Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

AKIDAH, SYARI’AH DAN AKHLAK MERUPAKAN SUATU SISTEM


AJARAN ISLAM

d
i
s
u
s
u
n
Oleh:

DEWI ANDRIANI
D1A019137
C1

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucaapkan kepada Allah swt. atas segala rahmat dan hidayah yang
telah dilimpahkan-Nya kepada kita, sehingga makalah ini dapat saya selesaikan dengan baik
yang membahas tentang “Akidah, Syari’ah dan Akhlak merupakan suatu sistem ajaran Islam”.
Selanjutnya, shalawat dan salam saya sanjungkan kepada Rassulullah saw. dan para sahabat
beliau yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan ke alam penuh ilmu
pengetahuan. Saya berterima kasih kepada Drs.Utsman M.Si. selaku dosen mata kuliah
pendidikan agama Islam yang telah memberikan tugas ini kepada saya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita tentang NARKOTIKA. Semoga makalah sederhana ini dapat berguna bagi
siapapun yang membacanya. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan.

Mataram, Jumat 13 Maret 2020

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang terangkum dalam 3 hal
pokok; Aqidah, Syari’ah dan Akhlak. Artinya seluruh ajaran Islam bermuara pada tiga hal ini.
Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran Islam. Ketiga
unsur tersebut dapat dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan. Karena ketiga unsur tersebut
merupakan pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam.

Ajaran Agama Islam yang seharusnya bersumber pada Al-Qur’an dan as Sunnah telah banyak
yang melenceng. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya bermunculan aliran-aliran sesat atau
yang sifatnya bid’ah. Selain itu, kasus-kasus kriminalitas yang semakin merajalela pada saat
sekarang ini merupakan suatu cerminan keruntuhan akhlak pada umat Islam saat ini. Untuk
itulah, kita selaku umat Rasulullah SAW perlu mengetahui serta mempelajari tentang Ilmu yang
membahas ketiga unsur yang menjadi kerangka dasar ajaran agama Islam tersebut agar kita tidak
tersesat dan tetap berada di jalan yang benar.

Oleh sebab itu, dalam makalah kali ini saya membahas tentang ketiga unsur tersebut yaitu:
“Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq merupakan suatu sistem ajaran Islam”. Dengan mempelajari dan
mengambil esensi dari ketiga unsur ini, semoga Allah memberikan kita petunjuk agar selamat di
dunia dan di akhirat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Aqidah, Syari’ah dan Akhlak?


2. Bagaimana kedudukan Aqidah dalam Islam?
3. Apa sumber-sumber Aqidah?
4. Bagaimana tingkatan Aqidah?
5. Apa fungsi Aqidah?
6. Apa saja istilah tentang Aqidah?
7. Apa saja macam-macam hukum Syari’ah?
8. Apa macam-macam Akhlak?
9. Apa sumber dan ciri-ciri Akhlak?
10. Bagaimana peran Aqidah, Syari’ah dan Akhlak?
11. Bagaimana hubungan Aqidah, Syari’ah dan Akhlak?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Aqidah, Syari’ah dan Akhlak.


2. Untuk mengetahui kedudukan Aqidah dalam Islam.
3. Untuk mengetahui sumber-sumber Aqidah.
4. Untuk mengetahui tingkatan Aqidah.
5. Untuk mengetahui fungsi Aqidah.
6. Untuk mengetahui istilah tentang Aqidah.
7. Untuk mengetahui macam-macam hukum Syari’ah.
8. Untuk mengetahui macam-macam Akhlak.
9. Untuk mengetahui sumber dan ciri-ciri Akhlak.
10. Untuk mengetahui peran Akidah, Syari’ah dan Akhlak.
11. Untuk mengetahui hubungan Aqidah, Syari’ah dan Akhlak.

                                                                                         

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AQIDAH, SYARI’AH DAN AKHLAK


 AQIDAH

1. Pengertian Aqidah

Kata Aqidah berasal dari kata (  ‫)عقد‬  “Al-Aqdu” yang berarti ikatan (ar-rabth), pengesahan (al-
Ibraam), penguatan (al-Ihkam), menjadi kokoh dan kuat (at-Tawatstsuq), keyakinan (al-Yaqiin).
Secara istilah aqidah dapat diartikan sebagai keyakinan hati atas sesuatu. Kata ‘aqidah’ tersebut
dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan dapat pula digunakan untuk ajaran
lain di luar Islam. Sehingga ada istilah aqidah Islam, aqidah nasrani; ada aqidah yang benar atau
lurus dan ada aqidah yang sesat atau menyimpang.

