Islam, Ihsan
1. Iman
a) Pengertian Iman
iman secara etimologi berasal dari bahasa arab amana-yukminu-imanan yang artinya
percaya. Sedangkan secara terminologi menurut jumhur ulama’ iman adalah at-tasdiqu bil
qolbi,al-qoulu bil lisan,wa al a’malu bil arkaan artinya membenarkan atau dalam
hati,mengucapkan atau mengikrarkan dengan lisan,mengamalkan dengan perbuatan.
Iman sendiri sebenarnya adalah sebuah pembuktian terhadap penyerahan diri kepada
Tuhan yang maha esa (Allah) sebagai pencipta sekeligus penguasa mutlak semesta alam.
Dalam al-qur’an surat Al-hujarat potongan ayat 14,Allah Subhanallahu ta’ala berfirman
yang artinya : “Sesungguhnya orang yang sebenarnya beriman ialah orang yang percaya kepada
Allah dan Rasullnya.”
b) Penjelasan definisi iman
 Membenarkan dengan hati
“Membenarkan dengan hati” maksudnya adalah menerima kebenaran atas segala sesuatu yang di
sampaikan dan di ajarkan oleh rasulullah salallahu alaihi wasalam serta rasul sebelumnya.
Allah Subhanallahu ta’ala berfirman :

  ‫ َواَل‬  ۙ‫إِي ٰ َم ۭنًا‬ ‫ َءا َمنُ ٓو ۟ا‬  َ‫ٱلَّ ِذين‬ ‫ َويَ ْزدَا َد‬ ‫ب‬ ۟ ُ‫أُوت‬  َ‫ٱلَّ ِذين‬  َ‫لِيَ ْستَ ْيقِن‬ ‫ُوا‬
َ َ‫ ْٱل ِك ٰت‬ ‫وا‬ ۟ ‫ َكفَر‬  َ‫لِّلَّ ِذين‬ ً‫فِ ْتنَ ۭة‬  ‫إاَّل‬ ‫ ِع َّدتَهُ ْم‬ ‫ َج َع ْلنَا‬ ‫ َوما‬  ًۙ‫م ٰلَٓئِ َك ۭة‬  ‫إاَّل‬ ‫ٱلنَّار‬ ‫ب‬ َ ‫أَصْ ٰ َح‬ ‫ َج َع ْلنَٓا‬ ‫َو َما‬
ِ َ َ ِ ِ
 ‫يَ َشٓا ُء‬ ‫ َمن‬ ُ ‫ٱهَّلل‬  ُّ‫ضل‬ ِ ُ‫ي‬  َ‫ َك ٰ َذلِك‬  ۚ ‫ َمثَاًۭل‬ ‫بِ ٰهَ َذا‬ ُ ‫ٱهَّلل‬ ‫أَ َرا َد‬ ‫ َما َذٓا‬  َ‫ َو ْٱل ٰ َكفِرُون‬  ٌ‫ض‬ ُ َّ
ۭ ‫ َّم َر‬ ‫قُلوبِ ِهم‬ ‫فِى‬  َ‫ٱل ِذين‬ ‫ َولِيَقُو َل‬  ۙ َ‫ َوٱل ُم ْؤ ِمنُون‬ ‫ب‬
۟ ُ‫أُوت‬  َ‫ٱلَّ ِذين‬ ‫َاب‬
ْ َ َ‫ ْٱل ِك ٰت‬ ‫وا‬ َ ‫يَرْ ت‬
‫لِ ْلبَ َش ِر‬ ‫ ِذ ْك َر ٰى‬  ‫إِاَّل‬ ‫ ِه َى‬ ‫ َو َما‬  ۚ‫هُ َو‬  ‫إِاَّل‬ ‫ك‬ َ ِّ‫ َرب‬ ‫ ُجنُو َد‬ ‫يَ ْعلَ ُم‬ ‫ َو َما‬  ۚ‫يَ َشٓا ُء‬ ‫ َمن‬ ‫َويَ ْه ِدى‬
Artinya : “Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah
Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir,
supaya orang-orang yang diberi Al Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman
bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu
tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang
kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu
perumpamaan?" Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara
Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.”
( QS.AL-Mudatsir : 31 )
 Mengucapkan dengan lisan
“mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisan” maksudnya adalah menyatakan dengan lisan
bahwa dirinya beriman kepada allah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat yaitu
“Asyhaduallah Ilaha Illallah Wa Asyhaduanna Muhammad Rasulullah” yang artinya ( Tiada
Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah ).
Di riwayatkan Imam Muslim dari abu hurairah Radhiallaahu anhu,ia berkata bahwasanya

4
Rasulullah salallahu alaihi wasalam bersabda :”Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam
puluh cabang lebih yang paling utama adalah ucapan “LA ILAHA ILLALLAHU” dan yang
paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu
(juga) salah satu cabang dari iman.”(HR.Muslim)
 Mengamalkan dengan perbuatan
“Mengamalkan dengan perbuatan” maksudnya adalah sesuatu yang di yakininya dalam hati
dan yang di ikrarkannya dengan lisan di implementasikan dengan perbuatan sebagai bukti bahwa
dirinya benar-benar beriman kepada allah. Mengamalkannya dengan ibadah-ibadah yang di
perintahkan allah kepadanya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Allah subhanallahu ta’ala berfirman :

ً ‫َّر ْز‬
‫ق َك ِر ْي ٌٌِ•ِم‬ َ ِ‫أُوْ لَئ‬, ‫صاَل ةَ َو ِم َّما َرزَ ْقنَا هُ ْم يُ ْنفِقُوْ َ• َِِن‬
ِ ‫ك هُ ُم ْال ُم ْؤ ِمنُوْ نَ َحقا‌ ً لَهُ ْم د ََر َجاة ِع ْن ِد َربِّ ِه ْم َو َم ْعفِ َرةٌ و‬ َّ ‫اَلَّ ِد ْينَ يُقِ ْي ُموْ نَ ال‬

Artinya : “Orang-orang yang mendirikan sholat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang
kami berikan kepada mereka.Itulah orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan
memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat)
yang mulia.
Ulama’ terdahulu yang biasa di kenal saat ini dengan sebutan Ulama’ salaf menggolongkan
amal termasuk dalam kategori pengertian Iman.Oleh sabab itu Ulama’ salaf menganggap dan
meyakini bahwa iman dapat bertambah dan berkurang atas sesuatu yang di lakukannya.
c)   Bertambah dan berkurangnya iman
Dalam masalah bertambah dan berkurangnya iman dapat di ketahui dari segi amal perbuatan
meskipun hanya terkadang sedikit salah menilainya,kita dapat mengetahui bertambahnya iman
bila seseorang mengerjakan hal-hal yang baik atau menjauhi perbuatan yang buruk, dan
sebaiknya apabila seseorang melakukan perbuatan yang menentang syari’at atau perbuatan yang
dilarang oleh allah maka imannya telah meredup dan berkurang.
Ulama’ salaf membenarkan tentang adanya bertambah dan berkurangnya iman.dan mereka
menguatkannya dengan dalil-dalil yang telah di sebutkan di atas.
  Rukun-rukun iman
Ada 6 rukun iman yang harus tertanam dan yang kita imani dalam hati. Enam rukun tersebut
adalah yang paling utama dan menjadi inti dari cabang-cabang iman dan hukumnya wajib kita
imani, sebagaimana yang telah di sebutkan dalam Sabda rasulullah di atas. Adapun enam rukun
tersebut ialah :
Pertama : Iman kepada Allah subhanallahu ta’ala
Kedua : Imana kepada malaikat-malaiktNya
Ketiga : Iman kepada kitab-kitabNya
Kempat : Iman kepada rasul-rasulnya
Kelima : Iman kepada hari akhir (Kiamat)

5
Kenam :  Iman kepada Qada’ dan qadar
2. Islam
a) Pengertian islam
Defenisi dari secara etimologi berasal dari bahasa arab aslama-yuslimu-islaman yang
artinya pasrah, atau tunduk. Sedangkan secara terminologi
yaitu agama yang berisi ajaran tauhid menyerah diri serta tunduk kepada Tuhan Allah
maha Esa yang di bawa nabi Muhammad Salallahu alaihi wasalam untuk menunjukkan
jalan yang lurus kepada ummatnya.
KH Endang Saifuddin Anshari[4]. mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah rumusan
tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia merumuskan dan menyimpulkan pengertian Islam,
bahwa agama Islam adalah:
1.    Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap
umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
2.    Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan dan
penghidupan asasi manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam
lainnya.
3.    Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia dan akhirat.
4.    Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm dan akhlak.
5.    Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT sebagai
penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah Rasulullah Saw. Wallahu
a'lam.
Orang-orang yang telah islam atau orang yang telah memeluk agama islam di
sebut muslim. Orang-orang yang telah memeluk agama islam berarti dia telah memasrahkan
dirinya kepada allah dan melaksanakan perintah-Nya  dan menjauhi larangan-Nya[5]. Dan orang
tersebut telah terbebani hukum (mukallaf)
Nama “Islam” bagi agama ini diberikan oleh Allah Subhanallahu ta’ala sendiri. Dia juga
menyatakan hanya Islam agama yang diridhai-Nya dan siapa yang memeluk agama selain Islam
kehidupannya akan merugi di akhirat nanti. Islam juga dinyatakan telah sempurna sebagai
ajaran-Nya yang merupakan rahmat dan karunia-Nya bagi umat manusia, sehingga mereka tidak
memerlukan lagi ajaran-ajaran selain Islam.Ini membuktikan bahwa islam adalah agama yang
peling benar, dan hal ini telah di jelaskan dalam Al-qur’an surat Al-imran ayat 19.
Allah Subhanallahu ta’ala berfirman :
ْ ِ ‫إِنَّ الَّ ِديْنَ ِع ْندَهللا آإْل‬
‫سلَم‬
Artinya : “Sesungguhnya agama di sisi allah ialah islam”.(QS. 3 : 19)

6
Dan Allah berfirman dalam ayat lain :
ِ ‫سلَ ِم ِد ْينَا فَلَنْ ي ْقبَل ِم ْنهُ َو ُه َو فِي اأْل َ ِخ َرة ِمنَ ا ْل َخ‬
َ‫س ِريْن‬ ْ ‫َو َمنْ يَّ ْبت َِغ ِغ ْير ا ِإل‬
Artinya : “Dan siapa saja yang memeluk agama selain islam, tidak akan di terima (oleh Allah)
dan dia termasuk orang-orang yang merugi di akhirat nanti.” (QS. Al-imran : 85)
Di tambah lagi dalam surat lain Allah subhanallahu ta’ala berfirman :
‫سلَ ِم ِد ْينَا‬ ِ ‫اليَو َم أَ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْمتُ َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِى َو َر‬
ِ ‫ضيْتُ لَ ُك ْم‬
ْ ‫آإل‬
Artinya : “Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu (islam) dan Aku telah  limpahkan
nikmat-Ku kepada mu dan Aku ridha islam sebagai agamamu.” (QS. 5:3)
Bahkan menurut Al-Quran, semua agama yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul sebelum
Muhammad pun pada hakikatnya adalah agama Islam dan pemeluknya disebut Muslim (Q.S.
2:136), (Q.S. 10:72) dan banyak lagi ayat-ayat lainnya. Bahkan, Hawariyun, yakni sebutan bagi
pengikut Nabi Isa a.s., menyebut diri mereka Muslim (Q.S. 3:52).
b)  Rukun-rukun islam
1)     Mungucapkan Syahadat
Mengucapkan syhadat  ( ‫ ْو ُل هللا‬uu‫س‬ ْ َ‫هَ اِاَّل هللا َوا‬u َ‫ َه ُد اَنْ إَل اِل‬u ‫ش‬
ُ ‫د ال َّر‬uu‫ َه ُد اَنَّ محم‬u ‫ش‬ ْ َ‫ا‬ ) adalah sesuatu yang harus
dilakukan oleh orang islam maupun orang yang menghendaki masuk islam. Karna syahadat
adalah sebuah kesaksian diri bahwa tiada tuhan yang berhak di sembah kecuali Tuhan (Allah)
yang maha Esa, dan Nabi Muhammad Salallahu alaihi wasalam adalah utusan-Nya.

2)     Mendirikan Sholat
Mendirikan sholat adalah salah satu bentuk cara berhubungan vertikal secara langsug dari
seorang hamba kepada Allah subhanallahu Ta’ala.
3)     Menunaikan Zakat
Menunaikan zakat adalah salah satu perintah Allah kepada hambanya untuk membagi hartanya
kepada orang-orang yang tidak mampu. Sehingga rasa kepedulian antara sesama manusia
terwujud. Kesolidaritasan da saling tolong menolong akan semakin kuat ikatannya.
4)     Melaksanakan Puasa
Puasa adalah salah satu perintah tuhan yang sebagia besar manusia mampu melaksanakannya.
Rasa lapar dan haus, menahan hawa nafsu adalah bentuk kepedulian atau kesetaraan semua
manusia. Puasa mengajarkan kita bagaiman rasannya lapar dan haus, agar kita peduli kepada
manusia yang kelaparan dan tidak mampu.
5)     Menunaikan Haji
Haji adalah perintah Allah yang dimana keharusan pelaksananya adalah bagi orang-orang yang

7
mampu saja untuk menunaikannya. Haji adalah ajang tempat memper erat ukhuwah atau
persaudaraan antara ummat muslim se dunia.
3.    Ihsan
A.  Pengertian Ihsan
Defenisi ihsan secara etimologi berasal dari bahasa arab (isim masdar) ahsana-yuahsinu-
ihsanan berarti baik atau penuh perhatian. Sedangkan secara terminologi ihsan adalah
menyembah Allah seakan-akan kita melihat-Nya, atau setidaknya kita selalu merasa di awasi
oleh-Nya. Sedangkan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ihsan adalah baik. Di
dalam al-Qur‘an memuat konsep-konsep, prinsip-prinsip, aturanaturan, keterangan-keterangan,
kaidah-kaidah serta dasar-dasar ajaran yang sifatnya menyeluruh. Hal-hal tersebut juga memiliki
sifat ijmali maupun tafsili, serta eksplisit maupun implisit.
Akan tetapi ihsan tampaknya lebih baik dicukupkan untuk kehidupan antar individu saja.
Untuk hidup bermasyarakat, keadilan lebih diutamakan. Imam Ali bin Abi Thalib berkata “adil
adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan ihsan (kedermawanan) ialah
menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya”. Jika hal ini menjadi aturan kehidupan
bermasyarakat, masyarakat tidak akan seimbang. Itulah sebabnya Nabi Muhammad menolak
memberikan maaf kepada seorang pencuri setelah diajukan ke pengadilan walaupun pemilik
harta telah memaafkannya.
Dalam bukunya M. Quraish Shihab menyatakan bahwa makna kata ihsan lebih luas dari
sekedar pengertian “memberi nikmat atau nafkah”. Makna ihsan pun dikatakan lebih luas dari
sekadar dari kandungan makna “adil”, karena adil diartikan sebagai “memperlakukan orang lain
sama dengan perlakuannya kepada orang lain”. Sedangkan pengertian ihsan dikatakan sebagai
memberi lebih banyak daripada yang harus diberikan dan mengambil lebih sedikit dari yang
seharusnya diambil.
Menurut Ali Amran, ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi
target seluruh hamba Allah. Sebab, ihsan menjadikan sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-
Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan
kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah.
Danial Zainal Abidin berpendapat bahwa ihsan adalah amalan hati yang halus, tetapi pada
waktu yang sama tidak mengabaikan amalan yang lahir. Ihsan dapat dianggap sebagai ukuran
kualitas yang tertinggi di sisi Allah. Segala percakapan dan tindak tanduk yang dilakukan oleh
setiap individu akan dinilai berdasarkan tuntunan ini.7 Pada dasarnya ihsan lebih banyak
merujuk pada apa-apa yang dilakukan

8
ihsan sendiri merupakan usaha untuk selalu melakukan yang lebih baik, yang lebih afdhal,
dan bernilai lebih sehingga seseorang tidak hanya berorientasi untuk menggugurkan kewajiban
adalah beribadah, melainkan justru berusaha bagaimana amal ibadahnya diterima dengan sebaik-
baiknya oleh Allah. SWT. Karena dia akan merasa diawasi oleh Allah, maka akan terus timbul
dihatinya tuntutan untuk selalu meng upgrade amal perbuatannya dari yang kurang baik menjadi
yang  baik, dari yang sudah baik, terus berusaha untuk yang lebih baik demi diterimanya amal
perbuatan mereka.
Sebagai contoh, seseorang yang melakukan sholat, cukup dengn melakukan syarat dan
rukun sholat saja, tanpa  harus khusu’ maupun khudu’. Orang itu sudah tidak dituntut lagi kelak
karena dia sudah melakukan kewajibannya walaupun hanya sebatas menggugurkan kewajiban
belaka. Beda dengan orang yang muhsin (ihsan), maka dia akan melakukan sholat tersebut
dengan sesempurna mungkin, dia tidak hanya memperhatikan syarat dan rukun saja, melainkan
adab dalam sholat, kekhusyu’an, khudu’, dan hal-hal yang dapat menghalangi sampainya ibadah
tersebut sampai kepada hadroh sang kholiq.
Ihsan memiliki potensi untuk menjuhkan kita dari sifat buruk di hati atau bisa di sebut
penyakit hati seperti; sombong, riya’, hasud, dengki dan lain sebagainya. Ihsan juga salah satu
cara agar bagaimana Allah menerima ibadah-ibadah kita.
B. Ruang Lingkup Ihsan
Sebagai pokok ajaran islam yaitu berbuat kebaikan ketika melaksanakan ibadah Allah
ataupun dalam bermuamalah dengan sesama makhluk yang disertai keikhlasan seolah-seolah
disaksikan oleh Allah meskipun tidak melihat Allah. Dalam hal ini Allah selalu menegaskan bagi
orang yang berbuat kebajikan akan mendapatkan balasan kebaikan pula. Selain berbuat
kebajikan dengan Allah, kebajikan kepada sesama makhluk pun dianjurkan.
Adapun ruang lingkup ihsan tersebut diantaranya adalah: a. IbadaAdapun ruang lingkup ihsan
tersebut diantaranya adalah:
a. Ibadah
Ihsan dalam ibadah itu diwajibkan, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah, seperti
shalat, puasa, haji dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat,
rukun, sunnah dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang
hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut dipenuhi dengan cita rasa yang
sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa
memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal
seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan inilah

9
maka dapat menunaikan ibadah8 Thanthawi Jauhariy, Al- Jawahir Fi al- Qur’an al- Karim,
(Beirut: Dar Ihya al- Turath al- ‘Arabi, 1991), h. 186 18 ibadah tersebut dengan baik dan
sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Seperti sabda
Rasulullah yang berbunyi, “Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau
melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”

b. Muamalah
Muamalah Dalam muamalah, ihsan dijelaskan Allah SWT pada surah anNisa’ ayat 36 yang
berbunyi sebagai berikut, “sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya
dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahayamu.
c. Akhlak
Akhlak Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah.
Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila telah melakukan ibadah
seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yaitu menyembah Allah seakan-akan
melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa
melihat kita. Jika hal itu telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah
puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku,
sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam
perilaku dan karakternya.
Jika ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang yang diperoleh dari hasil maksimal
ibadahnya, maka akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya, yakni bermuamalah
dengan sesama manusia, lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya dan bahkan terhadap
dirinya sendiri. Berdasarkan itu, maka Rasulullah mengatakan dalam hadits, “aku diutus
hanyalah demi menyempurnakan akhlak yang mulia.
ciri-ciri sikap ihsan aadalah:
1. mentaati perintah dan larangan Allah dengan ikhlas
2. senantiasa amanah, jujur dan menepati janji
3. Merasakan nikmat dan haus akan ibadah
4. Mewujudkan keharmonisan masyarakat
5. Mendapat ganjaran pahala dari Allah.
. Sedangkan cara penghayatan ihsan dalam kehidupan diantaranya adalah:

10
1. menyembah dan beribadah kepada Allah
2. Mengerjakan ibadah fardhu dan sunnah
3. Hubungan baik dengan keluarga, tetangga dan masyarakat
4. Melakukan perkara-perkara yang baik
5. Mengamalkan sifat-sifat mahmudah
6. Bersyukur atas nikmat Allah
Berbeda dengan ihsan dalam hal ibadah dan muamalah, ihsan dalam hal akhlak ini
memiliki beberapa macam pembagian lagi, diantaranya adalah:
1) Ihsan kepada orang tua
Ihsan kepada orangtua yakni berbakti kepada keduanya dengan cara menaatinya,
menyampaikan kebaikan kepadanya, tidak menyakitinya, mendoakan kebaikan dan
memohonkan ampunan untuknya, melaksanakan janjinya, serta memuliakan teman-
temannya.
2) Ihsan kepada karib kerabat Ihsan kepada karib kerabat
Ihsan kepada karib kerabat yakni berbuat baik dan menyayangi mereka, berlemah
lembut dan bersimpati kepada mereka, melakukan sesuatu yang dapat menyenangkan
mereka dan meninggalkan perkataan atau perbuatan yang bisa menyakiti mereka.
Perbuatan ihsan yang dilakukan terhadap kerabat terdekat adalah hal-hal yang
dapat memperkokoh ikatan dan hubungan kekerabatan. Kelompok keluarga dan kerabat
merupakan unsur di dalam suatu masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, situasi dan
kondisi masyarakat dan bangsa sangat ditentukan oleh hubungan kekerabatan tersebut.
Berbuat ihsan kepada kerabat adalah dengan memberikan hak-hak mereka, menyayangi,
mengunjungi, melakukan halhal yang bisa menyenangkan mereka dan memberikan harta
warisan yang berhak diterima mereka dengan wajar.
3) Ihsan kepada anak yatim Ihsan
Ihsan kepada anak-anak yatim yakni dengan menjaga harta mereka, melindungi
hak-hak mereka, mengajari dan mendidik mereka, tidak menyakiti mereka, tidak
memaksa mereka, tersenyum di hadapan mereka dan mengusap kepala mereka.
4) Ihsan kepada orang-orang miskin
Ihsan kepada orang-orang miskin ialah dengan menghilangkan rasa lapar mereka,
menutupi aurat mereka, mengajak orang lain agar memberi makan mereka, tidak
merusak kehormatan mereka sehingga mereka tidak merasa dihinakan atau direndahkan,
serta tidak menimpakan keburukan atau penderitaan kepada mereka.

11
5) Ihsan kepada musafir
Ihsan kepada musafir adalah memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya,
melindungi kehormatannya, membimbingnya dan memberinya petunjuk jika ia tersesat.
6) Ihsan kepada pembantu
Ihsan kepada pembantu adalah memberikan upahnya sebelum kering keringatnya,
tidak membebaninya dengan sesuatu yang tidak dimampuinya, menjaga kehormatannya,
serta menghargai kepribadiannya. Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia
diberi makan seperti apa yang ia 23 berikan kepada keluarganya, dan memberinya
pakaian seperti apa yang ia berikan kepada keluarganya.
. 7) Ihsan kepada lingkungan
Dengan lingkungan manusia dapat hidup di dunia. Lingkungan adalah segala sesuatu
yang berada disekitar manusia baik dunia hewan,tumbuh-tumbuhan maupun bendabenda
tidak bernyawa. Semuanya diciptakan Allah untuk keperluan dan dimanfaatkan manusia.
Tindakan ihsan kepada lingkungan adalah dengan cara tidak berbuat sewenangwenang dan
kerusakan di bumi ( QS. Al-Qashash [28]: 77), melainkan memeliharanya dengan baik,
melestarikan dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bumi dan isinya tidak akan
memberikan kebaikan kepada manusia, jika manusia tidak berlaku baik (merusak) (QS. Ar-
Rum [30]: 41)

12
BAB II

Islam dan Sains

1.Islam

Pengetahuan dan teknologi terutama pada zaman modern ini, mengalami banyak
perubahan dan sangat cepat, sedang agama bergerak dengan lamban sekali, karena itu terjadi
ketidak harmonisan antara agama dan ilmu pengetahuan serta teknologi. Dalam ensiklopedi
Agama dan filsafat dijelaskan bahwa Islam adalah agama Allah yang diperintahkan-Nya untuk
mengajarkan tentang pokokpokok serta peraturan- Peraturannya kepada Nabi Muhammad saw.
dan menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia dengan
mengajak mereka untuk memeluknya. Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang
lainnya adalah penekanannya terhadap ilmu (sains). Al-Qur'an dan Al-Sunnah mengajak kaum
muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang
yang berpengatahuan pada derajat yang tinggi.

Apabila kita memperhatikan ayat al-Qur'an mengenai perintah menuntut ilmu kita akan
temukan bahwa perintah itu bersifat umum, tidak terkecuali pada ilmu-ilmu yang disebut ilmu
agama, yang ditekankan dalam al-Qur'an adalah apakah ilmu itu bermanfaat atau tidak. Adapun
kriteria ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang ditujukan untuk mendekatkan diri kepada sang
khalik sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya. Pertemuan kaum muslimin dengan dunia
modern, melahirkan berbagai aliran pemikiran, seperti aliran salaf dengan semboyan “Kembali
kepada al-Qur'an dan Sunnah”, dan aliran Tajdid dengan semboyan “maju ke depan bersama al-
Qur'an”. Pembaruan dalam Islam memang sangat dianjurkan selama pembaruan itu tidak
mengebiri ajaran-ajaran Islam yang otentik, akan tetapi justru memperkuat, mempertinggi dan
mengangkat martabat ummat Islam dihadapan bangsa-bangsa lain di dunia. Ilmu dalam

13
pandangan Islam mempunyai peranan yang sangat besar, dan memiliki kedudukan yang sangat
tinggi di sisi Allah. Bahkan Islam identik dengan ilmu.

Ilmu Adalah Islam, dan Islam adalah ilmu. Islam menjadikan ilmu pengetahuan sebagai
syarat dan tujuannya. Islam menyamakan pencarian ilmu pengetahuan dengan ibadah. Islam
memandang sains dan teknologi terkait dengan konsep tauhid, yaitu merupakan satu kesatuan
dengan cabang pengetahuan lainnya. Dalam islam, alam tidak dilihat sebagai entitas terpisah,
melainkan sebagai bagian integral dari pandangan holistic Islam tentang Tuhan, manusia dan
alam semesta. 16 Keterkaitan ini menyiratkan kesakralan mencari ilmu alam bagi umat Islam.
Karena alam sendiri dalam al Quran merupakan kumpulan ayat tanda-tanda keberadaan Tuhan.

2.Sains

A. Defenisi Sains

Sains menurut bahasa berasal dari bahasa Ingrias science, sedangkan kata science berasal
dari bahasa Latin scientia.1 Yang berasal dari kata scine yang artinya adalah mengetahui.2 Kata
sains dalam bahasa Ingris diterjemahkan sebagai al-‘ilm dalam bahasa Arab.3 Dari segi istilah
sains dan ilmu bermakna pengetahuan namun demikian menurut Sayyid Hussen Al-Nasr kata
science dalam bahasa Inggris tidak dapat diterjemahkan kedalam bahasa Arab sebagai AlIlm,
karena konsep ilmu pengetahuan yang dipahami oleh barat ada perbedaannya dengan ilmu
pengetahuan menurut perspektif Islam.

Ada beberapa pendapat tentang difenisi sains menurut Istilah, namun secara umum dapat
diartikan sebagai keutamaan dalam mencari kebenaran. Di dalam the New Colombia
Encyclopedia, sains diartikan sebagai satu kumpulan ilmu yang sistematis mengenai metapisik
yang bernyawa dan yang tidak bernyawa, termasuk sikap dan kaedah-kaedah yang digunakan
untuk mendapatkan ilmu tersebut. Oleh sebab itu sains adalah merupakan sejenis aktivitas dan
juga hasil dari aktivitas tersebut. Tidak jauh berbeda apa yang dikatakan oleh R.H.Bube,
menurutnya sains adalah pengetahuan yang berkaiatan dengan alam semula jadi yang diperoleh
melalui interaksi akal dengan alam.

Berdasarkan defenisi diatas dapat ditegaskan bahwa sains adalah suatu proses yang
terbentuk dari interaksi akal dan panca indera manusia dengan alam sekitarnya. Dengan arti kata,

14
objek utama kajian sains adalah alam empirik termasuk juga manusia. Sedangan objek sains
yang utama adalah mencari kebenaran.

B. Urgensi Sains

Sains dalam pengertian umum yaitu ilmu pengetahuan. Di dalam Al- Qur'an banyak sekali
ayat-ayat yang menyentuh tengtang Ilmu pengetahuan dan ilmuan, al-Qur’an sentiasa
mengarahkan manusia untuk menggunakan akal fikirannya memerangi kemukjizatan dan
memberi motivasi meningkatkan ilmu pengetahuan. Selain itu Al-Qur’an memberikan
penghargaan yang tinggi terhadap ilmuan. Al-Qur’an menyuruh manusia berusaha dan bekerja
serta selalu berdo’a agar ditambah ilmu pengetahuan. Sementara itu Rasulullah memberi
pengakuan bahwa ilmuan itu merupakan pewaris para nabi.Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan ulama adalah ilmuan yang mengenali dan mentaati Allah.

Sains dalam pengertian khusus mempunyai peran penting dalam kehidupan seorang
muslim, ia disejajarkan dengan ilmu-ilmu keislaman yang lain, dan bila diklasifikasikan maka
sains ini termasuk fardu kifayah, karena dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan
keimanan seseorang, hal ini dapat dilihat pada beberapa hal berikut:

a. Memperteguh Keyakinan Terhadap Allah

Terbentuknya alam semesta ini dengan berbagai fenomenanya merupakan kunci hidayah
Allah, demikian dikatakan oleh Sayyid Qutb dalam kitab fi Zilal al-Qur’an. Menurut Yusuf
Qardhawi, hal tersebut merupakan kitab Allah yang terbentang untuk manusia membaca
kekuasaan dan kebesaran Nya. Sekalipun Tuhan merupakan tema sentral dalam al-Qur’an,
namun tidak pernah memberikan gambaran figurative tentang penciptaan, namun hanya
menyebut tanda-tandanya saja. Keadaan seperti ini membawa implikasi bahwasanya untuk
memahami sifat Tuhan , seseorang perlu mengkaji dan menggenal semua aspek ciptaannya.

b. Menyingkap Rahasia Tasyri’

Sebagian hikmah dan maslahah disebalik disyariatkannya suatu hukum didalam Al-
Qur’an dapat diungkapkan melalui sains. Sains dapat membuktikan bahwa hukum yang telah
ditetapkan oleh Al-Qur'an adalah mengenai realitas kehidupan dan kondisi alam yang
sebenarnya. Sebagai contoh dapat dilihat tentang hukum khamar, Al-Qur’an mengharamkan
karena memberi efek negatif terhadap sistem dan organ tubuh manusia, dengan menggunakan

15
sains, akan dapat dilihat lebih jelas sejauh mana dampak negatif yang ditimbulkannya, sehingga
pantas diharamkan.

Namun demikian perlu digaris bawahi, bahawa agama tidak boleh hanya difahami melalui
teori sains semata, sebab sikap sains ini tidak sama dengan sikap ibadah , Tuhan tidak akan
dapat dikenali dan agama tidak dapat dihayati hanya dengan teori-teori sains belaka, namun jika
sains dijadi pendukung untuk memahami agama lebih dalam lagi, tentu akan dapat memberi
kesan yang lebih fositif lagi terhadap hukum-hukum agama serta lebih memberi keyakinan bagi
orang Islam untuk mengamalkannya .

c. Bukti Kemu’jizatan Al-Qur’an.

Untuk membuktikan kemu’jizatan Al-Qur’an, sains juga dianggap sebagai sesuatu yang
penting, sebab banyak perkara yang waktunya belum samapai telah disebutkan dalam Al-
Qur’an. Ketika Al-Qur’an turun, kondisi manusia untuk memahami penomena alam yang
disinyalis oleh Al-Qur’an belum lagi memadai, hal ini dapat dilihat tentang asal usul kejadian
manusia, seperti yang disinyalis dalam surah al-An’am(6) ayat 2 yang menyatakan manusia
berasal dari tanah. Dalam kajian sains, bahwa yang dimaksud dengan tanah pada ayat tersebut
adalah tanah yang terdiri beberapa unsur tertentu. Menurut analisa kimia terdapat 105 unsur
pada tanah yang semuanya ada pada diri manusia walaupun kadarnya berbeda- beda, selain itu
ada unsur-unsur kecil lainnya yang tidak dapat dideteksi. Oleh sebab itu penemuan sains amat
penting untuk menghayati maha bijaksananya Allah .

d. Menyempurnakan Tanggung Jawab Peribadatan

Dalam menjalani kehidupan manusuia butuh beberapa bantuan, pengetahuan tentang sains
merupakan salah satu yang dibutuhkan, begitu pula dalam hal hubungannya dengan Allah
sebagai tuhan semasta, pengetahuan tentang sains juga dibutuhkan. Shalat sebagai ibadah yang
wajib ditunaikan diperintahkan untuk menghadap kiblat, Untuk menentukan arah kiblat
diperlukan ilmu geografi dan astronomi, begitu juga terhadap penetuan waktu-waktu
menjalankan shalat serta penentuan awal dan akhir bulan Ramadan. Dengan demikian sains
diperlukan dalam ibadah puasa ramadhan .

Dalam masalah zakat pengetahuan tentang matemateka tidak dapat dikesampingkan begitu
saja, begitu juga dengan ibadah haji , diperlukan arah penunjuk jalan serta transportasi yang

16
dijadikan alat angkutan dari berbagai penjuru dunia menuju kota Makkah, yang semua itu
memerlukan sains. Dengan menggunakan sains para dokter dapat mendeteksi dan selanjutnya
menggobati berbagai macam penyakit dan kesehatan akan dapat terjaga dengan baik sehingga
manusia akan dapat beribadah kepada tuhannya secara sempurna. Dengan demikian dapatlah
difahami bahwa sains merupakan salah satu sarana penunjang untuk kesejahteraan kehidupan
manusia serta penunjang kesempurnaan ibadah seorang hamba terhadap tuhannya.

Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sains juga merupakan sesuatu
yang urgensi untuk memenuhi tuntutan agama. Didalam Al-Qur’an Allah menganjurkan orang-
orang Islam untuk 33 mempersiapkan diri dengan kekuatan seoptimal mungkin, sama ada
kekuatan mental maupun matrial untuk mempertahankan diri dari ancaman musuh, sebagaimana
yang dijelaskan dalam al-Qur’an ayat 60 surah Al- An’am. Kekuatan material seperti peralatan
perang adalam menuntut kepada kecanggihan dan ketrampilan umat Islam dalam bidang sains
dan teknologi.

C. Pendekatan Al-Qur’an Terhadap Sains.

Dalam kajian sains, Al-Qur’an telah memberikan dasar yang jelas, banyak ayat-ayat Al-
Qur’an yang menyentuh berbagai bidang dalam disiplin sains. Dalam buku Quranic Sicences,
Afzalu Rahman telah menyebutkan sebanyak 27 cabang ilmu sains yang disentuh oleh Al-
Qur’an. Diantaranya kosmologi, astronomi, astrologi, fisika, kimia serta betani dan lain
sebaginya. Hal ini menjadi bukti terhadap relevansi sains dalam agama. Selain itu Al-Qur’an
selalu menganjurkan manusia untuk mengasah dan menggunakan nalar.

Suatu hal yang perlu diingat bahwa Al-Qur’an bukanlah kitab sains, maka cara
pendekatannya tidak sama dengan cara sains moderen. Pendekatan sains memisahkan sesuatu
dari semua yang ada kemudian menganalisa secara terperinci, sedangkan al-Qur’an berbicara
tentang sains dalam bentuk holistic dan global serta ditempatkan pada berbagai surah di
antaranya ayat 44, 73, 242, surah al-Baqarah, begitu pula ayat 118 surah Ali Imran, ayat 61
surah al-Nur dan ayat 30 surah al-Mukminun. .Penekanan sains dalam al-Qur’an lebih dititik
beratkan pada penomena-penemena alam, objek utama pemaparan ayat-ayat seperti ini adalah
sebagai tanda keesaan dan kekuasaan Khalik, Bahkan, perbincangan tentang ayat-ayat ini
merupakan tema utama dalam al-Qur’an.

17
Ayat-ayat al-Qur’an yang ada kaitannya dengan sains, dapat diklassifikasikan kepada dua
ketegori. Yang pertama adalah ayat-ayat yang menjelaskan secara umum , sama ada yang
berhubungan dengan biologi, fisika,geografi atau astonomi dalam lain sebagainya. Sedangkan
yang kedua, adalah ayat-ayat yang menjelaskan secara khusus dan terperinci, seperti tentang
uraiannya mengenai masalah reproduksi manusia.(Q.S. 23:12-14). Ayat-ayat tersebut secara
umum menyentuh tentang penomena alam semesta jadi.

Seperti yang telah disebutkan bahwa pemaparan fenomena-fenomena tersebut dilakukan


oleh al-Qur’an bertujuan mengajak manusia mengenal Penciptannya menerusi esensi yang
wujud pada alam tersebut. Objek ini lah yang menjadi titik perbedaan kajian sains sekuler
dengan kajian sarjana muslim. Sekularisme memandang dunia secara fisik dan mengabaikan
metafisik secara mendalam, padahal antara dunia fisik mempunyai kaitan yang erat dengan
metafizik dan penciptanya.

Dalam upaya mengajari manusia memahami dan mengenal kekuasan dan keagungan
Tuhannya, al-Qur’an telah menekankan akan arti pentingnya manusia menggunakan akal fikiran
serta panca indra. Bahkan al-Qur’an mengibaratkan manusia yang tidak menggunakan fikiran
dan panca indranya laksana binatang ternak ,bahkan lebih jelek dari itu (Q.S:7:179). Oleh sebab
itu manusia selalu diingatkan untuk sentiasa membuat observasi, berfikir secara reflektif,
membuat penganalisaan yang kritis serta membuat pertimbangan yang matang. Secara umum
kajian sains menggunakan dua metode, yaitu observasi dan eksprimen dimana kedua-duanya
akan melibatkan fungsi akal dan panca indra.

Akal bukanlah hanya satu objek yang terletak di kepala sebagaimana otak. Akal merupakan
daya untuk merasa atau berfikir yang bisa memberikan kekuatan kepada manusia untuk
memperhati dan mengkaji, memilih dan membuat keputusan terhadap sesuatu perkara atau
langkah-langkah serta berbagai macam persoalan yang dihadapi untuk mencapai apa yang
diinginkan.

Al-Qur’an menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi, manusia dimotivasi untuk
menggunakannya. Berbagai potensi alam disediakan oleh Allah untuk digarap dengan
menggunakan akal fikiran. Terdapat sejumlah kata yang digunakan oleh Allah dalam Al-Qur’an
yang mengandung perintah menggunakan akal fikiran, seperti kata.

‫ اولو النهى‬-‫ اولواالبصار‬-‫ تذكر اولز االباب‬-‫– فقه‬. ‫ تدبر – تفكر‬-‫ نظر‬-‫ عقل‬.

18
Al-Qur’an menekankan tentang arti pentingnya membuat penelitian secara cermat terhadap
penomena alam untuk mendapatkan dan memperkembangakan suatu ide. Sedangkan manusia
diperintahkan untuk memikirkan apa saja yang ada dilangit dan di bumi. Ayat-ayat Al-Qur’an
yang secara konsep mendorong manusia menggunakan fikiran, terutama terhadap penomena-
penomena alam, secara tidak langsung telah memperkenalkan metode induksi, dimana manusia
diajak untuk memahami unsur-unsur alam dengan lebih dalam melalui kewujudan jagad raya
ini. Hal tersebut bertujuan untuk memperkokoh kewujudan dan kekuasan Allah. Dengan
demikian baik secara eksplisit maupun implisit Al- Qur’an telah banyak memberi penekanan
tentang kaedah-kaedah empirik untuk mengungkapkan rahasia-rahasia kosmos yang tersusun
sifatnya.

Berdasarkan kepada wacana sains dalam Al-Qur’an, dapat difahami bahwa Al-Qur’an
memiliki peran penting serta motivator penggerak aktivitas sarjana 37 muslim dalam bidang
ilmu pengetahuan, sejalan dengan faktor-faktor lain khususnya kepentingan ilmu sains dalam
kehidupan manusia. Kemudian jika dilihat pada ayat-ayat Al-Qur’an yang bertemakan sains,
akan nampak bahwa pengerakan sains menurut pendekatan Al-Qur’an bukan hanya untuk sains
itu sendiri atau hanya untuk kesenangan manusia saja, tapi ada lebih penting dari itu, yaitu
memahami ayat-ayat Allah untuk agar manusia lebih mengenal Khaliknya.

Al-Qur’an Al-Karim, yang terdiri atas 6.236 ayat itu, menguraikan berbagai persoalan hidup
dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian-uraian sekitar
persoalan tersebut sering disebut ayat-ayat kauniyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara
tegas menguraikan hal-hal di atas. Jumlah ini tidak termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya
secara tersirat.

Tetapi, kendatipun terdapat sekian banyak ayat tersebut, bukan berarti bahwa Al-Qur’an sama
dengan kitab Ilmu Pengetahuan, atau bertujuan untuk menguraikan hakikat-hakikat ilmiah.
Ketika Al-Qur’an memperkenalkan dirinya sebagai tibyanan likulli syay'i (QS 16:89), bukan
maksudnya menegaskan bahwa ia mengandung segala sesuatu, tetapi bahwa dalam Al-Qur’an
terdapat segala pokok petunjuk menyangkut kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.

Al-Ghazali dinilai sangat berlebihan ketika berpendapat bahwa "segala macam ilmu
pengetahuan baik yang telah, sedang dan akan ada, kesemuanya terdapat dalam Al-Qur’an".
Dasar pendapatnya ini antara lain adalah ayat yang berbunyi, Pengetahuan Tuhan kami

19
mencakup segala sesuatu (QS 7:89). Dan bila aku sakit Dialah Yang Menyembuhkan aku (QS
26:80). Tuhan tidak mungkin dapat mengobati kalau Dia tidak tahu penyakit dan obatnya. Dari
ayat ini disimpulkan bahwa pasti Al-Qur’an, yang merupakan Kalam/Firman Allah, juga 38
mengandung misalnya disiplin ilmu kedokteran.

Al-Syathibi, yang bertolak belakang dengan Al-Ghazali, juga melampaui batas kewajaran
ketika berpendapat bahwa "Para sahabat tentu lebih mengetahui tentang kandungan Al-Qur’an"
tetapi dalam kenyataan tidak seorang pun di antara mereka yang berpendapat seperti di atas.
"Kita," kata Al-Syathibi lebih jauh, "tidak boleh memahami Al-Qur’an kecuali sebagaimana
dipahami oleh para sahabat dan setingkat dengan pengetahuan mereka." Ulama ini seakan-akan
lupa bahwa perintah Al-Quran untuk memikirkan ayat-ayat nya tidak hanya tertuju kepada para
sahabat, tetapi juga kepada generasi-generasi sesudahnya yang tentunya harus berpikir sesuai
dengan perkembangan pemikiran pada masanya masing-masing.

D. Al-Quran Dan Alam Raya

Seperti dikemukakan di atas bahwa Al-Qur’an berbicara tentang alam dan fenomenanya.
Paling sedikit ada tiga hal yang dapat dikemukakan menyangkut hal tersebut :

1. Al-Qur’an memerintahkan atau menganjurkan kepada manusia untuk memperhatikan dan


mempelajari alam raya dalam rangka memperoleh manfaat dan kemudahan-kemudahan bagi
kehidupannya, serta untuk mengantarkannya kepada kesadaran akan Keesaan dan
Kemahakuasaan 39 Allah SWT. Dari perintah ini tersirat pengertian bahwa manusia
memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum-hukum yang mengatur
fenomena alam tersebut. Namun, pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan
puncak (ultimate goal).
2. Alam dan segala isinya beserta hukum-hukum yang mengaturnya, diciptakan, dimiliki, dan
di bawah kekuasaan Allah SWT serta diatur dengan sangat teliti.

Alam raya tidak dapat melepaskan diri dari ketetapan-ketetapan tersebut kecuali jika
dikehendaki oleh Tuhan. Dari sini tersirat bahwa:

a. Alam raya atau elemen-elemennya tidak boleh disembah, dipertuhankan atau dikultuskan.

20
b. Manusia dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang adanya ketetapan- ketetapan yang
bersifat umum dan mengikat bagi alam raya dan fenomenanya (hukum-hukum alam).

c. Redaksi ayat-ayat kauniyah bersifat ringkas, teliti lagi padat, sehingga pemahaman atau
penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut dapat menjadi sangat bervariasi, sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan pengetahuan masing-masing penafsir.

Dalam kaitan dengan butir ketiga di atas, perlu digaris bawahi beberapa prinsip dasar yang
dapat, atau bahkan seharusnya, diperhatikan dalam usaha memahami atau menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang mengambil corak ilmiah. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah :

a. Setiap Muslim, bahkan setiap orang, berkewajiban untuk mempelajari dan memahami Kitab
Suci yang dipercayainya, walaupun hal ini bukan berarti 40 bahwa setiap orang bebas untuk
menafsirkan atau menyebarluaskan pendapat-pendapatnya tanpa memenuhi seperangkat
syarat-syarat tertentu.
b. Al-Qur’an diturunkan bukan hanya khusus ditujukan untuk orang-orang Arab ummiyyin
yang hidup pada masa Rasul . dan tidak pula hanya untuk masyarakat abad ke-20, tetapi
untuk seluruh manusia hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Qur’an
serta dituntut menggunakan akalnya dalam rangka memahami petunjuk-petunjuk-Nya. Dan
kalau disadari bahwa akal manusia dan hasil penalarannya dapat berbeda-beda akibat latar
belakang pendidikan, kebudayaan, pengalaman, kondisi sosial, dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek), maka adalah wajar apabila pemahaman atau penafsiran
seseorang dengan yang lainnya, baik dalam satu generasi atau tidak, berbeda-beda pula.
c. Berpikir secara kontemporer sesuai dengan perkembangan zaman dan iptek dalam kaitannya
dengan pemahaman Al-Qur’an tidak berarti menafsirkan Al-Qur’an secara spekulatif atau
terlepas dari kaidah-kaidah penafsiran yang telah disepakati oleh para ahli yang memiliki
otoritas dalam bidang ini.
d. Salah satu sebab pokok kekeliruan dalam memahami dan menafsirkan Al- Qur’an adalah
keterbatasan pengetahuan seseorang menyangkut subjek bahasan ayat-ayat Al-Qur’an.
Seorang mufasir mungkin sekali terjerumus kedalam kesalahan apabila ia menafsirkan ayat-
ayat kauniyah tanpa memiliki pengetahuan yang memadai tentang astronomi, demikian pula
dengan pokok-pokok bahasan ayat yang lain.

21
Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip pokok di atas, ulama-ulama tafsir memperingatkan
perlunya para mufasir, khususnya dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
penafsiran ilmiah, untuk menyadari sepenuhnya sifat penemuan-penemuan ilmiah, serta
memperhatikan secara khusus bahasa dan konteks ayat-ayat

•Hubungan islam dengan sains Hubungan Islam dan Sains tidak lepas dari kemajuan dan
kemunduran sains dalam peradaban Islam. Umat Islam mulai mempelajari atau melakukan
penafsiran ilmiah sejak generasi pertama sampai abad ke-lima hijriyah hingga menjadikan
diri mereka sebagai pelopor Ilmu pengetahuan di seluruh penjuru dunia, umat Islam telah
menjadi pelopor dalam research tentang alam, sekaligus sebagai masyarakat pertama dalam
sejarah ilmu pengetahuan yang melakukan experimental science atau ilmu thabi’i
berdasarkan percobaan yang kemudian berkembang menjadi applied science atau
technology. Islam mendorong ummatnya untuk selalu berupaya mengembangkan sains
seperti tercantum dalam QS Al-'Alaq: 1-5 : Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia
apa yang tidak diketahuinya.” Iqra' terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari
menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu
tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca
apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan.
Iqra' berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-
tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek
perintah iqra' mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya

22
BAB 3
Hukum dan penegakan islam
Kompleksnya permasalahan yang dihadapi masyarakat dewasa ini, mendesak diadakan suatu
pengaturan hukum untuk menata dan mengendalikan aktivitas kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Untuk maksud tersebut, dibutuhkan pula ketajaman visi bagi penentu
dalam kebijakan politik (decision maker) dalam merancang dan membentuk politik yang sesuai
budaya hukum masyarakat.

Hukum sebagai sarana rekayasa sosial (a tool of social engineering) perlu diberdayakan
sedemikian rupa sehingga dapat terwujud supremasi ukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam
kaitan ini terdapat perbedaan dengan pandangan aliran hukum positif yang menganggap hukum
tidak lain hanya kumpulan peraturan, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin
terwujudnya kepastian hukum, karena aliran tersebut hanya melihat hukum dari segi apa yag
seharusnya (das sollen), dan bukan pada kenyataan (dassein).1 Aliran hukum positif di atas
banyak mempengaruhi pemikiran para penguasa (pemerintah), sehingga kadang mereka terlalu
optimis bahwa semakin banyak peraturan akan semakin menjamin terwujudnya kepastian
hukum. Namun dalam kenyataan, masih ditentukan adanya penyimpangan dalam bentuk
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kondisi tersebut untuk jangka panjang dapat
menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan lembaga-lembaga hukum.
Bahkan dewasa ini muncul kesan di masyarakat, hukum hanya sebagai simbol belaka. Kesan
(image) tersebut disebabkan karena supremasi hukum tidak dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Oleh sebab itu, penegakan hukum merupakan masalah yang sangat didambakan
masyarakat Indonesia dewasa ini.

23
Dambaan atas penegakan dalam makna supremasi hukum bukan sesuatu yang begitu gampang,
karena supremasi hukum tidak mungkin tercapai hanya dengan undang-undang belaka, tetapi
harus diperhatikan fenomena-fenomena hukum (Achmad Ali, 1999), yaitu: (a) substansi hukum
(b) struktur hukum (c) dampak dari undang-undang (cultural).2 Karena itu, maka supremasi
hukum bukan hanya pada pembuatan undang-undang (law in books), tetapi pada penerapan
hukum (law in action).
Dalam hukum Islam, telah menjadi prinsip keharusan adanya law in books and low in action,
yakni Al Gur'an dan hadis dijadikan sebagai dasar hukum fundamental, sedang penjabarannya
dalam bentuk action telah diatur dalam fiqih, yaitu ketentuan yang mengatur perilaku dan
kenyataan hidup dalam masyarakat melalui metode ijtihad.
Prinsip Hukum Islam tersebut sesungguhnya secara tidak langsung telah dipahami oleh
banyak ahli hukum, seperti apa yang dikemukakan Soerjono, bahwa faktor hukum, penegak
hukum, sarana hukum, masyarakat dan kebudayaan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum sebagaimana diuraikan dibawah ini :3
a. Faktor Hukum itu sendiri
Hukum yang dimaksudkan adalah undang-undang dalam arti material. Agar supaya undang-
undang mempunyai dampak yang positif, maka setidaknya harus memenuhi asas-asas yaitu : (a)
undang-undang hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang,
dan terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku; (b) undang-undang yang dibuat
peguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula; (c) undang-undang
yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum jika pembuatnya
sama; (d) undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-undang yang berlaku
terdahulu; (e) undang-undang tidak dapat diganggu gugat; (f) undang-undang merupakan suatu
sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun pribadi
seseorang. Tidak terpenuhi 6 asas di atas, juga karena; (a) belum adanya peraturan pelaksanaan
yang dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang; (b) ketidakjelasan arti kata-kata
kesimpangsiuran dalam penafsiran serta penerapannya.

b. Faktor Penegak Hukum


Penegak hukum yang dimaksudkan adalah penegak hukum yang mencakup mereka yang secara

24
langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yaitu (law enforcement and peace
maintenance) yang meliputi hakim, jaksa, polisi, pengacara dan masyarakat, demikian pula
mereka yang secara tidak langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum, seperti
pemerintah dalam arti umum, pelaku ekonomi, elit-elit politik.
Penegak hukum yang berkecimpung langsung dalam penegakan hukum, mempunyai jenjang
peran tertentu, yaitu; (a) peranan yang ideal (ideal role), (b) peranan yang seharusnya (expected
role); (c) peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role); (d) peranan yang sebenarnya
dilakukan (actual role).
Kelemahan segi penegak hukum bisa disebabkan karena para penegak hukum tidak memahami
peranannya, khususnya peranan yang seharusnya dan peranan yang sebenarnya dilakukan.

c. Faktor Sarana atau Fasilitas


Yang dimaksud sarana atau fasilitas dalam hal ini mencakup; (a) Sumber daya manusia
(manpower), (b) organisasi yang baik, (c) peralatan yang memadai, dan (d) keuangan yang
cukup. Keempat faktor tersebut harus terpenuhi dalam penegakan hukum demi terwujudnya
tujuan hukum.
d. Faktor Masyarakat
Karena penegakan hukum berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat dalam arti umum,
maka masyarakat adalah salah satu fenomena yang sangat mempengaruhi penegakan hukum.
Dari sudut sosial dan budaya, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk (plural
society) dengan sekian banyak golongan etnik dan budaya. Disamping itu, bagian terbesar
penduduk tinggal di wilayah pedesaan yang berbeda gaya hidup pada wilayah perkotaan. Karena
itu, para penegak hukum harus memperhatikan stratifikasi sosial, tatanan status dan peranan yang
ada di lingkungan tersebut. Setiap stratifikasi sosial pasti ada dasar-dasarnya, seperti kekuasaan,
kekayaan materi, kehormatan dan pendidikan. Dari pengetahuan dan pemahaman terhadap
stratifikasi sosial tersebut, akan dapat diketahui lambang-lambang kedudukan yang berlaku
dengan segala macam gaya, disamping akan dapat diketahui pula faktor-faktor yang
mempengaruhi kekuasaan dan wewenang beserta penerapannya di dalam kenyataan. Karena itu
para pembuat dan penegak hukum harus memahami masyarakat dimana hukum akan diterapkan.
A. Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum di Indonesia
Berdasarkan pada rumusan, kenyataan, dan pandangan yang dikemukakan pada bagian

