Anda di halaman 1dari 10

17

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan kerja mempunyai maksud memberikan perlindungan terhadap

pekerja sekaligus melindungi aset perusahaan. Hal ini tercantum dalam Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja bahwa setiap tenaga

kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam melakukan

pekerjaan, dan setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin

keselamatan nya (UU No.1 Tahun 1970).

Di dalam kesehatan kerja, salah satu yang menjadi penyebab masalah

kesehatan kerja adalah penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses).

Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan

kulit diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis Kontak merupakan

50% dari semua penyakit akibat kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau

iritan. Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit

akibat kerja adalah Dermatitis Kontak (Kosasih, 2004).

Tenaga kerja yang sakit atau mengalami gangguan kesehatan menurun

dalam kemampuan bekerja fisik, berfikir, atau melaksanakan pekerjaan sosial-

kemasyarakatan sehingga hasil kerjanya berkurang (Suma‟mur, 2013). Kesehatan

kerja merupakan unsur penting agar kita dapat menikmati hidup yang berkualitas,

baik di rumah maupun dalam pekerjaan. Kesehatan juga menjadi faktor penting

dalam menjaga kelangsungan hidup sebuah organisasi. Fakta ini dinyatakan oleh

Health and Safety Executive (HSE) atau pelaksana kesehatan dan keselamatan

Universitas Sumatera Utara


18

kerja sebagai „Good Health is Good Business‟ (kesehatan yang baik menunjang

bisnis yang baik) (John Ridley, 2004)

Saat ini, sudah lebih dari 400 juta ton bahan kimia yang diproduksi tiap

Tahunnya dan lebih dari 1000 bahan kimia diproduksi setiap Tahunnya.

Penggunaan bahan kimia ini selain membawa dampak yang positf bagi kemajuan

dunia industri juga memiliki dampak negatif terutama bagi kesehatan pekerja,

salah satunya adalah dermatitis, sejak 1982, penyakit dermatitis telah menjadi

salah satu dari sepuluh besar penyakit akibat kerja (PAK) berdasarkan potensial

insidens, keparahan dan kemampuan untuk dilakukan pencegahan (NIOSH 1996).

Biro statistik Amerika Serikat (1988) menyatakan bahwa penyakit kulit

menduduki sekitan 24% dari seluruh penyakit akibat kerja yang dilaporkan. The

National Institute of Occupational Safety Hazzards (NIOSH) dalam survey

Tahunan (1975) memperkirakan angka kejadian dermatitis akibat kerja yang

sebenarnya adalah 20-50 kali lebih tinggi dari kasus yang dilaporkan (Lestari,

2007).

Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) Tahun 2013, 1

pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160

pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) ILO mencatatat

angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK)

sebanyak 2 juta kasus setiap Tahun. Berdasarkan penelitian WHO pada pekerja

tentang penyakit akibat kerja di 5 benua Tahun 1999, memperlihatkan bahwa

dematosis akibat kerja terdapat sebanyak 10% (Depkes, 2008). Menurut Diepgen

& Coenraads (1999), Dermatitis Kontak akibat kerja menempati urutan pertama

Universitas Sumatera Utara


19

dari seluruh penyakit akibat kerja di banyak negara. Tingkat kejadiannya berkisar

antara 0-5-1,9 kasus per 1000 pekerja penuh waktu per Tahun. Prevalensi

Dermatitis Kontak pada populasi umum di AS telah diperkirakan bervariasi antara

1,5% dan 5,4%. Dermatitis Kontak adalah alasan yang paling umum ketiga bagi

pasien yang berkonsultasi dengan dokter kulit, tercatat ada 9,2 juta kunjungan

pada Tahun 2004. Hal ini juga menyumbang 95% dari semua penyakit kulit akibat

kerja yang dilaporkan.

Dermatitis Kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang

bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang

mengenai kulit. Terdapat dua jenis Dermatitis Kontak yaitu Dermatitis Kontak

iritan dan Dermatitis Kontak alergik (Lestari dkk, 2007). Bila dihubungkan

dengan jenis pekerjaan, Dermatitis Kontak dapat terjadi pada hampir semua

pekerjaan. Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang sering

berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya ibu

rumah tangga, petani dan pekerja yang berhubungan dengan bahan bahan kimia

dan lain-lain (Orton, 2004).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyakit Dermatitis Kontak

merupakan penyakit yang lazim terjadi pada pekerja pekerja yang berhubungan

dengan bahan kimia dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan,

dan trauma. Beberapa jenis Dermatitis Kontak seperti Dermatitis Kontak iritan

disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam basa, basa kuat, logam berat dan

konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan, misal nya sabun, asam cuka, deterjen dan

pelarut organik, sedangkan jenis dermatitis lain adalah Dermatitis Kontak alergi

Universitas Sumatera Utara


20

biasanya disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia atau lainnya yang

meninggalkan sensitifitas kulit (Erliana, 2008).