Aqidah secara bahasa berarti ikatan, secara terminology berarti landasan yang mengikat yaitu
keimanan, itu sebabnya ilmu tauhid disebut juga dengan ilmu aqaid (aqidah) yang berarti ilmu
mengikat. Dalam ajaran Islam sebagaimana dicantumkan dalam Qur’an dan Sunnah aqidah
merupakan ketentuan-ketentuan dan pedoman keimanan.

Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seseorang secara pasti adalah aqidah,
baik itu benar ataupun salah. Dalam ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah al-Islamiyah)
merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam rukun iman, yaitu keyakinan kepada
Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir baik dan buruk.
Hal ini didasarkan kepada Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shahabat
Umar bin Khathab r.a. yang dikenal dengan ‘Hadits Jibril’.

2. Kedudukan Aqidah dalam Islam

Ajaran Islam dalam bidang akidah terdiri atas seperangkat keyakinan yang benar dari sudut
keharusan doktrin, yakni adanya kesesuaian antara pemahaman atau ide dan realitas serta
landasan dan pendorong dalam mewujudkan amal saleh, yakni amal yang membuahkan kebaikan
bagi kehidupan didunia dan akhirat.

Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu bangunan,
aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah
sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan
yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau
menanggung beban apa saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan.
Allah swt berfirman;

‫ك بِ ِعبَا َد ِة َربِّ ِه أَ َحدًا‬ َ ً‫فَ َم ْن َكانَ يَرْ جُوا لِقَآ َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َملْ َع َمال‬.
ُ ‫صالِحًا َوالَيُ ْش ِر‬

Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka
hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110)

Allah swt juga berfirman;

‫ك لَئِ ْن أَ ْش َر ْكتَ لَيَحْ بَطَ َّن َع َملُكَ َولَتَ ُكون ََّن‬


َ ِ‫ك َوإِلَى الَّ ِذينَ ِمن قَ ْبل‬ ِ ُ‫َاس ِرينَ َولَقَ ْد أ‬
َ ‫وح َى ِإلَ ْي‬ ِ ‫ِّمنَ ْالخ‬

Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa
jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu
benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)

Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan
dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw
berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai
aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga
belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di
Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti
menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh
bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-
hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih
selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat
pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.

3. Sumber-Sumber Aqidah Islam

Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang hanya dapat
ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran aqidah Islam
adalah terbatas pada Al-Quran dan as-Sunnah saja. Karena, tidak ada yang lebih tahu tentang
Allah kecuali Allah itu sendiri, dan tidak ada yang lebih tahu tentang Allah, setelah Allah sendiri,
kecuali Rasulullah SAW.

Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh
Allah dalam Al-Qur’an dan Rasulullah dalam sunnah-nya wajib diimani, diyakini, dan
diamalkan.

Akal fikiran sama sekali bukan sumber aqidah Islam, tetapi merupakan instrumen yang berfungsi
untuk memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan membuktikan
secara ilmiyah kebenaran yang disampaikan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari
oleh suatu kesadaran penuh bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya
kemapuan semua makhluk Allah. Akal tidak akan mampu menjangkau masa’il ghaibiyah
(masalah-masalah ghaib), bahkan akal tidak akan sanggup menjangkau sesuatu yang tidak terikat
oleh ruang dan waktu.
Misalnya, akal tidak mampu menunjukan jawaban atas pertanyaan kekekalan itu sampai kapan?
Atau akal tidak sanggup menunjukan tempat yang tidak ada di darat atau di laut, di udara dan
ditempat lainnya dialam semesta. Karena kedua hal tersebut tidak terikat oleh ruang dan waktu.

Oleh sebab itu akal tidak boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut dan menjawab
pertanyaan segala sesuatu tentang hal-hal ghaib itu. Akal hanya perlu membuktikan jujurkah atau
bisakah kejujuran si pembawa risalah tentang hal-hal ghaib itu bisa dibuktikan secara ilmiyah
oleh akal fikiran.

Berkenaan dengan peneyelidikan akal untuk meyakini aqidah Islam, terutama yang berkenaan
dengan hal-hal ghaib di atas, manusia dipersilahkan untuk mengarahkan pandangan dan
penelitianya kepada alam semesta ini, di bumi, di langit, dan rahasia-rahasia yang terseimpan
pada keduanya.

