Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini dengan tepat waktu tanpa kurang suatu apapun
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat dari berbagai pihak.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I. Iman, Islam, Ihsan 1-7
II. Islam dan Sains 7-14
III. Islam dan Penegakan Hukum 14-15
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar 15-21
V. Fitnah Akhir Zaman 22-24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN
iii
Pembahasan
I. Iman, Islam, Ihsan
1. Iman
a) Pengertian Iman
Definisi dari iman secara etimologi berasal dari bahasa arab amana-yukminu-imanan
yang artinya percaya. Sedangkan secara terminologi menurut jumhur ulama’ iman
adalah at-tasdiqu bil qolbi,al-qoulu bil lisan,wa al a’malu bil arkaan artinya
membenarkan atau dalam hati,mengucapkan atau mengikrarkan dengan
lisan,mengamalkan dengan perbuatan.[1]
Iman sendiri sebenarnya adalah sebuah pembuktian terhadap penyerahan diri kepada
Tuhan yang maha esa (Allah) sebagai pencipta sekeligus penguasa mutlak semesta
alam.
Dalam al-qur’an surat Al-hujarat potongan ayat 14,Allah Subhanallahu ta’ala berfirman
yang artinya : “Sesungguhnya orang yang sebenarnya beriman ialah orang yang percaya
kepada Allah dan Rasullnya.”
َب َويَ ْزدَا َد ٱلَّ ِذين َ َوا ْٱل ِك ٰت ۟ ب ٱلنَّار إاَّل م ٰلَٓئِ َك ۭةً ۙ َوما َج َع ْلنَا ِع َّدتَهُ ْم إاَّل فِ ْتنَ ۭةً لِّلَّ ِذينَ َكفَر
۟ ُُوا لِيَ ْستَ ْيقِنَ ٱلَّ ِذينَ أُوت َ َو َما َج َع ْلنَٓا أَصْ ٰ َح
ِ َ َ ِ ِ
ضٌ َو ْٱل ٰ َكفِرُونَ َما َذٓا أَ َرا َد ٱهَّلل ُ بِ ٰهَ َذا ُ َّ ْ َ َوا ْٱل ِك ٰت ۟ َُاب ٱلَّ ِذينَ أُوت َ َءا َمنُ ٓو ۟ا إِي ٰ َم ۭنًا ۙ َواَل يَرْ ت
ۭ ب َوٱل ُم ْؤ ِمنُونَ ۙ َولِيَقُو َل ٱل ِذينَ فِى قُلوبِ ِهم َّم َر
ك إِاَّل هُ َو ۚ َو َما ِه َى إِاَّل ِذ ْك َر ٰى لِ ْلبَ َش ِر َ ِّضلُّ ٱهَّلل ُ َمنيَ َشٓا ُء َويَ ْه ِدى َمن يَ َشٓا ُء ۚ َو َما يَ ْعلَ ُم جُ نُو َد َرب ِ ُك ي َ َِمثَاًۭل ۚ َك ٰ َذل
Artinya : “Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan
tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-
orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al Kitab menjadi yakin dan supaya orang
yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan
orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya
1
ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah
dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah menyesatkan
orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia
sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia.” ( QS.AL-Mudatsir :
31 )
ً َّر ْز
ق َك ِر ْي ٌٌِ–ِم َ ِأُوْ لَئ, صاَل ةَ َو ِم َّما َر َز ْقنَا هُ ْم يُ ْنفِقُوْ َ– َِِن
ِ ك هُ ُم ْال ُم ْؤ ِمنُوْ نَ َحقا ً لَهُ ْم د ََر َجاة ِع ْن ِد َربِّ ِه ْم َو َم ْعفِ َرةٌ و َّ اَلَّ ِد ْينَ يُقِ ْي ُموْ نَ ال
Artinya : “Orang-orang yang mendirikan sholat dan yang menafkahkan sebagian dari
rezeki yang kami berikan kepada mereka.Itulah orang yang beriman dengan sebenar-
benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan
ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.
2
Ulama’ terdahulu yang biasa di kenal saat ini dengan sebutan Ulama’ salaf
menggolongkan amal termasuk dalam kategori pengertian Iman.Oleh sabab itu Ulama’
salaf menganggap dan meyakini bahwa iman dapat bertambah dan berkurang atas
sesuatu yang di lakukannya.
- Rukun-rukun iman
Ada 6 rukun iman yang harus tertanam dan yang kita imani dalam hati. Enam rukun
tersebut adalah yang paling utama dan menjadi inti dari cabang-cabang iman dan
hukumnya wajib kita imani, sebagaimana yang telah di sebutkan dalam Sabda rasulullah
di atas. Adapun enam rukun tersebut ialah :
1. Iman kepada Allah subhanallahu ta’ala
2. Imana kepada malaikat-malaiktNya
3. Iman kepada kitab-kitabNya
4. Iman kepada rasul-rasulnya
5. Iman kepada hari akhir (Kiamat)
6. Iman kepada Qada’ dan qadar.
2. Islam
a) Pengertian islam
3
Defenisi dari secara etimologi berasal dari bahasa arab aslama-yuslimu-islaman yang
artinya pasrah, atau tunduk. Sedangkan secara terminologi
yaitu agama yang berisi ajaran tauhid menyerah diri serta tunduk kepada Tuhan Allah
maha Esa yang di bawa nabi Muhammad Salallahu alaihi wasalam untuk menunjukkan
jalan yang lurus kepada ummatnya.