Bahan kimia korosif seperti asam trikloroasetat, asam sulfat, gas belerang

dioksida dapat bereaksi dengan jaringan tubuh seperti kulit, mata dan saluran

pernapasan. Kerusakan yang terjadi dapat berupa luka, peradangan, iritasi (gatal-

gatal), dan sensitisasi (jaringan menjadi amat peka dengan bahan kimia)

(Cahyono, 2004)

Menurut Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993, penyakit yang timbul

karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau

lingkungan kerja, dari daftar penyakit berjumlah 31 penyakit dalam keppres

tersebut, diketahui bahwa salah satu penyakit akibat kerja ialah penyakit kulit

(dermatosis) yang disebabkan oleh faktor fisik, kimiawi dan biologi.

hasil laporan pelaksanaan kesehatan kerja di 26 Provinsi di Indonesia

Tahun 2013, jumlah kasus penyakit umum pada pekerja ada sekitar 2.998.766

kasus, dan jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan berjumlah

428.844 kasus. Rendahnya jumlah kasus terkait penyakit akibat kerja yang relatif

rendah tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya, tetapi lebih pada tidak

terdeteksi dan terdiagnosis (Depkes, 2014).

Badan Pusat Statistik RI pada bulan Agustus 2009 mencatat bahwa

sebanyak 104,87 juta jiwa (92,08%) penduduk Indonesia adalah bagian dari

angkatan kerja, yang bekerja di sektor formal sebanyak 32,14 juta jiwa (30,6%)

dan di sektor informal sebanyak 67,86 juta jiwa (69,3%). Sedikit nya terdapat

720.457 kasus penyakit akibat kerja dalam Tahun 2009 (Hudoyo,2009). Penyakit

Universitas Sumatera Utara


21

kulit akibat kerja sebagai salah satu bentuk penyakit akibat kerja, merupakan jenis

penyakit kerja terbanyak kedua setelah penyakit muskoloskeletal, berjumlah

sekitar 22% dari seluruh penyakit akibat kerja. Sebanyak 90% penyakit kulit

akibat kerja berlokasi di tangan (Depkes,2008).

Pada Tahun 2009 perkembangan penyakit dermatosis semakin meningkat

dengan persentase 50-60% dari seluruh penyakit akibat kerja (Suma‟mur,2009).

Situasi tersebut akhirnya menggiring status kesehatan pekerja sektor infromal

menjadi buruk. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Departemen Kesehatan

pada 2004 di 8 provinsi pada pekerja sektor informal didapatkan 75,8% perajin

batu bata mengalami gangguan otot rangka, 41% perajin kulit dan petani kelapa

sawit mengalami gangguan mata, 23,2% perajin batu onix mengalami gangguan

Dermatitis Kontak alergik (Kurniawidjaya,2010).

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan

terkait Dermatitis Kontak, penelitian yang dilakukan oleh Riska Fedrian (2012)

dari 71 responden pada pabrik tahu terdapat sebanyak 37 pekerja mengalami

Dermatitis Kontak dengan faktor-faktor yang berhubungan yaitu usia, riwayat

penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan, lama

kontak, frekuensi kontak, suhu dan kelembaban. Penelitian dilakukan oleh Rahmi

Garmini (2014) pada 33 Pekerja Pabrik Tahu didapatkan bahwa 17 pekerja

(51,5%) mengalami Dermatitis Kontak dengan faktor-faktor yang berhubungan

yaitu masa kerja, lama kontak, pengetahuan, dan penggunaan APD.

Effendi dalam Carko (2010) melaporkan Dermatitis Kontak akibat kerja

sebanyak 50 kasus per Tahun atau 11.9% dari seluruh kasus Dermatitis Kontak

Universitas Sumatera Utara


22

yang didiagnosi di Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN dr.

Cipto Mangunkusumo Jakarta. Untuk data insidensi dan prevalensi penyakit kulit

akibat kerja di Indonesia sukar didapat karena pelaporan yang tidak lengkap atau

tidak terdiagnosis.

Pabrik tahu merupakan salah satu usaha informal yang terdapat di

Kecamatan Medan Polonia, keberadaan pabrik tahu tersebut cukup membantu

bagi masyarakat sekitar, selain memberikan lapangan pekerjaan pabrik tahu

tersebut juga merupakan salah satu sumber bahan makanan bagi warga sekitar,

hasil pabrik tahu tersebut juga dijual ke seluruh berbagai wilayah di Medan, tahu

tersebut dapat dibeli langsung di pabrik tahu atau di pasar pasar terdekat

Kecamatan Medan Polonia. Selain tahu yang sudah jadi, ampas keledai juga dapat

dibeli masyarakat sekitar untuk dijadikan makanan ternak, dan juga air perebusan

tahu dapat dibeli masyarakat sekitar dengan harga yang cukup murah.

Pabrik tahu sumedang yang berada berlokasi di kecamatan Medan Polonia

ini sudah cukup lama berdiri, memiliki total pekerja yang berjumlah 32 orang,

pabrik tahu ini memasang target produksi sesuai dengan pesanan para konsumen.