4. Tingkatan Aqidah

Tingkatan aqidah seseorang berbeda-beda antara satu dengan yang lainya tergantung dari dalil,
pemahaman, penghayatan dan juga aktualisasinya. Tingkatan aqidah ada empat, yaitu:

1. Tingkat ‘Taqlid’

Tingkat Taqlid berarti menerima suatu kepercayaan dari orang lain tanpa diketahui alasan-
alasanya. Sikap taklid ini dilarang oleh agama Islam.
Sebagaimana disebutkan dalam QS al-Isra’ (17): 36.

‫ص َر َو ْالفُؤَ ا َد ُكلُّ أُولَئِكَ َكانَ َع ْنهُ َم ْسئُواًل‬


َ َ‫ك بِ ِه ِع ْل ٌم إِ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬ َ ‫َواَل تَ ْقفُ َما لَي‬
َ َ‫ْس ل‬

Artinya :“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya”.
2. Tingkat ‘Ilmul Yaqin’

Tingkat Ilmul Yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu yang bersifat
teoritis. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS at-takatsur (102): 1-5.

!‫َكاَّل لَوْ تَ ْعلَ ُمونَ ِع ْل َم ْاليَقِي ِن ! َكاَّل َسوْ فَ تَ ْعلَ ُمونَ !ثُ َّم َكاَّل َسوْ فَ تَ ْعلَ ُمونَ ! َحتَّى ُزرْ تُ ُم ْال َمقَابِ َر !أَ ْلهَا ُك ُم التَّ َكاثُ ُر‬

Artinya : “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan
yang yakin.”

3. Tingkat ‘Ainul Yaqin’

Tingkat Ainul Yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan mata kepala
secara langsung tanpa perantara. Hal ini disebutkan di dalam QS at-Takatsur (102): 6-7.

ِ ِ‫!لَت ََر ُو َّن ْال َج ِحي َم!ثُ َّم لَت ََر ُونَّهَا َع ْينَ ْاليَق‬
!‫ين‬

Artinya : “Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu
benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin”.

4. Haqqul Yaqin

Tingkat Haqqul Yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan dan
penghayatan pengamalan (empiris).

Sebagaimana disebutkan di dalam QS al-Waqi’ah (56): 88-89.

ٌ ‫ب ْاليَ ِمي ِن!فَأ َ َّما إِ ْن َكانَ ِمنَ ْال ُمقَ َّربِينَ !فَ َروْ ٌح َو َري َْح‬
!‫ان َو َجنَّةُ ن َِع ٍيم‬ ِ ‫ب ْاليَ ِمي ِن! َوأَ َّما إِ ْن َكانَ ِم ْن أَصْ َحا‬
ِ ‫فَ َساَل ٌم لَكَ ِم ْن أَصْ َحا‬

! َ‫!وأَ َّما إِ ْن َكانَ ِمنَ ْال ُم َك ِّذبِينَ الضَّالِّين‬


َ ‫ك ْال َع ِظي ِمفَنُ ُز ٌل ِم ْن‬
َ ِّ‫ق ْاليَقِي ِن!فَ َسبِّحْ بِاس ِْم َرب‬
ُّ ‫!ح ِم ٍيم! َوتَصْ لِيَةُ َج ِح ٍيم!إِ َّن هَ َذا لَهُ َو َح‬
َ

Artinya : “Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah),
maka dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta surga yang penuh keni`matan. Dan adapun
jika dia termasuk golongan kanan, maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan
kanan. Dan adapun jika dia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat, maka dia
mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka. Sesungguhnya (yang
disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.

 5. Fungsi Aqidah

1. Akidah Dapat Menimbulkan Optimisme Dalam Kehidupan.

Sebab manusia yang di dalam dirinya tertanam akidah atau keyakinan yang kuat, akan selalu
merasa optimis dan merasa akan berhasil dalam segala usahanya. Keyakinan ini didorong oleh
keyakinan yang lain bahwa Allah sangat dekat padanya, bahkan selalu menyertainya dalam
usaha dan aktivitas-aktivitasnya.

2. Akidah Dapat Menumbuhkan Kedisiplinan.

Disiplin maksudnya, seperti disebut oleh beberapa Ulama, adalah kepatuhan dan ketaatan dalam
mengikuti semua ketentuan dan tata tertib yang berlaku, termasuk hukum alam (sunnah Allah)
dengan kesadaran dan tanggung jawab. Akidah yang mantap akan mampu menempatkan diri
seseorang sebagai makhluk berdisiplin tinggi dalam kehidupanya. Disiplin adalah kata kunci
untuk keberhasilan. Karena itu bila seseorang muslim ingin berhasil, ia harus berdisplin. Tanpa
dsiplin, tidak munngkin seseorang dapat meraih kesuksesanya. Dalam konteks peningkatan
kualitas hidup displin sangat dituntut terutama. Disiplin perilaku dan disiplin waktu.

