Anda di halaman 1dari 42

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Rohin Novia Maydi Putri


NIM : E1S020064
Fakultas&Prodi : FKIP/Pendidikan Sosiologi
Semester :1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan nikmat iman, nikmat islam, nikmat kesehatan, dan juga selalu memberikan
keberkahan dan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
Artikel kajian islam ini.
Shalawat serta salam yang selalu tercurahkan dalam setiap doa kepada junjungan
kita, yakni Rasulullah Muhammad SAW. yang mana telah membawa kita dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I.,M.Sos sebagai dosen pengampuh mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Kami menyadari bahwa artikel ini masih terdapat kesalahan atau jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi terciptanya kesempurnaan.Dan kami berharap semoga artikel ini bermanfaat
bagi semua pihak, khususnya bagi semua mahasiswa dan mahasiswi, sehingga mampu
menambah pengetahuan di hari yang akan datang.

Penyusun, Mataram, 17 Desember 2020

Rohin Novia Maydi Putri


E1S020064

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ...............................................................................................i


KATA PENGANTAR. ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI. ...........................................................................................................iii
I. Iman, Islam, Ihsan………………………………………………………………1
II. Islam dan Sains .................................................................................................. 6
III. Islam dan Penegakan Hukum ........................................................................... 11
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar ............................... 19
V. Fitnah Akhir Zaman .......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 37
LAMPIRAN……………………………………………………………………….38

iii
BAB I
Iman, Islam, Ihsan
1. Iman
Iman berasal dari Bahasa Arab dari kata dasar amana yu‘minuimanan. Artinya
beriman atau percaya. Percaya dalam Bahasa Indonesia artinya meyakini atau yakin
bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu memang benar atau nyata adanya. Iman dapat
dimaknai iktiraf, membenarkan, mengakui, pembenaran yang bersifat khusus. Menurut
WJS. Poerwadarminta iman adalah kepercayaan, keyakinan, ketetapan hati atau
keteguhan hati. Abul „Ala al-Mahmudi menterjemahkan iman dalam Bahasa inggris
Faith, yaitu to know, to believe, to be convinced beyond the last shadow of doubt yang
artinya, mengetahui, mempercayai, meyakini yang didalamnya tidak terdapat keraguan
apapun. HAR Gibb dan JH Krammers memberikan pengertian iman ialah percaya
kepada Allah, percaa kepada utusan-Nya, dan percaya kepada amanat atau apa yang
dibawa/berita yang dibawa oleh utusannya. Bila kita perhatikan penggunaan kata Iman
dalam Al- Qur‟an, akan mendapatinya dalam dua pengertian dasar, yaitu: 1) Iman
dengan pengertian membenarkan adalah membenarkan berita yang datangnya dari Allah
dan Rasul-Nya. Dalam salah satu hadist shahih diceritakan bahwa Rasulullah ketika
menjawab pertanyaan Jibril tentang Iman yang artinya bahwa yang dikatakan Iman itu
adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya,
hari kiamat dan engkau beriman bahwa Qadar baik dan buruk adalah dari Allah SWT.
2) Iman dengan pengertian amal atau ber-iltizam dengan amal : segala perbuatan
kebajikan yang tidak bertentangan dengan hukum yang telah digariskan oleh syara‟.
Dalam sebuah ayat dalam al-quran surat al-hujarot: ayat 15:
َ ِ‫ٔنٰٓئ‬
ُۗ ‫ك ُْى‬ ٰ ُ‫للا ۗ ا‬ٰ ٰ
ِ ّ ‫ ِْم‬ِٛ‫ َظب‬ْٙ ِ‫َسْ تَب بُْٕ ا َٔ َجبَْ ُدْٔ ا بِب َ ْي َٕا نِ ِٓ ْى َٔاَ َْفُ ِع ِٓ ْى ف‬ٚ ‫ٍَ ٰا َيُُْٕ ا بِب ّّللِ َٔ َزظُْٕ نِ ّٖ ثُ َّى نَ ْى‬ْٚ ‫اََِّ ًَب ْان ًُ ْؤ ِيُُْٕ ٌَ انَّ ِر‬
ّ ٰ ‫ان‬
ٌَ ُْٕ‫ص ِدل‬
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka
Itulah orang-orang yang benar. Dari ayat tersebut, dapat dikatakan bahwa Iman adalah
membenarkan Allah dan RasulNya tanpa keraguan, berjihad di jalan Allah dengan harta
dan jiwa. Pada akhir ayat tersebut ―mereka Itulah orang-orang yang benar‖ merupakan
indikasi bahwa pada waktu itu ada golongan yang mengaku beriman tanpa bukti,