KH Endang Saifuddin Anshari[4]. mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah
rumusan tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia merumuskan dan
menyimpulkan pengertian Islam, bahwa agama Islam adalah:
1. Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan
kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
2. Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan dan
penghidupan asasi manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan, sesama manusia,
dan alam lainnya.
3. Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
4. Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm dan akhlak.
5. Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT
sebagai penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah
Rasulullah Saw. Wallahu a'lam.
Orang-orang yang telah islam atau orang yang telah memeluk agama islam di sebut
muslim. Orang-orang yang telah memeluk agama islam berarti dia telah memasrahkan
dirinya kepada allah dan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya[5].
Dan orang tersebut telah terbebani hukum (mukallaf)[6].
Nama “Islam” bagi agama ini diberikan oleh Allah Subhanallahu ta’ala sendiri. Dia juga
menyatakan hanya Islam agama yang diridhai-Nya dan siapa yang memeluk agama
selain Islam kehidupannya akan merugi di akhirat nanti. Islam juga dinyatakan telah
sempurna sebagai ajaran-Nya yang merupakan rahmat dan karunia-Nya bagi umat
manusia, sehingga mereka tidak memerlukan lagi ajaran-ajaran selain Islam.Ini
4
membuktikan bahwa islam adalah agama yang peling benar, dan hal ini telah di jelaskan
dalam Al-qur’an surat Al-imran ayat 19.
Bahkan menurut Al-Quran, semua agama yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul
sebelum Muhammad pun pada hakikatnya adalah agama Islam dan pemeluknya disebut
Muslim (Q.S. 2:136), (Q.S. 10:72) dan banyak lagi ayat-ayat lainnya. Bahkan,
Hawariyun, yakni sebutan bagi pengikut Nabi Isa a.s., menyebut diri mereka Muslim
(Q.S. 3:52).
b) Rukun-rukun islam
1. Mungucapkan Syahadat
Mengucapkan syhadat ( ) اَ ْشهَ ُد اَ ْن إَل اِلَهَ اِاَّل هللا َواَ ْشهَ ُد اَ َّن محمد ال َّرسُوْ ُل هللاadalah sesuatu yang
harus dilakukan oleh orang islam maupun orang yang menghendaki masuk islam. Karna
syahadat adalah sebuah kesaksian diri bahwa tiada tuhan yang berhak di sembah kecuali
Tuhan (Allah) yang maha Esa, dan Nabi Muhammad Salallahu alaihi wasalam adalah
utusan-Nya.
2. Mendirikan Sholat
5
Mendirikan sholat adalah salah satu bentuk cara berhubungan vertikal secara langsug
dari seorang hamba kepada Allah subhanallahu Ta’ala.
3. Menunaikan Zakat
Menunaikan zakat adalah salah satu perintah Allah kepada hambanya untuk membagi
hartanya kepada orang-orang yang tidak mampu. Sehingga rasa kepedulian antara
sesama manusia terwujud. Kesolidaritasan da saling tolong menolong akan semakin
kuat ikatannya.
4. Melaksanakan Puasa
Puasa adalah salah satu perintah tuhan yang sebagia besar manusia mampu
melaksanakannya. Rasa lapar dan haus, menahan hawa nafsu adalah bentuk kepedulian
atau kesetaraan semua manusia. Puasa mengajarkan kita bagaiman rasannya lapar dan
haus, agar kita peduli kepada manusia yang kelaparan dan tidak mampu.
5. Menunaikan Haji
Haji adalah perintah Allah yang dimana keharusan pelaksananya adalah bagi orang-
orang yang mampu saja untuk menunaikannya. Haji adalah ajang tempat memper erat
ukhuwah atau persaudaraan antara ummat muslim se dunia.
3. Ihsan
Pengertian Ihsan
Defenisi ihsan secara etimologi berasal dari bahasa arab (isim masdar) ahsana-yuahsinu-
ihsanan berarti baik atau penuh perhatian. Sedangkan secara terminologi ihsan adalah
menyembah Allah seakan-akan kita melihat-Nya, atau setidaknya kita selalu merasa di
awasi oleh-Nya.
ihsan sendiri merupakan usaha untuk selalu melakukan yang lebih baik, yang lebih
afdhal, dan bernilai lebih sehingga seseorang tidak hanya berorientasi untuk
menggugurkan kewajiban adalah beribadah, melainkan justru berusaha bagaimana amal
ibadahnya diterima dengan sebaik-baiknya oleh Allah. SWT. Karena dia akan merasa
diawasi oleh Allah, maka akan terus timbul dihatinya tuntutan untuk selalu meng
upgrade amal perbuatannya dari yang kurang baik menjadi yang baik, dari yang sudah
baik, terus berusaha untuk yang lebih baik demi diterimanya amal perbuatan mereka.
Sebagai contoh, seseorang yang melakukan sholat, cukup dengn melakukan syarat dan
rukun sholat saja, tanpa harus khusu’ maupun khudu’. Orang itu sudah tidak dituntut
6
lagi kelak karena dia sudah melakukan kewajibannya walaupun hanya sebatas
menggugurkan kewajiban belaka. Beda dengan orang yang muhsin (ihsan), maka dia
akan melakukan sholat tersebut dengan sesempurna mungkin, dia tidak hanya
memperhatikan syarat dan rukun saja, melainkan adab dalam sholat, kekhusyu’an,
khudu’, dan hal-hal yang dapat menghalangi sampainya ibadah tersebut sampai kepada
hadroh sang kholiq.
Ihsan memiliki potensi untuk menjuhkan kita dari sifat buruk di hati atau bisa di sebut
penyakit hati seperti; sombong, riya’, hasud, dengki dan lain sebagainya. Ihsan juga
salah satu cara agar bagaimana Allah menerima ibadah-ibadah kita.