6. Istilah Tentang Aqidah

1. Iman

Ada yang menyamakan istilah Iman dengan Aqidah, dan ada yang membedakannya. Bagi yang
membedakan, aqidah hanyalah bagian dalam (aspek hati) dari iman, sebab iman menyangkut
aspek dalam dan aspek luar. Aspek dalamnya berupa keyakinan dan aspek luar berupa
pengakuan lisan dan pembuktian dengan amal.
Sedangkan kalau kita mengikuti definisi iman menurut jahmiyah dan Asy’ariyah yang
mengatakan bahwa iman hanyalah at-tashdiq (membenarkan dalam hati) maka iman dan aqidah
adalah dua istilah yang bersinonim. Senada dengan ini, adalah pendapat Abu Hanifah yang
mengatakan bahwa iman hanyalah I’tiqad, sedangkan amal adalah bukti iman, tetapi tidak
dinamai iman. Sebaliknya jika kita mengikuti definisi iman menurut ulama salaf (imam Malik,
Ahmad, Syafi’I) yang mengatakan bahwa iman adalah : ” sesuatu yang diyakini di dalam hati,
diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota tubuh “ maka iman dan aqidah tentu
tidak persis sama.

2. Tauhid

Tauhid artinya mengesakan (mengesakan Allah-Tauhidullah). Ajaran tauhid adalah tema sentral
aqidah dan iman, oleh sebab itu aqidah dan iman diidentikan juga dengan istilah tauhid.

3. Ushuluddin

Ushuluddin artinya pokok-pokok agama. Aqidah, iman dan tauhid disebut juga ushuluddin
karena ajaran aqidah merupakan pokok-pokok ajaran agama Islam.

4. Ilmu kalam

Kalam artinya berbicara, atau pembicaraan. Dinamakan ilmu kalam karena banyak dan luasnya
dialog dan perdebatan yang terjadi antara pemikir masalah-masalah aqidah tentang beberapa hal.
Misalnya tentang al-Qur’an apakah khaliq atau bukan, hadist atau qadim. Tentang taqdir, apakah
manusia punya hak ikhtiar atau tidak. Tentang orang berdosa besar, kafir atau tidak dan lain
sebagainya. Pembicaraan dan perdebatan luas seperti itu terjadi setelah cara berfikir rasional dan
falsafati mempengaruhi para pemikir dan ulama Islam.

5. Teologi Islam

Teologi berasal dari dua suku kata, yaitu teo (Tuhan) dan logos (ilmu). Jadi teologi adalah ilmu
menegnai Tuhan. Dalam pengertian yang umum, teologi diartikan dengan “pengetahuan yang
berkaitan dengan seluk beluk tentang Tuhan. Para ahli agama-agama mengartikan teologi dengan
pengetahuan tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan serta hubungan Tuhan dengan
alam semesta, dengan demikian keyakinan terhadap Tuhan menyangkut tentang aqidah atau
kepercayaan.

Sebagai ilmu yang membicarakan ketuhanan, maka kata ini digunakan oleh semua agama.
Sementara untuk teologi Islam mengkaji seluk beluk ketuhanan yang terdapat dalam ajaran
Islam. Dengan demikian kata teologi bersifat netral, bisa digunakan kepada agama apa saja,
sesuai dengan karakter dari agama yang menjadikan ketuhanan sebagai kajian utamanya.

6. Ilmu Ma’rifat

Disebut sebagai ilmu ma’rifah, karena ilmu ini dapat mengenal atau memperkenalkan ajaran-
ajaran aqidah Islam, sehingga dalam pembahasanya meliputi: Pertama, ma’rifat al-mabda’ yaitu
mengenal Allah dengan segala sifat, af’al dan asma-Nya. Kedua, ma’rifat al-wasithat yaitu
mengenal utusan-utusan Allah meliputi malaikat, rasul dan kitab-kitab Allah. Ketiga, ma’rifat al-
ma’ad yaitu mengenal dan mempercayai hari akhir dan segala sesuatu yang terjadi di alam ini
merupakan iradah dengan takdir Allah swt.

