Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cedera kepala merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
dunia,angka kejadian cedera kepala menempati 15-20 % kematian pada orang berusia 5
hingga 35 tahun dan 1 % dari seluruh kematian pada orang dewasa. Di Amerika Serikat
sekitar 1,4 juta orang menderita cedera kepala setiap tahunnya, dari semua pasien
3500 pasien harus dirawat di ICU.Penanganan modern terhadap cedera kepala saat ini
telah dilakukan oleh tim dokter yang dipimpin oleh neurointensifis, neuroanesthesi dan
ahli bedah saraf.
Pasien dengan cedera kepala cenderung mengalami ketidakstabilan hemodinamik
yang disebabkan penurunan volume intravaskuler dan trauma miokardium yang
menyebabkan kegagalan pompa primer, bahkan bila trauma pada batangotak dapat
langsung mempengaruhi stabilitas kardiovaskuler. Hipotensi harus segera dicegah karena
dapat menyebabkan reduksi aliran darah otak dan bila MAP (mean arterial pressure)
rendah mengakibatkan iskhemik otak,sebaliknya bila hipertensi dapat mengeksaserbasi
edema vesogenik sehingga terjadi vasokontriksi dengan efek yang berbahaya bagi
tekanan intra kranial.
penanganan nutrisi juga memengang peranan penting dan disarankan dini
diberikan pada pasien dengan cedera kepala. Hal ini bertujuan agar dapa memenuhi
kebutuhan nutrisi ketika stabilitas hemodinamik dicapai. Nutrisi dapat menentukan
outcome bagi pasien demi kelangsungan hidup dan kecacatan,lebih lanjut lagi bila nutrisi
diberikan awal secara agresif dapat meningkatkan fungsi imun dengan meningkatkan sel
CD4, rasio CD4-CD8 dan kepekaan limfosit T. Jalur pemberian nurisi disesuaikan
dengan kondisi klinis pasien,formula enteral lebih dipilih karena lebihfisiologis, tidak
mahal dan resiko lebih kecil daripada nutrisi parenteral total,namun perlu pengawasan
metabolism yang baik untuk mencegah efek samping seperti hiperglikemia,
ketoasidosis,intoleransi gaster, diare yang menimbulkan dehidrasi dan hypovolemia
relatif yang mengganggu stabilitas hemodinamik.

1
B. Rumusan masalah
1. Bagamana pengertian penyakut cederah kepala?
2. Bagamana etiologi, patofisiologi, dan menifestasi klinik penyakit cederah kepala?
3. Bagamana asuhan keperawatan pada pasien cederah kepala?

C. Tujuan
1. mengetahui pengertian penyakut cederah kepala?
2. Mengetahui etiologi, patofisiologi, dan menifestasi klinik penyakit cederah kepala?
3. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien cederah kepala?

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi
Cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun tajam (batticaca, 2008).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).
Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh
masa karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak. (Batticaca
Fransisca, 2008, hal 96).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas.(arif mansjoer, dkk).
Cedera Kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui Dura meter)
atau tertutup (trauma tumpul, tanpa penetrasi melalui dura. (Elizabeth. j. corwin).

B. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan,
dan morfologi cedera.

a. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter

- Trauma tumpul : Kecepatan tinggi ( tabrakan mobil )


- Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul) - Trauma Tembus (luka tembus
peluru dan cedera tembus lainnya)

b. Keparahan Cedera
- Ringan : skala koma glasglow (Glasglow Coma Scale,GCS) 14- 15
- Sedang : GCS 9-13
- Berat : GCS 3-8

3
c. Morfologi
- Fraktur tengkorak : Kranium : Linear/ Stelatum ; Depresi/ Non depresi ;
Terbuka/ tertutup.