7
dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang
terjadi di alam.[4]
Sedangkan menurut pendapat beberapa ahli, pengertian sains adalah sebagai
berikut.
1. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa sains merupakan kumpulan pengetahuan dan
proses.
2. Kuslan Stone menyebutkan bahwa sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara
untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan
proses yang tidak dapat dipisahkan.
3. Sardar berpendapat bahwa sains adalah sarana yang pada akhirnya mencetak suatu
peradaban, dia merupakan ungkapan fisik dari pandangan dunianya.[5]
Sedangkan ilmu sains yang tergolong dalam kumpulan ilmu sains terapan (telah
mengalami penyesuaian, antara makna dengan kenyataan) adalah dikaitkan dengan teori
dan dasar untuk menciptakan sesuatu hasil yang dapat memberi manfaat kepada
manusia. Sehingga sains mengkaji tentang fenomena fisik.[6]
Dari beberapa pengertian diatas, maka secara ringkas sains merupakan
ilmu/pengetahuan yang dapat menjelaskan sebuah gejala/fenomena alam, sehingga
berguna bagi kehidupan manusia.
8
Dalam hadits tersebut memang jelas disebutkan bahwa hukum mencari ilmu
adalah fardhu ain (harus dilakukan per individu). Tapi, banyak pendapat yang muncul
dalam menentukan ilmu mana yang dimaksud dalam hadits tersebut. Para ahli ilmu
kalam memandang bahwa belajar teologi merupakan sebuah kewajiban, sementara para
fuqaha’ berpikir bahwa ilmu fiqih dicantumkan dalam al-Qur’an. Sedangkan menurut
Imam Ghazali, ilmu yang wajib dicari menurut agama adalah terbatas pada pelaksanaan
kewajiban syari’at Islam yang harus diketahui dengan pasti. Misalnya, seseorang yang
bekerja sebagai peternak binatang, haruslah mengetahui hukum-hukum tentag zakat.[8]
Sedangkan dalam sumber lain, penulis menemukan pendapat Shadr al-Din
Syirazi. Menurutnya ada beberapa poin yang dapat diambil dari hadits tersebut:
1. Kata “ilm” (pengetahuan atau sains), memiliki beberapa makna yang bervariasi. Kata
“ilm” dalam hadits ini bermaksud untuk menetapkan bahwa pada tingkat ilmu apapun
seseorang harus berjuang untuk mengembangkan lebih jauh. Nabi bermaksud bahwa
mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, baik itu para ilmuwan maupun orang-orang
yang bodoh, para pemula mupun para sarjana terdidik. Apapun tingkat ilmu yang dapat
dicapainya, ia seperti anak kecil yang beranjak dewasa, sehingga ia harus mempelajari
hal-hal yang sebelumnya tak wajib baginya.
2. Hadits ini menyiratkan arti bahwa seorang Muslim tidak akan pernah keluar dari
tanggung jawabnya untuk mencari ilmu.
3. Tidak ada lapangan pengetahuan atau sains yang tercela atau jelek dirinya sendiri,
karena ilmu laksana cahaya, dengan demikian selalu dibutuhkan. Alasan mengapa
beberapa ilmu dianggap tercela adalah karena akibat-akibat tercela yang dihasilkannya.
[9]
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat kita lihat bahwa ajaran Islam juga
mencakup tentang pendidikan sains yang notabennya adalah ilmu yang berguna bagi
kehidupan (dunia) manusia.
Tapi, disini, ilmu (sains) yang dipelajari haruslah bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, menyejahterakan umat, mensyiarkan ajaran-ajaran agama Islam.
Tidak dibenarkan, apabila ada orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuan hanya
untuk mengejar pangkat, mencari gelar, dan keuntungan pribadi. Selain itu, ilmu yang
9
telah didapat harus disebarkan (diajarkan kepada orang lain) dan diamalkan (tingkah
lakunya sesuai dengan ilmunya).[10]
Bila seseorang dapat melakukan ketiga hal tersebut, maka derajat orang tersebut
diangkat oleh Allah dan disamakan dengan orang-orang yang berjuang di medan perang
(berjihad di jalan Allah). Tentu kita sebagai hambaNya menginginkan hal tersebut.
Memang benar peribahasa “........... bersusah-susah dahulu, bersenang-senang
kemudian”, untuk menggapai sesuatu yang diinginkan dan diimpi-impikan tentu tidak
mudah, sehingga untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (sains) yang dapat
mensejahterakan kehidupan dunia sekaligus mendapatkan derajat yang tinggi di Mata
Allah, seseorang harus berperang dengan hawa nafsunya yang selalu mementingkan
kehidupan duniawi. Kebanyakan ilmuwan, bahkan ilmuwan Muslin lupa akan tujuan
ukhrowinya, mereka lebih senang menganggap bahwa sains merupakan sarana mencari
penghidupan, bukan sarana mendekatkan diri kepada Sang Maha Kuasa. Konsep sains
seperti itu lebih mirip dengan konsep sains Barat, yang tentunya salah.
