BAB I
PENDAHULUAN
pekerja sekaligus melindungi aset perusahaan. Hal ini tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja bahwa setiap tenaga
pekerjaan, dan setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin
50% dari semua penyakit akibat kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau
kerja merupakan unsur penting agar kita dapat menikmati hidup yang berkualitas,
baik di rumah maupun dalam pekerjaan. Kesehatan juga menjadi faktor penting
dalam menjaga kelangsungan hidup sebuah organisasi. Fakta ini dinyatakan oleh
Health and Safety Executive (HSE) atau pelaksana kesehatan dan keselamatan
kerja sebagai „Good Health is Good Business‟ (kesehatan yang baik menunjang
Saat ini, sudah lebih dari 400 juta ton bahan kimia yang diproduksi tiap
Tahunnya dan lebih dari 1000 bahan kimia diproduksi setiap Tahunnya.
Penggunaan bahan kimia ini selain membawa dampak yang positf bagi kemajuan
dunia industri juga memiliki dampak negatif terutama bagi kesehatan pekerja,
salah satunya adalah dermatitis, sejak 1982, penyakit dermatitis telah menjadi
salah satu dari sepuluh besar penyakit akibat kerja (PAK) berdasarkan potensial
menduduki sekitan 24% dari seluruh penyakit akibat kerja yang dilaporkan. The
sebenarnya adalah 20-50 kali lebih tinggi dari kasus yang dilaporkan (Lestari,
2007).
pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160
pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatatat
sebanyak 2 juta kasus setiap Tahun. Berdasarkan penelitian WHO pada pekerja
dematosis akibat kerja terdapat sebanyak 10% (Depkes, 2008). Menurut Diepgen
& Coenraads (1999), Dermatitis Kontak akibat kerja menempati urutan pertama
dari seluruh penyakit akibat kerja di banyak negara. Tingkat kejadiannya berkisar
antara 0-5-1,9 kasus per 1000 pekerja penuh waktu per Tahun. Prevalensi
1,5% dan 5,4%. Dermatitis Kontak adalah alasan yang paling umum ketiga bagi
pasien yang berkonsultasi dengan dokter kulit, tercatat ada 9,2 juta kunjungan
pada Tahun 2004. Hal ini juga menyumbang 95% dari semua penyakit kulit akibat
Dermatitis Kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang
bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang
mengenai kulit. Terdapat dua jenis Dermatitis Kontak yaitu Dermatitis Kontak
iritan dan Dermatitis Kontak alergik (Lestari dkk, 2007). Bila dihubungkan
dengan jenis pekerjaan, Dermatitis Kontak dapat terjadi pada hampir semua
berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya ibu
rumah tangga, petani dan pekerja yang berhubungan dengan bahan bahan kimia
merupakan penyakit yang lazim terjadi pada pekerja pekerja yang berhubungan
dengan bahan kimia dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan,
dan trauma. Beberapa jenis Dermatitis Kontak seperti Dermatitis Kontak iritan
disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam basa, basa kuat, logam berat dan
konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan, misal nya sabun, asam cuka, deterjen dan
pelarut organik, sedangkan jenis dermatitis lain adalah Dermatitis Kontak alergi
Bahan kimia korosif seperti asam trikloroasetat, asam sulfat, gas belerang
dioksida dapat bereaksi dengan jaringan tubuh seperti kulit, mata dan saluran
pernapasan. Kerusakan yang terjadi dapat berupa luka, peradangan, iritasi (gatal-
gatal), dan sensitisasi (jaringan menjadi amat peka dengan bahan kimia)
(Cahyono, 2004)
karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
tersebut, diketahui bahwa salah satu penyakit akibat kerja ialah penyakit kulit
Tahun 2013, jumlah kasus penyakit umum pada pekerja ada sekitar 2.998.766
kasus, dan jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan berjumlah
428.844 kasus. Rendahnya jumlah kasus terkait penyakit akibat kerja yang relatif