Pekerja di pabrik tahu merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki resiko besar

untuk terpapar resiko, bahaya dan resiko yang ada harus diantisipasi oleh para

Pekerja Pabrik Tahuyang bergerak pada sektor informal karena tidak adanya

perhatian khusus dalam menangani kesehatan yang terjadi.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti, setelah melakukan

tanya jawab singkat terhadap beberapa pekerja, bahwa mereka mengeluhkan

timbulnya rasa gatal pada telapak tangan mereka selepas melakukan pekerjaan

Universitas Sumatera Utara


23

dan apabila tidak diobati secepatnya, maka akan timbul gejala lain pada tangan

mereka seperti kemerahan dan bengkak, gejala ini timbul setelah kontak dengan

limbah cair yang merupakan air perebusan tahu.

pada proses pembuatan tahu, bahan tambahan yang digunakan adalah asam

cuka (CH3COOH) yang berfungsi sebagai bahan penggumpal protein menjadi

tahu yang kontak langsung dengan pekerja. Penggunaan asam cuka memang tidak

akan menjadi berbahaya apabila digunakan tidak melebihi dari batas NAB yang

telah ditentukan. Berdasarkan Kepmenkes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002

tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri standar

kadar maksimal asam cuka yaitu 10 mg/L. penelitian Rahmi (2014) terhadap

Pekerja Pabrik Tahu didapatkan bahwa dari 33 responden terdapat 17 responden

yang mengalami Dermatitis Kontak iritan, setelah dilakukan pengukuran kadar

asam cuka pada air pengolahan tahu didapatkan hasil asam cuka 44,19 mg/L.

Proses pembuatan tahu sendiri di pabrik tahu sumedang ini di awali

dengan mencuci kedelai terlebih dahulu sampai bersih kemudan kedelai yang

telah bersih direndam selama 8 jam, setelah itu kedelai dicuci kembali sampai

benar-benar bersih kemudian kedelai yang telah bersih dihancurkan sampai benar-

benar berbentuk seperti bubur, bubur kedelai tersebut dimasak pada suhu 70-80

derajat, kemudian bubur kedelai disaring bersama air asam cuka sambil diaduk

perlahan, proses ini akan menghasilkan endapan tahu, dan endapan tahu ini lah

yang siap untuk di press dan di cetak sesuai ukuran yang diinginkan.

Penyakit dermatitis terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang

memperhatikan sanitasi dan perlindungan bagi dirinya. Pekerja tahu misalnya,

Universitas Sumatera Utara


24

dermatitis dapat terjadi sebagai akibat dari pemaparan zat-zat kimia dalam limbah

cair tahu maupun bahan pembuatan tahu yang mengakibatkan Dermatitis Kontak

dengan gejala seperti iritasi, gatal-gatal, kulit kering, dan pecah-pecah, kemerah-

merahan, dan koreng yang sulit sembuh.

Berdasarkan pemaparan tersebut yang berkaitan dengan Dermatitis Kontak

dan Gejala Dermatitis yang dialami oleh Pekerja Pabrik Tahu sumedang, maka

penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut yang menjadi pokok permasalahan yaitu

faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada

Pekerja Pabrik Tahu.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan Gejala

Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu sumedang Kecamatan Medan

Polonia kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


25

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui faktor usia dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja

Pabrik Tahu.

2. Mengetahui faktor lama kerja dengan Gejala Dermatitis Kontak pada

Pekerja Pabrik Tahu.

3. Mengetahui faktor masa kerja dengan Gejala Dermatitis Kontak pada

Pekerja Pabrik Tahu.

4. Mengetahui faktor penggunaan APD dengan Gejala Dermatitis Kontak

pada Pekerja Pabrik Tahu.

5. Mengetahui faktor personal hygiene dengan Gejala Dermatitis Kontak

pada Pekerja Pabrik Tahu.

1.4 Hipotesis Penelitian

2. Ada hubungan antara faktor usia dengan Gejala Dermatitis Kontak

pada Pekerja Pabrik Tahu.

3. Ada hubungan antara faktor lama kerja dengan Gejala Dermatitis

Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu.

4. Ada hubungan antara faktor masa kerja dengan Gejala Dermatitis

Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu.

5. Ada hubungan antara faktor penggunaan APD dengan Gejala

Dermatitis Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu.

6. Ada hubungan antara personal hygiene dengan Gejala Dermatitis

Kontak pada Pekerja Pabrik Tahu.

Universitas Sumatera Utara


26

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan kepada pengusaha pabrik tahu untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala timbulnya dermatitis

pada pekerjanya.

2. Sebagai masukan bagi pekerja mengenai penyebab dan faktor-faktor

yang berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak.

3. Penambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya terhadap

Gejala Dermatitis Kontak.

4. Dapat menerapkan teori ilmu kesehatan dan keselamatan kerja (K3)

yang diperoleh pada saat kuliah dalam praktek kondisi kerja

sebenarnya.

5. Sebagai bahan referensi pada penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai