Anda di halaman 1dari 56

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakkan Hukum
4. Kewajiban penegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstuktur Mata kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufikq Ramdani, S. Th.l., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Sri khairani

NIM : E1Q020049

Fakultas&Prodi: FKIP&Pendidikan Fisika

Semester : satu (1)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)

UNIVERSITAS MATARAM

T.A 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT selesainya tugas ini
guna untuk menyalesaikan tugas matakuliah pendidikan Agama Islam.

Sholat dan salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas rahmat-Nya dan karunia-Nya kita dapat keluar dari Alam yang jahiliyah menuju
alam yang islami seperti yang kita rasakan saat-saat ini

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S. Th.l.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata kulia pendidikan agama islam

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi semua orang dan terkhusus
penulis.

Penyusun, Mataram15 Desember 2020

Nama : Sri Khairani

NIM : E1Q020049

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i

KATA PENGANTARA ii

DAFTAR ISI iii

I. Iman, Islam, Ihsan 1


A. Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan 1
B. Makna dan Tingkatan Iman, Islam, Ihsan 1
II. Islam dan Sains 5
A. Definisi Sains 5
B. Urgensi Sains 6
C. Pendekatan Al-Qur’an Terhadap Sains 9
D. Al-Qur’an dan Alam Raya 13
III. Islam dan Penegaakkan Hukum 16
A. Penegakan hukum menurut pesan Rasulullah SAW 16
B. Hukum dan Masyarakat 20
C. Keadilan Hukum 20
D. Pemenuhan Hak ASASI Manusia 23
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar 31
A. Penegakan Kebenaran 31
B. Perintah Amar Makruf dan Nahi Munkar 32
C. Siksaan Bagi Yang Tidak Mencegah Penganiayaan 36
D. Keutamaan Mengajak Kebaikan 41
E. Menyuruh Orang Beramal Makruf Tetapi Tidak Mengamalkan
Sendiri 42
V. Fitnah Akhir Zaman
A. Fitnah Akhir Zaman Oleh KH. Abdul muhitb Abdul fattah 44
B. Baginda Nabi SAW telah mengisyaratkan tentang dekatnya
hari Akhir 44
C. Menghadapi Ujian dan Fitnah Akhir Zaman 46

DAFTAR PUSTAKA 52

LAMPIRAN 53

iii
BAB 1

IMAN, ISLAM, IHSAN

A. Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan

Iman adalah beriman kepada allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-


Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan beriman kepada takdir yang baik
maupun yang buruk.

Islam adalah berserah diri sepenuhnya kepada allah dengan tauhid dan
tunduk kepada-Nya. Rukun islam adalah syahadat tidak ada ilah yang berhak
disembah selain allah, dan bahwa nabi Muhammad adalah utusan allah,
mendirikan sholat, meunaikan zakat, puasa ramadhan dan ibadah haji jika
mampu

ihsan adalah beribadah kepada allah seakan-akan hamba tidak melihat-


Nya maka dia melihat hamba.

B. Makna dan Tingkat Iman, Islam, dan Ihsan


a. Makna dan Tingkatan Islam

Dalam hadits Arbain yang kedua, Rasulullah pernah ditanya oleh malaikat Jibril
tentang Islam. Kemudian Nabi Muhammad menjawab,

Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang haq) selain
Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau dirikan
sholat, tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika
engkau mampu untuk menempuh perjalanan ke sana.

Jawaban Nabi mengatakan bahwa Islam adalah apa yang disebut dengan rukun
Islam. Yaitu amalan – amalan lahiriyah yang mencakup syahadat, shalat, puasa,
zakat, dan haji. Saat seseorang melakukan 5 amalan ini, maka orang tersebut
dikatakan sebagai muslim.

Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang Islam beliau


menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang haq)

1
selain Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau dirikan
sholat, tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika engkau
mampu untuk menempuh perjalanan ke sana”. Syaikh Ibnu Utsaimin
menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini ialah bahwa Islam
itu terdiri dari 5 rukun (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 14). Jadi Islam yang
dimaksud disini adalah amalan-amalan lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat,
puasa, zakat dan haji.

b. Makna dan Tingkatan Iman

Masih dalam hadits yang sama, kemudian malaikat Jibril bertanya mengenai
Iman kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah menjawab,

Iman itu ialah engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, para Rosul-Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qodho’ dan
qodar; yang baik maupun yang buruk.

Dalam definisi ini, maka iman merupakan hal – hal yang mencakup amalan
batin. Yaitu keimanan atau kepercayaan terhadap Allah, malaikat-Nya, kitab-
Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan juga keimanan kepada takdir. Orang yang
sudah mencapai derajat keimanan maka disebut sebagai mukmin.

Keimanan merupakan sesuatu yang lebih khusus dibandingkan keislaman. Jadi,


ketika seseorang disebut sebagai mukmin, maka orang tersebut sudah pasti
seorang muslim. Namun, tidak setiap muslim adalah seorang mukmin.

Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda, “Iman itu ialah
engkau beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rosul-
Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qodho’ dan qodar; yang baik
maupun yang buruk”. Jadi Iman yang dimaksud disini mencakup perkara-
perkara batiniyah yang ada di dalam hati. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan:
Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah pembedaan antara islam
dan iman, ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan secara bersama-sama,
maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan

2
sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi bila
sebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka sudah
mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Alloh Ta’ala, “Dan Aku telah
ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini
sudah mencakup islam dan iman… (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 17).

c. Makna dan Tingkatan Ihsan

Tingkatan yang ketiga adalah Ihsan. Saat Rasulullah ditanya oleh malaikat Jibril
mengenai perkara ihsan, maka Rasulullah menjawab,

Yaitu engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka


apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihatmu.

Perkara ihsan adalah perkara yang mencakup cara dan rasa seorang muslim
dalam beribadah. Ada dua tingkatan dalam ihsan. Yaitu seseorang yang
beribadah seakan mampu melihat Allah, dan jika tidak mampu, maka orang
tersebut beribadah dengan rasa diperhatikan oleh Allah.

Tingkatan ihsan ini merupakan tingkatan tertinggi seorang muslim karena


melibatkan perkara lahir dan batin. Seseorang yang mampu menjalani ibadah
dengan perasaan seperti ini akan dapat melaksanakan ibadah dengan rasa harap
dan ingin sebagaimana seorang hamba bertemu rajanya. Atau dengan perasaan
takut dan cemas akan siksa yang didapat.

Orang yang mampu beribadah dengan perasaan tersebut akan lebih mudah
mendapatkan manfaat sebenarnya dari suatu ibadah. Dan orang – orang
semacam ini akan disebut sebagai muhsin. Derajat muhsin ini hanya dapat
dicapai jika seseorang telah menjadi muslim dan mukmin terlebih dahulu.

Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau
beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu
tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa

3
dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia
menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan,
seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya,
dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa
mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua
yaitu: menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan
cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu
tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu
tidak mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan
ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.

4
BAB II

ISLAM DAN SAINS

A. Defenisi Sains

Integrasi sains dan agama yang difokuskan pada defenisi sains,


pendekatan Al-Qur’an terhadap sains, serta kedudukan sains dalam Islam serta
urgensinya.

Menurut Agus Purwanto dalam bukunya Ayat-Ayat Semesta: Sisi Al-Qur’an


yang Terlupakan, Mizan, Bandung, 2008, jumlah ayat kauniyah ada 800 ayat.
Sementara menurut Syeikh Tantawi, ayat kauniyah berjumlah 750 ayat. Tidak
kalah menariknya adalah, dari 114 surah Al-Qur’an hanya 15 surat yang tidak
ada ayat kauniyahnya, hal ini menunjukkan pentingnya ayat kauniyah bagi
kehidupan umat Islam. Oleh sebab itu, sudah saatnya jika para ilmuwan muslim
kembali menggali ayat-ayat kauniyah, melakukan penelitian guna menyingkap
mukjizat sains dalam Al-Qur’an. Sepantasnyalah dalam bidang pendidikan sejak
tingkat yang paling dasar sampai pendidikan tinggi harus mampu
mengintegralkan penafsiran ilmiah Al-Qur’an dengan mata pelajaran yang
memiliki keterkaitan, misalnya fisika, biologi, sejarah dan sebagainya. Bahkan
lebih dari itu, melalui Al-Qur’an memotivasi untuk melakukan penelitian-
penelitian terhadap fenomena alam.

Sains menurut bahasa berasal dari bahasa Ingrias science, sedangkan kata
science berasal dari bahasa Latin scientia. Yang berasal dari kata scine yang
artinya adalah mengetahui. Kata sains dalam bahasa Ingris diterjemahkan
sebagai 28 al-‘ilm dalam bahasa Arab. Dari segi istilah sains dan ilmu bermakna
pengetahuan namun demikian menurut Sayyid Hussen Al-Nasr kata science
dalam bahasa Inggris tidak dapat diterjemahkan kedalam bahasa Arab sebagai
Al-Ilm, karena konsep ilmu pengetahuan yang dipahami oleh barat ada
perbedaannya dengan ilmu pengetahuan menurut perspektif Islam.

Ada beberapa pendapat tentang difenisi sains menurut Istilah, namun


secara umum dapat diartikan sebagai keutamaan dalam mencari kebenaran. Di
dalam the New Colombia Encyclopedia, sains diartikan sebagai satu kumpulan

5
ilmu yang sistematis mengenai metapisik yang bernyawa dan yang tidak
bernyawa, termasuk sikap dan kaedah-kaedah yang digunakan untuk
mendapatkan ilmu tersebut. Oleh sebab itu sains adalah merupakan sejenis
aktivitas dan juga hasil dari aktivitas tersebut. Tidak jauh berbeda apa yang
dikatakan oleh R.H.Bube, menurutnya sains adalah pengetahuan yang berkaiatan
dengan alam semula jadi yang diperoleh melalui interaksi akal dengan alam.

Berdasarkan defenisi diatas dapat ditegaskan bahwa sains adalah suatu proses
yang terbentuk dari interaksi akal dan panca indera manusia dengan alam
sekitarnya. Dengan arti kata, objek utama kajian sains adalah alam empirik
termasuk juga manusia. Sedangan objek sains yang utama adalah mencari
kebenaran.

B. Urgensi Sains

Sains dalam pengertian umum yaitu ilmu pengetahuan. Di dalam Al-Qur'an


banyak sekali ayat-ayat yang menyentuh tentang Ilmu pengetahuan dan ilmuan,
al-Qur’an sentiasa mengarahkan manusia untuk menggunakan akal fikirannya
memerangi kemukjizatan dan memberi motivasi meningkatkan ilmu
pengetahuan. Selain itu Al-Qur’an memberikan penghargaan yang tinggi
terhadap ilmuan. Al-Qur’an menyuruh manusia berusaha dan bekerja serta
selalu berdo’a agar ditambah ilmu pengetahuan. Sementara itu Rasulullah
memberi pengakuan bahwa ilmuan itu merupakan pewaris para nabi. Al-Qur’an
juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ulama adalah ilmuan yang
mengenali dan mentaati Allah.

Sains dalam pengertian khusus mempunyai peran penting dalam kehidupan


seorang muslim, ia disejajarkan dengan ilmu-ilmu keislaman yang lain, dan bila
diklasifikasikan maka sains ini termasuk fardu kifayah, karena dapat
memberikan dampak positif bagi peningkatan keimanan seseorang, hal ini
dapat dilihat pada beberapa hal berikut:

a. Memperteguh Keyakinan Terhadap Allah

6
Terbentuknya alam semesta ini dengan berbagai fenomenanya merupakan
kunci hidayah Allah, demikian dikatakan oleh Sayyid Qutb dalam kitabfi
Zilal al-Qur’an. Menurut Yusuf Qardhawi, hal tersebut merupakan kitab
Allah yang terbentang untuk manusia membaca 30 kekuasaan dan kebesaran
Nya. Sekalipun Tuhan merupakan tema sentral dalam al-Qur’an, namun
tidak pernah memberikan gambaran figurative tentang penciptaan, namun
hanya menyebut tanda-tandanya saja. Keadaan seperti ini membawa
implikasi bahwasanya untuk memahami sifat Tuhan, seseorang perlu
mengkaji dan menggenal semua aspek ciptaannya.

Seperti telah dijelaskan sains adalah pengkajian terhadap penomena alam


dengan mengunakan metode ilmiah, sains mempunyai korelasi dengan
proses pengenalan manusia terhadap sifat-sifat Tuhan. Setiap benda dan
setiap penomena alam menjadi bukti kewujudan dan kekuasaan Allah Sains
mempunyai peran memperteguh keyakinan manusia terhadap Allah. Sains
telah membuktikan bahwa jagad raya ini bersifat tertib, dinamis dan segala
elemennya saling berkaitan dengan cara yang rapi dan teratur. Penemuan
seperti ini membuktikan kekuasaan Allah sebagai Rab semesta alam.

b. Menyingkap Rahasia Tasyri’

Sebagian hikmah dan maslahah disebalik disyariatkannya suatu hukum


didalam Al-Qur’an dapat diungkapkan melalui sains.Sains dapat
membuktikan bahwa hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an adalah
mengenai realitas kehidupan dan kondisi alam yang sebenarnya. Sebagai
contoh dapat dilihat tentang hukum khamar, Al-Qur’an mengharamkan
karena memberi efek negatif terhadap sistem dan organ tubuh manusia,
dengan menggunakan sains, akan dapat dilihat lebih jelas sejauh mana
dampak negatif yang ditimbulkannya, sehingga pantas diharamkan.