1
golongan ini sungguh telah berdusta dan mereka tidak dapat memahami hakikat iman
dengan sebenarnya. Mereka menganggap bahwa iman itu hanya pengucapan yang
dilakukan oleh bibir, tanpa pembuktian apapun. Inti pendidikan agama terletak pada
pendidikan keimanan. Para psikolog berpendapat bahwa dalam keimanan kepada allah
Swt. Terdapat kekuatan spiritual luar biasa yang dapat membantu orang beriman
mengatasi kegelisahan, ketegangan, dan kesulitan hidup di zaman modern ini. Dunia
modern yang telah dikuasai oleh kehidupan material dan di dominasi oleh persaingan
keras untuk mendapatkan materi, telah menimbulkan ketegangan, stress, dan
kegelisahan, atau bahkan penyakit kejiwaan lainnya dalam diri manusian yang miskin
akan nilai spiritual. Seorang psikoanalisis, A.A. Brill berkata bahwa ―orang yang
beragama secara benar sama sekali tidak akan menderita penyakit kejiwaan‖.
Berdasarkan eksperimennya, orang beragama yang terbiasa mendatangi tempat-tempat
ibadah mempunyai kepribadian yang lebih baik daripada mereka yang tidak beragama
atau yang tidak menjalankan ibadah apapun. AlQur‟an menjelaskan perasaan aman dan
tentram karena adanya iman di hati dalam surat Ar Ra‟d ayat 28 :
ّ ٰ ‫للاِ ۗ اَ َل بِ ِر ْك ِس‬
ْ ‫للاِ ت‬
ۗ ُ‫َط ًَئٍِ ْانمُهُْٕ ة‬ ّ ٰ ‫َط ًَئٍِ لُهُْٕ بُُٓ ْى بِ ِر ْك ِس‬
ْ ‫ٍَ ٰا َيُُْٕ ا َٔت‬ْٚ ‫اَنَّ ِر‬

Artinya ―Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.‖ Dari
ayat tersebut jelas bahwa ingat kepada Allah merupakan salah satu cara merefleksikan
keimanan kepadaNya. Iman kepada Allah juga dapat diwujudkan dengan jalan
mengikuti semua tuntunan yang telah digariskanNya. Hal itulah satu-satu nya cara
untuk mewujudkan rasa aman bagi manusia dan membebaskannya dari kegelisahan
hidup. Pendidikan iman yang dilakukan hendaknya didasarkan kepada wasiat dan
petunjuk Rasulullah dalam menyampaikan dasar-dasar keimanan kepada anak. Sebab
dalam diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi setiap orang sebagaimana
disebutkan dalam surat Al Ahzab ayat 21 :
ّ ٰ ‫ال ِخ َس َٔ َذ َك َس‬
ۗ ‫سًا‬ْٛ ِ‫للاَ َكث‬ ّ ٰ ‫َسْ جُٕا‬ٚ ٌَ ‫للاِ ا ُ ْظ َٕة َح َعَُت نِّ ًَ ٍْ َكب‬
ٰ ْ ‫َْٕ َو‬ٛ‫للاَ َٔا ْن‬ ّ ٰ ‫ َزظُْٕ ِل‬ْٙ ِ‫نَمَ ْد َكب ٌَ نَ ُك ْى ف‬
Artinya: ―Sesungguhnya telah ada pada diri Raasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu ) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat
dan dia banyak mengingat Allah. Untuk mencapai hasil pendidikan keimanan yang
diharapkan, sudah pasti tak dapat dilakukan tanpa mengikuti jejak dan teladan
Rasulukllah saw. secara tepat dan benar Salah satunya adalah dengan merujuk kepada

2
contoh dan teladan beliau yang dipaparkan dalam hadist-hadist yang shahih. Dalam
salah satu hadist, beliau memaparkan bahwa akidah Islam itu mempunyai enam aspek
(unsur, rukun), yakni iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, para
Rasul-Nya, iman kepada hari akhir dan juga kepada segala ketentuan yang digariskan-
Nya. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan keimanan kepada anak yang benar-
benar berhasil mewarnai tata kehidupan masyarakat muslim hayalah yang ditunjukkan
para sahabat Rasulullah saw. sebagai hasil perjuangan beliau. Rasulullah tidak hanya
memberikan teori yang tidak dibuktikan dalam kehidupan konkritnya, tetapi justru
memberikan contoh da tuntunan praktis yang diperlukan dalam mendidik anak
berdasarkan tauhid. Para sahabat meriwayatkan hadist tentang praktek beliau tersebut,
banyak diantaranya yang masih berusia anak-anak. Mereka inilah yang mengalami
secara langsung didikan Rasulullah dalam bidang keimanan. Menurut Muhammad Nur
Abdul Hafizh, setidaknya terdapat lima pola dasar pembinaan akidah atau keimanan
yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah, yakni : a) Membacakan kalimat tauhid kepada
anak b) Menanamkan kecintaan anak kepada Allah Swt. c) Menanamkan kecintaan anak
kepada Rasulullah d) Mengajarkan Al-Qur‟an kepada anak e)Menanamkan nilai
perjuangan dan pengorbanan dalam diri anak.
2. Islam
Kata Islam berasal dari bahasa Arab ―S-L-M‖ ( Sin, Lam, Mim). Artinya antara
lain: Damai, Suci, Patuh dan Taat (tidak pernah membantah). Dalam pengertian agama,
kata Islam berarti kepatuhan kepada kehendak dan kemauan Allah, serta taat kepada
hukum-Nya. Hubungan antara pengertian menurut kata dasar dan pengertian menurut
agama erat dan nyata sekali, yaitu: ―Hanya dengan kepatuhan kepada kehendak Allah
dan tunduk kepada hukum-hukum-Nya seorang dapat mencapai kedamaian yang
sesungguhnya dan memperoleh kesucian yang abadi‖. Islam, menurut Zuhairini, adalah
menempuh jalan keselamatan dengan yakin menyerahkan diri sepenuhnya kepada
Tuhan dan melaksanakan dengan penuh kepatuhan dan ketaatan akan segala
ketentuanketentuan dan aturan-aturan oleh-Nya untuk mencapai kesejahteraan dan
kesentosaan hidup dengan penuh keimanan dan kedamaian. Agama Islam mempunyai
pengertian yang lebih luas dari pengertian agama pada umumnya. Di sini, kata Islam
berasal dari Bahasa Arab yang mempunyai bermacam-macam arti, diantaranya sebagai
berikut: 1) Salam yang artinya selamat, aman sentosa dan sejahtera, yaitu aturan hidup

3
yang dapat menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat. Kata salam terdapat dalam
alQur‟an Surah al-An‟am ayat 54; Surah al-A‟raf ayat 46; dan surah an-Nahl ayat 32.
2) Aslama yang artinya menyerah atau masuk Islam, yaitu agama yang mengajarkan
penyerahan diri kepada Allah, tunduk dan taat kepada hukum Allah tanpa tawar-
menawar. Kata aslama terdapat dalam al-Qur‟an surah al-Baqarah ayat 112; surah al-
Imran ayat 20 dan 83; surah an-Nisa ayat125; dan surah al-An‟am ayat 14. 3) Silmun
yang artinya keselamatan atau perdamaian, yakni agama yang mengajarkan hidup yang
damai dan selamat. 4) Sulamun yang artinya tangga, kendaraan, yakni peraturan yang
dapat mengangkat derajat kemanusiaan yang dapat mengantarkan orang kepada
kehidupan yang bahagia. Adapun kata Islam menurut istilah (terminologi) adalah
mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT,
bukan berasal dari manusia. Sebagai agama sempurna, Islam datang untuk
menyempurnakan ajaran yang dibawa oleh Nabi-nabi Allah sebelum Nabi Muhammad.
Kesempurnaan ajaran ini menjadi misi profetik (nubuwwah) kehadiran Nabi
Muhammad SAW. Dalam al-Qur‟an (Surah al-Ma‟idah [5]: 3) ditemukan penegasan
tentang kesempurnaan ajaran Islam. Artinya:―Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu Jadi agama bagimu.‖ Berdasarkan firman Allah di atas, jelas bahwa Islam
adalah agama yang sempurna, agama yang memiliki ajaran yang mencakup semua
aspek kehidupan, dan agama yang menggariskan metode kehidupan secara utuh.

3. Ihsan
Terminologi ihsan berasal dari huruf alif, ha, sin dan nun . Di dalam Al-Qur‟an,
kata ihsan bersama dengan berbagai derivasi dan kata jadiannya disebutkan secara
berulang -ulang. Penyebutan tersebut terdapat sebanyak 108 kali yang disebut tersebar
dalam 101 ayat dan pada 36 surat. Derivasi ihsan berupa fi‘il mâdhi, ahsana disebut
dalam al-Qur‟an sebanyak 9 (sembilan) kali pada 9 (sembilan) ayat dan 8 (delapan)
surat. Sedangkan kata ahsantum diulang sebanyak 2 (dua) kali pada 1 (satu) ayat dan 1
(satu) surat. Sementara ahsanû tercantum 6 (enam) kali pada 6 (enam) ayat dan 6
(enam) surat2. Perbedaan ungkapan tersebut terletak pada fâ‘il-nya (subjek) yang secara
umum terdiri dari Allah dan manusia, baik berupa isim zhâhir maupun isim dhamîr.

4
Lebih lengkapnya, berikut ini adalah daftar jumlah kata ihsan dengan berbagai
derivasinya dalam al-Qur‟an Lafadz dari huruf alif, ha, sin dan nun ini, selain
menghasilkan term ihsan beserta derivasinya, juga dihasilkan pula term hasuna beserta
derivasinya. Meski memiliki makna umum yang serupa, tapi kedua makna ini tidak
berkonotasi ihsan. Ayat ihsan yang bersinggungan dengan bakti terhadap orangtua
memang mendominasi. Berdasarkan maknanya, kelima ayat tersebut dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah ayat -ayat yang
mengandung perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua (ibu-bapak) dan juga
kepada orang lain, seperti kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat,
tetangga jauh, teman sejawat, ibn sabil dan hamba sahaya, dan disertai pula dengan
perintah beribadah semata-mata hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun. Perintah ini secara eksplisit tertuang dalam surat alBaqarah [2]
: 83.
‫ض ُح ْعًُب‬ ّ ٰ ‫ َم َل تَ ْعبُ ُدْٔ ٌَ اِ َّل‬ْٚ ‫ اِ ْظ َس ٰٓا ِء‬ْٙ َُِ‫ق ب‬
ِ ‫ ٍِ َٔلُْٕ نُْٕ ا نِهَُّب‬ْٛ ‫َ ٰتًٰ ٗ َٔا ْن ًَ ٰع ِک‬ٛ‫ ٍِ اِحْ َعب ًَب َّٔ ِذٖ ْانمُسْ ٰبٗ َٔا ْن‬ْٚ ‫للاَ َٔبِب ْن َٕا نِ َد‬ َ ‫ثَب‬ْٛ ‫َٔاِ ْذ اَخ َْرََب ِي‬
ٌَ ُْٕ‫ْسض‬ ِ ‫ ًْل ِّي ُْ ُک ْى َٔاَ َْـتُ ْى يع‬ِٛ‫تُ ْى اِ َّل لَه‬ْٛ َّ‫ ًُٕا انص َّٰهٕةَ َٔ ٰا تُٕا ان َّص ٰکٕةَ ۗ ثُ َّى تَ َٕن‬ْٛ ِ‫َّٔاَل‬
Artinya: ―Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik
kepada manusia.‖ (Q.S. al-Baqarah [2] : 83) Ayat yang disebutkan di atas menunjukkan
perbuatan ihsan yang mengarah pada bentuk perbuatan baik yang dilakukan oleh
manusia. Perbuatan baik ini secara terkhusus dilakukan sebagai bentuk ibadah
menyembah Allah sekaligus dengan diiringi bentuk perbuatan baik yang dilakukan
manusia kepada sesamanya. Bila dimaknai lebih lanjut, ibadah manusia yang dilakukan
dengan menyembah Allah dan tidak mempersekutukan Allah ini disertai dengan
kewajiban -kewajiban lain yang berhubungan dengan perbuatan baik kepada sesama
manusia. Di mana keutamaan perbuatan baik ini dilakukan terhadap kedua orangtua.

5
BAB II
Islam dan Sains
1. Pengertian Islam dan Sains
Kata Islam memiliki konseptual yang luas, sehingga ia dipilih menjadi nama
agama (din) yang baru diwahyukan Allah. melalui Nabi Muhammad kata Islam secara
umum mempunyai dua kelompok kata dasar yaitu selamat, bebas, terhindar, terlepas
dari, sembuh, meninggalkan. Bisa juga berarti: tunduk, patuh, pasrah, menerima. Kedua
kelompok ini saling berkaitan dan tidak dapat terpisah satu sama lain. Adapun kata
Islam secara terminologi dalam Ensiklopedi Agama dan Filsafat dijelaskan bahwa Islam
adalah agama Allah yang diperintahkan-Nya kepada Nabi Muhammad untuk
mengajarkan tentang pokok-pokok ajaran Islam kepada seluruh manusia dan mengajak
mereka untuk memeluknya. Harun Nasution menerangkan bahwa Islam adalah agama
yang ajaran-ajarannya diwahyukan kepada seluruh masyarakat melalui Nabi
Muhammad sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaranajaran yang bukan
hanya mengenai satu segi tetapi mengenai bebagai segi dari kehidupan manusia.
Sumber dari ajaran-ajaran yang mengadung berbagai aspek itu adalah al-Qur‘an dan
hadis.
Kata sains dalam Webste‘s New Word Dictonary berasal ari bahasa latin yakni
scire, yang artinya mengetahui. Jadi secara bahasa sains adalah keadaan atau fakta
mengetahui.Sains juga sering digunakan dengan arti pengetahuan scientia. Secara istilah
sains berarti mempelajari berbagai aspek dari alam semesta yang teroganisir, sistematik
dan melalui berbagai metode saintifik yang terbakukan. Ruang lingkup sains terbatas
pada beberapa yang dapat dipahami oleh indera (penglihatan, sentuhan, pendengaran,
rabaan, dan pengecapan) atau dapat dikatakan bahwa sains itu pengetahuan yang
diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian.
2. Sains dan Agama Islam
Hubungan antara Islam dan sains dapat diketahui dengan dua sudut pandang.
Pertama, apakah konsepsi dalam Islam melahirkan keimanan dan sekaligus rasional,
atau semua gagasan ilmiah itu bertentangan dengan agama. Sudut pandang kedua,
merupakan landasan dalam membahas hubungan antara Islam dan sains, yakni
bagaimana keduanya ini berpengaruh pada manusia. Agama dan sains sama-sama
memberikan kekuatan, sains memberi manusia peralatan dan mempercepat laju

6
kemajuan, agama menetapkan maksud tujuan upaya manusia dan sekaligus
mengarahkan upaya tersebut. Sains membawa revolusi lahiriah (material), agama
membawa revolusi batiniah (spiritual). Sains memperindah akal dan pikiran, agama
memperindah jiwa dan perasaan. Sains melindungi manusia dari penyakit, banjir, badai,
dan bencana alam lain. Agama melindungi manusia dari keresahan, kegelisahan dan
rasa tidak nyaman. Sains mengharmoniskan dunia dengan manusia dan agama
menyelaraskan dengan dirinya. Muhammad Iqbal menerangkan bahwa manusia
membutuhkan tiga hal: pertama, interpretasi spiritual tentang alam semesta. Kedua,
kemerdekaan spiritual. Ketiga, prinsip-prinsip pokok yang memiliki makna universal
yang mengarahkan evolusi masyarakat manusia dengan berbasiskan rohani.‖ Mengingat
hal tersebut, Eropa modern membangun sebuah sistem yang realistis, bahwa
pengalaman yang diungkapkan dengan menggunakan akal saja tidak mampu
memberikan semangat yang ada dalam keyakinan hidup, dan ternyata keyakinan itu
hanya dapat diperoleh dari pengetahuan personal yang bersifat spiritual. Hal inilah yang
kemudian membuat akal semata tidak memberikan pengaruh pada manusia, sementara
agama selalu meninggikan derajat orang dan mengubah masyarakat. Dasar dari
gagasan-gagasan tinggi kaum muslim adalah wahyu, wahyu berperan menginternalisasi
(menjadikan dirinya sebagai bagian dari karakter manusia dengan cara manusia
memperlajarinya) aspek-aspek lahiriahnya sendiri. Bagi intelektual muslim, basis
spiritual dari kehidupan adalah tentang keyakinan. Demi keyakianan inilah seroang
muslim yang kurang tercerahkan pun dapat mempertaruhkan jiwanya. Will Durant
(Penulis History of Civilization) pernah mengatakan: Harta itu membosankan, akal dan
kearifan hanyalah sebuah cahaya redup yang dingin. Hanya dengan cintalah kelembutan
yang terlukiskan dapat menghangatkan hati. Bisakah sains dan agama saling
menggantikan posisi masing-masing? Pengalaman sejarah telah menunjukkan bahwa
akibat dari memisahkan keduanya telah membawa kerugian yang tidak dapat ditutup.
Agama harus dipahami dengan perkembangan sains, sehingga terjadi pembaruan agama
dari cengkrama mitos-mitos. Agama tanpa sains berakhir dengan kemandekan.
Sehingga apabila agama tanpa sains hanya akan dijadikan alat orang-orang munafik
mencapai tujuannya. Sains tanpa agama bagaikan lampu terang yang dipegang pencuri
yang membantu pencuri lain untuk mencuri barang berharga di tengah malam. Atau
bahkan sains tanpa agama adalah pedang tajam ditangan pemabuk yang kejam.

7
3. Sains dan Ayat-ayat al-Qur‘an
Ketika kita berbicara tentang sains dan teknologi, maka kita tidak boleh
melupakan peran cendekiawan Islam terhadap khazanah intelektual Timur dan Barat.
Sebagai contoh Ibnu Sina, al-Ghazali, al-Biruni, alTabari, Nasiruddin, Abu al-Wafa, Al-
Battani, dan Omar Khayam yang berasal dari Persia. Al-Kindi, orang Arab, al-
Khawarizmi adalah dari Khiva, al-Farghani dari Trasoxiania (Yordania), al-Farabi dari
Khurasan, al-Zarkali (Arzachel), al-Betragius (al-Bitruji), dan Averroes (Ibn Rusyd)
adalah Arab Spanyol. Kita tidak bisa menafikan sumbangan intelektual Muslim tentang
matematik, ilmu kedokteran, ilmu astronomi, ilmu falak, ilmu arsitektur, ilmu geografi,
dan lain-lain. Pada abad pertengahan, dunia Islam telah memainkan peranan penting
baik di bidang sains teknologi. Harun Nasution menyatakan bahwa cendekiawan-
cendekiawan Islam tidak hanya mempelajari sains-teknologi dan filsafat dari buku
Yunani, tetapi menambahkan ke dalam hasil-hasil penyelidikan yang mereka lakukan
dalam lapangan sains-teknologi dan hasil pemikiran mereka dalam ilmu Filsafat.
Dengan demikian, lahirlah ahli-ahli ilmu pengetahuan dan filsuf-filsuf Islam, seperti, al-
Farazi (abad VIII) sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun Astrolabe (alat
yang digunakan untuk mengukur tinggi bintang) dan sebagainya. Para ilmuwan tersebut
memiliki pengetahuan yang bersifat desekuaristik, yaitu ilmu pengetahuan umum yang
mereka kembangkan tidak terlepas dari ilmu agama atau tidak terlepas dari nilai-nilai
Islam. Ibnu Sina misalnya, di samping hafal al-Qur‗an dia dikenal ahli di bidang
kedokteran. al-Biruni, seorang ahli filsafat, astronomi, geografi, matematika, juga
sejarah. Ibnu Rusyd, yang oleh dunia barat dikenal dengan Averous, dia bukan hanya
terkenal dalam bidang filsafat, akan tetapi juga dalam bidang Fiqh. Bahkan kitab fiqih
karangannya, yakni Bidayatul Mujtahid dipakai sebagai rujukan umat Islam di berbagai
negara. Begitu tingginya nilai ilmu dalam peradaban manusia, Allah menegaskan dalam
al-Qur‗an bahwa Dia akan meninggikan derajat orangorang yang berilmu dan beriman
sebagaimana dalam Al-Mujadalah ayat 11, Allah Berfirman:
ّ ٰ ‫َسْ فَ ِع‬ٚ ‫ َم ا َْ ُش ُصْٔ ا فَب َْ ُش ُصْٔ ا‬ْٛ ِ‫للاُ نَـ ُك ْى ۗ َٔاِ َذا ل‬
‫ٍَ ٰا َيُُْٕ ا‬ْٚ ‫للاُ انَّ ِر‬ ّٰ ‫ح‬
ِ ‫َ ْف َع‬ٚ ‫ط فَب ْف َعحُْٕ ا‬ِ ِ‫ َم نَـ ُك ْى تَفَ َّعحُْٕ ا فِٗ ْان ًَ ٰجه‬ْٛ ِ‫ٍَ ٰا َيُُْٕ ا اِ َذا ل‬ْٚ ‫َٓب انَّ ِر‬ٚ َ ‫ب‬ٰٚ
‫ْس‬ِٛ‫ٍَ أُْ تُٕا ْان ِع ْه َى َد َز ٰجت ۗ َٔا ٰ ّّللُ بِ ًَب تَ ْع ًَهُْٕ ٌَ َخب‬ْٚ ‫ِي ُْ ُك ْى ۗ َٔا نَّ ِر‬
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan

8
orangorang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Ayat di atas
menunjukkan kepada kita betapa Islam memberikan perhatian yang besar terhadap ilmu.
Apapun bentuk ilmu itu, selama bisa memberikan kemanfaatan, maka ilmu tersebut
harus dicari. Allah dan Rasul-Nya tidak menyebut suatu disiplin ilmu tertentu yang
menjadi penyebab seseorang akan diangkat derajatnya oleh Allah, demikian juga tidak
menyebut dengan menunjuk ilmu-ilmu tertentu untuk dipelajari. Islam dan Sains tidak
saling bertentangan, bahkan sebaliknya yakni memiliki keselarasan. Ada banyak ayat
yang telah ditafsirkan oleh cendekiawan atau pengkaji al-Qur‘an terkait dengan
kesesuaiannya dengan sains. Salah satu yang telah diteliti untuk menguatkan
argumentasi di atas adalah ayat-ayat al-Qur‘an yang memiliki kesesuaian dengan teori
Heliosentris. Teori ini beranggapan bahwa matahari adalah merupakan pusat peredaran
planet-planet, termasuk di dalamnya adalah bumi, sedangkan bulan adalah mengelilingi
bumi yang kemudian bersama-sama bumi berputar mengelilingi matahari. Sedangkan
matahari hanyalah berputar mengelilingi sumbunya saja.24 Al-Qur'an sebagai wahyu
Allah yang bersumber langsung dari Allah telah memberikan informasi-informasi
tentang alam semesta, khususnya yang berhubungan dengan matahari, bulan dan bumi.
Ada 20 ayat yang menyebut kata matahari, dan ada 463 ayat yang menyebut kata bumi
serta ada 5 ayat yang menyebut kata bulan. Belum lagi ayat yang menjelaskan tentang
langit, pergantian siang dan malam, serta ayat yang menyebut tentang bintang-bintang.
Terkait dengan teori Heliocentris, ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang gerak
matahari, bulan dan bumi, yaitu surat Yunus: 5, surat Yasin: 38, dan surat al-Naml: 88.
Beberapa ayat tersebut adalah:
ِّ ‫ك اِ َّل بِب ْن َحـ‬
ۗ‫ك‬ ّٰ ‫ك‬
َ ِ‫للاُ ٰذن‬ َ ‫ٍَ َٔا ْن ِح َعب‬ْٛ ُِ‫َبٰٓ ًء َّٔا ْنمَ ًَ َس َُْٕ زًا َّٔلَ َّد َزِ َيَُب ِش َل نِتَ ْعهَ ًُْٕ ا َع َد َد ان ِّع‬ٛ‫ض‬
َ َ‫ة ۗ َيب َخه‬ ِ ‫ط‬ َ ًْ ‫ُۗ َٔ انَّ ِرْ٘ َج َع َم ان َّش‬
ٌَ ًُْٕ َ‫َّ ْعه‬ٚ ‫ت نِمَْٕ و‬ ٰ ْ ‫ص ُم‬
ِ ٰٚ ‫ال‬ ِّ َ‫ُف‬ٚ
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-
Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui. Secara khusus Allah menjelaskan perjalanan
matahari dalam surat Yāsīn ayat 38:
َ ِ‫َٔا ن َّش ًْطُ تَجْ ِسْ٘ نِ ًُ ْعتَمَس نََّٓب ۗ ٰذن‬
ۗ ‫ ِْى‬ِٛ‫ ِْص ْان َعه‬ٚ‫ ُس ْان َع ِص‬ْٚ ‫ك تَ ْم ِد‬