 SYARIAH

1. Pengertian Syariah

Secara bahasa syariat berasal dari kata syara’ yang berarti menjelaskan dan menyatakan sesuatu
atau dari kata Asy-Syir dan Asy-Syari’atu yang berarti suatu tempat yang dapat menghubungkan
sesuatu untuk sampai pada sumber air yang tak ada habis-habisnya sehingga orang
membutuhkannya tidak lagi butuh alat untuk mengambilnya. Menurut istilah, syariah berarti
aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, mengatur hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta.

Perkataan Syariah, yang pada mulanya berarti peraturan-peraturan agama yang diturunkan oleh
tuhan, syari’, kepada nabi-nabinya. Dalam kalangan syufi, mempunyai arti yang tertentu, bagi
mereka syariah itu ialah amal ibadah lahir dan urusan muamalat mengenai hubungan antara
manusia dengan manusia, sebagaimana yang diuraikan dalam ilmu fiqih, dan juga bernama
hukum syariah, baik mengenai pokok-pokoknya, usul, maupun mengenai cabang-cabangnya,
furu’.

Syariah mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba Allah yang harus taat, tunduk,
dan patuh kepada Allah. Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah dibuktikan dalam
bentuk pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur sedemikian rupa oleh syariah Islam. Syariah
Islam mengatur pula tata hubungan antara seseorang dengan dirinya sendiri untuk mewujudkan
sosok individu yang saleh.

Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran Islam itu sendiri.
Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum dari ajaran Islam, yang lebih
berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum demikian karena Islam merupakan ajaran yang
tunggal, syariah Islam tidak bisa dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang
menjiwai dan tujuan dari syariah itu sendiri. Syariah memberikan kepastian hukum yang penting
bagi  pengembangan diri manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang
berperadaban (masyarakat madani).

Syariah meliputi dua bagian utama :

1. Ibadah

yaitu hubungan manusia dengan Allah (secara vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci
dalam Al-Quran dan Sunah.  Misalnya : salat, zakat, puasa.

2. Mu’amalah,

yaitu hubungan horizontal manusia dan lingkungannya.  Dalam hal ini aturannya aturannya lebih
bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqih. Dalam menjalankan
syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan : Berpegang teguh kepada Al-Quran dan
Sunah  menjauhi bid’ah (perkara yang diada-adakan). Syariah Islam telah memberi aturan yang
jelas apa yang halal dan haram, maka : Tinggalkan yang subhat (meragukan) Ikuti yang wajib,
dan jauhi yang haram, Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam
syariah, Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma’ruf nahi
munkar.

2. Macam-Macam Hukum Syariah

1. Pengertian

Hukum syariah adalah perintah Allah yang berhubungan dengan mukallaf dalam bentuk
tuntunan untuk memilih dan berbuat/meningglakan perbuatan itu.

2. Jenis hukum syariah

a. Hukum Taklifiy

Adalah sesuatu yang menghendaki adanya tuntunan untuk memilih berbuat atau meningglakan
perbuatan itu. Tuntunan/pilihan itu meliputi:

Wajib : bersifat pasti

Sunnah : dituntut tapi tidak pasti

Haram      : meningglakan, bentuk pasti

Makruh : meninggalakn, tapi tidak pasti

Mubah : memilih mgerjakan atau meninggalkan


b. Hukum Wad’i

Adalah titah Allah yang berhubungan dengan sesuatu yang berkaitan dengan hukum taklifiy.
Dengan kata lain yang mengatur proses pelaksanaan dari hukum taklifiy. Yang menjadi bagian
dari hukum wad’i adalah:

Sebab          : Sesuatu yang melatarbelakangi peruatan/pertandanya

Syarat         : Berada diluar, tetapi menjadi bagian yang menentukan, yang harus dipenuh.
Sesuatu akan menjadi tidak sah tanpa adanya syarat . Tetapi syarat bukan bagian dari perbuatan 
itu.

Rukun         : Perbuatan sah kalau rukun itu ada dan terpenuhi. Dan Rukun itu adalah bagian dari
perbuatan itu

Contoh: Salah satu perbuatan yang kita namai shalat. Syarat sah shalat adalah wudlu, (bukan
bagian dari perbuatan shalat). Rukun shalat salah satunya adalah takbiratur ikhram (bagian dari
gerakan dalam perbuatan shalat).