Namun demikian perlu digaris bawahi, bahwa agama tidak boleh hanya
difahami melalui teori sains semata, sebab sikap sains ini tidak sama dengan
sikap ibadah , Tuhan tidak akan dapat dikenali dan agama tidak dapat
dihayati hanya dengan teori-teori sains belaka, namun jika sains dijadikan

7
pendukung untuk memahami agama lebih dalam lagi, tentu akan dapat
memberi kesan yang lebih fositif lagi terhadap hukum-hukum agama serta
lebih memberi keyakinan bagi orang Islam untuk mengamalkannya.

c. Bukti Kemu’jizatan Al-Qur’an

Untuk membuktikan kemu’jizatan Al-Qur’an, sains juga dianggap sebagai


sesuatu yang penting, sebab banyak perkara yang waktunya belum samapai
telah disebutkan dalam Al-Qur’an. Ketika Al-Qur’an turun, kondisi manusia
untuk memahami penomena alam yang di sinyalis oleh Al-Qur’an belum
lagi memadai, hal ini dapat dilihat tentang asal usul kejadian manusia,
seperti yang disinyalis dalam surah al-An’am(6) ayat 2 yang menyatakan
manusia berasal dari tanah. Dalam kajian sains, bahwa yang dimaksud
dengan tanah pada ayat tersebut adalah tanah yang terdiri beberapa unsur
tertentu. Menurut analisa kimia terdapat 105 unsur pada tanah yang
semuanya ada pada diri manusia walaupun kadarnya berbeda-beda, selain itu
ada unsur-unsur kecil lainnya yang tidak dapat dideteksi. Oleh sebab itu
penemuan sains amat penting untuk menghayati maha bijaksananya Allah.

d. Menyempurnakan Tanggung Jawab Peribadatan.

Dalam menjalani kehidupan manusuia butuh beberapa bantuan, pengetahuan


tentang sains merupakan salah satu yang dibutuhkan, begitu pula dalam hal
hubungannya dengan Allah sebagai tuhan semasta, pengetahuan tentang
sains juga dibutuhkan.

Shalat sebagai ibadah yang wajib ditunaikan diperintahkan untuk


menghadap kiblat, Untuk menentukan arah kiblat diperlukan ilmu geografi
dan astronomi, begitu juga terhadap penetuan waktu-waktu menjalankan
shalat serta penentuan awal dan akhir bulan Ramadan. Dengan demikian
sains diperlukan dalam ibadah puasa ramadhan. Dalam masalah zakat
pengetahuan tentang matematika tidak dapat dikesampingkan begitu saja,
begitu juga dengan ibadah haji, diperlukan arah penunjuk jalan serta
transportasi yang dijadikan alat angkutan dari berbagai penjuru dunia

8
menuju kota Makkah, yang semua itu memerlukan sains. Dengan
menggunakan sains para dokter dapat mendeteksi dan selanjutnya
menggobati berbagai macam penyakit dan kesehatan akan dapat terjaga
dengan baik sehingga manusia akan dapat beribadah kepada tuhannya
secara sempurna. Dengan demikian dapatlah difahami bahwa sains
merupakan salah satu sarana penunjang untuk kesejahteraan kehidupan
manusia serta penunjang kesempurnaan ibadah seorang hamba terhadap
tuhannya. Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sains
juga merupakan sesuatu yang urgensi untuk memenuhi tuntutan agama.

Didalam Al-Qur’an Allah menganjurkan orang-orang Islam untuk


mempersiapkan diri dengan kekuatan seoptimal mungkin, sama ada
kekuatan mental maupun matrial untuk mempertahankan diri dari ancaman
musuh, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an ayat 60 surah Al-
An’am. Kekuatan material seperti peralatan perang adalam menuntut kepada
kecanggihan dan ketrampilan umat Islam dalam bidang sains dan teknologi.
Alam semesta ini diciptakan Allah untuk kepentingan dan kebutuhan hidup
manusia sebagaimana dijelaskan pada ayat 20 surah Lukman (Q.S.31:20).
Dalan rangka mendapatkan berbagai fasilitas diperlukan pengolahan
terhadap sumber daya alam yang dikaruniakan oleh Allah, dan untuk
memperoleh hasil yang maksimal tentunya diperlukan berbagai ilmu
pengetahuan, terutama ilmu pengatahuan tentang sains danteknologi 66) .
Pemanfaatan sumber daya alam adalah sebagaian dari pada aktivitas sains.
Dalam kontek ini, menurut Muhammad Qutb, pada prinsipnya sains adalah
merupakan suatu cara melaksanakan tugas yangdiamanahkan oleh Allah
kepada umat manusia.

C. Pendekatan Al-Qur’an Terhadap Sains

Dalam kajian sains, Al-Qur’an telah memberikan dasar yang jelas, banyakayat-
ayat Al-Qur’an yang menyentuh berbagai bidang dalam disiplin sains. Dalam
buku Quranic Sicences, Afzalu Rahman telah menyebutkan sebanyak 27 cabang

9
ilmu sains yang disentuh oleh Al-Qur’an. Diantaranya kosmologi, astronomi,
astrologi, fisika, kimia serta betani dan lain sebaginya. Hal ini menjadi bukti
terhadap relevansi sains dalam agama. Selain itu Al-Qur’an selalu
menganjurkan manusia untuk mengasah dan menggunakan nalar.

Suatu hal yang perlu diingat bahwa Al-Qur’an bukanlah kitab sains, maka cara
pendekatannya tidak sama dengan cara sains moderen. Pendekatan sains
memisahkan sesuatu dari semua yang ada kemudian menganalisa secara
terperinci, sedangkan al-Qur’an berbicara tentang sains dalam bentuk holistic
danglobal serta ditempatkan pada berbagai surah di antaranya ayat 44, 73, 242,
surahal-Baqarah, begitu pula ayat 118 surah Ali Imran, ayat 61 surah al-Nur dan
ayat30 surah al-Mukminun.

Penekanan sains dalam al-Qur’an lebih dititik beratkan pada penomena-


penemena alam, objek utama pemaparan ayat-ayat seperti ini adalah sebagai
tanda keesaan dan kekuasaan Khalik, Bahkan, perbincangan tentang ayat-ayat
ini merupakan tema utama dalam al-Qur’an. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa terdapat kaiatan yang kuat antara al-Qur’an dengan penomena alam.
Dalam konteks tersebut menurut Sayyid Husinal-Nasr, kedua-duanya
merupakan ayat Allah. Alam merupakan kitab yang terbentang lebar (Al-Kitab
al-Maftuh) yang tidak ditulis dan dibaca, diibaratkan sebuah teks, alam bagaikan
sehamparan bahan-bahan yang penuh dengan lambang-lambang (ayat) yang
mesti difahami menurut maknanya. al-Qur’an merupakan kitab yang dibaca( al-
Kitab al-Maqru’) yaitu teks dalam bentuk kata-kata yang dipahami oleh manusia
35 Ayat-ayat al-Qur’an yang ada kaitannya dengan sains, dapat diklassifikasikan
kepada dua ketegori. Yang pertama adalah ayat-ayat yang menjelaskan secara
umum, sama ada yang berhubungan dengan biologi, fisika, geografi atau
astonomi dalam lain sebagainya. Sedangkan yang kedua, adalah ayat-ayat yang
menjelaskan secarakhusus dan terperinci, seperti tentanguraiannya mengenai
masalah reproduksi manusia.(Q.S. 23:12-14). Ayat-ayat tersebut secara umum
menyentuh tentang penomena alam semesta jadi. Seperti yang telah disebutkan
bahwa pemaparan fenomena-fenomena tersebut dilakukan oleh al-Qur’an
bertujuan mengajak manusia mengenal Penciptannya menerusi esensi yang

10
wujud pada alam tersebut. Objek ini lah yang menjadi titik perbedaan kajian
sains sekuler dengan kajian sarjana muslim. Sekularisme memandang dunia
secara fisik dan mengabaikan metafisik secara mendalam, padahal antara dunia
fisik mempunyai kaitan yang erat dengan metafizik dan penciptanya. Dalam
upaya mengajari manusia memahami dan mengenal kekuasan dan keagungan
Tuhannya, al-Qur’an telah menekankan akan arti pentingnya manusia
menggunakan akal fikiran serta panca indra. Bahkan al-Qur’an mengibaratkan
manusia yang tidak menggunakan fikiran dan panca indranya laksana binatang
ternak, bahkan lebih jelek dari itu (Q.S:7:179). Oleh sebab itu manusia selalu
diingatkan untuk sentiasa membuat observasi, berfikir secara reflektif, membuat
penganalisaan yang kritis serta membuat pertimbangan yang matang. Secara
umum kajian sains menggunakan dua metode, yaitu observasi dan eksprimen
dimana kedua-duanya akan melibatkan fungsi akal dan panca indra.

Akal bukanlah hanya satu objek yang terletak di kepala sebagaimana otak. Akal
merupakan daya untuk merasa atau berfikir yang bisa memberikan kekuatan
kepada manusia untuk memperhati dan mengkaji, memilih dan membuat
keputusan terhadap sesuatu perkara atau langkah-langkah serta berbagai macam
persoalan yang dihadapi untuk mencapai apa yang diinginkan. Al-Qur’an
menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi, manusia dimotivasi untuk
menggunakannya. Berbagai potensi alam disediakan oleh Allah untuk digarap
dengan menggunakan akal fikiran. Terdapat sejumlah kata yang digunakan oleh
Allah dalam Al-Qur’an yang mengandung perintah menggunakan akal fikiran,
seperti kata‫و النهى‬TT‫اول‬-‫ار‬TT‫اولواالبص‬-‫اب‬TT‫تذكر اولز االب‬-‫فقه‬.– ‫تدبر –تفكر‬-‫نظر‬-‫ عقل‬. Al-Qur’an
menekankan tentang arti pentingnya membuat penelitian secaracermat terhadap
penomena alam untuk mendapatkan dan memperkembangakansuatu ide.
Sedangkan manusia diperintahkan untuk memikirkan apa saja yang ada dilangit
dan di bumi.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang secara konsep mendorong manusia menggunakan


fikiran, terutama terhadap penomena-penomena alam,secara tidak langsung telah
memperkenalkan metode induksi, dimana manusiadiajak untuk memahami
unsur-unsur alam dengan lebih dalam melalui kewujudan jagad raya ini. Hal

11
tersebut bertujuan untuk memperkokoh kewujudan dan kekuasan Allah. Dengan
demikian baik secara eksplisit maupun implisit Al-Qur’an telah banyak memberi
penekanan tentang kaedah-kaedah empirik untuk mengungkapkan rahasia-
rahasia kosmos yang tersusun sifatnya.

Berdasarkan kepada wacana sains dalam Al-Qur’an, dapat difahami bahwa Al-
Qur’an memiliki peran penting serta motivator penggerak aktivitas sarjana
muslim dalam bidang ilmu pengetahuan, sejalan dengan faktor-faktor lain
khususnya kepentingan ilmu sains dalam kehidupan manusia. Kemudian jika
dilihat pada ayat-ayat Al-Qur’an yang bertemakan sains, akan nampak bahwa
pengerakan sains menurut pendekatan Al-Qur’an bukan hanya untuk sains itu
sendiri atau hanya untuk kesenangan manusia saja, tapi ada lebih penting dari
itu, yaitu memahami ayat-ayat Allah untuk agar manusia lebih mengenal
Khaliknya. Al-Qur’an Al-Karim, yang terdiri atas 6.236 ayat itu, menguraikan
berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan
fenomenanya. Uraian-uraian sekitar persoalan tersebut sering disebut ayat-ayat
kauniyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal
diatas. Jumlah ini tidak termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya secara
tersirat. Tetapi, kendatipun terdapat sekian banyak ayat tersebut, bukan berarti
bahwa Al-Qur’an sama dengan kitab Ilmu Pengetahuan, atau bertujuan untuk
menguraikan hakikat-hakikat ilmiah. Ketika Al-Qur’an memperkenalkan dirinya
sebagai tibyanan likulli syay'i (QS 16:89), bukan maksudnya menegaskan bahwa
ia mengandung segala sesuatu, tetapi bahwa dalam Al-Qur’an terdapat segala
pokok petunjuk menyangkut kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Al-
Ghazali dinilai sangat berlebihan ketika berpendapat bahwa "segala macam ilmu
pengetahuan baik yang telah, sedang dan akan ada, kesemuanya terdapat dalam
Al-Qur’an".

Dasar pendapatnya ini antara lain adalah ayat yang berbunyi, Pengetahuan
Tuhan kami mencakup segala sesuatu (QS 7:89). Dan bila aku sakit Dialah Yang
Menyembuhkan aku (QS 26:80). Tuhan tidak mungkin dapat mengobati kalau
Dia tidak tahu penyakit dan obatnya. Dari ayat ini disimpulkan bahwa pasti Al-
Qur’an, yang merupakan Kalam/Firman Allah, juga mengandung misalnya

12
disiplin ilmu kedokteran. Demikian pendapat Al-Ghazali dalam Jawahir Al-
Qur'an. Di sini, dia mempersamakan antara ilmu dan kalam, dua hal yang pada
hakikatnya tidak selalu seiring. Bukankah tidak semua apa yang diketahui dan
diucapkan?! Bukankah ucapan tidak selalu menggambarkan (seluruh)
pengetahuan? Al-Syathibi, yang bertolak belakang dengan Al-Ghazali, juga
melampaui batas kewajaran ketika berpendapat bahwa "Para sahabat tentu lebih
mengetahui tentang kandungan Al-Qur’an "tetapi dalam kenyataan tidak seorang
pun di antara mereka yang berpendapat seperti di atas. "Kita," kata Al-Syathibi
lebih jauh,"tidak boleh memahami Al-Qur’an kecuali sebagaimana dipahami
oleh para sahabat dan setingkat dengan pengetahuan mereka."Ulama ini seakan-
akan lupa bahwa perintah Al-Quran untuk memikirkan ayat-ayatnya tidak hanya
tertuju kepada para sahabat, tetapi juga kepada generasi-generasi sesudahnya
yang tentunya harus berpikir sesuai dengan perkembangan pemikiran pada
masanya masing-masing.