Sehingga sebagai umat Muslim, kita membutuhkan sains yang disusun dari
kandungan Islam yang memiliki proses dan metodologi yang mempu bekerjasama
dengan semangat nilai-nilai Islami dan yang dilaksanakan semata-mata untuk
mendapatkan keridhaan dari Allah. Sains semacam ini akan mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat Muslim dan bekerjasama dalam konteks etika Islam. Sifat dasar
dan jenis sains ini harus jauh berbeda dari sains Barat.[11]
Tapi, untuk mendapatkan bentuk sains yang seperti ini, hampir tidak mungkin,
bila dilihat dari kesadaran dan pemahaman kaum Muslimin sekarang. Bila dilihat,
mereka lebih banyak meniru dan menganut pendapat-pendapat ilmuwan Barat, yang
sudah jelas-jelas salah. Ini sangat ironis, karena Islam yang dulu pernah menguasai ilmu
pengetahuan dunia, kini malah meniru dan berkiblat kepada sains Barat, tanpa berusaha
mencari kebenaran sains yang hakiki.
Dalam memecahkan masalah ini, penulis perlu memaparkan bahwa Islam adalah
sebuah sistem agama, kebudayaan, dan peradaban secara menyeluruh. Ia merupakan
sistem holistik dan nilai-nilainya menyerap setiap aktivitas manusia, yang tentunya
sains termasuk di dalamnya. Dan bila diulas kembali makna sains sebagai metode yang
rasional dan empiris untuk mempelajari fenomena alam, maka menggali ilmu sains
dalam Islam adalah satu-satunya cara untuk mencapai pemahaman yang lebih
10
mendalam tentang Sang Pencipta, dan menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat
Islam. Ia sendiri tidak akan berakhir. Oleh karena itu, sains tidak dipelajari untuk sains
itu sendiri, akan tetapi untuk mendapatkan Ridha Allah SWT. dengan mencoba
memahami ayat-ayatNya.[12]
Dalam dunia sains, konsep sains seperti ini sering disebut sebagai konsep sains
Islam, yang notabennya adalah ilmu sains yang dalam mempelajarinya tidak akan
pernah bertentangan dengan hukum dan ajaran Islam. Karena sains itu sendiri dijadikan
sarana untuk beribadah kepadaNya, Sang Maha Pemilik Ilmu.
Penerapan sains Islam akan menciptakan suasana yang menggugah ingatan kita
kepada Allah, mendorong perilaku yang sesuai dengan ketentuan syariat, dan
mengingatkan nilai-nilai konseptual yang ada dalam al-Qur’an.[13]
Dalam bidang pendidikan (khususnya Pendidikan Agama Islam), bentuk sains
seperti ini sangat diperlukan untuk mewujudkan kaum pelajar yang benar-benar
memahami konsep sains Islam, sehingga mereka tidak memiliki keraguan dan ketakutan
dalam mempelajari sains. Selain itu, untuk menghindarkan mereka dari perbuatan yang
dilarang oleh agama, yang biasanya disebabkan oleh minimnya pemahaman mereka.
Jadi, secara jelas konsep sains Islam akan menghasilkan kesempurnaan pemahaman
sains, dan mendatangkan kenikmatan kehidupan duniawi dan ukhrowi, yang tentunya
diidam-idamkan oleh semua orang yang beriman. Selain itu, buah manis dari konsep
sains Islam adalah akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam, yang nantinya akan
membangkitkan semangat kaum Muslimin dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal inilah
akan menjadi jawaban dari pertanyaan, “Mengapa orang Islam makin banyak, tapi
kualitas mereka jauh menurun dibanding dengan orang-orang Islam dahulu?”.
11
ulamak besar kaum muslim terdahulu pun berpandangan demikian. Diantaranya adalah
Imam al-Ghazali. Dalam bukunya Ihya ‘Ulum al-Din, beliau mengutip kata-kata Ibnu
Mas’ud: “Jika seseorang ingin memiliki pengetahuan masa lampau dan pengetahuan
modern, selayaknya dia merenungkan al-Qur’an”. Selanjutnya beliau menambahkan:
“Ringkasnya, seluruh ilmu tercakup di dalam karya-karya dan sifat-sifat Allah, dan al-
Qur’an adalah penjelasan esensi, sifat-sifat, dan perbuatan-Nya. Tidak ada batasan
terhadap ilmu-ilmu ini, dan di dalam al-Qur’an terdapat indikasi pertemuannya (al-
Qur’an dan ilmu-ilmu)”.[14]
Bahkan pada sebuah sumber yang dikutip oleh penulis, dijelaskan bahwa
mukjizat Islam yang paling utama ialah hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Surah
pertama (al-Alaq, ayat 1-5) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW ialah nilai
tauhid, keutamaan pendidikan, dan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan diberikan
penekanan yang mendalam.[15]
Kata “bacalah” dalam ayat tersebut mengandung arti tentang perintah menuntut
ilmu, apalagi pada saat itu (awal kenabian), bangsa Arab sedang berada pada zaman
jahiliyah (kebodohan).
Jika sains dikaitkan dengan fenomena alam, maka dalam al-Qur’an lebih dari 750
ayat menjelaskan tentang fenomena alam. Salah satunya adalah pada Surah Luqman,
ayat 10.
Artinya: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan dia meletakkan
gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan
memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. dan kami turunkan air
hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang
baik.”[17]
12
Dalam ayat tersebut, menjelaskan tentang betapa besarnya kekuasaan Allah
SWT. dalam menciptakan mahluk-mahlukNya. Tidak berhenti sampai disitu, kita juga
diperintahkan untuk mempelajarinya (mahluk). Hal ini telah banyak dilakukan oleh
orang (ilmuwan) Barat, dan malah kebanyakan dari kita hanya mengikuti apa yang
mereka katakan. Padahal, kita sebagai hambaNya seharusnya memiliki keharusan yang
lebih besar dari pada mereka. Karena bila diamati, tidak sedikit dari pandangan mereka
melenceng dari ajaran agama Islam. Bila kita hanya mengikuti mereka, dikhawatirkan
kita akan terjerumus kedalam jalan kesesatan bersama mereka. Seperti contoh,
pandangan Darwin tentang teori evolusi yang menyebutkan bahwa manusia zaman
dahulu memiliki bentuk fisik menyerupai kera, itu merupakan pendapat yang tidak
sesuai dengan al-Qur’an. Karena secara jelas, manusia pertama yang diciptakan Allah
adalah Nabi Adam AS.