sebanyak 104,87 juta jiwa (92,08%) penduduk Indonesia adalah bagian dari
angkatan kerja, yang bekerja di sektor formal sebanyak 32,14 juta jiwa (30,6%)
dan di sektor informal sebanyak 67,86 juta jiwa (69,3%). Sedikit nya terdapat
720.457 kasus penyakit akibat kerja dalam Tahun 2009 (Hudoyo,2009). Penyakit
kulit akibat kerja sebagai salah satu bentuk penyakit akibat kerja, merupakan jenis
sekitar 22% dari seluruh penyakit akibat kerja. Sebanyak 90% penyakit kulit
menjadi buruk. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Departemen Kesehatan
pada 2004 di 8 provinsi pada pekerja sektor informal didapatkan 75,8% perajin
batu bata mengalami gangguan otot rangka, 41% perajin kulit dan petani kelapa
sawit mengalami gangguan mata, 23,2% perajin batu onix mengalami gangguan
terkait Dermatitis Kontak, penelitian yang dilakukan oleh Riska Fedrian (2012)
penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan, lama
kontak, frekuensi kontak, suhu dan kelembaban. Penelitian dilakukan oleh Rahmi
sebanyak 50 kasus per Tahun atau 11.9% dari seluruh kasus Dermatitis Kontak
yang didiagnosi di Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta. Untuk data insidensi dan prevalensi penyakit kulit
akibat kerja di Indonesia sukar didapat karena pelaporan yang tidak lengkap atau
tidak terdiagnosis.
tersebut juga merupakan salah satu sumber bahan makanan bagi warga sekitar,
hasil pabrik tahu tersebut juga dijual ke seluruh berbagai wilayah di Medan, tahu
tersebut dapat dibeli langsung di pabrik tahu atau di pasar pasar terdekat
Kecamatan Medan Polonia. Selain tahu yang sudah jadi, ampas keledai juga dapat
dibeli masyarakat sekitar untuk dijadikan makanan ternak, dan juga air perebusan
tahu dapat dibeli masyarakat sekitar dengan harga yang cukup murah.
ini sudah cukup lama berdiri, memiliki total pekerja yang berjumlah 32 orang,
pabrik tahu ini memasang target produksi sesuai dengan pesanan para konsumen.
Pekerja di pabrik tahu merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki resiko besar
untuk terpapar resiko, bahaya dan resiko yang ada harus diantisipasi oleh para
Pekerja Pabrik Tahuyang bergerak pada sektor informal karena tidak adanya
timbulnya rasa gatal pada telapak tangan mereka selepas melakukan pekerjaan
dan apabila tidak diobati secepatnya, maka akan timbul gejala lain pada tangan
mereka seperti kemerahan dan bengkak, gejala ini timbul setelah kontak dengan
pada proses pembuatan tahu, bahan tambahan yang digunakan adalah asam
tahu yang kontak langsung dengan pekerja. Penggunaan asam cuka memang tidak
akan menjadi berbahaya apabila digunakan tidak melebihi dari batas NAB yang
kadar maksimal asam cuka yaitu 10 mg/L. penelitian Rahmi (2014) terhadap
asam cuka pada air pengolahan tahu didapatkan hasil asam cuka 44,19 mg/L.
dengan mencuci kedelai terlebih dahulu sampai bersih kemudan kedelai yang
telah bersih direndam selama 8 jam, setelah itu kedelai dicuci kembali sampai
benar-benar bersih kemudian kedelai yang telah bersih dihancurkan sampai benar-
benar berbentuk seperti bubur, bubur kedelai tersebut dimasak pada suhu 70-80
derajat, kemudian bubur kedelai disaring bersama air asam cuka sambil diaduk
perlahan, proses ini akan menghasilkan endapan tahu, dan endapan tahu ini lah
yang siap untuk di press dan di cetak sesuai ukuran yang diinginkan.
dermatitis dapat terjadi sebagai akibat dari pemaparan zat-zat kimia dalam limbah
cair tahu maupun bahan pembuatan tahu yang mengakibatkan Dermatitis Kontak
dengan gejala seperti iritasi, gatal-gatal, kulit kering, dan pecah-pecah, kemerah-
dan Gejala Dermatitis yang dialami oleh Pekerja Pabrik Tahu sumedang, maka
faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada
Pabrik Tahu.
pada pekerjanya.
sebenarnya.