D. Al-Quran Dan Alam Raya


Seperti dikemukakan di atas bahwa Al-Qur’an berbicara tentang alam
dan fenomenanya. Paling sedikit ada tiga hal yang dapat dikemukakan
menyangkut hal tersebut:
1. Al-Qur’an memerintahkan atau menganjurkan kepada manusia
untuk memperhatikan dan mempelajari alam raya dalam rangka
memperoleh manfaat dan kemudahan-kemudahan bagi
kehidupannya, serta untuk mengantarkannya kepada kesadaran akan
Keesaan dan Kemahakuasaan Allah SWT. Dari perintah ini tersirat
pengertian bahwa manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan
memanfaatkan hukum-hukum yang mengatur fenomena alam
tersebut. Namun, pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan
tujuan puncak (ultimate goal).
2. Alam dan segala isinya beserta hukum-hukum yang mengaturnya,
diciptakan, dimiliki, dan di bawah kekuasaan Allah SWT serta diatur
dengan sangat teliti. Alam raya tidak dapat melepaskan diri dari
ketetapan-ketetapan tersebut kecuali jika dikehendaki oleh Tuhan.
Dari sini tersirat bahwa:

13
a. Alam raya atau elemen-elemennya tidak boleh disembah,
dipertuhankan atau dikultuskan.
b. Manusia dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang adanya
ketetapan-ketetapan yang bersifat umum dan mengikat bagi alam
raya dan fenomenanya (hukum-hukum alam).
c. Redaksi ayat-ayat kauniyah bersifat ringkas, teliti lagi padat,
sehingga pemahaman atau penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut
dapat menjadi sangat bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan
dan pengetahuan masing-masing penafsir.
Dalam kaitan dengan butir ketiga di atas, perlu digaris bawahi
beberapa prinsip dasar yang dapat, atau bahkan seharusnya,
diperhatikan dalam usaha memahami atau menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang mengambil corak ilmiah. Prinsip-prinsip dasar
tersebut adalah:
a. Setiap Muslim, bahkan setiap orang, berkewajiban untuk
mempelajari danmemahami Kitab Suci yang dipercayainya,
walaupun hal ini bukan berarti bahwa setiap orang bebas untuk
menafsirkan atau menyebarluaskan pendapat-pendapatnya tanpa
memenuhi seperangkat syarat-syarat tertentu.
b. Al-Qur’an diturunkan bukan hanya khusus ditujukan untuk
orang-orang Arab ummiyyin yang hidup pada masa Rasul . dan
tidak pula hanya untuk masyarakat abad ke-20, tetapi untuk
seluruh manusia hingga akhir zaman.Mereka semua diajak
berdialog oleh Al-Qur’an serta dituntut menggunakan akalnya
dalam rangka memahami petunjuk-petunjuk-Nya.Dan kalau
disadari bahwa akal manusia dan hasil penalarannya dapat
berbeda-beda akibat latar belakang pendidikan, kebudayaan,
pengalaman, kondisi sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek), maka adalah wajar apabila pemahaman
atau penafsiran seseorang dengan yang lainnya, baik dalam satu
generasi atau tidak, berbeda-beda pula.

14
c. Berpikir secara kontemporer sesuai dengan perkembangan
zaman daniptek dalam kaitannya dengan pemahaman Al-Qur’an
tidak berarti menafsirkan Al-Qur’an secara spekulatif atau
terlepas dari kaidah-kaidah penafsiran yang telah disepakati oleh
para ahli yang memiliki otoritas dalam bidang ini.d. Salah satu
sebab pokok kekeliruan dalam memahami dan menafsirkan Al-
Qur’an adalah keterbatasan pengetahuan seseorang menyangkut
subjek bahasan ayat-ayat Al-Qur’an. Seorang mufasir mungkin
sekali terjerumus kedalam kesalahan apabila ia menafsirkan ayat-
ayat kauniyah tanpa memiliki pengetahuan yang memadai
tentang astronomi, demikian pula dengan pokok-pokok bahasan
ayat yang lain.

Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip pokok di atas, ulama-


ulama tafsir memperingatkan perlunya para mufasir, khususnya
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penafsiran
ilmiah, untuk menyadari sepenuhnya sifat penemuan-penemuan
ilmiah, serta memperhatikan secara khusus bahasa dankonteks
ayat-ayat Al-Quran.

15
BAB III
ISLAM DAN PENEGAKKAN HUKUM

A. Penegakkan Hukum menurut pesan Rasullullah SAW


Rasulullah SAW berpesan secara khusus kepada penegakkan hukum agar
dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar.
Pertama, memutuskan perkara secara adil. Rasulullah SAW bersabda, "Barang
siapa yang menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan
dijauhkan dari keburukan." (HR Tirmidzi).

Kedua, tipologi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga, dua di
neraka dan satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar,
padahal ia mengetahui mana yang benar maka ia masuk neraka. Seorang hakim
yang bodoh lalu menghancurkan hak-hak manusia maka ia masuk neraka. Dan,
seorang hakim yang menghukumi dengan benar maka ia masuk surga." (HR
Tirmidzi).

Ketiga, tidak meminta jabatan hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
mengharap menjadi seorang hakim maka (tugas dan tanggung jawab) akan
dibebankan kepada dirinya. Dan barang siapa tidak menginginkannya maka
Allah akan menurunkan malaikat untuk menolong dan membimbingnya dalam
kebenaran." (HR Tirmidzi).

Keempat, jangan silau menjadi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang


siapa yang diberi jabatan hakim atau diberi kewenangan untuk memutuskan
suatu hukum di antara manusia, sungguh ia telah dibunuh tanpa menggunakan
pisau." (HR Tirmidzi).

B. Hukum dan Masyarakat


Hukum merupakan fenomena sosial yang selalu ada dan tidak terpisahkan
dari kehidupan masyarakat. Hukum dibutuhkan guna mengatur kehidupan
bersama di dalam masyarakat.Tanpa adanya hukum, kehidupan yang teratur
dan tertib tidak mungkin terwujud. Aristoteles sebagaimana dikutip Soejadi

16
(2003), mengemukakan bahwa manusia sesungguhnya tidak dapat
dipisahkan dari hukum, hanya dengan dan di dalam hukum itulah manusia
dapat mencapai puncak perkembangan yang tertinggi dari kemanusiaannya,
tetapi apabila manusia terpisah dari hukum, maka ia akan berubah
menjadi yang terburuk diantara segala mahluk.
Budiono Kusumohamijoyo (1999 ) mengemukakan adanya empat
momen yang menandai hukum, yaitu : (1) momen formal-normatif, yakni
hukum sebagai tatananformal yang bertujuan menegakkan perdamaian,
ketertiban, harmoni, dan kepastian hukum.(2)momen formal-faktual,yakni
yang mencerminkan sebagai gejala kekuasaan yang mempengaruhi sikap dan
prilaku manusia. (3) momen material-normatif, yakni bahwa hukum
semestinya memuat aspek etis,dan(4) momen material faktual,yakni terkait
dengan keperluan-keperluan manusia
Sebagai salah satu subsistem sosial, hukum selain mengemban
fungsinya yang konvensional sebagai sarana memelihara ketertiban,
ketentraman dan keamanan dalam masyarakat, hukum juga mengemban
fungsinya yang kontemporer sebagai sarana untuk mendorong dan
mengarahkan perubahan dalam masyarakat. Pada tataran ideal,
kombinasi kedua fungsi hukum tersebut, masyarakat diharapkan dapat
berkembang kearah suatu kondisi terpeliharanya suasana kehidupan yang
dinamis dan demokratis.
Namun dalam realitas sosial memperlihatkan,bahwa kedua fungsi
hukum tersebut seringkali menyimpang dari semestinya. Dalam
kenyataannya yang terjadi adalah fenomena fungsionalisasi hukum kearah
menjaga ketertiban dan mengamankan kepentingan penguasa, serta
mengoptimalkan fungsi hukum pada upaya melindungi dan
menguntungkan bagi sekelompok elit yang berkuasa dengan
mengorbankan ketentraman dan kepentingan sebagian terbesar warga
masyarakat. Hukum bukan lagi dijadikan sarana untuk membela atau
menegakkan kebenaran dan keadilan, justru sebaliknya menentang
kebenaran dan keadilan itu sendiri.

17
Dalam kaitannya dengan penyimpangan fungsi hukum,bahwa
ketidak-berdayaan hukum dalam menangani persoalan sesuai dengan
proporsi hukum memang tidak bisa dilihat dari substansi hukum itu
sendiri, melainkan juga proses hukum yang terjadi seringkali tidak
diimbangi prinsip moralitas pelaku hukum. Akibatnya keputusan hukum
yang muncul lebih banyak didasari interpretasi subyektif yang cendrung
menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Upaya memberdayakan dan memfungsikan hukum tentunya tidak
bisa hanya sepotong-sepotong, akan tetapi harus dilakukan secara
komprehensif meliputi seluruh komponen sistem hukum, baik itu substansi
hukum, kelembagaan hukum, maupun budaya hukum. Memberdayakan dan
memfungsikan hukum dalam arti menempatkan hukum sebagai norma
pengendalian sosial yang bersumber pada rasa keadilan dan moralitas
masyarakat, akan dapat dilakukan apabila lembaga-lembaga penegak
hukum dapat melakukan fungsinya sebagaimana mestinya dan di dalam
masyarakat sendiri dapat ditumbuhkan kultur hukum yang menekankan
pada sikap dan kemauan untuk tetap berpegang pada aturan hukum.
Namun dalam kenyataannya, bahwa komponen-komponen
penegakan hukum seperti tersebut di atas belum dapat diwujudkan secara
maksimal. Dari sisi substansi hukum seringkali terdapat celah-celah hukum yang
memberi peluang bagi pelanggar hukum untuk menghindari jeratan hukum.
Lembaga-lembaga penegak hukum dan para penegak hukum seringkali
terperangkap di dalam jaringan kolusi sehingga di dalam penerapan hukum
menjadi tidak efektiff dan cendrung bersikap diskriminatif dan pada
gilirannya menimbulkan ketidakpastian dan keadilan hukum.
Terkait dengan peluang bagi pemerintah dan aparat penegak hukum
untuk berbuat tidak adil dan menyelewengkan kekuasaannya, Duverger(1982)
menggunakan istilah dua wajah kekuasaan. Dua kemungkinan yang dapat
muncul dalam setiap kekuasaan yang pada hakekatnya bertentangan tapi
dapat dimainkan secara bergantian. Pada suatu saat pemerintah dapat
menciptakan kesejahtraan dan ketentraman masyarakatnya, namun pada
kesempatan lain pemerintah juga dapat menimbulkan kesengsaraan dan

18
penindasan terhadap masyarakat sebagai akibat dari penyelewengan kekuasaan
yang dilakukan untuk kepentingan diri dan kelompoknya.
Perilaku buruk dari pemerintah/aparat penegak hukum semacam itu
masih banyak disaksikan dandirasakan masyarakat sehingga menimbulkan
ketidak-percayaan masyarakat, yang pada gilirannya memicu terjadinya
erosi kesadaran hukum masyarakat (cultur hukum). Akibat dari lemahnya
kepercayaan masyarakat .terhadap lembaga-lembaga penegak hukum yang
dianggap sudah kehilangan integritas dan kredibilitasnya, masyarakat
seringkali secara emosional menghakimi sendiri kasus-kasus yang
dirasakan sebagai pengganggu atas rasa kebenaran dan keadilannya.
Pengerusakan, pembakaran dan bahkan pembunuhan, pada dasarnya
merupakan pelecehan terhadap supremasi hukum dan menggantikannya
dengan supremasi massa yang menggejala sebagai terorisme sosial.
Ketidak-seriusan pemerintah untuk menegakkan dan memfungsikan
hukum, serta ketiadaan perlindungan hukum,keadilan dan keamananan bagi
masyarakat untuk mengembangkan dirinya merupakan penyebab lunturnya
kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan sewaktu-
waktu menjadi amunisi bagi alasan terjadinya kerusuhan dan konflik
sosial. Dalam kondisi seperti itu juga,dapat memicu dan mengakibatkan
masyarakat cendrung untuk memilih jalan pintas walaupun itu bertentangan
dengan aturan hukum atau norma-norma yang ada dan hidup disekitarnya.
Dalam pandangan Islam, bahwa menegakkan hukum dalam arti
memfungsikan hukum sebagaimana mestinya sehingga terciptanya suatu
keadilan, adalah merupakan amanat Tuhan yang harus dilaksanakan dan
ditegakkan. Oleh karena itu di dalam menegakkan hukum dan keadilan itu
hendaknya para aparat penegak hokum berlaku jujur dan obyektif, tidak
membeda-bedakan antara satu orang dengan lainnya, tanpa melihat kedudukan
dan status sosialnya serta jangan sampai dipengaruhi oleh hal-hal sifatnya
subyektif.
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan
Nasa’i,Nabi Bersabda;“ Orang-orang sebelum kamu dahulu hancur telah
dibinasakan oleh Allah, karena mereka menghukum orang biasa dan

19
rakyat jelata atas pencurian yang mereka lakukan,akan tetapi membiarkan
golongan bangsawan dan berkedudukan tinggi tanpa dihukum atas pencurian
yang mereka lakukan. Demi Allah yang jiwaku ditangan-Nya,andaikan
Fatimah putriku sendiri yang mencuri,maka aku akan memotong
tangannya”( dalam Khalid M.Ishaque, 1974:2).
Dari Sabda Nabi tersebut, dapat difahami bahwa Islam menekankan
pentingnya obyektifitas, dan asas persamaan dalam memberdayakan dan
memfungsikan hukum, terlebih lagi bagi penguasa wajib menegakkan
keadilan serta menempatkan manusia pada martabatnya.

C. Keadilan Hukum
Manusia dalam hidup dan kehidupannya selalu mendambakan
suasana yang penuh dengan rasa keadilan, kebenaran dan hukum, karena hal itu
merupakan nilai dan kebutuhan asasi bagi manusia beradab. Keadilan
hukum adalah milik dan untuk semua orang, golongan serta segenap
masyarakat, dengan tidak adanya keadilan akan menimbulkan kehancuran
dan kekacauan keberadaan serta existensi masyarakat itu sendiri.
Bila keadilan tidak ada maka dapat menimbulkan kekacauan dan
eksistensi masyarakat itusendiri. Hukum yang pada dasarnya bertujuan
untuk menciptakan ketertiban, kesejahteraan dan kedamaian ummat manusia
akan dapat tercipta bila disangga oleh pilar keadilan, sedang keadilan itu
sendiri akan terwujud bila terdapat keseimbangan antara pihak yang satu
dengan pihak yang lain dalam mengadakan hubungan hukum, baik dalam hal
kewajiban maupun hak masing-masing individu.
Keadilan sebagai asas tegaknya fungsi hukum, bersifat impersonal dan
tidak pandang bulu. Keadilan tidak membedakan orang perorang, keadilan
adalah hak yang melekat pada kehidupan masyarakat. Dalam pandangan
Islam ,tegak dan berfungsinya hukum, akan terwujud bilamana keadilan
telah ditempatkan menjadi fondasi dan sufra struktur sekaligus, dan pada
gilirannya keadilan sanggup mengatasi kepentingan politik atau kekuasaan
perorangan maupun kelompok tertentu. Selain itu, keadilan berkaitan erat
dengan pelaksanaan kaidah-kaidah hukum secara konsekwen dan tidak

20
membeda-bedakan antara satu orang dengan lainnya, antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian untuk
menyampaikan amanat itu kepada yang berhak, dan
memerintahkan pula agar dalam menerapkan hukum itu secara
adil.Sesungguhnya Allah memberikan pelajaran yang sebaik-
baiknya bagi kamu sekalian.Sesungguhnya Allah maha
mendengar dan maha melihat. ( Q.S. 4:58).