Mempelajari ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan (sains)
merupakan hal yang sangat sulit, maka dari itu, Islam sangat memuliakan para ahli ilmu,
sehingga dalam Surah al-Mujadilah ayat 11, derajat mereka diangkat oleh Allah SWT.
Artinya : "......... niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[18]
Dalam potongan ayat tersebut, Allah menjajarkan iman dengan ilmu. Disinilah
terlihat betapa pentingnya ilmu, karena orang yang beriman tanpa memiliki ilmu maka
segala ibadahnya akan ditolak. Sedangkan sebaliknya, orang berilmu tanpa beriman,
maka ilmunya dapat menyesatkannya menuju jalan yang dilarang dan dilaknatNya.
Disinilah, kita sebagai hambaNya yang beriman harus ekstra hati-hati dalam
mempelajari suatu ilmu. Kita harus selalu mengembalikan semuanya kepadaNya, kita
harus berusaha mencocokkan segala jenis ilmu dengan kalamNya (al-Qur’an) yang
sempurna.
Karena sudah jelas, al-Qur’an membahas banyak Ilmu, antara lain ilmu yang
berhubungan dengan kemasyarakatan yang memberi pedoman dan petunjuk berkaitan
dengan perundang-undangan tentang halal dan haramnya suatu aktiviti, peradaban,
muamalat antara manusia dalam bidang ekonomi, perniagaan, sosiobudaya, peperangan
dan perhubungan antar bangsa. Juga terdapat maklumat ataupun isyarat (hint-
13
suggestions) tentang perkara-perkara yang telah menjadi tumpuan kajian sains,
misalnya, sidik jari sebagai tanda pengenal, penciptaan bumi dan langit, dan lain-lain.
[19]
Dari sini, maka pantaslah kalau di zaman ini banyak ilmuwan (ilmuwan Barat
khususnya) yang berusaha mempelajari al-Qur’an demi memahami suatu kajian sains.
Tapi, kita sebagai umat Muslim jangan sampai kalah dengan mereka, sehingga
peradaban Islam dapat bangkit kembali. Ketika peradaban Islam mulai bangkit, maka
kemungkinan besar dunia dapat dikuasai oleh Islam, sehingga konsep Islam sebagai
agama yang “Rahmatan lil-‘Alamin” (kesejahteraan bagi seluruh dunia) dapat terwujud
secara nyata.
Hukum dan Keadilan Dalam Islam Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum
cet.III, 2002) adalah suatu penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah
yang nyatanyata berlaku dalam kehidupan manusia pada umumnya. Perikehidupan
manusia hanya dapat berkembang maju dalam berjama’ah (Society). Man is born as a
social being. Hidup perorangan dan hidup bermasyarakat berjalin, yang satu bergantung
pada yang lain. Kita mahluk sosial harus berhadapan dengan berbagai macam persoalan
hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara,
berantara negara, berantar agama dan sebagainya, semuanya problematika hidup
duniawi yang bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad Saw, meletakkan
beberapa kaidah yang memberi ketentuan-ketentuan pokok guna memecahkan
persoalan-persoalan. Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan
lanjut M. Natsir. Tiap-tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian
masyarakat, maka bisa merusak kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan di
tengah-tengah masyarakat dan bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang
ditegakkan. Semua anggota masyarakat berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di
hadapan hukum semuanya sama, mulai dari masyarakat yang paling lemah sampai
pimpinan tertinggi dalam Negara. “Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu
golongan menyebabkan kamu tidak berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat
kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah amat
mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS.5:8). “Dengarlah dan taatilah sekalipun
14
andaikata yang menjalankan hukum atasmu seseorang budak Habsyi yang kepalanya
seperti kismis selama dijalankannya hukum Allah Swt”. (H.R.Buchori dari Anas)
Penegakan Hukum Atas Keadilan Dalam Pandangan Islam Mizan: Jurnal Ilmu Syariah.
Volume 1 No 2 Desember 2013. ISSN: 2089-032X - 148 Tidak mungkin hukum dan
keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak berdiri kokoh apabila konsep
persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan hukum di masyarakat dewasa ini
banyak ditemui sandungan yang menyolok atas pandangan lebih terhadap orang yang
punya kedudukan tinggi, yang punya kekayaan melimpah, sehingga rakyat banyak telah
menyimpan imej bertahun-tahun bahwa di negeri ini keadilan itu dapat dibeli. Lebih
jauh kesamaan itu dijabarkan Rachman di bukunya Political Science and Government
dalam Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan Demokrasi (1999) yaitu, yakni: a.
Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality) b. Setiap masyarakat
memiliki kesamaan hak sipil c. Semua warga negara memiliki hak yang sama
mendapatkan lapangan pekerjaan d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam
politik. QS.4:135.”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak
menegakkan keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapakmu atau kerabatmu”.
Agama Islam menganjurkan kepada umatnya agar peduli terhadap nasib orang lain.
Jangan sampai orang lain terjerumus dalam kesesatan. Dalam ayat 104 Surah Ali
‘Imran tersebut, Allah Ta’ala mengingatkan umat islam agar diantara mereka ada yang
bertanggung jawab membina masyarakat disekitarnya dengan cara melakukan amar
ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf artinya perintah agar melakukan perbuatan-
perbuatan baik, sedangkan nahi munkar berarti mencegah atau menghalangi timbulnya
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh ajaran Islam.
Kata ma’ruf berasal dari kata urf yang artinya dikenal, dimengerti, dipahami, atau
diterima. Karena perbuatan terpuji mudah dikenal, dimengerti, dipahami, dan diterima
oleh masyarakat, maka orang yang mengerjakannya akan dikenal dengan orang yang
baik, karena dapat menggunakan akal sehatnya. Munkar berarti yang dibenci, tidak
15
disenangi, dan ditolak. Karena perbuatan itu tidak layak, tidak patut, dan tidak pantas
dilakukan oleh siapa pun, sebab bertentangan dengan norma-norma agama dan akal
sehat. Maka orang yang melakukan kemunkaran akan dinilai tidak baik oleh
masyarakat.
Kata munkar itu maknanya lebih luas daripada kata maksiat. Dosa maksiat itu erat
kaitannya denganta’lif (pembebanan terhadap hukum). Sedangkan kemunkaran
tidaklah demikian. Misalnya ada anak kecil (belum baligh) atau orang gila (tidak
berakal) sedang pesta minuman keras, maka kita wajib membubarkannya, karena itu
perbuatan munkar. Meskipun bagi keduanya tidak dapat disebut perbuatan maksiat
atau mendatangkan dosa tetapi perbuatan tersebut adalah perbuatan munkar.[1]
Kegiatan amar ma’ruf nahi munkar sering disebut sebagai kegiatan dakwah Islamiyah.
Karena itu jangan segan-segan beramar ma’ruf nahi munkar, agar kita dapat menikmati
kehidupan masyarakat yang bahagia, aman, tentram dan sejahtera. Sebaliknya jika
sudah tidak ada lagi yang mau melakukan amar ma’ruf nahi munkar, sudah dipastikan
kehidupan dalam masyarakat akan menjadi kacau balau. merajalelanya kemunkaran
yang menjadi penyakit masyarakat akan berakibat malapetaka seperti yang pernah
terjadi pada kaum Bani Israil dalam Qur’an Surah Al-Maidah ayat 78-79 yang artinya
“ Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Daud dan Isa
puta Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
Mereka tidak saling mencegah perbuatan munkar yang selalu mereka perbuat.
Sungguh sangat buruk apa yang selalu mereka perbuat itu”. [2]
Penjelasan ayat nya yaitu Allah Ta’ala murka dan mengutuk orang-orang Yahudi
melalui ucapan Nabi Daud dan Nabi Isa, yaitu ketika orang-orang Yahudi melanggar
larangan Allah. Orang Yahudi melanggar larangan menangkap ikan pada hari Sabtu,
karena hari Sabtu hari khusus untuk beribadah. Nabi Isa pun pernah mengutuk mereka
karena, mereka telah melanggar hukum-hukum Allah. Bahkan kebiasaan orang-orang
Yahudi membiarkan kemungkaran-kemunkaran dan tidak ada yang mau beramar
ma’ruf. Dalam sebuah hadis, nabi Muhammad pernah bersabda yang artinya “
16
ِ َو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أُ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
َ ُِوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُم ْن َك ِر َوأُولَئ
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
Artinya:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-
orang yang beruntung”
Pemaknaan Ayat:
Melalui ayat tersebut Allah Ta’ala memerintahkan kepada umat Islam agar diantara
mereka ada sekelompok orang yang bergerak dalam bidang dakwah yang selalu
memberi peringatan apabila nampak gejala-gejala perpecahan dan pelanggaran
terhadap ajaran agama, dengan jalan mengajak dan menyeru manusia untuk melakukan
kebajikan, menyuruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Yakni cara yang
ditempuh dengan meyadarkan manusia bahwa perbuatan-perbuatan yang baik itu akan
mendatangkan keuntungan dan kebahagiaan baik untuk dirinya sendiri maupun orang
lain, baik didunia maupun diakhirat. Begitu pula sebaliknya, bahwa kemunkaaran dan
kejahatan itu akan selalu mendatangkan kerugiaan dan kemudaratan baik bagi
pelakunya sendiri maupun orang lain.[3]
Tujuan dakwah tidak akan tercapai hanya dengan anjuran melakukan perbuatan baik
saja tanpa dibarengi dengan sifat-sifat keutamaan dan menghilangkan sifat-sifat buruk
dan jahat. Agar tujuan dakwah dapat tercapai dengan baik, maka umat Islam harus
mengetahui persyaratan dan taktik perjuangan untuk mencapainya. Kemenangan tidak
akan tercapai tanpa kekuatan, kekuatan tidak akan terwujud melainkan dengan
persatuan, persatuan dan kesatuan tidak akan tercapai kecuali diimbangi dengan sifat-
sifat yang utama. Sifat yang utama inipun tak akan terpelihara tanpa adanya agama
Akhirnya agama tidak akan mungkin terpelihara tanpa adanya dakwah. Dari sinilah