25
pendahulluan diatas, maka pada dasarnya supremasi hukum di Indonesia belum dapat terwujud,
yang disebabkan oleh beberapa kendala, yaitu:
1. Kualitas Hidup Masyarakat
Indonesia sebagai negara berkembang yang kehidupan masyarakatnya masih berada pada tingkat
menengah kebawah, mengakibatkan masyarakat selalu "berdesakan" untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya yang kian meningkat. Dalam kondisi yang demikian dapat mengakibatkan terjadinya
pelanggaran dan kejahatan. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi kendala besar
dalam berprilaku sesuai hukum. Sebab iklim yang kurang kondusif dapat berakibat lemahnya
penerapan terhadap hukum. Dalam sejarah, sebagai perbandingan, telah dipraktekkan oleh
Khlaifah Umar bn Khattab r.a. bahwa: pada masa pemerintahannya terjadi masa paceklik (masa
krisis) yang melanda bangsa Arab. Dalam kondisi krisis tersebut, banyak orang melakukan
pelanggaran hukum, seperti dimasa tersebut. Ini berarti bahwa masyarakat dapat saja melakukan
pelanggaran disebabkan iklim yang kurang kondusif.

Sejalan dengan tujuan hukum Islam diatas, dalam teori ilmu hukum dikenal pula keadaan
darurat (noodtoestand) yaitu suatu keadaan yang menyebabkan suatu perbuatan yang pada
hakekatnya merupakan pelanggaran kaedah hukum, tetapi tidak dikenakan sanksi karena
dibenarkan atau mempunyai dasar pembenaran (rechvaardigingsgrond). Sudikno Mertokusumo
menyatakan bahwa: "Keadaan darurat merupakan konflik kepentingan hukum atau konflik antara
kepentingan hukum dan kewajiban hukum dimana kepentingan yang kecil harus dikorbankan
terhadap kepentingan yang lebih besar. Keadaan darurat ini dapat menjadi dasar untuk
menghapus hukuman. Dengan adanya keadaan darurat perbuatan yang dilakukan itu harus
sungguh-sungguh dalam keadaan terpaksa untuk membela diri......"
2. Rumusan Hukum
Salah satu faktor yang mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia adalah rumusan hukum
itu sendiri, lemahnya suatu rumusan hukum menjadi salah satu kendala untuk mencapai
supremasi hukum. Kualitas suatu peraturan tidak hanya dilihat dari segi substansinya, tetapi juga
harus dilihat dari segi struktur dan budayanya. Hukum tidak hanya dibuat tanpa
mempertimbangkan untuk apa peraturan itu dibuat? Untuk siapa peraturan itu? Dimana peraturan
itu diterapkan?
Indonesia sebagai negara bekas jajahan Hindia Belanda, berakibat sebagian besar rumusan

26
peraturannya masih merupakan pengaruh hukum produk Hindia Belanda. Sebagai akibat tersebut
peraturan yang dibuat oleh pembuat hukum di Indonesia (pemerintah) masih dipengaruhi politik
hukum Hindia Belanda yang melihat tujuan aturan hukum yang yang bersifat intrumental
Rumusan hukum yang bersifat simbolis tidak mungkin mempunyai dampak positif untuk
mencapai supremasi hukum, sebab hukum mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkah
laku masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan Joseph (dalam Ahmad Ali). Pengaruh aturan
hukum terhadap sikap warga masyarakat tergantung pula untuk tujuan apa aturan hukum
bersangkutan dibuat, yang pada dasarnya dapat dibedakan pada dua tujuan yaitu:
a. Tujuan aturan hukum yang bersifat simbolis, yaitu tidak tergantung pada penerapannya agar
aturan hukum tadi mempunyai efek tertentu. Misalnya larangan untuk meminum minuman keras,
efek simbolis aturan hukum itu ada kalau warga masyarakat sudah yakin bahwa meminum
minuman keras, tidak jadi soal, yang penting ia sudah mengetahui bahwa perbuatannya salah.
b. Tujuan aturan hukum yang bersifat instrumental, suatu aturan hukum yang bersifat
instrumental apabila tujuan terarah pada suatu sikap perilaku konkrit, sehingga efek hukum tadi
akan kecil sekali apabila tidak diterapkan dalam kenyataannya. Jadi suatu aturan hukum
mengenai larangan meminum minuman keras barulah mempunyai efek instrumental jika warga
masyarakat berhenti minum minuman keras, tanpa memperdulikan apakah ia berhenti karena
salah ataukah ia berhenti karena merasa takut dikenakan sanksi hukum.
Memperhatikan 2 sifat tujuan aturan hukum diatas, maka rumusan hukum harus memuat
nilai-nilai politik hukum dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat bangsa Indonesia yang
mempunyai kemajemukan budaya, agama dan etnik. Rumusan hukum harus mampu
mengendalikan unsur-unsur yang mempunyai pengaruh dalam kehidupan masyarakat. Salah satu
contoh rumusan hukum yang lemah dan tidak bersifat instrumental adalah UU Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, pada Pasal 2 ayat (1) ditetapkan bahwa perkawinan adalah sah apabila
dilaksanakan berdasarkan agamanya dan kepercayaannya. Dari rumusan pasal tersebut dipahami
bahwa perkawinan antara pihak yang berbeda agama tidak dibenarkan. Namun dalam kenyataan
masih terjadi perkawinan antar agama, kenyataan tersebut disebabkan rumusan hukumannya
tidak jelas Apa yang dimaksudkan "Berdasarkan agamanya dan kepercayaannya". Rumusan
kalimat tersebut dapat penafsiran yang berbeda-beda para penegak hukum.
3. Kualitas Sumber Daya Manusia (Masyarakat)
Peningkatan mutu bukan hanya diharapkan bagi penegak hukum yang terlibat langsung dan

27
yang tidak langsung, tetapi juga sangat diharapkan bagi masyarakat secara keseluruhan.
Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat merupakan salah satu kendala penegakan hukum
untuk mencapai supremasi hukum. Karena itu, peningkatan pengetahuan masyarakat dalam
berbagai bentuk dan cara perlu ditingkatkan, sebab kalau tidak demikian, masyarakat sulit untuk
menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia yang semakin kompleks.
Berkenaan dengan penegakan hukum di Indonesia, peranan masyarakat sangat diharapkan
keterlibatannya. Keterlibatan masyarakat tersebut memerlukan pengetahuan yang cukup
memadai dalam melaksanakan aktivitas mereka sesuai bidang masing-masing. Dalam ajaran
Islam dengan berdasarkan pada Al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW. Menegaskan pentingnya
pengetahuan (keahlian) seseorang dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya,
sebagaimana firman-Nya surah Al-Isra'(117) ayat 36 artinya :
"Dan janganlah kamu mengikuti (menyelesaikan) apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati, semua itu dimintai pertanggung
jawab".

Menelaah makna yang terkandung pada ayat diatas, menunjukkan pentingnya sumberdaya yang
handal terhadap suatu persoalan yang dihadapi, sehingga Rasulullah SAW menegaskan kembali
dalam sabdanya yang artinya "Apabila suatu persoalan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka
tunggulah kehancurannya".
Mencermati makna yang terkandung pada hadits di atas, mengingatkan bangsa Indonesia atas
kekurangan-kekurangan yang dimiliki, sehingga mereka merasa berkewajiban meningkatkan
kualitas diri demi terciptanya supremasi hukum di Indonesia. Namun peningkatan kualitas
sumber daya tersebut tidak mungkin tercapai jika tidak ada kepedulian dari pemerintah.
B. Alternatif Pendekatan
Berkenaan dengan tiga faktor sebagai kendala utama yang dihadapi bangsa Indonesia dalam
menegakkan hukum, untuk mencapai supremasi hukum, telah menjadi penyebab terpuruknya
Indonesia, baik di bidang ekonomi maupun di bidang politik dan sosial. Untuk mengantisipasi
keterpurukan tersebut, maka alternatif yang dapat dipertimbangkan adalah "pendekatan agama
dan moral". Satu-satunya jalan untuk mengantisipasi tiga kendala yang dikemukakan di atas
adalah kembali pada dasar agama dan moral.
Agama dan moral (aqidah dan akhlaq) tidak dapat terpisah dalam pengamalan hukum, karena

28
agama tanpa moral tidak dapat dilaksanakan dengan baik, sebaliknya moral tanpa agama tidak
akan dapat terkendali. Dengan kata lain, perlunya keseimbangan antara zikir, fikir dan amaliyah.
Sebab dengan agama akan terbentuk kualitas moral (moral intelligent) seseorang seperti sabar,
jujur, adil, berani, bertanggung jawab, ikhlas. Selanjutnya melalui moral tersebut mendorong
seseorang untuk melaksanakan perintah Allah SWT, secara baik dan benar sebagai pengabdian
kepada-Nya, karena dengan demikianlah seseorang dapat mengendalikan diri dari segala
pengaruh kehidupan materialistik, yang mendorong untuk melakukan pelanggaran hukum.
Karena itu, melalui pendekatan agama dan moral seseorang dapat memotivasi dirinya untuk
menjauhi segala perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti korupsi, kolusi,
nepotisme, membunuh, memberontak, minum-minuman keras dan merusak lingkungan.

BAB IV

KEWAJIBAN MENEGAKAN AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNGKAR

Amar makruf nahi mungkar (bahasa Arab: ‫األمر بالمعروف والنهي عن المنكر‬, al-amr bi-l-maʿrūf
wa-n-nahy ʿani-l-munkar) adalah sebuah frasa dalam bahasa Arab yang berisi perintah
menegakkan yang benar dan melarang yang salah. Dalam ilmu fikih klasik, perintah ini dianggap
wajib bagi kaum Muslim. "Amar makruf nahi mungkar" telah dilembagakan di beberapa negara,
contohnya adalah di Arab Saudi yang memiliki Komite Amar Makruf Nahi Mungkar (Haiʾat al-
amr bi-l-maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-munkar). Di kekhalifahan-kekhalifahan sebelumnya, orang
yang ditugaskan menjalankan perintah ini disebut muhtasib. Sementara itu, di Barat, orang-orang
yang mencoba melakukan amar makruf nahi mungkar disebut polisi syariah.