“Hai orang-orang yang beriman,hendaknya kamu menjadi manusia


yang lurus karena Allah,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
karen kebencianmu terhadap suatu kelompok menyebabkan kamu
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
mendekatkan kamu kepada 59taqwa dan takutlah kepada Allah,
karena sesungguhnya Allah sangat mengetahui apa yang kamu
kerjakan”( Q.S. 5: 8).

Dalam hubungan hukum, masing-masing pihak mempunyai kedudukan


yang sederajat, dimana masing-masing pihak merupakan subyek hukum
yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang,sehingga
dengan hukum itu dapat diletakkan nilai-nilai dan martabat manusia dalam
tempatnya yang wajar, dimana mereka memperoleh hak bagi kelangsungan
hidupnya.Keadilan hukum dalam konsep Islam, bukan saja merupakan
tujuan, tetapi merupakan sifat yang melekat sejak kaidah-kaidah hukum di
tetapkan oleh Allah. Keadilan hukum terkait erat dengan nilai-nilai moral,
kebenaran dan prinsip persamaan Marcel A. Boisard (1980: 135-142),
mengemukakan bahwa;
1. Keadilan hukum merupakan pusat gerak dari nilai-nilai moral yang pokok.
2. Keadilan hukum adalah sesuatu yang legal dan lurus, sesuai dengan
hukum yang diwahyukan.Tercakup dalam pengertian ini, bahwa keadilan
hukumadalah sama dengan kebenaran.
3. Didalam pengertian keadilan hukum, terdapat konsep persamaan.

21
Dari apa yang dikemukakan Boisard di atas, maka dapat dipahami bahwa
taqwa menekankan terciptanya budaya dimana seseorang, baik dalam skala
individual maupun sosial mampu mengembangkan rasa tanggung-jawab dalam
rangka moralitas hukum demi masyarakat yangberkeadilan, yang pada
gilirannya kondisi ini mengikis
kecendrungan perilaku menyimpang dari tingkat perorangan sampai pada entitas
suatu masyarakat. Keadilan dapat dikatakan sebagai pemandu atau asas dan
sendi-sendi sekaligus dari ideasi dan pengelolaan urusan publik(masyarakat)
yang diatasnya dimungkinkan dibangunnya kaidah-kaidah sosial,norma-
norma dan moralitas hukum.

Selain itu, dalam pengertian keadilan hukum terdapat konsep


persamaan. Islam menekankan tentang persamaan seluruh ummat
manusia dihadapan Tuhan, yang telah menciptakan manusia dari asal yang
sama. Superior manusia tidak dibenarkan dalam Islam, artinya Islam
tidak mengakui adanya hak istimewa yang didasarkan atas kelahiran,
kebangsaan maupun halangan lainnya yang diadakan oleh manusia sendiri.
Islam juga menjamin adanya persamaan hak di muka umum dan
perlindungan hukum yang sama kepada seluruh ummat manusia.

Dalam kaitannya dengan persamaan dalam pelaksanaan dan


perlindungan hukum tersebut, Nabi Muhammad Rasulullah menegaskan
dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasaa’i ;

“ Orang-orang sebelum kamu dulu,hancur telah dibinasakan oleh


Allah, karena mereka menghukum orang-orang biasa dan rakyat
jelata atas pencurian yang mereka lakukan,sementara membiarkan
golongan bangsawan dan berkedudukan tinggi tanpa dihukum
atas pencurian yang mereka lakukan.Demi Allah yang jiwaku ada
di tanganNya, andaikan Fatimah putriku sendiri yang mencuri,
maka aku akan memotong tangannya “ (Khalid M. Ishaque, 1974:2)

22
Dari hadits tersebut dapat dipahami,bahwa persamaan dihadapan
hukum adalah hak setiap orang dan untuk melaksanakan persamaan
dihadapan hukum tersebut adalah kewajiban penguasa /pemerintah. Untuk
itu pemerintah dan aparat penegak hukum dalam melaksanakan asas
persamaan ini,harus berlaku adil dan menempatkan manusia pada
martabatnya dalam memenuhi hak-haknya.
Bagi masyarakat bangsa Indonesia yang menyatakan dirinya hidup dalam
negara hukum, maka menghianati hukum adalah menghianati keadilan,
menghianati keadilan berarti menghianati hati nurani, dan pada spektrum
sosial penghianatan itu berarti menghianati martabat manusia dan
masyarakat dengan segala hak asasinya.
D. Pemenuhan Hak Asasi Manusia.
Sejak disyahkannya Deklarasi Universal Tentang Hak-hak Asasi
Manusia (10 Desember 1948) umat manusia didunia dapat berharap bahwa
akan terjamin hak-hak asasinya sebagaimana tertuang dalam pasal 1,3,dan 5
DUHAM, yang menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai martabat
dan hak yang sama,dan hidup dalam semangat persaudaran (pasal
1).Bahwa setiap orang berhak atas kehidupan,kebebasan, dan keselamatan
individu(pasal 3). Bahwa tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan
secara kejam,dihukum secara tidak manusiawi atau dihina(pasal 5 ).

Dari apa yang tertuang dalam tiga pasal itu saja sebenarnya umat manusia
dapat merasa aman dan tentram karena merasa dijamin hak hak asasinya. Namun
dalam kenyataannya ternyata pelanggaran terhadap hak asasi manusia masih
terjadi diberbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Pada masa
pemerintaahan orde baru, pelanggaran dan pengabaian terhadap hak asasi
manusia(rakyat) pada umumnya dilakukan oleh Negara/pemerintah.
Pada era reformasi sekarang ini, pelanggaran dan pengabaian
terhadap hak asasimanusia tidak hanya dilakukan oleh Negara/aparat
penegak hukum,tetapi juga oleh masyarakat/rakyat itu sendiri.Misalnya aksi-
aksi yang ditampilkan dalam penuntutan hak-hak asasi mereka justru tidak
dibarengi dengan pemahaaman yang benar dan komprehensif tentang hak-

23
hak asasi manusia, akibatnya mereka berbuat semau-maunya tanpa
mempedulikan hak-hak orang lain yang semestinya dihormati. Hak asasi
manusa seringkali dipahami sebagai kebebasan tanpa adanya batasan-
batasan aturan main yang harus dipatuhi (hukum yang berlaku).Padahal
jika proses dalam penuntutan hak-hak asasinya sampai melanggar ha-hak
asasinya orang lain,atau merugikan kepentingan umum,sudah dapat
dikategorikan juga sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Begitu juga halnya dengan upaya dalam penegakan hukum,
ternyata di dalam pelaksanaannya masih belum memadai sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh masyarakat. Hukum bukan lagi dijadikan sarana untuk
membela atau menegakkan kebenaran dan keadilan, melainkan hukum
sudah dijadikan komoditi untuk dipertukarkan sebagai alat pembayaran
guna membeli hal-hal yang justru untuk menentang kebenaran dan
keadilan itu sendiri. Kesemuanya ini menggambarkan betapa lemahnya
upaya penegakan hak asasi manusia oleh aparat negara(penegak
hukum).yang semestinya menjadi garda terdepan dalam upaya menegakkan
dan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Perilaku buruk dari aparat penegak hukum semacam itu masih
banyak disaksikan dan dirasakan masyarakat sehingga menimbulkan
ketidak-percayaan masyarakat, yang pada gilirannya memicu terjadinya erosi
kesadaran hukum masyarakat (kultur hukum). Akibat dari lemahnya
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga penegak hukum yang
dianggap sudah kehilangan integritas dan kredibilitasnya, masyarakat
seringkali melakukan pelanggaran hak asasi manusia dengan secara
emosional dan sentimental menghakimi sendiri kasus-kasus yang dirasakan
sebagai pengganggu atas rasa kebenaran dan keadilannya. Pengerusakan,
pembakaran dan bahkan pembunuhan, pada dasarnya merupakan pelecehan
terhadap supremasi hukum dan menggantikannya dengan supremasi massa
yang menggejala sebagai terorisme sosial.
Ketidak-seriusan pemerintah menegakkan hukum,dan ketiadaan
perlindungan terhadap hak asasi manusia , keadilan dan kemananan bagi warga
masyarakat untuk mengembangkan dirinya merupakan penyebab lunturnya

24
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sewaktu-waktu menjadi
amunisi bagi alasan terjadinya kerusuhan dan konflik yang dapat mengganggu
kelangsungan hidup dan kehidupan manusia. Dan dalam kondisi seperti itu
juga, mengakibatkan masyarakat cendrung untuk memilih jalan pintas
walaupun itu bertentangan dengan aturan hukum atau nilai-nilai hak asasi
manusia yang ada disekitarnya.
Sebagai karunia Tuhan yang melekat pada dan tidak terpisakan dari
manusia, hak asasi itu harus dihormati dan ditegakkan demi peningkatan
martabat manusia. Namun demikian,bukan berarti manusia dengan hak-
haknya dapat berbuat semaunya, sebab apabila seseorang melakukan
sesuatu yang dapat dikategorikan memperkosa hak orang lain, maka ia
harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya .
Adanya keharusan untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan
tersebut,maka fungsi hukum selain melindungi, juga berfungsi sebagai
pembatasan agar hak asasi manusia dapat ditegakkan atau pembatasan
terhadap pelanggaran hak asasi orang lain. Oleh karena itu hak asasi
bersifat relatif, tidak mutlak. Dalam bahasa lain, bahwa di dalam menuntut hak
tersebut, maka disitu ada kewajiban untuk menghormati hak orang lain.
Hak asasi individu tetap diakui dan dihormati sepanjang tidak bertentangan
dengan norma-norma hukum maupun norma lainnya yang hidup dalam
masyarakat. Dengan demikian pemenuhan hak tersebut dalam
pelaksanaannya dipertanggung-jawabkan secara moral, baik kepada Tuhan
maupun kepada sesama manusia dalam hidup bersama.
Dalam Islam, pendekatan untuk menegakkan hak asasi manusia
dimulai dari penyadaran dari dalam, dalam arti kesadaran keagamaan yang
dinyatakannya tertanam dan terbina di dalam hati, pikiran dan jiwa penganut-
penganutnya. Dengan kata lain basis legitimasi dari pendekatan agama adalah
ketaqwaan kepada Tuhan, sedangkan basis kekuatan dari pendekatan
sekuler adalah daya paksa dari Negara. Selain perbedaan dalam pendekatan
tersebut, hak asasi manusia dalam pandangan sekuler semata-mata bersifat
”antrposentris”, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, hak-hak
manusia sangat dipentingkan/diutamakan. Sebaliknya dalam pandangan

25
Islam hak-hak asasi manusia itu bersifat “Teosentris”, artinya segala sesuatu
berpusat pada Tuhan.
Dari penjelasan tersebut di atasdipahami bahwa hak asasi manusia
dalam pandangan Islam,tidak hanya menekankan pada hak manusia, akan tetapi
hak itu dilandasi kewajiban asasi manusia.Oleh sebab itu pengakuan dan
penghormatan seseorang terhadap hak-hak orang lain, adalah merupakan
kewajiban yang dibeban-kan oleh hukum agama untuk mematuhi
perintah Allah. Dalam totalitas Islam, kewajiban manusia kepada Allah
mencakup juga kewajiban kepada setiap individu yang lain. Ajaran Islam
menempatkan kepentingan perorangan dan kepentingan masyarakat sebagai
sesuatu yang integral tidak terpisahkan, terkait satu dengan lainnya
secara berimbang dengan mendahulukan dan mengutamakan kewajiban
-kewajiban dari pada hak-haknya.
Setiap individu sebagai anggota masyarakat berkewajiban
memperhatikan dan melayani kepentingan masyarakat sesuai dengan bakat
dan keahliannya,dan menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk tidak
membenarkan setiap individu mengabaikan tugasnya terhadap
masyarakat( A.Zaki Yamani,1978:39 ). Dalam konsep Islam, bahwa setiap
individu dalam menjalankan fungsi kemasyarakatannya tidak hanya
menekan-kan kepada penuntutan haknya,tetapi lebih ditekankan agar
masing-masing pihak memenuhi haknya pihak lain, karena tanpa adanya
kesadaran seperti itu akan menimbulkan kesewenang -wenangan dan dapat
memicu timbulnya pertentangan.
Dari pandangan Islam terhadap hak-hak asasi yang ada dalam diri
manusia tersebut hendaknya diseimbangkan dengan kewajiban-kewajiban
asasinya. Dengan kata lain Islam menekankan agar manusia dalam
menjalani hidup dan kehidupnnya, mencapai suatu keseimbangan dan
harmoni antara kewajiban dan hak-haknya, keseimbangan antara
kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.Tanpa adanya
keseimbangan tersebut akan memicu berbagai konflik dan permasalahan
sosial yang dapat mengganggu kelangsungan hidupnya.