dapat dimengerti apabila Allah mewajibkan kepada umat Islam untuk melakukan dan
menggiatkan dakwah agar agama yang dianut dapat berkembang dengan baik dan
sempurna sehingga misi agama “memberikan rahmat bagi seluruh alam” dapat
tercapai. Tanpa adanya dakwah agama tidak mungkin akan berkembang. Dalam
rangka berdakwah diperlukan syarat-syarat yaitu harus memahami kandungan Al-
Quran dan sunnah Nabi serta sejarah dakwah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam,
17
harus memahami keadaan orang-orang yang menjadi objek dakwah, harus memahami
bahasa atau dialek orang-orang yang menjadi objek dakwah, harus memahami agama
dan madzab-madzab yang berkembang dalam masyarakat. [4]
Pada zaman jahiliyah sebelum Islam ada dua suku yaitu; Suku Aus dan Khazraj yang
selalu bermusuhan turun-temurun selama 120 tahun, permusuhan kedua suku tersebut
berakhir setelah Nabi Muhammad SAW mendakwahkan Islam kepada mereka, pada
akhirnya Suku Aus; yakni kaum Anshar dan Suku Khazraj hidup berdampingan, secara
damai dan penuh keakraban, suatu ketika Syas Ibn Qais seorang Yahudi melihat Suku
Aus dengan Suku Khazraj duduk bersama dengan santai dan penuh keakraban, padahal
sebelumnya mereka bermusuhan, Qais tidak suka melihat keakraban dan kedamaian
mereka, lalu dia menyuruh seorang pemuda Yahudi duduk bersama Suku Aus dan
Khazraj untuk menyinggung perang “Bu’ast” yang pernah terjadi antara Aus dengan
Khazraj lalu masing-masing suku terpancing dan mengagungkan sukunya masing-
masing, saling caci maki dan mengangkat senjata, dan untung Rasulullah SAW yang
mendengar perestiwa tersebut segera datang dan menasehati mereka: Apakah kalian
termakan fitnah jahiliyah itu, bukankah Allah telah mengangkat derajat kamu semua
dengan agama Islam, dan menghilangkan dari kalian semua yang berkaitan dengan
jahiliyah?. Setelah mendengar nasehat Rasul, mereka sadar, menangis dan saling
berpalukan. Sungguh peristiwa itu adalah seburuk-buruk sekaligus sebaik-baik
18
peristiwa. Maka turunlah surat Ali Imran ayat 104.
Kemudian pada ayat 110 pada surah yang sama Allah menjelaskan bahwa umat yang
paling baik didunia ini adalah umat yang mempunyai dua sifat utama yaitu mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran dan senatiasa beriman kepada Allah
Ta’ala. Kedua sifat ini mampu mempersatukan umat dan mendorong semangat juang
kaum muslimin dimasa nabi masih hidup, sehingga mereka menjadi umat yang kuat
dan jaya.
Artinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kiatab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
19
Hadits Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudry -radhiallahu Ta’ala ‘anhu:
“Dari abi Sa’ad Al Khudry r.a ia berkata: aku mendengar Rasulullah bersabda:
“siapapun diantara kamu yang melihat kemunkaran hendaklah mengubahnya dengan
tangan atau kekuasaannya. Apabila tidak mampu dengan cara ini, maka hendaklah
menggunakan lisannya, apabila dengan cara itu tidak mampu maka hendaklah dengan
hatinya. Demikian itu (cara yang terakhir) adalah termasuk selemah-lemah iman”.
(H.R.Muslim)[5]
Melalui sabda Nabi Muhammad kita ingatkan agar melakukan amar ma’ruf nahi
munkar sesuai dengan kemampuan kita. Ibnu Qudamah dalam bukunya “Mukhtasar
Minhaj Al-Qasidin”, menyatakan bahwa dalam beramar ma’ruf nahi munkar harus
sesuai dengan kemampuan yang rasional. Menurutnya, jika seorang muslim sudah tahu
tidak memiliki kekuatan memadai untuk mengalahkan kemunkaran, namun tetap
memaksakan diri hingga mencelakakan dirinya, hukumnya haram. Sebab amar ma’ruf
harus memberikan pengaruh posotif dan memberi manfaat. Dalam hal ini, Nabi
Muhammad menjelaskan tiga strategi dan tingkatan dalam melakukan amar ma’ruf
nahi munkar, yaitu:
1. Dengan tangannya. Maksud dengan teladan yang baik dan tindakan nyata sesuai
profesi atau kedudukannya masing-masing. Misalnya, bagi pengurus kelas dapat
membuat tata tertib kelas dan mengawasi peraturannya dengan ketat sehingga menjadi
kelas teladan. Bagi kepala desa, bupati atau walikota, dapat melakukan amar ma’ruf
nahi munkar dengan cara menegakkan disiplin dan mengadakan oprasi, seperti
memberantas perjudian minum-minuman beralkohol, prostitusi dan penyakit
masyarakat lainnya yang menjadikan kehidupan ini tidak tentram. Bagi para anggota
dewan dapat membuat undang-undang atau peraturan daerah untuk menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar. Begitu pula polisi, penegak hukum dan lain sebagainya.
2. Dengan lisan. Jika seseorang tidak mampu melakukan amal ma’ruf dengan
tangannya, cara kedua dengan lisannya. Misalnya, memberikan nasihat yang baik,
20
memotivasi untuk melakukan kebaikan, dan mengingatkan akibat-akibat perbuatan
kemungkaran. Dan jika tidak dapat dilakukan secara langsung dapat lewat tulisan.