 AKHLAK

1. Definisi Akhlak

Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti, kelakuan.
ٌ ُ‫)) ُخل‬, dan jika diartikan ke dalam
Sebenarnya kata akhlak berasal dari bahasa Arab ‘khuluqun’  ‫ق‬
bahasa Indonesia bisa berarti perangai, tabiat. Sedang arti akhlak secara istilah atau terminology
berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan
suatu perbuatan yang baik, dua pakar di bidang akhlak berpendapat:

1. Ibnu Miskawaih (421 H/1030 M) mengatakan bahwa

‫س دَا ِعيَةٌ لهَا َ اِلَى اَ ْف َعالِهَا ِم ْن َغي ِْر فِ ْك ٍر َور ُِويَّ ٍة‬
ِ ‫َحا ًل لِلنَّ ْف‬
Artinya : “Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.

2. Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan

ٍ ‫اس َخ ٍة َع ْنهَا تَصْ ُد ُر ْااَل ْف َعا ُل بِ ُسهُوْ لَ ٍة َويُس‬


‫ْر ِم ْن َغي ِْر‬ ِ ‫ارةٌ ع َْن هَ ْيئَ ٍة فِى النَّ ْف‬
ِ ‫س َر‬ ُ ُ‫َحا َج ٍة اِلَى فِ ْك ٍر َور ُِويَّ ٍةاَ ْل ُخل‬
َ َ‫ق ِعب‬

Artinya : “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memertrlukan pertimbangan pikiran(lebih
dahulu)”.

3. Dr. Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa yang disebut dengan akhlak ialah
kehendak yang dibiasakan. Artinya kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka
kebiasaan itulah yang dinamakan akhlak. Dalam penjelasan beliau, kehendak ialah
ketentuan dari beberapa keinginan sesudah bimbang, sedangkan kebiasaan ialah
perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah dikerjakan. Jika apa yang bernama
kehendak itu dikerjakan berulang-kali sehingga menjadi kebiasaan, maka itulah yang
kemudian berproses menjadi akhlak.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan perilaku/perbuatan manusia. Dalam Encyclopedia Brittanica, akhlak disebut
sebagai ilmu, akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari
pengertian nilai baik maupun nilai buruk.

Akhlak bersumber pada agama. Akhlak sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan
watak yang merupakan bawaan seseorang. Pembentukan akhlak ke arah baik atau buruk,
ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya.
Sebagai contoh lingkungan yang paling kecil adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian
seseorang dapat terbentuk.
2. Macam-macam akhlak

1. Akhlak terhadap Allah SWT

Akhlak terhadap Allah SWT adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan
Allah. Dia memiliki sifa-sifat terpuji. Demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia,
malaikatpun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya.

2. Akhlak terhadap manusia

Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap
sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam larangan melakukan hal negatif
seperti membunuh, menyakiti atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga
sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang dibelakngnya, tidak
peduli aib itu benar atau salah. Al-Qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukan
secara wajar. Nabi Muhammad SAW, misalnya dinyatakan sebagai manusia seperti manusia
yang lain. Namun dinyatakan sebagai manusia seperti manusia yang lain, akan tetapi dinyatakan
pula bahwa beliau adalah rasul yang memperoleh wahyu dari Allah SWT. Atas dasar adalah
beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia lain. Sebab Allah Maha besar. Allah
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah : 30).

3. Akhlak terhadap lingkungan

Yang dimaksud dengan akhlak terhadap lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar
manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya
akhlak yang diajarkan oleh Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia
sebagai khalifah. Kekhalifaan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya, dan
manusia dengan alam. Kekhalifaan juga mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta
pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.

Menurut Soegarda Purbakawatja, ada tiga aspek pokok yang memberi corak khusus akhlak
seorang muslim menurut ajaran Islam, yakni :
1. Adanya wahyu Allah yang memberi ketetapan kewajiban-kewajiban pokok yang harus
dilaksanakan oleh seorang muslim, yang mencakup seluruh lapangan hidupnya, baik yang
menyangkut tugas-tugas terhadap Tuhan, maupun terhadap masyarakat. Dengan ajaran
kewajiban ini menjadikan seorang muslim siap berpartisipasi dan beramal saleh, bahkan
bersedia mengorbankan jiwanya demi terlaksananya ajaran agamanya.
2. Praktek ibadah yang harus dilaksaanakan dengan aturan-aturan yang pasti dan teliti. Hal
ini akan mendorong tiap-tiap orang muslim untuk memperkuat rasa berkelompok dengan
sesamanya secara terorganisir.
3. Konsepsi Al-qur’an tentang alam yang menggambarkan penciptaan manusia secara
harmonis dan seimbang dibawah perlindungan Tuhan. Ajaran ini juga akan mengukuhkan
konstruksi kelompok (Soegarda Purwakawatja, 1976:9).