9
Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui. Sedangkan mengenai gerak bumi, sebagaimana
dijelaskan dalam surat al-Naml: 88:
ّ ٰ ‫ص ُْ َع‬
ْ ‫للاِ انَّ ِرْ٘ اَتْمٍََ ُك َّم ش‬
ٌَ ُْٕ‫ْس بِ ًَب تَ ْف َعه‬ِٛ‫ء ۗ اََِّّ َخب‬َٙ ِ ‫ تَ ًُس َي َّس ان َّع َحب‬َٙ ِْ َّٔ ً‫َٔتَ َسٖ ْان ِجبَب َل تَحْ َعبَُٓب َجب ِي َدة‬
ُ ۗ‫ة‬
kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan
kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. Selain itu, ada juga kajian yang telah menafsirkan ayat al-Qur‘an yang
memiliki kesesuaian dengan ilmu geologi yang ditulis oleh Izzatul Laila. Ia mengatakan
bahwa lempeng-lempeng litosfer bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Pada
tempat-tempat tertentu saling bertemu dan pertemuan lempengan ini menimbulkan
gempa bumi. Sebagai contoh adalah Indonesia yang merupakan tempat pertemuan tiga
lempeng: Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia. Bila dua lempeng bertemu maka terjadi
tekanan (beban) yang terus menerus. Dan bila lempengan tidak tahan lagi menahan
tekanan (beban) maka lepaslah beban yang telah terkumpul ratusan tahun itu, akhirnya
dikeluarkan dalam bentuk gempa bumi. Sebagaimana termaktub dalam Surat al-
Zalzalah, 99:―Apabila bumi ‗digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat).‘ Dan
bumi telah ‗mengeluarkan beban-beban beratnya.‘ Dan manusia bertanya: ‗Mengapa
bumi (jadi begini)?‘ Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.‖ Beban berat yang
dikeluarkan dalam bentuk gempa bumi merupakan suatu proses geologi yang berjalan
bertahun-tahun. Begitupun seterusnya, setiap selesai beban dilepaskan, kembali proses
pengumpulan beban terjadi. Proses geologi atau ‗berita geologi‘ ini dapat direkam baik
secara alami maupun dengan menggunakan peralatan geofisika ataupun geodesi.
Sebagai contoh adalah gempa-gempa yang beberapa puluh atau ratus tahun yang lalu,
peristiwa pelepasan beban direkam dengan baik oleh terumbu karang yang berada dekat
sumber gempa. Pada masa modern, pelepasan energi ini terekam oleh peralatan geodesi
yang disebut GPS (Global Position System).

10
BAB III
Islam dan Penegakkan Hukum
1. ISLAM DAN PENEGAKKAN HUKUM
Agama dan moral (aqidah dan akhlaq) tidak dapat terpisah dalam pengamalan
hukum, karena agama tanpa moral tidak dapat dilaksanakan dengan baik, sebaliknya
moral tanpa agama tidak akan dapat terkendali. Dengan kata lain, perlunya
keseimbangan antara zikir, fikir dan amaliyah. Sebab dengan agama akan terbentuk
kualitas moral (moral intelligent) seseorang seperti sabar, jujur, adil, berani,
bertanggung jawab, ikhlas. Selanjutnya melalui moral tersebut mendorong seseorang
untuk melaksanakan perintah Allah SWT, secara baik dan benar sebagai pengabdian
kepada-Nya, karena dengan demikianlah seseorang dapat mengendalikan diri dari
segala pengaruh kehidupan materialistik, yang mendorong untuk melakukan
pelanggaran hukum. Karena itu, melalui pendekatan agama dan moral seseorang dapat
memotivasi dirinya untuk menjauhi segala perbuatan yang bertentangan dengan ajaran
agama seperti korupsi, kolusi, nepotisme, membunuh, memberontak, minum-minuman
keras dan merusak lingkungan. Dalam Al-Qur‘an Tuhan meletakkan dasar-dasar
penegakan hukum, sebagaimana yang ditegaskan dalam beberapa firman-Nya seperti
Surah AnNisa ayat 58 yang artinya: Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan bila menetapkan keputusan hukum
antara manusia hendaklah kamu tetapkan dengan adil. Dengan itu Allah telah
memberikan pengajaran dengan sebaik-baiknya kepadam tentang pelaksanaan amanat
dan keadilan hukum. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Surah
An-Nisa‘ ayat 135 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu yang
benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi (dalam menegakkan keadilan) karena
Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapakmu atau kerabatmu, jika ia kaya
atau miskin, maka Allah lebih utama (tahu) atas (kemaslahatan) keduanya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu sehingga kamu tidak berlaku adil. Dan jika kamu
memutarbalikkan keadilan atau menolak menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
Maha mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan. Mencermati makna yang
terkandung pada ayat diatas, maka ayat 58 adalah dasar kejujuran untuk menegakkan
hukum yakni kepada siapa hukum itu ditujukan, sedang pada ayat 135 adalah dasar
keberanian penegak hukum untuk menetapkan hukum tanpa melihat siapa yang