Misalnya menulis” terima kasih anda sudah membuang sampah pada tempatnya” yang
ditempel pada tempat-tempat tertentu
3. Dengan hatinya. Yaitu mengfungsikan kata hatinya yang bersih. Cara ini merupakan
cara yang paling lemah karena hanya dapat membentengi dirinya sendiri. Karena tidak
mempunyai keberanian perintah yang baik kepada orang lain apalagi mencegah dari
kemungkaran, dia hanya diam saja. Tetapi dalam hatinya tidak pernah terlintas
merestui perbuatan-perbuatan yang mungkar bahkan selalu berdoa agar kemungkaran-
kemungkaran itu cepat lenyap dan berbalik menuju kebaikan.[6]
c. Mengetahui bahasa masyarakat yang hendak didakwahi. Dalam hal ini Nabi pernah
memerintah para sahabat mempelajari bahasa Ibrani untuk menghadapi bangsa
Yahudi.
V. Pengertian Fitnah
Kata fitnah berarti musibah, cobaan, dan ujian. Kata ini disebutkan secara berulang di
21
dalam al-Qur’an pada hampir 70 ayat (lihat al-Mu’jam al-Mufahras), dan seluruh
maknanya berkisar pada ketiga makna di atas. Kata fitnah bisa juga bermakna sesuatu
yang mengantarkan kepada adzab Allah, seperti firman-Nya: “Ketahuilah, bahwa
mereka telah terjerumus ke dalam fitnah…” (QS. at-Taubah: 49)
Di sisi lain, kata fitnah bermakna ujian, sebab keduanya bisa digunakan dalam konteks
kesulitan maupun kesenangan yang diterima seseorang. Hanya saja, makna “kesulitan”
lebih sering digunakan. Allah berfirman (yang artinya): “Dan Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)…” (QS. al-
Anbiyaa’: 35)
(Mufradat Alfazh al-Qur’an al-Karim karya ar-Raghib al-Ashfahani).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasanya pengertian fitnah adalah hal-hal
dan kesulitan-kesulitan yang Allah timpakan kepada hamba-hamba-Nya sebagai ujian
dan cobaan yang mengandung hikmah. Biasanya fitnah terjadi secara umum, namun ada
juga fitnah yang terjadi secara khusus. Pada akhirnya, berkat karunia Allah, fitnah itu
diangkat sehingga meninggalkan dampak yang baik bagi orang-orang yang berbuat
kebaikan dan yang beriman,sebaliknya meninggalkan dampak yang buruk bagi mereka
yang berbuat kejahatan dan tidak beriman. Wallaahu a’lam. (Fitnah Akhir Zaman/al-
Fitnah wa Mauqif al-Muslim minhaa”, Dr.Muhammad al-‘Aqil)
2). Fitnah kebodohan, kerakusan, dan kekacauan dengan dicabutnya ilmu agama dari
hati manusia.
22
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Zaman semakin dekat, ilmu dicabut,
muncul fitnah-fitnah, tersebar kebakhilan-kebakhilan, banyak terjadi al-haraj. Para
sahabat bertanya, ‘Apakah al-haraj itu, ya Rasulullah?” beliau menjawab,
‘Pembunuhan.”(Muttafaqun ‘alaih)
Ilmu akan dicabut dari hati manusia dengan cara diwafatkannya para ulama’ ahli ilmu
agama. Maka setelah itu akan terjadilah kebodohan dimana-mana dan akan ada muncul
da’i-da’i yang menyeru ke dalam neraka jahanam.
Pada kenyataan yang bisa kita amati adalah dengan dicabutnya sifat amanah dari
pundak-pundak para pemimpin. Kepemimpinan merupakan amanah yang sangat besar.
Sebagaimana sabda shallahu ’alaihi wasallam: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan
setiap kalian akan diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang pimpin.” (HR.
Bukhari dan Muslim) Hal tersebut telah muncul di zaman ini seperti yang bisa kita
amati seksama, yaitu banyaknya para pemimpin yang tidak melaksanakan amanahnya
dengan baik. Mereka malah menyelewengkan amanah itu untuk kepentingan dirinya
sendiri dan keluarganya seperti halnya korupsi yang telah merajalela dimana-mana. Hal
itu termasuk bentuk penyelewengan amanah yang seharusnya disampaikan kepada
rakyat.
4). Fitnah harta.
Macam-macam fitnah tersebut merupakan sebagian dari tanda-tanda hari kiamat. Dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam
bersabda:
“Sesungguhnya di antara tanda hari kiamat ialah; diangkat ilmu (agama), tersebar
23
kejahilan (terhadap agama), arak diminum (secara leluasa), dan zahirnya zina (secara
terang-terangan)”. (HR. al-Bukhari no. 78 dan Muslim no. 4824)
Fitnah-fitnah tersebut mulai muncul setelah wafatnya Umar bin al-Khattab. Karena
beliau merupakan dinding pembatas antara kaum Muslimin dengan fitnah tersebut,
sebagaimana yang diterangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berkata
kepada ‘Umar: “Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan
hancur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka kita semua harus berhati-hati pada fitnah-fitnah tersebut, karena hal tersebut akan
menghancurkan semua umat. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Dan
takutlah kepada fitnah yang tidak hanya menimpa orang yang zhalim di antara kalian
semata dan ketahuilah, bahwa Allah memiliki adzab yang sangat pedih.” (QS. al-Anfal:
25)
Daftar Pustaka
https://akademisi12.blogspot.com/2016/06/makalah-imanislam-dan-ihsan.html
24
Imam an-nawawi al-jawi, Hadis arba’in
Sayyid Abdullah ibn Alawi A- Haddad,, Terjemah Risalatul Muawanah, Mutiara ilmu,
bandung; 2012
Dr.ir.Muhammad Imaduddin Abdulrahim M.sc, Islam system nilai terpadu, Gema
insani press, Cetakan pertama, Jakarta; 2002
25