- Basis : Dengan/ tanpa kebocoran cairan serebrospinaldengan/ tanpak


kelumpuhan nervus VII

- Lesi Intrakranial : Fokal : epidural, subdural, intraserebral

- Difus : Konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.(arif


mansjoer, dkk)

C. Etiologi
Cedera kepala disebabkan oleh :
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Jatuh
c. Trauma benda tumpul
d. Kecelakaan kerja
e. Kecelakaan rumah tangga
f. Kecelakaan olahraga
g. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

D. Fatofiologi
Sebagian besar cedera otak tidak disebabkan oleh cedera langsung
terhadap jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar yang
membentur sisi luar tengkorak kepala atau dari gerakan otak itu sendiri dalam
rongga tengkorak. Pada cedera deselerasi, kepala biasanya membentur suatu
objek seperti kaca depan mobil, sehingga terjadi deselerasi tengkorak yang
berlangsung tiba-tiba. Otak tetap bergerak kearah depan, membentur bagian
dalam tengorak tepat di bawah titik bentur kemudian berbalik arah membentur

4
sisi yang berlawanan dengan titik bentur awal. Oleh sebab itu, cedera dapat terjadi
pada daerah benturan (coup) atau pada sisi sebaliknya (contra coup).
Sisi dalam tengkorak merupakan permukaan yang tidak rata. Gesekan
jaringan otak tehadap daerah ini dapat menyebabkan berbagai kerusakan terhadap
jaringan otak dan pembuluh darah.
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui durameter) atau
tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus dura). Cedera kepala terbuka
mengkinkan pathogen-patogen lingkungan memiliki akses langsung ke otak.
Patogen ini dapat menyebabkan peradangan pada otak. Cedera juga dapat
menyebabkan perdarahan. Peradangan dan perdarahan dapat meningkatkan
tekanan intrakranial. Akibat perdarahan intracranial menyebabkan sakit kepala
hebat dan menekan pusat refleks muntah dimedulla yang mengakibatkan
terjadinya muntah proyektil sehingga tidak terjadi keseimbangan antar intake dan
output. Selain itu peningkatan TIK juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kesadaran dan aliran darah otak menurun. Jika aliran darah otak menurun maka
akan terjadi hipoksia yang menyebabkan disfungsi cerebral sehingga koordinasi
motorik terganggu dan menyebabkan ketidakseimbangan perfusi jaringan
serebral.
Perdarahan ekstrakranial dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan terbuka dan
tertutup. Perdarahan terbuka (robek dan lecet) merangsang lapisan mediator
histamine, bradikinin, prostalglandin yang merangsang stimulus nyeri kemudian
diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus menuju ke korteks serebri sampai
nervus eferen sehingga akan timbul rasa nyeri. Jika perdarahan terbuka (robek dan
lecet)mengalami kontak dengan benda asing akan memudahkan terjadinya infeksi
bakteri pathogen. Sedangkan perdarahan tertutup hamper sama dengan
perdarahan terbuka yaitu dapat menimbulkan rasa nyeri pada kulit kepala.
(Elizabeth, J. 2001).

5
E. Komlikasi
a. Peningkatan TIK
b. Iskemia
c. Kerusakan otak irreversible
d. Kematian
e. Paralis saraf fokal seperti amosia (tidak dapat mencium bau-bauan)
f. Infeksi sistemik (Pneumonia, ISK, Septikemia)
g. Infeksi bedah neuro (Smeltzer, 2001)

Menurut Elizabeth J Corwin, komplikasi yang dapat terjadi adalah :

a) Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat


menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera kepala
terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intracranial meningkat, dan sel
neuron dan vascular tertekan. Ini adalah jenis cedera otak sekunder. Pada
hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera, atau dapat menurun
setelahnya ketiak hematoma meluas dan edema interstisial memburuk.

b) Perubahan perilaku yang tidak Nampak dan deficit kognitif dapat terjadi dan
tetap ada. (Elizabeth J Corwin).

F. Pemeriksaan diagnostik
a. CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Cat :
untuk mengetahui adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan pada 24-72 jam
setelah injury.
b. MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
c. Cerebral angiografi : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak menjadi udema, perdarahan dan trauma.
d. Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

6
e. X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan /edema), fragmen tulang.
f. BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
g. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h. CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
i. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
j. (oksigenasi) jika terjadi peningkatan IK
k. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan IK
l. Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

G. Pemeriksaan penunjan
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi
d. diistirahatkan atau tirah baring
e. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
f. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi
g. Pembedahan bila ada indikasi.

Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala juga dapat dilakukan dengan cara :

a. Obliteri sisterna Pada semua pasien dengan cedera kepala / leher, lakukan foto
tulang belakang servikal kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa
seluruh tulang servikal c1-c7 normal
b. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat, lakukan prosedur
berikut : pasang infuse dengan larutan normal salin (nacl 0,9 %)/ larutan ringer
rl dan larutan ini tidak menambah edema cerebri
c. Lakukan ct scan, pasien dengan cedera kepala ringan, sedang dan berat harus
dievaluasi adanya:

7
d. Hematoma epidural
e. Darah dalam subraknoid dan infra ventrikel
f. Kontusio dan perdarahan jaringan otak
g. Edema serebri
h. perimesensefalik
i. Pada pasien yang koma
j. Elevasi kepala 30o
k. Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandotorik intermitten dengan
kecepatan 16-20 kali /menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg
l. Berikan manitol 20 % 19/kg intravena dalam 20-30 menit
m. Pasang kateter foley
n. Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a. Aktivitas dan istirahat

- Adanya kelemahan / kelelahan, kaku, hilang keseimbangan.

- Kesadaran menurun, kelemahan otot/spasme

b. Sirkulasi

- Tekanan darah normal/ berubah (hypertensi), denyut nadi :

(bradikardia, tachikardia, dystritmia)

c. Eliminasi

- Verbal tidak dapat menahan BAK dan BAB

- Bladder dan blowel incontinensia

d. Makanan dan cairan

- Mual atau muntah

- Muntah yang memancar / proyektif, masalah kesukaran menelan

e. Persyarafan / neurosensori

- Pusing, kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian

- Perubahan pada penglihatan

- Gangguan pengecapan dan penciuman

9
- Kesadaran menurun bisa sampai koma, perubahan status mental.

f. Nyeri / kenyamanan

- Nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasi nyerinya, agak lama.

- Wajah mengerut, respon menarik diri pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah.

g. Pernafasan

- Perubahan pola nafas, stridor, ronchi.

h. Keamanan

- Ada riwayat kecelakaan

- Terdapat trauma / fraktur/ distorsi, perubahan penglihatan, kulit.


- Ketidaktahuan tentang keadaannya, kelemahan otot-otot, paradise, demam.

i. Konsep diri

- Adanya perubahan tingkah laku (tenang / dramatis) - Kecemasan, berdebar,


bingung, dellirium.

j. Interaksi sosial

- Afasia motorik/ sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
b. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
c. Nyeri Akut
d. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
e. Kerusakan Integritas Kulit
f. Resiko Infeksi

10
3. Asuhan keperawatan

SDKI SLKI SIKI


o Diagnosa o Luaran : perfusi o invensi
Resiko Perfusi serebral meningkat o menejemen peningkatan tekanan
Jaringan Serebral o Kriteria hasil intrakranial
tidak efektif  Tingkat  obsevasi
o Do (-) kesadaran  identifikasi penyebab
meningkat (1- TIK(misal. Lesi, gangguan
o Ds (-) 5) metabolisme, edema serebral.)
 Kogenitif  monitoring tanda / gejala
menigkat(1-5) peningkatanTIK misal: tekanan
 TIK menurun darah meningkat, tekanan nadi
(1-5) melebar, beradikardi, pola
 sakit kepala napas ireguler, kesadaran
menurun (1-5) menurun)
 gelisah  monitoring MAP
menurun (1-5)  monitorin cvp

 kecemasan  monitorin PAWP

menurun (1-5)  monitor ICP

 agitasa  monitor CPP

menurun (1-5)  monitor gelombang ICP

 demam  monitor status pernafasan

menurun (1-5)  monitor intake dan output


cairan
 nilai rata-rata
 monitor cairan serebro spinalis
tekana darah
membaik (1-5)  terapeutik
 minimalkan stimulus dengan
 kesadaran
menyediakan lingkungan yang
membaik (1-5)

11
 tekanan darah tenang
sistolik  berikan posisi semi fowler
membaik (1-5)  cega terjadimya kejang
 tekanan darah  hindari pemberian cairan
membaik (1-5) hipotonik
diastolik  atur pentilator agar PACO2
 refleks saraf agar optimal
membaik (1-5)  pertahankan suhu tubuh normal

o kolaborasi
 pemberian sedasi dan
antikonvulsan jika perlu
 kolaborasi pemberia
antibiotikosmosis jika perlu
 kolaborasi pemberian pelunak
tinja jika perlu

o diagnosa o Bersihan jalan o Intervensi


Bersihan Jalan Nafas nafas meningkat  Latihan batuk efektif
tidak efektif o Kriteria hasil  Menejemen jalan napas
o Penyebab  Batuk efektif  Pemantauan respirasi
 Fisiologis meningakat
 Spasme jalan (1-5) o Latihan batuk efektif
nafas  Sulit bicaraca  Obsevasi
 Dispungsi menurun(1-5)  Identifikasi kemanpuan batuk
neuromuskular  Sianosis  Monitor tanda dan gejala
o Gejala dan Tanda menurun (1-5) infeksi saluran nafas
Mayor  Gelisa  Monitor intake output cairan
 Do menurun(1-5)  Trapeutik
 Tidak mampu  Frekuensi  Atur posi semi powler