26
Aspek khas konsep Islam terkait hak asasi manusia adalah tidak adanya
orang lain yang dapat memaafkan pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu
terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Negaraberkewajiban
memberi hukuman kepada pelanggar hak asasi manusia dan memberi
bantuan kepada pihak yang dilanggar haknya, kecuali pihak yang dilanggar
hak-haknya telah memaafkan pelanggar hak asasi manusia tersebut.
Dalam Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama ajaran Islam,
banyak ditemukan prinsip-prinsip Hak hak Asasi Manusia ; antara lain ; a).
Hak Hidup; Hak yang pertama kali dianugerahkan Allah kepada manusia
adalahhak untuk hidup dan ini berlaku universal. Oleh karena itu dalam konsep
Islam setiap orang hendaknya menghormati hak hidup orang lain, bahkan
terhadap bayi yang masih dalam kandungan sekalipun.Rasulullah Muhammad
pernah menunda hukuman mati terhadap seorang wanita karena untuk
melindungi hak hidup si bayi yang ada dalam kandungannya ( Syekh Syaukat
Hussain, 1996:60-61).
Dalam konsep Islam, bahwa manusia mempunyai kedudukan atau
martabat yang tinggi. Kemuliaan martabat yang dimiliki manusia itu tidak
ada pada mahluk lain. Ketinggian martabat yang telah
dianugerahkan Allah kepada manusia,pada hakekatnya merupakan fitrah
yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia. Oleh karena Allah telah
memberikan dan menjamin kemuliaan martabat manusia ,maka manusia
mempunyai hak perlindungan untuk hidup dan nyawanya tidak dapat
dihilangkan tanpa suatu alasan yang sah dan adil.
“ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak Adam(manusia)
kami tebarkan mereka di darat dan di laut,dan Kami berikan
mereka rezeki yang baik-baik dan Kami berikan mereka
kelebihan-kelebihan dari mahluk lain yang Kami ciptakan ”
(Q.S.17:70).
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
membunuhnya, melainkan dengan suatu alasan yang benar “
(Q.S.17:33).

27
Dalam hukum Islam memang memberlakukan hukum Qisas atau
hukuman mati. Hal ini bukan berarti Islam tidak menghormati hak asasi
atau hak hidup seseorang, tetapi Islam melihat manusia sebagai
komunitas, bukan hanya melihatnya sebagai individual. Dengan kata lain
hokum Qisas dalam hukum Islam telah menjamin dan menyelamatkan
kelangsungan hidup suatu masyarakat.Disinilah nampak dari salah satu ciri
khas dari hukum Islam yang selalu mengutamakan keselamatan dan
kepentingan umum ( Masalih Al Mursalah) dari pada kepentingan
individual.
b). Prinsip Persamaan; Pada dasarnya semua manusia sama, karena
semua manusia adalah hamba Allah. Islam tidak mengakui adanya hak
istimewa yang berdasarkan kelahiran, kebangsaan ataupun halangan lainnya
yang dibuat oleh manusia sendiri. Hanya satu kriteria (ukuran) yang dapat
membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari yang lain,yakni
ketakwaannya.Islam juga menjamin persamaan hak dimuka umum dan
perlindungan hukum yang sederajat kepada seluruh ummat manusia tanpa
memandang kasta,kepercayaan,perbedaan warna kulit dan agama.
“ ......Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisiAllah adalah orang yang paling Taqwa”(Al-Hujurat:13).
“Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang mereka
telahkerjakan...”(Al-Ahqaaf: 19).
c). Prinsip Kebebasan Menyatakan Pendapat; Ajaran Islam sangat
menghargai akal pikiran, oleh karena itu setiap manusia sesuai dengan
martabat dan fitrahnya sebagai mahluk yang berfikir, mempunyai hak
untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas, namun kebebasan disini
bukan bersifat mutlak. Kebebasan menyatakan pendapat hendaknya disertai
dengan tanggung-jawab dan diartikan sebagai perwujudan perintah Allah
agar manusia mau dan selalu menggunakan akal fikirannya.
d). Prinsip Kebebasan Beragama; Prinsip kebebasan beragama ini secara
jelas ditegaskan di dalam Al-Qur’an“Tidak boleh ada paksaan dalam
agama”(Q.S.2:256). Prinsip ini mengandung makna, bahwa manusia
sepenuhnya mempunyai kebebasan untuk menganut suatu agama yang

28
diyakininya. Selain prinsip larangan memaksakan keyakinan agama kepada
seseorang, Islam juga melarang diskriminasi terhadap seseorang atas dasar
agama, melarang merendahkan atau menghina agama dan kepercayaan
orang lain, serta larangan menghambat dan menghalangi pengembangan dan
penyebaran agama orang lain.
Dalam konsep Islam, makna kebebasan beragama adalah
kebebasanbagi seseorang untuk menganut agama atau kepercayaan yang
diyakininya dengan sukarela, penuh kesadaran dan keinsyafan. Seseorang
yang telah menyatakan diri sebagai pemeluk suatu agama,maka dia
harus konsisten untuk melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.Jadi bukan
berarti bahwa setiap saat seseorang itu bebas memilih dan mengganti-ganti
agama sesukanya.
e. Hak Atas Harta; Dalam hal pemilikan harta, Islam sangat menghargai dan
melindungi hak milik seseorang Islam memberikanjaminan danperlindungan
terhadap hak milik seseorang. Oleh karena itu siapapun juga termasuk penguasa
tidak diperbolehkan merampas hak milik seseorang, kecuali untuk
kepentingan umum. Bahkan sebaliknya, justru merupakan kewajiban
penguasa untuk memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak
milik rakyat. Pemerintah dibenarkan mengambil alih harta seseorang, tetapi
wajib memberi ganti kerugian yang layak dan adil. Hak ini mencakup hak-hak
untuk dapat mengkonsumsi harta, investasi dalam berbagai bidang
usaha,serta hak perlindungan rakyat untuk mendiami tanah hak miliknya.
Dalam konsep Islam,walaupun seseorang berhak atas harta yang
dimilikinya, namun dalam harta itu terdpat juga fungsi sosialnya. Artinya
orang yang memiliki harta kekayaan yang telah dijamin dan dilindungi
hak-haknya oleh hukum,maka dia berkewajiban untuk memberikan
/mengeluarkan sebagiannya untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya,
seperti dalam bentuk zakat. Fungsi sosial dalam zakat tersebut, bertujuan
untuk mengatasi kemiskinan dan menciptakan pemerataan dalam
kehidupan masyarakat serta mempersempit kesenjangan sosial antara si
kaya dan si miskin.

29
Selain prinsip-prinsip tentang hak-hak asasi yang dipaparkan di atas,
Islam juga memperhatikan hak-hak lainnya, seperti hak untuk mendapat
pendidikan, hak untuk mendapat perlindungan atas penyalahgunaan
kekuasaan, hak-hak bagi wanita dalam rumah tangga, hak atas jaminan
sosial, hak untuk mendapat perlindungan dari penyiksaan dan lain
sebagainya. Dari pengakuan Islam terhadap hak-hak asasi yang ada dalam
diri manusia tersebut hendaknya diseimbangkan dengan kewajiban-
kewajiban asasinya.Dengan kata lain Islam menekankan agar manusia
dalam menjalani hidup dan kehidupannya, baik sebagai peribadi maupun
sebagai anggota masyarakat dapat mencapai suatu keseimbangan dan
harmoni antara kewajiban dan hak-haknya, keseimbangan antara
kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat. Dengan tidak adanya
keseimbangan tersebut akan memicu berbagai konflik dan permasalahan
sosial dalam masyarakat.
Kewajiban yang dilaksanakn seseorang dengan penuh kesadaran
bahwa ia berada di bawah kekuasaan Allah, akan mencegah timbulnya
kekuasaan manusia atas manusia lainnya yang seringkali menjadi sebab
terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Setiap orang,
termasuk mereka yang bertanggung-jawab dalam urusan-urusan kolektif
manusia ( Pemerintah ), akan bertanggung-jawab di hadapan Allah atas
pelanggaran terhadap ketetapan-ketetapan-Nya. Konsep inilh yang
semestinya dipegang Pemerintah khususnya aparat penegak hukum dan juga
oleh setiap orang dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya agar tidak
melakukan pelanggaran terhadap hak-hak yang telah diberikan Allah.

30
BAB 1V
KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MAKRUF DAN NAHI
MUNKAR
A. Penegak Kebenaran
1. Lafaz Hadist
‫ر‬TT‫اءتهم ام‬TT‫ ال يزال ناس من امتي ظاهرين حتي ي‬:‫عن المغيرة بن شعبة عن النبي صلي هللا عليه وسلم قال‬
‫هللا وهم ظاهرون‬.
“Dari Al-Mughairah bin Syu’bah dari Nabi saw, ia berkata : sekelompok dari
umatku selalu memperjuangkan (kebenaran) sehingga datang kepada mereka
keterangan Allah, sedang mereka menempuh jalan yang benar”.

2. Takhrij Hadist
Hadist ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Ad-darimi, dan At-Thabrani.
Para ahli hadist menilai hadis ini sahih.

3. Penjelasan Hadis
Nabi Saw mengungkapkan kelebihan untuk sekelompok ummatnya
yang senantiasa bersikap dan berperilaku di atas garis kebenaran. Mereka
merupakan segolongan ummatnya yang berusaha memelihara dan
memperjuangkan kebenaran agama Allah, menganjurkan kepada manusia
berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar.
Diantara sekalian banyak ummat Nabi Saw. Merekalah sekelompok
manusia yang mendapat pujian Allah Swt. Allah berfirman :
ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
ِ ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُم ْن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل‬ ْ ‫ ُك ْنتُ ْم خَ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬.
ِ َّ‫ت لِلن‬
“Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…”. Surat
Ali ‘Imran : 110
Dalam ayat lain Allah menjelaskan :
‫ واولئك هم المفلحون‬.‫ولتكن منكم امة يدعون الى الخير وياءمرون بالمعروف وينهون عن المنكر‬.
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeruh
kepada kebajikan, menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”. Al-Imran : 104

31
Dari keteranganayat-ayat diatas dapat disimpulkan bahwa penegak
kebenaran ataupun amar ma’ruf nahi mungkar adalah kaum muslimin. Ayat
diatas juga menjelaskan bahwa ada segolongan/sebagian umat Muslim ada yang
berfungsi sebagai penyeruh kebaikan dan ada yang mencegah kemungkaran.
B. Perintah Amar Makruf Nahi Mungkar
1. Lafaz Hadis
‫ َم ْن‬:ُ‫وْ ل‬TTُ‫لم يَق‬TT‫ه وس‬TT‫لى هللا علي‬TT‫وْ َل هللاِ ص‬T‫ْت َر ُس‬ ِ ‫ع َْن أَبِي َس ِعيْد ْال ُخ ْد ِري َر‬
ُ ‫ ِمع‬T‫ َس‬: ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬
‫رواه‬. ‫ا ِن‬TT‫ َعفُ ْا ِإل ْي َم‬T‫ض‬
ْ َ‫ك أ‬
َ Tِ‫ ِه َو َذل‬Tِ‫تَ ِط ْع فَبِقَ ْلب‬T‫إ ِ ْن لَ ْم يَ ْس‬Tَ‫ ف‬،‫انِ ِه‬T‫ فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِلِ َس‬،‫َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكراً فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه‬
‫مسلم‬
Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya,
jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka
(tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.
(Riwayat Muslim).

2. Penjelasan Hadist
Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar berasal dari kata bahasa Arab
‫ أمر‬/ ‫ األمر‬merupakan mashdar atau kata dasar dari fi’il atau kata kerja ‫ أمر‬yang
artinya memerintah atau menyuruh. Jadi ‫ أمر‬/ ‫ر‬TT‫ األم‬artinya perintah. ‫روف‬TT‫مع‬
artinya yang baik atau kebaikan / kebajikan. Sedangkan ‫ المنكر = األمر القبيح‬yaitu
perkara yang keji. Yang dimaksud amar ma’ruf adalah ketika engkau
memerintahkan orang lain untuk bertahuid kepada Allah, menaati-Nya,
bertaqarrub kepada-Nya, berbuat baik kepada sesama manusia, sesuai dengan
jalan fitrah dan kemaslahatan. Atau makruf adalah setiap pekerjaan (urusan yang
diketahui dan dimaklumi berasal dari agama Allah dan syara’-Nya. Termasuk
segala yang wajib yang mandub. Makruf juga diartikan kesadaran, keakraban,
persahabatan, lemah lembut terhadap keluarga dan lain-lainnya.
Sedang munkar adalah setiap pekerjaan yang tidak bersumber dari
agama Allah dan syara’-Nya. Setiap pekerjaan yang dipandang buruk oleh
syara’, termasuk segala yang haram, segala yang makruh, dan segala yang
dibenci oleh Allah SWT. Allah berfirman:
‫وتعاونواعلى البروالتقوى والتعاونواعلى االثم والعدوان‬

32
“Tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan bertaqwalah,
serta jangan tolong menolong dalam hal dosa dan kejahatan”. (QS. 5 Al
Maidah: 2)
Termasuk tolong menolong ialah menyerukan kebajikan dan
memudahkan jalan untuk kesana , menutup jalan kejahatan dan permusuhan
dengan tetap mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan penegakan
Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Amar Ma’ruf merupakan pilar dasar dari pilar-
pilar akhlak yang mulia lagi agung. Kewajiban menegakkan kedua hal itu adalah
merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar bagi siapa saja yang
mempunyai kekuatan dan kemampuan melakukannya. Bahkan Allah swt beserta
RasulNya mengancam dengan sangat keras bagi siapa yang tidak
melaksanakannya sementara ia mempunyai kemampuan dan kewenangan dalam
hal tersebut.

‫ َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرا‬Menurut beberapa ulama maksud dari hadis ini adalah


ketika ada kemungkaran maka harus diubah dengan beberapa cara, yaitu :
1. Kekuasaan bagi para penguasa
2. Nasihat atau ceramah bagi para Ulama, kaum cerdik pandai, juru
penerang, para wakil rakyat, dan lain-lain.
3. Membencinya di dalam hati bagi masyarakat umum.

Setiap orang memiliki kedudukan dan kekuatan sendiri-sendiri untuk mencegah


kemungkaran. Dengan kata lain, hadis tersebut menunjukkan bahwa umat Islam harus
berusaha melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar menurut kemampuannya, sekalipun
hanya melalui hati. [8] ada beberapa karakter masyarakat dalam menyikapi amar ma’ruf
nahi munkar. Antara lain :
1. Memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang munkar, atau dinamakan karakter
orang mukmin.
2. Memerintahkan yang munkar dan melarang yang ma’ruf, atau dinamakan karakter
orang munafi

33
3. Memerintahkan sebagian yang ma’ruf dan munkar, dan melarang sebagian yang
ma’ruf dan munkar. Ini adalah karakter orang yang suka berbuat dosa dan maksiat.