Waso’al Dja’far, menerangkan sifat – sifat seorang muslim adalah, sebagai berikut :

a. Siddiq, lurus dalam perkataan, lurus dalam perbuatan.


b. Amanah, jujur, boleh dipercaya tentang apa saja.
c. Sabar, takan menanggung barang atau perkara yang menyusahkan, tahan uji.
d. Ittihad, bersatu didalam mengerjakan kebaikan dan keperrluan.
e. Ihsan, berbuat baik kepada orang tuanya, kepada keluarganya dan kepada siapapun.
f. Ri’yatul Jiwar, menjaga kehormatan tetangga-tetangga.
g. Wafa ‘bil ahdi, memenuhi dan menepati kesanggupan atau perjanjian.
h. Tawasau bil haq, pesan memesan, menepati dan memegang barang hak atau kebenaran.
i. Ta’awun, tolong menolong atas kebaikan.
j. Athfi ‘alad-dla’if, sayang hati kepada orang-orang yang lemah dan papa.
k. Muwasatil faqier, menghiburkan hati orang fakir atau miskin.
l. Rifqi, berhati belas kalian kepada hewan sekalipun (Waso’al Dja’far, Addien, 1951:25).

Secara garis besar, akhlak dibagi menjadi dua macam yaitu :

1. Akhlak yang terpuji (Al-Akhlaqul Mahmudah) yaitu perbuatan baikterhadap Tuhan,


sesama manusia dan makhluk-makhluk lainnya yangdapat membawa nilai- nilai positif
bagi kemashlahatan umat.
2. Akhlak yang tercela (Al-Akhlaqul Madzmumah) yaitu perbuatan burukterhadap Tuhan,
sesama manusia dan makhluk-makhluk lainnya dan dapatmembawa suasana negatif bagi
kepentingan umat manusia.

3. Sumber dan Ciri-Ciri Akhlak Islami

Persoalan “Akhlak” di dalam islam banyak dibicarakan dan dimuat pada Al-Qur’an dan Al-
Hadits.  Sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia.
Ada yang menjelaskan arti baik dan buruk. Memberi informasi kepada umat, apa yang
semestinya harus diperbuat dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah dapat
diketahui, apakah perbuatan itu terpuji atau tercela, benar atau salah.

Akhlak Islam merupakan system akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan, maka
tentunya sesuai pula dengan dasar daripada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar/sumber
pokok daripada akhlak islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang merupakan sumber utama
dari agama islam itu sendiri.

Dinyatakan dalam sebuah hadits Nabi:

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


َ ‫ال النَّبُّى‬ َ ‫َضلُّوْ ا ما َ تَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬
ِ ‫ع َْن اَن‬:‫َاب هللاِ َو ُسنَّةَ َو َرسُوْ لِ ِه‬
ٍ ِ‫َس ْب ِن ماَل‬
َ َ‫ك ق‬ ُ ‫تَ َر ْك‬
ِ ‫ت فِ ْي ُك ْم اَ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬

Artinya: “Dari Anas Bin Malik berkata: Bersabda Nabi Saw: Telah kutinggalkan atas kamu
sekalian dua perkara, yang apabila kamu berpegang kepada keduanya, maka tidak akan
tersesat, yaitu Kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya”.

Memang tidak disangsikan lagi dengan bahwa segala perbuatan/tidakan manusia apapun
bentuknya pada hakikatnya adalah bermaksud untuk mencapai kebahgiaan (saadah), dan hal ini
adalah sebagai “natijah” dari problem akhlak. Sedangkan saadah menurut system moral/akhlak
yang agamis (islam), dapat dicapai dengan jalan menuruti perintah Allah yakni dengan menjahui
segala larangan Allah dan mengerjakan segala perintah-Nya, sebagaimana yang tertera dalam
pedoman dasar hidup bagi setiap muslim yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Dengan demikian dapat ditegasakan disini bahwa dasar dari akhlak islam secara global hanya
ada dua yakni: Percaya adanya Tuhan dan percaya adanya hari kemudian/ pembalasan, sebagai
disebutkan oleh Abul A’la Maududi bahwa system moral/akhlak ada yang berdasarkan
kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan setelah mati.

Akhlak Islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia


dan mengobati bagi penyakit social dari jiwa dan mental. Tujuan berakhlak yang baik untuk
mendapatkan kebahagiann di dunia dan akhirat. Dua simbolis tujuan inilah yang diidamkan
manusia bukan semata berakhlak secara islami hanya bertujuan untuk kebahagiaan dunia saja.

B. HUBUNGAN AQIDAH, SYRI’AH DAN AKHLAK

Aqidah, Syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran Islam. Ketiga
unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Aqidah sebagai sistem kepercayaan
yang bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat
keberadaan agama. Sementara syariah sebagai system nilai berisi peraturan yang
menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistematika menggambarkan arah dan
tujuan yang hendak dicapai agama.

Adapun filosofi lain, aqidah, syari’ah dan akhlak bagaikan satu pohon, dimana aqidah
merupakan akar, syari’ah merupakan batang dan akhlak merupakan dedaunan. Syari’ah dan
akhlak akan tumbang tanpa adanya aqidah yang mengakarinya.

Aqidah, syari’ah dan akhlak, ketiganya merupakan 3 pokok ajaran Islam. Ketiganya harus selalu
bersamaan dengan aqidah berjalan didepan. Aqidah juga mendasari hokum, hokum tanpa akhlak
menjadi kedzaliman.

 
Iklan
Iklan

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
 Kaitan antara aqidah, syari’ah dan akhlak ialah bagaikan sebuah pohon, terdapat akar,
batang dan daun, yang saling menyatu. Jika salah satunya hilang atau rusak, maka akan
terjadi kehancuran untuk pohon tersebut.
 Akidah dengan syariah itu tidak dapat di pisahkan (bisa di bedakan tetapi tidak dapat di
pisahkan). Akidah sebagai akarnya dan syariah sebagai batang dan dahan – dahannya.
Seseorang yang beriman tanpa menjalankan syariah adalah fasik. Sedangkan bersyariah
tetapi berakidah yang bertentangan dengan akidah islamiah adalah munafik. Dan
seseorang yang tidak berakidah dan bersyariah islamiah adalah kafir.
 Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan pada Allah sehingga
tergambar akhlak terpuji pada dirinya.
 Akidah dengan seluruh cabangnya tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang
tidak dapat dijadikan tempat perlindung kepanasan, untuk berteduh kehujanan dan tidak
ada pula buahnya yang dapat dipetik, sebaliknya akhlak tanpa akidah hanya merupakan
bayangan-bayangan bagi benda yang tidak tetap yang selalu bergerak.
 Aqidah merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syari’ah dan akhlak. Tanpa aqidah,
syari’ah dan akhlak yang baik akan menjadi percuma, ataupun sebaliknya. Rasulullah
saw. pernah menjelaskan tentang pengertian ketiganya ketika Jibril datang kepadanya
sebagai seorang manusia.
 Rasulullah saw. sangat menekankan hubungan antara ketiganya {aqidah, syari’ah dan
akhlak}. Tidak boleh dilepas satu sama lain. Rasulullah saw. menegaskan Barang siapa
meninggalkan syari,ah dan akhlak akan kehilangan keimanannya, ataupun sebaliknya.
Dan Rasulullah saw. menegaskan untuk memelihara ketiganya dalam tubuh seorang
mukmin dan muslim.
C. Saran
 Seseorang yang melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah atau
keimanan, maka orang itu termasuk kedalam kategori kafir. Seseorang yang mengaku
beraqidah atau beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syari’ah, maka orang tersebut
disebut fasiq. Sedangkan orang yang mengaku beriman dan melaksanakan syari’ah, tetapi
dengan landasan aqidah yang tidak lurus disebut munafik. Oleh karena itu, mari kita
selaraskan aqidah, syari’ah dan akhlak kita.

BAB IV
PENUTUP

Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman senantiasa memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis dan
khususnya untuk para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

https://idaeyuliana.wordpress.com/2016/09/28/hubungan-aqidah-syariah-dan-akhlak/

http://indomaterikuliah.blogspot.co.id/2015/04/makalah-hubungan-aqidah-syariah-dan.html

http://afrizalrkwaruwu.blogspot.com/2013/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html

http://hukumk.blogspot.com/2013/05/hubungan-aqidah-syariah-dan-akhlak.html

http://ragab304.wordpress.com/2007/05/10/islam-akidah-syariah-dan-akhlak/

Anda mungkin juga menyukai