12
batuk napas o Edukasi
 Ds (tidak membaik 16-  Anjurkan relaksasi nafas dalam
tersedia) 20x/mnt (1-5) o Kolaborasi
o Gejala dan Tanda  Pola napas  Pemberian mukoolitik jika perlu
minor membaik(1-5)
 Ds
 Dispnea
 Sulit berbicara
 Do
 Gelisa
 Sianosis
 Frekuensi
napas berubah
 Pola napas
berubah
o Diagnosa o Keluaran o intervensi
nyeri akut  tingkat nyeri  menejemen nyeri
o Penyebab menurun (1-5)  pemberian analgesik
 Agen pencedera o kriteria hasil o menejemen nyeri
fisik(misal:  kemampuan  identifikasi lokasi, karakteristi,
abses, amputasi, meningkatkan durasi, frekunsi,intensitas nyeri
terbakar, aktivitas  identifikasi skala nyeri
terpotong, meningkat()  identifikasi faktor yang
mengankat berat ,  keluhan nyeri memperberat dan memperingan
prosedur obrasi, meningkat () nyeri
trauma, dan  meringis  identifikasi pengetahuan dan
latiihan fisik menurun () keyakinan tentang nyeri
berlebi)  sikap protektif o terapeutik
o Gejala dan tanda menurun()  berikan tehnik nonfarmakologi
mayor  gelisa untuk mengurangi rasa nyeri
 Ds menurun() (misal: terapi musik, terpi pijat,

13
 Mengelu  kesulitan tidur kompres hangat/dingi)
nyeri menurun  kontrol lingkungan yang
 Do mempengaruhi rasa nyeri(misal:
 Tampak suhu
meringir ruangan,pencahayaan,kebisingan)
 Bersikap  fasilitasi istirahat dan tidur
protektif  pertimbangkan jenis dan sumber
 Gelisa nyeri dalam pemilihan strategi
 Frekuensi nadi dalam meredakan nyeri
meningkat o edukasi
 Sulit tidur  ajarkan teknik relaksasi
o Gejala dan tanda  ajarkan latihan asertif
minor  ajarkana membuat jadwal
 Ds (tidak olaraga teratu
tersedia)  anjurkan bersosialisasi
 Do
 anjurkan tidur dengan baik tiap
 Tekana darah malem(7-8 jam)
meningkat o kolaborasi
 Pola napas
 kolaborasi pemberian analgetik,
berubah
jika perlu.
 Nafsu makan
berubah

14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
dunia,angka kejadian cedera kepala menempati 15-20 % kematian pada orang berusia
5 hingga 35 tahun dan 1 % dari seluruh kematian pada orang dewasa. Di Amerika
Serikat sekitar 1,4 juta orang menderita cedera kepala setiap tahunnya, dari
semua pasien 3500 pasien harus dirawat di ICU.Penanganan modern terhadap cedera
kepala saat ini telah dilakukan oleh tim dokter yang dipimpin oleh neurointensifis,
neuroanesthesi dan ahli bedah saraf.

B. Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuata asuhan keperawatan
dengan baik terhadap penderita penyakit sistem persarafan pada pasien
CEDERAH KEPALA. Oleh karena itu perawat harus mampu berperan sebagai
pendidik dalam hal ini, melakukan penyuluhat ataupun memberika edukasi
kepada pasien maupun keluarga pasien terutama mengenai tanda-tanda ,
penanganan, dan pencegahan.

15
Daftar Pustaka

Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan, Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta

Arif, Mansjoer, dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius,

Jakarta

Brunner and Suddart, 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC:

Jakarta www.google/ Askep tentang cidera kepala/ .com, akses 4 november 2013/

19.20.com

16

Anda mungkin juga menyukai