29
Dalil amar ma'ruf nahi munkar adalah pada surah Luqman, yang berbunyi sebagai berikut:

“ Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan
laranglah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang ”
diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman 17)

Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan sesuai kemampuan, yaitu dengan tangan (kekuasaan) jika
dia adalah penguasa/punya jabatan, dengan lisan atau minimal membencinya dalam hati atas
kemungkaran yang ada, dikatakan bahwa ini adalah selemah-lemahnya iman seorang mukmin.

Riwayat hadis tersebut, yaitu dari Imam Thabrani, Orang- orang Yahudi bergolong-golong
terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, orang Nasrani bergolong- golong menjadi 71 atau 72
golongan, dan umatku (kaum Muslimin) akan bergolong-golong menjadi 73 golongan. Yang
selamat dari padanya satu golongan dan yang lain celaka.

Ditanyakan, Siapakah yang selamat itu? Rasulullah SAW menjawab, Ahlusunnah wal jamaah.
Dan kemudian ditanyakan lagi, Apakah Ahlusunnah wal jamaah itu? Beliau menjawab, Apa
yang aku berada di atasnya, hari ini, dan beserta para sahabatku (diajarkan oleh Rasulullah SAW
dan diamalkan beserta para sahabat).

Ustaz Sofyan Chalid Ruray dalam kajian di Masjid Nurul Iman Blok M, Jakarta Selatan,
menjelaskan tentang apa ciri dari orang penganut Aswaja tersebut. Salah satunya adalah
melaksanakan amar makruf nahi mungkar.

"Amar makruf nahi mungkar adalah membantah dan menjelaskan kesalahan yang menyelisihi
kebenaran, ujar Ustaz Sofyan saat mengisi materi kajian dengan tema 6 Prinsip Utama
Ahlusunnah wal Jamaah (dari kitab Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar), belum lama ini.

Ustaz Sofyan menegaskan, upaya mengingatkan kebenaran juga termasuk dari prinsip ajaran
Islam.Ia mengatakan, melaksanakan amar makruf nahi mungkar akan menjadikan seseorang
menjadi umat yang mulia.

30
Mereka juga akan termasuk orang dalam golongan yang beruntung. Sebagaimana dalam surah
Ali Imron ayat 104, Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-
orang yang beruntung.

Keberadaan manusia di muka bumi mempunyai tanggung jawab yang sangat besar. Terlebih, dia
menjelaskan, sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah al- Baqarah ayat 30 bahwa ma nusia
di dunia sebagai khalifah di bumi.

"Kita umat Islam punya misi, yaitu memerintahkan amar makruf nahi mungkar dan melarang
kemungkaran dan beriman kepada Allah, kata Ustaz Sof yan.

Sebaliknya, menurut Ustaz Sofyan, umat Islam yang membiarkan terjadinya kemungkaran, dia
pun akan mendapatkan imbalannya berupa keburukan. Ia mengatakan, hal tersebut sudah d
ijelaskan dalam Alquran surah al-Maidah ayat 79, Mereka satu sama lain selalu tidak melarang
tindakan mungkar yang mereka perbuat.

Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Mengajak seseorang untuk
melakukan kebaikan dan mencegah melakukan kemungkaran, menurutnya, merupakan investasi
jangka panjang. Amar makruf nahi mungkar yang dilaksanakan oleh seseorang selamanya akan
mendapatkan posisi yang mulia.

Seperti Rasulullah SAW dan para sahabat. Mereka mendapatkan kedudukan yang mulia hingga
sekarang.Para sahabat selalu menyampaikan setiap perintah Rasulullah kepada umat Islam
lainnya. Sehingga, pahala akan terus mengalir kepada mereka.

Ustaz Sofyan juga mengajak umat Islam agar tidak mengajarkan kesesatan kepada orang lain.
Pasalnya, mereka akan ikut menanggung dosa pada setiap kesesatan yang dikerjakan oleh
seseorang.Untuk itu, ia menegaskan, mereka juga termasuk orang- orang yang tidak berada pada
posisi umat yang mulia.

Ia mengingatkan, di era media sosial (medsos) merupakan ujian tersendiri bagi seorang Muslim.
Seseorang dengan mudah melakukan dosa konten-konten negatif yang disebarkan melalui

31
medsos. Karena itu, umat Islam harus bijak menggunakan medsos. Di era medsos ini
mempermudah berita tersebar menjadi viral.

"Ini lebih berbahaya. Di upload dan disebarkan semua menjadi berdosa," tuturnya.

Dalam posisi ini, melaksanakan amar makruf nahi mungkar jelas sangat dibutuhkan. Tujuannya,
agar dosa seseorang tidak bertambah akibat dampak buruk dari ketidakmampuan menggu- nakan
medsos. Menurut Ustaz Sof yan, perintah amar makruf nahi mungkar bentuk kasih sayang Allah
kepada manusia.

Tujuan lainnya adalah untuk menyelematkan umat agar tak terjerumus kepada kesesatan.
Termasuk, untuk menjaga keaslian agama Islam. Karenanya mengingatkan setiap kesalahan
wajib dilakukan bagi setiap Muslim. Kendati demikian, mengingatkan seseorang juga harus
menggunakan cara supaya mereka tidak merasa direndahkan.

BAB 5
FITNAH AKHIR ZAMAN

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda


yang artinya: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan. Ketika itu
pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur didustakan. Pengkhianat dipercaya sedangkan
orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.
Ada yang bertanya, ‘Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?’. Rasulullah menjawab, “Orang fasik
dan bodoh yang turut campur dan berbicara dalam urusan orang banyak”.(HR.Abu Hurairah RA)

 URGENSI

Akhir zaman adalah waktu terakhir adanya dunia ini, sebelum terjadinya kiamat. Yang mana
tanda tanda kiamat kecil (sugro) sudah banyak terjadi, jika tanda kiamat kecil sudah terjadi
semuanya maka muncullah tanda kiamat besar (kubro), setelah tanda kiamat besar terpenuhi
maka terjadilah hari kiamat.
Walaupun waktu terjadinya kiamat tidak ada yang tahu, tapi tanda tanda kiamat yang di sebutkan

32
dalam hadits sudah banyak kita jumpai, dan inilah tanda tanda akhir zaman. Dan kita sekarang
pada masa ini, sudah masuk ke dalam akhir zaman, seperti yang di jumpai dalam banyak hadits
yang menerangkan tentang akhir zaman, di antaranya adalah hadits yang di riwayatkan oleh
Imam Muslim dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
‫ت أَنَا َوالسَّا َعةُ َكهَاتَي ِْن‬
ُ ‫بُ ِع ْث‬.
Artinya: “Jarak diutusnya aku dan hari Kiamat seperti dua (jari) ini.’” Anas Radhiyallahu anhu
berkata, “Dan beliau menggabungkan jari telunjuknya dengan jari tengah.” [HR Muslim].

Kata fitnah berarti musibah, cobaan, dan ujian. Kata ini disebutkan secara berulang di
dalam al-Qur’an pada hampir 70 ayat (lihat al-Mu’jam al-Mufahras), dan seluruh maknanya
berkisar pada ketiga makna di atas. Kata fitnah bisa juga bermakna sesuatu yang mengantarkan
kepada adzab Allah, seperti firman-Nya: “Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam
fitnah…” (QS. at-Taubah: 49)
Di sisi lain, kata fitnah bermakna ujian, sebab keduanya bisa digunakan dalam konteks
kesulitan maupun kesenangan yang diterima seseorang. Hanya saja, makna “kesulitan” lebih
sering digunakan. Allah berfirman (yang artinya): “Dan Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)…” (QS. al-Anbiyaa’: 35)
(Mufradat Alfazh al-Qur’an al-Karim karya ar-Raghib al-Ashfahani)
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasanya pengertian fitnah adalah hal-hal
dan kesulitan-kesulitan yang Allah timpakan kepada hamba-hamba-Nya sebagai ujian dan
cobaan yang mengandung hikmah. Biasanya fitnah terjadi secara umum, namun ada juga fitnah
yang terjadi secara khusus. Pada akhirnya, berkat karunia Allah, fitnah itu diangkat sehingga
meninggalkan dampak yang baik bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dan yang beriman,
sebaliknya meninggalkan dampak yang buruk bagi mereka yang berbuat kejahatan dan tidak
beriman. Wallaahu a’lam. (Fitnah Akhir Zaman/al-Fitnah wa Mauqif al-Muslim minhaa”,

A.Hadits Fitnah Akhir Zaman


1. Dari Tsauban Ra. berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda;
“Hampir tiba suatu zaman di mana bangsa-bangsa dari seluruh dunia akan datang mengerumuni

33
kamu bagaikan orang-orang yang kelaparan mengerumuni tempat hidangan mereka”.
Maka salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kami sedikit pada hari itu?”
Nabi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,
“Bahkan kamu pada hari itu banyak sekali, tetapi kamu umpama buih di waktu banjir, dan Allah
akan mencabut rasa gentar terhadap kamu dari hati musuh-musuh kamu, dan Allah akan
melemparkan ke dalam hati kamu penyakit ‘wahn‘.
Seorang sahabat bertanya: “Apakah ‘wahn’ itu, ya Rasulullah?”. Rasulullah menjawab: “Cinta
dunia dan takut mati”.[HR. Abu Daud
2. Dari Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy, beliau berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke dalam rumahnya dengan keadaan cemas
sambil bersabda,
“La ilaha illallah, celaka (binasa) bangsa Arab dari kejahatan (malapetaka) yang sudah hampir
menimpa mereka, Pada hari ini telah terbuka bagian dinding Ya’juj dan Ma’juj seperti ini”, dan
Baginda menemukan ujung ibu jari dengan ujung jari yang sebelahnya (jari telunjuk) yang
dengan itu mengisyaratkan seperti bulatan.
Saya lalu bertanya, “Ya Rasulullah! Apakah kami akan binasa, sedangkan dikalangan kami
masih ada orang-orang yang shaleh?” Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Ya, kalau kejahatan sudah terlalu banyak dilakukan.” [HR. Bukhari dan Muslim]
3. Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash Ra. ia berkata, Aku mendengar Rasullullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mencabut (menghilangkan) ilmu dengan
sekaligus dari (dada) manusia. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan ilmu agama
dengan mematikan para ulama.
Apabila sudah ditiadakan para ulama, orang banyak akan memilih orang-orang jahil sebagai
pemimpinnya.
Apabila pemimpin yang jahil itu ditanya, mereka akan berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan
menyesatkan orang lain.” [HR. Muslim]
4. Dari Ali bin Abi Thalib Ra, Bahwasanya kami sedang duduk bersama Rasulullah
Shallallahu‘Alaihi wa Sallam di dalam masjid. Tiba-tiba datang Mus’ab bin Umair Ra .. dan
tidak ada di badannya kecuali hanya selembar selendang yang bertambal dengan kulit.
Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat kepadanya. Baginda menangis dan