Dengan melihat ketiga karakter tersebut, maka sudah jelas bahwa tugas beramar
ma’ruf nahi munkar bukanlah hanya tugas seorang da’i, mubaligh, ataupun ustadz saja,
namun merupakan kewajiban setiap muslim. Dan ini merupakan salah satu kewajiban
penting yang diamanahkan Rasulullah SAW kepada seluruh kaum muslim sesuai
dengan kapasitasnya masing-masing. Rasulullah mengingatkan, agar siapa pun jika
melihat kemunkaran, maka ia harus mengubah dengan tangan, dengan lisan, atau
dengan hati, sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
Begitu juga Imam al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin, beliau
menekankan, bahwa aktivitas “amar ma’ruf dan nahi munkar” adalah kutub terbesar
dalam urusan agama. Ia adalah sesuatu yang penting, dan karena misi itulah, maka
Allah mengutus para nabi. Jika aktivitas ‘amar ma’ruf nahi munkar’ hilang, maka syiar
kenabian hilang, agama menjadi rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan merajalela,
satu negeri akan binasa. Begitu juga umat secara keseluruhan.

Syaikh Shalih Abdul Aziz menjelaskan hadits tersebut sebagai berikut :


1. Bahwa ‫( فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه‬mengubah kemungkaran dengan tangan) bersifat wajib jika
disertai Qudrah (kemampuan dan kekuasan). Contohnya: kepala rumah tangga
atau kepala pemerintahan, mereka wajib mengubah kemungkaran yang terjadi di
wilayah kekuasaannya dengan tangan. Jika tidak, maka mereka berdosa.
2. Namun jika suatu kemungkaran terjadi di luar wilayah kekuasaan seseorang,
maka ini di luar Qudrah, sehingga tidak wajib mengubahnya dengan tangan.
Akan tetapi wajib mengingkari kemungkaran dengan lisan, yaitu dengan dakwah
dan nasehat. Jika tidak mampu, maka wajib mengingkari dengan hati, yaitu
dengan membenci dan tidak ridha dengan kemungkaran tersebut. Tidak ada
alasan bagi seorang mukmin untuk tidak bisa mengingkari kemungkaran dengan
hati. Karena jika tidak, sungguh keimanannya dalam bahaya yang besar.
3. Sarat wajibnya nahi munkar menurut hadits di atas adalah ketika “melihat
kemungkaran”. (Jadi tidak boleh nahi munkar yang hanya didasarkan oleh

34
prasangka dan tuduhan atau kabar burung dan desas-desus. Tidak boleh sengaja
memata-matai aib orang dengan dalih menegakkan nahi munkar).
4. Menurut hadits di atas, yang diubah ketika melihat kemungkaran adalah al-
munkar (kemungkarannya). Adapun pelakunya, maka ini perkara yang berbeda.
Menyangkut penegakan hukuman.

 Rukun Amar Makruf Nahi Munkar


Menurut imam ghazali Amar ma’ruf nahi munkar memiliki empat
rukun, yaitu:
1. Al-Muhtasib (Pelaku amar ma’ruf nahi munkar)
2. Al-Muhtasab ‘alaihi(orang yang diseru)
3. Al-muhtasab fih (perbuatan yang diseruhkan)
4. Al-Ihtisab(Perbuatan amar ma’ruf nahi munkar itu sendiri)[12]

Kaedah yang harus diperhatikan bagi Pelaku Amar Makruf Nahi Munkar, Pelaku
amar ma’ruf nahi munkar hendaknya menghiasi dirinya dengan sifat terpuji dan akhlak
mulia.
Di antara sifat pelaku amar ma’ruf nahi munkar yang terpenting adalah:
1. Ikhlas
Hendaklah seorang pelaku amar ma’ruf nahi munkar manjadikan
tujuannya keridhaan Allah semata, tidak mengharapkan balasan dan syukur dari
orang lain.[13] Demikianlah yang dilakukan para Nabi, Allah berfirman:
َ‫ي إِالَّ َعلَى َربِّ ْال َعالَ ِمين‬
َ ‫َو َمآأَ ْسئَلُ ُك ْم َعلَ ْي ِه ِم ْن أَجْ ٍر ِإ ْن أَجْ ِر‬
Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku
tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam. QS.Asy-Syu’araa` :145
2. Berilmu.
Kerena masyarakat umumnya belum mengerti mana yang ma’ruf dan
mana yang mungkar.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: niat terpuji yang diterima Allah
dan menghasilkan pahala adalah yang semata-mata untuk Allah . Sedangkan
amal terpuji lagi sholeh adalah itu yang diperintahkan Alla. Jika hal itu menjadi
batasan seluruh amal sholih, maka wajib bagi pelaku amar ma’ruf nahi munkar

35
memiliki keriteria tersebut dalam dirinya, dan tidak dikatakan amal sholih
apabila dilakukan tanpa ilmu dan fiqih, sebagaiman pernyataan Umar bin Abdil
Aziz: “Orang yang menyembah Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang
ditimbulkannya labih besar dari kemaslahatan yang dihasilkannya”. ini sangat
jelas, karena niat dan amal tanpa ilmu merupakan kebodohan, kesesatan dan
mengikuti hawa nafsu. maka dari itu ia harus mengetahui kema’rufan dan
kemunkaran dan dapat membedakan keduanya serta harus memiliki ilmu tentang
keadaan yang diperintah dan dilarang.”[14]
3. Rifq
Rifq (lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan serta selalu
mangambil yang mudah). Dalam kisah Nabi Musa Allah berfirman :
‫طغَى فَقُوالَ لَهُ قَوْ الً لَّيِّنًا لَّ َعلَّهُ يَتَ َذ َّك ُر أَوْ يَ ْخ َشى‬
َ ُ‫ْاذهَبَآ إِلَى فِرْ عَوْ نَ إِنَّه‬
Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah
malampaui batas maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata
yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut”. QS. Thoha : 43-44
4. Sabar
Kesabaran merupakan perkara yang sangat penting dalam seluruh
perkara manusia, apalagi dalam amar ma’ruf nahi munkar, karena pelaku amar
ma’ruf nahi munkar bergerak di medan perbaikan jiwanya dan jiwa orang lain.
Sehingga Luqman mewasiati anaknya untuk bersabar dalam amar ma’ruf nahi
munkar :
ْ T‫ك ِم ْن َع‬
‫ز ِم‬T َ Tِ‫ك إِ َّن َذل‬ َ َ‫بِرْ َعلَى َمآأ‬T‫اص‬
َ َ‫اب‬T‫ص‬ ِ T‫هَ َع ِن ْال ُمن َك‬T‫ُوف َوا ْن‬
ْ ‫ر َو‬T ْ ِ‫رْ ب‬T‫الَةَ َو ْأ ُم‬T‫الص‬
ِ ‫ال َم ْعر‬T َّ ‫ي أَقِ ِم‬
َّ َ‫ابُن‬TTَ‫ي‬
ُ
ِ ‫ْاأل ُم‬
‫ور‬
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqmaan :17)

C. Siksaan Bagi Yang Tidak Mencegah Penganiayaan


1. Lafaz Hadist

36
‫كم‬TT‫عن ابى بكر الصد يق انه قال ايها الناس انكم تقرءون هذه االية (يا ايهاالذين امنوا عليكم انفس‬
‫اس اذا راوا‬TT‫ول ان الن‬TT‫لم يق‬TT‫ال يضركم من ضل اذا اهتديتم ) واني سمعت ان رسول هللا صلى هللا عليه وس‬
‫الظا لم فلم يا خذوا على يديه او شك ان يعمهم هللا بعقا ب منه‬.
“Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, ia berkata : Wahai manusia, hendaklah
kalian membaca ayat ini : “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu,
tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharatkepadamu apabila kamu
telah mendapatkan petunjuk. Dan sesungguhnya saya mendengar Rasululllah
SAW bersabda :” sesungguhnya apabila orang-orang melihat orang yang
bertindak aniaya kemudian mereka tidak mencegahnya, maka kemungkinan
besar Allah akan meratakan siksaan kepada mereka, disebabkan perbuatan
tersebut.”
2. Takhrij Hadis
Hadist ini diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Tirmizi, An-Nasa’i,Ahmad,
Al-Baihaqi, dan At-Thahawi. Menurut Syaikh Nashir Ad-Din Al-Albani hadis
ini Shahih.[15]
3. Penjelasan Hadis
Di dalam hadis ini menerangkan bahwa orang-orang yang menyaksikan
perbuatan aniaya yang dilakukan orang lain sedang mereka tidak berusaha
mencegahnya,maka Allah akan memberikan siksaan yang sama dengan orang
yang melalukan penganiayaan itu. Karena menyaksikan orang yang berbuat
maksiat seperti kedzaliman tanpa pencegahan, dihitung seperti orang yang
melakukan perbuatan tersebut.
memerintahkan umat Islam untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi
munkar. Ketika kewajiban itu diabaikan dan tidak dilaksanakan, maka pasti
orang-orang yang mengabaikan dan tidak melaksanakannya akan mendapat
dosa. Tidak ada satu umatpun yang mengabaikan perintah amar ma’ruf dan nahi
munkar kecuali Allah menimpakan berbagai hukuman kepada umat itu. Ada
beberapa siksaan bagi orang yang tidak mencegah kemungkaran, yaitu :
1. Azab yang menyeluruh
Apabila manusia melihat kemunkaran dan tidak bisa merubahnya,
Dikawatirkan Allah akan melimpahkan azab siksa-Nya secara merata.
Apabila kemaksiatan telah merajalela di tengah-tengah masyarakat ,

37
sedangkan orang-orang yang shalih tidak berusaaha mengingkari dan
membendung kerusakan tersebut, maka Allah SWT akan menimpakan azab
kepada mereka secara menyeluruh baik orang-orang yang jahat maupun
orang-orang yang shalih. Sebagaimana hadis Nabi Saw “sesungguhnya
apabila orang-orang melihat orang yang bertindak aniaya kemudian mereka
tidak mencegahnya, maka kemungkinan besar Allah akan meratakan siksaan
kepada mereka, disebabkan perbuatan tersebut.”
Dan firman Allah Swt :
‫ واعلموا ان هللا شديد العقاب‬,‫واتقوا فتنة ال تصيبن الذين ظلموامنكم خاصة‬.
Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-
orang yang zalim saja di antara kamu.Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras
siksaan-Nya (Al-Anfal : 25 )
2. Tidak dikabulkannya do’anya
Apabila suatu masyarakat mengabaikan amar ma’ruf dan nahi
munkar serta tidak mencegah orang yang berbuat zalim dari kezalimannya,
maka Allah akan menimpakan siksa kepada mereka dengan tidak
mengabulkan do’a mereka. Sabda Rasulullah saw:
‫اءمرن‬TT‫ده لت‬TT‫ي بي‬TT‫ذي نفس‬TT‫ وال‬: ‫ال‬TT‫لم ق‬TT‫ه وس‬TT‫لي هللا علي‬TT‫بي ص‬TT‫ه عن الن‬TT‫ي هللا عن‬TT‫ة رض‬TT‫عن حذيف‬
‫بالمعروف ولتنهون عن المنكر او ليوشكن هللا ان يبعث عليكم عقابا منه ثم تدعونه فال يستجاب لكم‬.

“Dari Hudzaifah r.a dari Nabi Saw, ia berkata : Demi Allah yang jiwaku
ada ditangan-Nya, kamu harus menganjurkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran, atau kalau tidak pasti Allah akan menurunkan siksa kepadamu,
kemudian kamu berdoa, maka tidak diterima doa dari kamu”.(Riwayat Imam
Tirmizi).

3. Berhak mendapatkan laknat


Di antara hukuman orang yang mengabaikan amar ma’ruf dan nahi
munkar adalah berhak mendapatkan laknat, yakni terusir dari rahmat Allah
sebagaimana yang telah menimpa Bani Israil ketika mengabaikan amar ma’ruf
dan nahy munkar. Abu Daud meriwayatkan dalam kitab Sunannya dengan
sanadnya dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata: Rasulullah bersabda: "Pertama

38
kerusakan yang terjadi pada Bani Israil, yaitu seseorang jika bertemu kawannya
sedang berbuat kejahatan ditegur: wahai fulan, bertaqwalah pada Allah dan
tinggalkan perbuatan yang kamu lakukan, karena perbuatan itu tidak halal
bagimu, kemudian pada esok harinya bertemu lagi sedang berbuat itu juga,
tetapi ia tidak menegurnya, bahkan ia telah menjadi teman makan minum dan
duduk-duduknya. Maka ketika demikian keadaan mereka, Allah berfirman :
‫انوا‬TT‫ا ك‬TT‫وا وم‬TT‫ا عص‬TT‫ ذالك بم‬,‫لعن الذين كفروامن بني اسرائيل على لسان داود وعيسى ابن مريم‬
‫ لبئس ماكانوا يفعلون‬,‫ كانو ال يتناهون عن منكر فعلوه‬.‫يعتدون‬.
Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan
Isa putra Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu
melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar
yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka
perbuat itu.( Al Ma’idah : 78-79)

4. Timbulnya perpecahan
Sudah merupakan aksiomatis bahwa kemungkaran yang paling berat dan
dan paling keji dapat menjauhkan syari’at Allah dari realitas kehidupan dan
ditinggalkannya hukum-hukumNya dalam kehidupan manusia. Apabila hal ini
terjadi dan orang-orang diam, tidak mengingkari dan tidak mencegahnya, maka
Allah akan menanamkan perpecahan dan permusuhan di kalangan mereka
sehingga mereka saling melakukan pembunuhan dan menumpahkan darah.

5. Pemusnahan mental
Sebagai kehormatan kepada Nabi Muhammad saw, Allah tidak
memusnahkan umat beliau secara fisik sebagaimana yang telah menimpa umat-
umat terdahulu seperti kaum Nabi Hud, Shalih, Nuh, Luth dan Syu’aib yang
telah mendustakan para Nabi dan mendurhakai perintah Allah. Tetapi bisa saja
Allah membinasakan umat Muhammad secara mental. Maksudnya umat ini
tidak dimusnahkan fisiknya, tetap dalam keadaan hidup, sekalipun melakukan
dosa dan maksiat yang menyebabkan. kehancuran dan kebinasaan, namun
walaupun jumlahnya banyak, kekayaannya melimpah ruah, di sisi Allah tidak

39
ada nilainya sama sekali, musuh-musuhnya tidak merasa takut, serta kawan-
kawannya tidak merasa hormat . Inilah yang diberitakan Rasulullah saw. ketika
umat ini takut mengatakan yang hak dan tidak mencegah orang yang berbuat
zalim.

D. Keutamaan mengajak kepada kebaikan


1. Lafaz Hadis
‫ان‬TT‫دى ك‬TT‫ من دعا الى ه‬: ‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن ابي هريرة رضي هللا عنه قال‬
‫ه من االثم‬T‫ان علي‬T‫اللة ك‬T‫له من االجر مثل اجور من تبعه ال ينقص ذالك من اجورهم شيئا ومن دعا الى ض‬
‫مثل اثام من تبعه ال ينقض ذالك من اثامهم شىيئا‬.
“Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah saw bersabda ; Barang siapa
yang mengajak kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala orang-
orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dari mereka sedikitpun dan barang
siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa sebagaimana
dosanya orang-orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dari mereka
sedikitpun.

2. Takhrij Hadis
Hadist ini di riwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Malik, Abu
Daud dan Tirmizi

3. Penjelasan Hadis
Hadis di atas menjelaskan bahwa orang yang mengajak kepada
kebaikan akan mendapat pahala sebesar pahala orang yang mengerjakan
ajakkannya tanpa dikurangi sedikitpun. Begitu pula orang yang mengajak
kepada kesesatan akan mendapat dosa sebesar dosa orang yang mengerjakannya
tanpa dikurangi sedikit pun. Tidak diragukan lagi bahwa hadis ini merupakan
berita gembira bagi mereka yang suka mengajak orang lain untuk mengerjakan
kebaikan, Allah Swt memberikan penghargaan tinggi bagi mereka yang suka
mengajak kepada kebaikan
Di antara keutamaan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar adalah :
1. Penyeru agama Allah adalah orang yang terbaik perkataannya

40
Sebagai faktor yang membuat manusia bersungguh-sungguh
melakukan dakwah kepada agam Allah karena Allah mengangkat derajat
ketempat yang paling tinggi. Yakni, Allah menjadikan mereka sebagai
manusia yang terbaik perkataannya. Allah berfirman :
‫ومن احسن قوال ممن دعا الى هللا وعمل صالحا وقال انني من المسلمين‬.
“siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeruh
kepada Allah, mengerjakan amal saleh dan berkata ; “sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri”.

2. Pahala yang besar bagi orang yang disebabkan usahanya orang lain
mendapat petunjuk.
Rasulullah bersabda :
‫من دل على خير فله مثل اجر فاعله‬.
“Siapa yang mengajak kepada petunjuk maka ia memperoleh pahala
seperti pahala orang-orang yang mengikutinya”.

3. Allah Taala dan segala makhluk di langit dan dibumi bershalawat


kepada penyeru kebaikan kepada manusia.
‫ة فى‬TT‫تى النمل‬TT‫موات واالرض ح‬TT‫ل الس‬TT‫ واه‬T‫ ان هللا ومالئكته‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ رواه الترمذي‬.‫جحرها وحتى الحوت ليصلون على معلم الناس الخير‬
“Rasulullah bersabda : sesungguhnya Allah, para Malaikat-Nya, dan
penduduk langit dan bumi bahkan semut di dalam lubangnya dan paus dilautan
bershalawat kepada pengajar kebaikan terhadap manusia. (Riwayat Tirmizi)

E. Menyuruh Orang beramal Ma’ruf tetapi tidak melaksanakannya sendiri


1. Lafaz Hadist
‫ر‬T‫ه في الس‬TT‫ اني اكلم‬,‫معكم‬TT‫ه اال اس‬TT‫ترون اني ال اكلم‬TT‫ال انكم ل‬T‫ ق‬,‫ه‬TT‫عن اسامة لو اتيت فالنا فكلمت‬
‫ وال اقول لرجل ان كان علي اميرا انه خير الناس بعد شيئ سمعته‬,‫دون ان افتح بابا ال اكون اول من فتحه‬
‫ة‬TT‫وم القيام‬TT‫ل ي‬TT‫اء بالرج‬TT‫ يج‬.‫ول‬TT‫معته يق‬TT‫ال س‬TT‫ ق‬,‫ول‬TT‫ قالوا وما سمعته يق‬,‫من رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬

41
‫المعروف وتنهى‬TT‫ا ب‬TT‫اءنك اليس كنت تاءمرن‬T‫ ماش‬,‫ون اي فالن‬TT‫ فيقول‬,‫ار‬TT‫ فتندلق اقتابه في الن‬,‫فيلقي في النار‬
‫ وانهاكم عن المنكر واتيه‬,‫عن المنكر قال كنت امركم بالمعروف وال اتيه‬.
“Dari Usamah, “kalau kamu (usamah) didatangi si fulan maka kamu
harus mengatakan padanya. Dia (Usamah) berkata, sesungguhnya kamu akan
melihat kecuali apa yang kudengar darimu. “sesungguhnya aku menceritakan
kepadanya akan keburukan tanpa bermaksud membuka pintu dan aku tidak
berkeinginan menjadi orang yang mula-mula membukanya. Dan aku tidak akan
mengatakan kepada seseorang bahwa atasku perintah (untuk mengatakan).
Sesungguhnya dia sebaik-baik manusia. Setelah berita itu kudengar langsung
dari Rasulullah Saw. Mereka berkata, dan apakah dia mengatakan apa yang
disengarnya..? dia berkata apa yang didengarnya seraya mengatakan,”akankah
kedalam neraka, maka keluarlah usus perutnya dan berputar-putar di dalam
neraka sebagaimana berputarnya keledai yang sedang berada dalam
penggilingannya, lantas penghuni neraka berkumpul seraya berkata,”wahai
pulan, kenapa kamu seperti itu...? bukankah kamu dulu menyeruh untuk berbuat
baik dan melarang dari perbuatan mungkar..? ia menjawab,”saya dulu menyuruh
berbuat baik tetapi saya tidak mengerjakannya, dan saya melarang melakukan
perbuatan mungkar tetapi malah saya sendiri melakukannya.

2. Takhrij Hadis
Hadist ini di riwayatkan oleh Al-Bukhari, Ahmad, Al-Baihaqi,Al-
baghawi, dan lainnya. Hadis ini menurut penelitian Syu’aib Arna’ut adalah
sahih.[20]

3. Penjelasan Hadis
Seseorang yang menyuruh orang lain agar mengerjakan kebaikan
sedangkan ia sendiri tidak mmelaksanakannya dan mencegah orang lain berbuat
keji sedangkan ia malah melakukannya, ia akan diazab oleh Allah Swt, dengan
siksaan yang sangat amat berat. Kedudukannya sama saja dengan orang
melaksanakan perbuatan maksiat yang ingkar terhadap perintah dan larangan
Allah swt. Bahkan Allah lebih murka kepada orang yang seperti ini karena

42
kemunafikannya dan menipu ajaran agama Allah dengan dusta. Allah telah
berfirman :
‫ كبر مقتا عندهللا ان تقولوا ماال تفعلون‬,‫يايها الذين امنوا لما تقولون ماال تفعلون‬.
“hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang
tidak kamu perbuat..? amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (As-Shaf : 2-3)

Dinyatakan pula dalam surah Al-Baqarah ayat 44, yang berbunyi ;


‫ افال تعقلون‬,‫اتاءمرون الناس بالبر وتنسون انفسكم وانتم تتلون الكتاب‬.
“mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab. Maka
tidakkah kamu berfikir. (Al-Baqarah : 44)
Kedua ayat di atas menunjukkan betapa besarnya kemurkaan
Allah kepada orang yang menganjurkan kebaikan tetapi tidak melaksanakan
sendiri apa yang dikatakannya. Kemurkaan Allah di dunia menyebabkan orang
yang berperilaku tersebut makin jauh dari rahmat Allah, dan sebagai
konsekwensinya kemurkaan Allah itu adalah membalaznya dengan azab yang
sangat pedih dineraka.

BAB V
FITNAH AKHIR ZAMAN

A. Fitnah Akhir Jaman Oleh KH. Abdul Muhith Abdul Fattah


Akan datang suatu masa di mana bangsa mengeroyok kalian seperti
orang rakus merebutkan makanan di atas meja, ditanyakan (kepada Rasulullah
saw) apakah karena di saat itu jumlah kita sedikit? Jawab Rasulullah saw, tidak
bahkan kamu saat itu mayoritas tetapi kamu seperti buih di atas permukaan air
banjir, hanya mengikuti kemana air banjir mengalir (artinya kamu hanya ikut-
ikutan pendapat kebanyakan orang seakan-akan kamu tidak punya pedoman
hidup) sungguh Allah telah mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kamu,

43
dan mencampakkan di dalam hatimu 'al-wahn' ditanyakan (kepada Rasulullah)
apakah al-wahn itu ya Rasulullah? Jawabnya: wahn adalah cinta dunia dan benci
mati.

B. Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengisyaratkan tentang


dekatnya hari kiamat.
Sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis:

‫ َويُ ِشي ُر بِإِصْ بَ َع ْي ِه فَيَ ُم ُّد هُ َما‬،‫ت أَنَا َوالسَّا َعةُ َكهَاتَي ِْن‬
ُ ‫بُ ِع ْث‬.

“Jarak diutusnya aku dan hari kiamat seperti dua (jari) ini.” Beliau
memberikan isyarat dengan kedua jarinya (jari telunjuk dan jari tengah), lalu
merenggangkannya. (HR. Bukhari).

Rasulullah pun telah mengisyaratkan tentang keadaan di akhir zaman dalam


sabdanya, “Bagaimana sikap kalian apabila fitnah telah mengelilingi kalian?”

Tentang hadis ini, Ustaz Abu Qotadah dalam kajian dan tausiyah di kanal
RodjaTV menjelaskan, fitnah telah berada di sekitar kita dan kita telah diliputi
oleh fitnah, kita telah dihadapkan kepada fitnah dari depan, dari belakang, dari
kanan, dari kiri, dari berbagai unsur kehidupan, fitnah berada di tengah-tengah.
Dan fitnah itupun berkepanjangan, lama, berkesinambungan dan semakin
dahsyat dari satu waktu ke waktu yang lainnya. Sampai disebutkan di dalam
hadis:
‫ص ِغي ُر َو يَ ْه َر ُم فِيهَا ْال َكبِي ُر‬
َّ ‫يَرْ بُو فِيهَا ال‬
“Anak-anak kecil menjadi dewasa dan orang yang tua menjadi pikun.”

“Yaitu apabila kebanyakan dari umat ini telah meninggalkan sunnah.”

Lalu para sahabat bertanya: “Kapan akan terjadi hal itu Wahai Abu
Abdurrahman?” Maka beliau menjawab: “Apabila telah pergi para ulamanya.”

44
Artinya banyak yang meninggal dunia dari kalangan ulama, banyak orang-orang
yang wafat dari kalangan para ulama.

Dan semakin banyak orang-orang yang bodohnya. Semakin banyak ahli qira’ah,
tapi semakin sedikit yang faqih kepada makna-makna ayat Al-Qur’an.” Semakin
sedikit orang yang faham kepada isi dari Al-Qur’an.

Kemudian beliau mengatakan: “Apabila semakin banyak pemimpin kalian tetapi


semakin sedikit orang yang amanah,” orang yang adil, orang yang menegakkan
hukum Allah. Berkuasa, memiliki jabatan, memiliki tahta, tetapi berada dalam
kondisi dzalim, tidak menegakkan syariat Allah. Semakin sedikit yang amanah.

Kemudian beliau mengatakan: “Dan apabila telah dicari dunia dengan ibadah
(amal shalih),” artinya orang-orang beramal shalih tapi tujuannya dunia, tidak
berkaitan dengan surga, tidak berkaitan dengan kehidupan setelah kematian.
Yang diharapkan ketika melakukan amal saleh adalah untuk kehidupan dunia.

“Dan apabila semakin banyak orang-orang yang tafaqquh tentang urusan dunia
(tapi tidak tafaqquh tentang urusan agama),” artinya semakin sedikit orang yang
belajar tentang agama Allah, belajar tentang tauhid, belajar tentang aqidah,
belajar tentang iman, belajar tentang Islam, belajar tentang halal dan haram
semakin sedikit. Dan sibuknya sebagian besar di antara kita adalah dengan dunia
ini.

C. Menghadapi ujian dan fitnah akhir zaman


menghadapi ujian dan fitnah akhir zaman ini? Dai yang juga pendiri
Pondok Pesantren Ma’had Ihya As Sunnah, menjelaskan sebagai berikut:

1. Semua problem berkaitan dengan fitnah, jalannya ilmu

45
Hiruk-pikuk fitnah dunia hari ini, maka mesti setiap mukmin menjadikan bagian
dari hidupnya adalah untuk mencari ilmu. Karena ilmu adalah bagian terpenting
dalam hidup kita.