34
meneteskan air mata karena mengenangkan kemewahan Mus’ab ketika berada di Mekkah dahulu
(karena sangat dimanjakan oleh ibunya), dan karena memandang nasib Mus’ab sekarang (ketika
berada di Madinah sebagai seorang Muhajirin yang meninggalkan segala harta benda dan
kekayaan di Mekkah).
Kemudian Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bagaimanakah keadaan
kamu pada suatu hari nanti, pergi di waktu pagi dengan satu pakaian, dan pergi di waktu sore
dengan pakaian yang lain pula. Dan bila diberikan satu hidangan, diletakkan pula satu hidangan
yang lain. Dan kamu menutupi (menghias) rumah kamu sebagaimana kamu memasang kelambu
Ka’bah?.
Maka jawab sahabat, “Wahai Rasulullah, tentunya keadaan kami di waktu itu lebih baik dari
pada keadaan kami di hari ini. Kami akan memberikan perhatian sepenuhnya kepada masalah
ibadah saja dan tidak bersusah payah lagi untuk mencari rezeki”.
Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak! Keadaan kamu hari ini adalah lebih
baik daripada keadaan kamu pada hari itu”. [HR. Tirmizi]
B.. Fitnah-Fitnah Akhir Zaman

Diantara fitnah akhir zaman yang dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah:

1). Fitnah dalam agama, yaitu dengan mudahnya manusia berpindah dari agama Islam.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menjelaskan: “Cepat-cepatlah kalian beramal shalih
sebelum datang fitnah, seperti malam yang gelap. Seorang pada pagi harinya dalam keadaan
mukmin, kemudian pada sore harinya menjadi kafir. Pada sore harinya dalam keadaan mukmin,
pada pagi harinya menjadi kafir; dia menjual agamanya dengan benda-benda dunia.” (HR.
Muslim)

2). Fitnah kebodohan, kerakusan, dan kekacauan dengan dicabutnya ilmu agama dari hati
manusia.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Zaman semakin dekat, ilmu dicabut,
muncul fitnah-fitnah, tersebar kebakhilan-kebakhilan, banyak terjadi al-haraj. Para
sahabat bertanya, ‘Apakah al-haraj itu, ya Rasulullah?” beliau menjawab, ‘Pembunuhan.’”
(Muttafaqun ‘alaih)

35
Ilmu akan dicabut dari hati manusia dengan cara diwafatkannya para ulama’ ahli ilmu
agama. Maka setelah itu akan terjadilah kebodohan dimana-mana dan akan ada muncul da’i-da’i
yang menyeru ke dalam neraka jahanam.

3). Diangkatnya amanah dari manusia.


Hal ini merupakan tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat. Sebagaimana yang telah
di kabarkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam yang ketika itu datang seorang Badui
kepada beliau dan berkata, “Kapankah hari kiamat akan terjadi?” Beliau menjawab dengan
sabdanya: “Apabila telah disia-siakannya amanah, maka tunggulah hari kiamat! Orang tersebut
kembali bertanya, ‘Bagaimana disia-siakannya, wahai Rasulullah?’ beliau menjawab, ‘Apabila
suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tungguhlah hari kiamat.’”
(HR.
Bukhari)

Pada kenyataan yang bisa kita amati adalah dengan dicabutnya sifat amanah dari pundak-
pundak para pemimpin. Kepemimpinan merupakan amanah yang sangat besar. Sebagaimana
sabda shallahu ’alaihi wasallam: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta
pertanggungjawaban terhadap apa yang pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hal tersebut telah muncul di zaman ini seperti yang bisa kita amati seksama, yaitu
banyaknya para pemimpin yang tidak melaksanakan amanahnya dengan baik. Mereka malah
menyelewengkan amanah itu untuk kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya seperti halnya
korupsi yang telah merajalela dimana-mana. Hal itu termasuk bentuk penyelewengan amanah
yang seharusnya disampaikan kepada rakyat.

4). Fitnah harta.


Macam-macam fitnah tersebut merupakan sebagian dari tanda-tanda hari kiamat. Dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya di antara tanda hari kiamat ialah; diangkat ilmu (agama), tersebar kejahilan
(terhadap agama), arak diminum (secara leluasa), dan zahirnya zina (secara terang-terangan)”.

36
(HR. al-Bukhari no. 78 dan Muslim no. 4824)

Fitnah-fitnah tersebut mulai muncul setelah wafatnya Umar bin al-Khattab. Karena beliau
merupakan dinding pembatas antara kaum Muslimin dengan fitnah tersebut, sebagaimana yang
diterangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berkata kepada ‘Umar:
“Sesungguhnya
antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan hancur.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka kita semua harus berhati-hati pada fitnah-fitnah tersebut, karena hal tersebut akan
menghancurkan semua umat. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Dan takutlah
kepada fitnah yang tidak hanya menimpa orang yang zhalim di antara kalian semata dan
ketahuilah, bahwa Allah memiliki adzab yang sangat pedih.” (QS. al-Anfal: 25)
5).Fitnah Dajjal
Para ulama berpendapat bahwa tidaklah seorang Nabi di mana pun berada dari zaman Nabi
Adam ‘alaihis salam hingga Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya sudah
memperingatkan bahayanya fitnah dajjal.
Dari Anas bin Malik dalam kitab Muslim bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tidak setiap makhluk itu dari zaman Nabi Adam sampai akhir zaman, fitnah yang
terbesar yaitu fitnah dajjal.”.

C.Cara Menghindari Fitnah Al-Masih Dajjal


1. Berpegang teguh dengan Nabi Muhammad
Dikisahkan, ketika Nabi Muhammad sedang duduk bersama sahabat – sahabatnya yang sedang
berbincang mengenai dajjal. Lalu, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tentang bagaimana cara untuk menghindari fitnah Dajjal.
Kemudian, Rasulullah mengatakan, “Berpegang teguhlah kepada ajaran Allah. Dajjal berada di
Bumi selama 40 hari yang dimana satu hari terasa seperti satu tahun dan dalam sehari ia bisa ke
seluruh penjuru dunia kecuali Mekah dan Madinah. Kecepatan ia dalam mengunjungi seluruh
penjuru bumi bagaikan hujan yang lebat kemudian dihembuskan oleh angin.”
Ada seorang mukmin yang datang kepada Dajjal dan mengatakan dengan keras, “Saya ingin
bertemu Dajjal musuhnya Allah dan saya ingin bertemu penipu penyihir ini!” Maka bala tentara

37
Dajjal berkata kepada orang tersebut, “Buat apa engkau ingin menemui Tuhan kami, mengapa
engkau tidak beriman kepada Tuhan kami?” Maka dia dipukuli oleh bala tentara Dajjal di
punggungnya, lututnya, dan semua anggota badannya.
Setelah dipukuli dan diikat, barulah bala tentara membawa dirinya kepada Dajjal. Lalu orang
mukmin tersebut berteriak, “Jangan kalian ikuti!” Kemudian Dajjal marah dan mereka
menggergaji mukmin dari kepalanya hingga terbelah. Lalu badannya dipisahkan dan Dajjal
melewati tubuh mayit mukmin tersebut dan menghidupkannya kembali dan berkata, “Bangkitlah
engkau.”
2. Baca doa setelah tasyahud akhir sebelum salam
Setelah membaca tasyahud akhir, sebelum salam berdoalah untuk meminta perlindungan dari
fitnah dajjal.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ ‫ َواَ ُعوْ ُذبِكَ ِم ْن فِ ْتنَ• ِة ْال َمحْ يَ••ا َو ْال َم َم••ا‬، ْ‫ْح ال َّد جَّال‬
‫ اَللَّهُ َّم إِنِّ ْي اَ ُع••وْ ُذ‬. ‫ت‬ ِ ‫ك ِم ْن فِ ْتنَ ِة ْال َم ِسي‬
َ ِ‫ َواَ ُعوْ ُذب‬، ‫ب ْالقَب ِْر‬ َ ِ‫اَللَّهُ َّم إِنِّ ْي اَ ُعوْ ُذب‬
ِ ‫ك ِم ْن َع َذا‬
‫ك ِم ْن ْال َماْ ثَ َم َو ْال َم ْغ َر ِم‬
َ ِ‫ب‬.
Artinya, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, aku berlindung
kepada-Mu dari fitnah al - Masih Dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan
sesudah mati. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan
kerugian." (HR. Bukhari dan Muslim)

38
DAFTAR PUSTAKA

Imam an-nawawi al-jawi, Hadis arba’in


Sayyid Abdullah ibn Alawi A- Haddad,, Terjemah Risalatul Muawanah, Mutiara ilmu, bandung;
2012
Dr.ir.Muhammad Imaduddin Abdulrahim M.sc, Islam system nilai terpadu, Gema insani press,
Cetakan pertama, Jakarta; 2002

Dr.H.Endang Saifuddin Anshari Kuliah Al-Islam,Pusataka, Bandung; 1978

Drs. Nasruddin Razak Al-Ma’arif, Dienul Islam, Bandung; 1989


Sayyid Abdullah bin Al-husain bin Thahir  Alwi Ba’alawi, sullam at-taufiq

Endang Saifuddin Ansari (1992) Sains Falsafah dan Agama, Dewan Bahasa Dan Pustaka,
Kuala Lumpur

Frank and Wagnalls, New encyclopedia

Jamil Soliba, l-Mu’jamal-Falsafi, JI, 2 Dar al-Kutub al-Lubnani, Beiru

R.H. Hube, (1976) The Ecounter Between Science and Christianity. Grand Rapids: W.B
Eerdmans

Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari bin Syarh al-Kirmani Kitab al-Ilm, Dar Ihya. Al- Turats al-Arabi,
juz 2

Yusuf Qardawi, (1986) al-Iman wa al-Haya

Muhajir Ali Musa (1976) Lessons From The History of The Quran, Lahore: Muhammad Asyraf,

Muhammad Qutb, The concept of Islamic Education. Proceedings Second World Confrerence

Muslim Education, Islamabad

Afzalu Rahman (1981), Quranic sciences. Pustaka Nasional, Singapura,

Muhammad Saud, Islam and Evolution of Science, Dalam al-Islam

39
Ali, Ahmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian. Filosofis dan Sosiologis). Chandra
Pratama, Cet.I, Jakarta, 1996

.........., 1999, Ceramah Ilmiah, pada Fakultas Hukum UMI tanggal 21 September 1999

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Edisi Ketiga, Liberty, Yogyakarta,
1991

Rasjidi, Lili, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung. 1993

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1996

Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet.III, Raja


Grafindo Persada, Jakarta, 1993.

https://id.wikipedia.org/wiki/Amar_makruf_nahi_mungkar.

https://republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara-menegakkan-amar-makruf-nahi-
mungkar

Al hafiz Ibnul ktasir.(2006), Malapetaka Akhir Zaman.Jakarta : Pustaka As Sunnah

40
LAMPIRAN

41

Anda mungkin juga menyukai