2. Kehidupan setelah kematian kita adalah masa depan yang paling depan

Jika para ibu dan para bapak berbicara tentang masa depan, maka inilah masa
depan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu Al-Qur’an mengajarkan kisah seorang
Nabi yang mengajarkan masa depan kepada anaknya, yaitu Nabi Ya’qub
‘Alaihis Salam. Ketika beliau sedang dalam keadaan dekat kepada kematian,
sedang sakaratul mau, maka mengumpulkan semua anaknya. Allah berfirman:

‫ُون ِمن بَ ْع ِدي قَالُوا نَ ْعبُ ُد إِلَ ٰـهَكَ َوإِلَ ٰـهَ آبَائِكَ إِب َْرا ِهي َم‬ َ َ‫ت إِ ْذ ق‬
Tَ ‫ال لِبَنِي ِه َما تَ ْعبُد‬ ُ ْ‫وب ْال َمو‬ َ ‫أَ ْم ُكنتُ ْم ُشهَدَا َء إِ ْذ َح‬
َ ُ‫ض َر يَ ْعق‬
١٣٣﴿ َ‫احدًا َونَحْ نُ لَهُ ُم ْسلِ ُمون‬ ِ ‫ق إِلَ ٰـهًا َو‬
َ ‫﴾ َوإِ ْس َما ِعي َل َوإِ ْس َحا‬

“Tidaklah kalian memperhatikan tentang Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam ketika


datang sakaratul maut menjemputnya? Maka beliau berkata: ‘Wahai anak-
anakku, apa yang kalian akan sembah setelah aku meninggal dunia?’ Maka
serempak anaknya mengatakan: ‘Kami akan menyembah Ilahmu dan Ilah nenek
moyangmu (yaitu Allah, Ilah yang satu), dan kami tunduk kepadaNya.’” (QS.
Al-Baqarah[2]: 133)

Jadi ketika kita berbicara tentang masa depan, maka ingatkanlah masa depan itu
adalah masa depan setelah kematian. Maka oleh sebab itu -sebagai catatan tinta
emas bagi kita- semua apa yang kita cari dalam interaksi dunia, maka jadikanlah
semuanya adalah jembatan dan jadikanlah kendaraan untuk kita ke surga.
Jadikanlah semua nikmat yang Allah berikan kepada kita sebagai kendaraan
yang menghantarkan kita ke surga, sebagai masa depan kita. Jangan Anda
berpikir masa depan adalah masa depan karir kita di dunia ini.

3. Menjaga amal

46
Ketika kita bertanya tentang amal dan ketika kita meminta ditunjukkan kepada
seorang alim tentang amal dimasa hari ini, maka ada jawaban yang sederhana
dari sekian penjelasan. Lakukanlah amal yang mampu kita mendawamkannya
setelah kita menunaikan perkara-perkara yang fardhu (wajib). Menjaga shalat
lima waktu, menjaga puasa dan menjaga setiap perkara yang Allah Ta’ala
fardhu-kan.

Oleh sebab itu Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya oleh
istrinya sendiri, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha: “Ya Rasulullah, amal yang mana
yang paling dicintai Allah? Yang paling mulia di sisi Allah?” Maka Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

‫أَ َحبُّ األَ ْع َما ِل إِلَى هَّللا ِ تَ َعالَى أَ ْد َو ُمهَا َوإِ ْن قَ َّل‬

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang mampu kita
mendawamkannya walaupun amalan itu sederhana.” (HR. Muslim)

4. Kewajiban mukmin adalah benar dalam berkata, benar dalam bercakap,


benar dalam berucap dan benar dalam beramal

Fitnah terbesar pada hari ini adalah melihat berbagai kedzaliman. Mungkin di
berbagai negara rakyat mencium bau kedzaliman dari para pemimpinnya. Di sisi
lain, kita pun melihat begitu dahsyatnya rekayasa musuh kepada kaum muslimin
dan rekayasa musuh terhadap Islam. Dan kita seorang muslim yang punya
ghiroh iman pasti ingin melakukan sesuatu, melawan terhadap semua
kedzaliman ini, melawan setiap keburukan ini. Dan tentunya itu adalah alamat
dalam diri kita ada iman

Karena ghirah itu sebagaimana dinyatakan di dalam hadis, ghirah itu berupa
energi yang ada dalam diri seorang mukmin yang disebutkan di dalam hadis:

‫ك أَضْ َعفُ اإْل ِ ي َمان‬


َ ِ‫ َو َذل‬،‫ فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه‬،‫ فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه‬،‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه‬

47
“Apabila kamu melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu
(kekuasaanmu), kalau tidak mampu maka dengan lisanmu, kalau tidak mampu
maka dengan cara engkau tidak menyetujuinya (benci dalam hatimu), dan itu
adalah bagian yang lemah dari iman kita.” (HR. Muslim)

Ustadz Abu Qatadah memberikan dua poin tentang nasihat yang harus kita
lakukan, yakni:

Poin pertama, masalah bagi kita adalah bukan semata-mata kita mengatakan
“Menolong agama Allah”, bukan semata-mata kita mengatakan bahwa kita akan
menjaga agama Allah. Kenapa? Karena sesungguhnya Allah benar-benar akan
menjaga agamaNya dan benar-benar Allah akan memenangkan agamaNya.
Seandainya kita tidak menjadi penolongNya, maka Allah akan mencari dan
memunculkan generasi lainnya yang akan menjaga agama ini. Jadi Allah telah
memberikan jaminan agama ini akan dijaga.

Poin kedua, bahwa kewajiban bagi seorang mukmin adalah dituntut untuk benar
dalam berkata, benar dalam berucap, benar dalam beramal. Yaitu seorang
muslim diperintahkan untuk sejalan dengan perintah Allah dan RasulNya dalam
setiap perkara. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah
mengatakan tentang apa yang harus kita lakukan hari ini.

Apa yang didapatkan oleh para sahabat dan para tabi’in di masa Hajjaj bin
Yusuf, itu melebihi kedzaliman yang kita lihat hari ini, artinya keburukan
individunya, bukan keburukan keadaannya. Karena kalau keadaan tetap dimasa
Hajjaj lebih baik dari masa ‘Umar bin Abdul ‘Aziz. Walaupun tidak diragukan
bahwa pada masa ‘Umar bin Abdul ‘Aziz itu lebih mulia daripada Hajjaj. Tapi
massanya, tetap. Hal ini karena dimasa Hajjaj itu ada Anas bin Malik dan para
sahabat yang lainnya.

48
Maka kaum muslimin mengadu kepada Anas bin Malik tentang kedzaliman
tentang y ang mereka rasakan. Apa nasihat Anas bin Malik Radhiyallahu
Ta’ala ‘Anhu?

ٌ ‫ فَإِنَّهُ الَ يَأْتِى َعلَ ْي ُك ْم َز َم‬، ‫اصْ بِرُوا‬


ُ‫ان ِإالَّ الَّ ِذى بَ ْع َدهُ َش ٌّر ِم ْنه‬

“Sabarlah. Karena tidak datang tahun kecuali akan lebih buruk dari yang
sebelumnya.”

Lalu disebutkan yang dimaksud dengan “lebih buruk dari yang sebelumnya”
bukan berkaitan dengan masalah ekonomi, sulitnya mencari harta dan
sebagainya, bukan berkaitan dengan itu. Dalam riwayat yang lain disebutkan:

ْ َ‫إِ َذا َذهَب‬


‫ت ُعلَ َما ُؤ ُك ْم‬

“Apabila telah pergi orang-orang alimnya.”

Apabila semua umat Islam dalam semua individunya mereka komitmen kepada
apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka pertolongan itu
akan dekat. Karena semua keburukan yang kita dapatkan hari ini dari keburukan
para pemimpin kita, maka itu sesuai dengan kata:

‫َكـ َمـا تَـ ُكـونُـوا يُـولَّـى عَـلَـيْـ ُكـم‬

“Bagaimana kalian, maka demikianlah pemimpin kalian.”

Apabila ketika melihat sesuatu kedzaliman, maka problem solvingnya adalah setiap
mukmin melakukan perombakan jiwa, setiap mukmin melakukan perombakan individu
yang dinamakan dengan istilah revolusi mental dalam arti revolusi karakter, yaitu
berkaitan dengan akhlak kita sebagai seorang muslim, yaitu kembali kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.

49
Maka kewajiban kita adalah beribadah kepada Allah. Kemudian kita membereskan diri.
Kemudian jadikanlah bagian-bagian dari shalat kita dalah berdoa untuk kebaikan
pemimpin kita. Sehingga para ulama kita mengatakan: “Seandainya aku memiliki doa
yang mustajab, maka aku akan khususkan doa ini adalah untuk pemimpinku.” Doakan
agar pemimpin kita mendapat hidayah, agar pemimpin kita menjadi pemimpin yang
adil.

5. Solusi ketika iman sedang turun

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan bahwa di antara hiruk-pikuk kehidupan


dalam fitnah, maka kita akan sering mendapatkan ujian yang menyebabkan kita lemah.
Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun telah mengisyaratkan:

َ َ‫ك فَقَ ْد هَل‬


‫ك‬ ْ ‫َت فَ ْت َرتُهُ إِلَى ُسنَّتِي فَقَ ْد أَ ْفلَ َح َو َم ْن َكان‬
َ ِ‫َت ِش َّرتُهُ إِلَى َغي ِْر َذل‬ ْ ‫إِ َّن لِ ُك ِّل َع َم ٍل ِش َّرةٌ َولِ ُك ِّل ِش َّر ٍة فَ ْت َرةٌ فَ َم ْن َكان‬

“Dalam setiap kondisi semangat, akan datang masa yang lemah. Maka barangsiapa yang
melemahnya kepada sunnahku, maka ia akan selamat. Dan barangsiapa yang dalam
kondisi lemahnya kepada selain sunnah, maka dia akan celaka.” (HR. Ibnu Hibban)

Dahsyatnya fitnah hari ini terkadang akan mengurangi dan menguras kondisi iman kita.
Semangat beramal berkurang, semangat mencari ilmu adalah berkurang. Solusinya
adalah ‘Umar bin Khattab menjelaskan hadis yang tadi, beliau mengatakan:

‫ وإن أدبرت فألزموها الفرائض‬، ‫ فإذا أقبلت فخذوها بالنوافل‬، ‫إن لهذه القلوب إقباال وإدبارا‬

“Hati itu ada bolak-balinya, turun naiknya. Apabila sedang semangat, sedang kuat,
maka tunaikanlah perkara-perkara yang wajib dan ikutilah dengan perkara-perkara yang
sunnah. Jika dalam keadaan lemah, maka komitmenlah kepada perkara yang wajib.”

Hadis dan makna dari ‘Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu memberikan satu
wawasan bahwa tidak ada di antara kita yang tidak pernah melemah iman. Tidak ada di
antara kita yang tidak pernah salah atau terjerumus ke dalam maksiat. Tetapi semampu

50
mungkin orang mukmin diperintahkan untuk istiqamah. Jika melemah, maka jangan
sampai meninggalkan yang wajib dan melakukan yang haram. Komitmenlah di situ.

DAFTAR PUSTAKA

https://paudit.alhasanah.sch.id/tahukah-anda/apa-perbedaan-islam-iman-dan-ihsan.

https://muslim.or.id/425-islam-iman-ihsan.html.

Boisard, Marcel A, Humanisme Dalam Islam, Terejemahan H.M.Rasyidi,Bulan

Bintang, Jakarta, 1980.

Departemen Agama RI,Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Jakarta, 1986.

Hussain, Syekh Syaukat, Hak Asasi Manusia Dalam Islam,Terjemahan Abdul

Rochim, Gema Insani Press, 1996.

Ishaque,Khalid M, Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Islam,Terjemahan A.Rahman

Zainuddin ,1974.

Yamani,Ahmad Zaki, Syari’at Islam Yang Kekal Dan Persoalan Masa Kini,

Jakarta,1978.

Kusumohamidjojo,Budiono, Ketertiban Yang Adil, Grassindo,Jakarta,1999.

Lopa, Baharudin, Al-Qur’an Dan Hak AsasiManusia, PT.Dana Bhakti Prima Yasa,

Yogyakarta, 1999.

Rahardjo, Syacipto, Hukum dan Masyarakat, Angkasa ,Bandung, 1986.

Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor yang Mempengarhi Penegakan Hukum, Rajawali,

51
Jakarta ,1983.

Soejadi,H.R.,Refleksi Mengenai Hukum dan Keadilan,Aktualisasinya di Indonesia,

Jurnal Ketahanan Nasional, VIII(2), Agustus 2003

Ali Usman Dahlan. Hadits Qudsy Pola Pembinaan Akhlak Muslim,

Bandung: CV. Diponegoro.

Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam al-Maqayis al-

Lughah,Beirut: Dar al-Fikr, 1994.

Hadna, Mustafa 2010. Ayo Mengaji Al-Qur’an Dan Hadits. Jakarta:Erlangga

Ash-Shidieqy. 1996. Tafsir Al-Quran“An-Nur’ Jakarta:Bulan Bintang

http:// id.m.wikipedia.org/belajar al-qur’an dan hadits//

mtalamin.blogspot.com/2011/04/pengertian amar ma’ruf nahi munkar//

https://islam.nu.or.id/post/read/39988/fitnah-akhir-zaman

52
LAMPIRAN

 Al-Qur’an : Firman Allah yang diturunkan kepada nabi muhammad melalui


perantara Jibril untuk menjadi pedoman umat manusia.
 Hadits : Sumber hukum kedua setelah al- Qur’an yaitu segala perkataan (sabda),
perbuatan, ketetapan, serta persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan
landasan teori.
 Puasa : Menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang
membantalkan puasa, mulai dari terbit fazar hingga terbenam matahari, dengan
syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim.
 Zakat : sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh umat muslim untuk diberikan
kepada golongan yang berhak menerima, seperti fakir miskin dan semacamnya
sesuai dengan ang ditetapkan syariah.
 Amalan : Perbuatan baik.
 Lahiriah : bersifat lahir ( bukan bersifat batin).
 Qodho dan Qodhar : meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki.
kehendak, ketetapan dan keputusan atas semua makhluknya.
 Ayat kauniyah : Ayat-ayat dalam bentuk segala ciptaan Allah berupa alam semesta
dan semua yang ada didalamnya.
 Mukjizat : perkara di luar kebiasaan yang dilakukan oleh Allah melalui para nabi
dan rasul-Nya untuk membuktikan kebenaran kenabian dan kebiasaan risalahnya.
 Takhrij Hadits : sumber-sumbernya yang asli menyebutkan hadits besrya
sanadnya, untuk kemudian dikaji kualaitas hadisnya.
 Amar Makruf Nahi Mungkar : sebuah fras dalam bahasa Arab yang berisi
perintah menegakkan yang benar dan melaramg yang salah.

53

Anda mungkin juga menyukai