11
dihukum. Namun untuk menegakkan keberanian dalam pelaksanaan hukum, harus
ditunjang dengan sifat sabar, sebab pada dasarnya orang yang bersabar dalam
menegakkan kebenaran dari Allah akan dilindungi oleh Allah SWT.

2. PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM


Hukum dalam islam merupakan bagian dari agama. Hukum bukan merupakan
lembaga-lembaga atau bagian yang terlepas dari agama, melaksanakan hukum (islam)
Berarti melaksanakan iman dan perintah-perintah Tuhan, melalaikannya berarti
mengurangi kedua-duanya.
Berbicara tentang penegakan hukum dalam Islam, penulis mencoba mengkaitkannya
dengan penerapan pemidanaan dalam Islam, yang dalam konsep fiqh dibahas dalam bab
jinayah. Persoalan ini, secara historis telah mendorong munculnya diskusi yang
berkelanjutan sejak awal sejarah Islam. Apakah ia dapat dipertimbangkan untuk
dipertahankan sebagai dasar hukum yang mampu menjamin keadilan dan ketentraman
masyarakat atau sebaliknya dianggap sebagai sesuatu yang out of date dan tidak
humanis. Baik secara teoritis maupun prakteknya Peradilan Islam diakui sebagai sumber
dalam jurisprudensi Islam. Bahkan dalam prakteknya peradilan Islam memainkan
peranan yang sangat penting dalam proses kreasi hukum Islam untuk mewujudkan
supremasi hukum, dalam rangka membentuk setiap individu bermoral guna melahirkan
struktur masyarakat yang aman dan tentram. Pada masa Nabi Muhammad, orang-orang
Arab telah mengadopsi berbagai macam adat. Praktek ini, dalam banyak hal telah
mempunyai kekuatan hukum dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan
keberlangsungan hukum pra-Islam, Nabi Muhammad tidak melakukan tindakan-
tindakan perubahan terhadap hukum yang ada sepanjang hukum tersebut sesuai dengan
prinsip-prinsip ajaran Islam yang fundamental. Dengan demikian Nabi Muhammad
dalam kapasitasnya sebagai pembuat hukum dari sebuah agama yang baru melegalkan
hukum lama di satu sisi, dan mengganti beberapa hal yang tampaknya tidak konsisten
dengan prinsip-prinsip hukum. Hukum yang direvisi bahkan dirombak oleh Rasulullah
antara lain: perkawinan dengan ibu tiri, poliandri, menikahi wanita tanpa batas
jumlahnya, hubungan seksual yang tidak sah, aborsi, pembunuhan terhadap bayi
perempuan, balas dendam dalam hukum qisas, perlindungan pencuri bagi bangsawan,
perceraian berulang-ulang dan lain sebagainya. Penyimpangan nilai-nilai moral dalam

12
hukum praIslam nampak sekali dalam sistem Pemidanaan (peradilan), terutama pada
jarimah qisas diyat. Keadaan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa sejarah yang
terjadi di kalangan masyarakat Arab jahiliyah: Salah seorang kabilah Gani membunuh
Syas bin Zuhair, maka datanglah Zuhair, ayah Syas, untuk minta pembalasan kepada
suku Gani. Mereka berkata, ―Apa kehendakmu atas kematian Syas?‖. Jawab Zuhair,
―Satu dari tiga hal dan tidak bisa diganti, yaitu menghidupkan kembali Syas, atau
mengisi selendangku dengan binatang-binatang dari langit, atau engkau serahkan
kepadaku semua anggota kabilah Gani untuk saya bunuh semua, dan sesudah itu aku
belum merasa telah mengambil sesuatu ganti rugi atas kematian Syas‖. Tuntunan
semacam ini semakin membuat rawannya keadaan bila ternyata si korban dari kalangan
kabilah terhormat atau pemimpin kabilah itu sendiri. Hal ini terjadi karena ada sebagian
dari kabilah-kabilah Arab yang mengabaikan tuntutan wali si korban, bahkan sebaliknya
mereka memberikan perlindungan terhadap si pembunuh. Sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadi perang antar kabilah yang di dalamnya melibatkan orang-orang
yang tak berdosa. Di sisi lain, memang orang-orang Arab mempunyai tradisi balas
dendam, bahkan terhadap persoalan yang telah terjadi beberapa tahun yang silam. Kalau
seseorang anggota keluarga terbunuh, maka pembalasan dilakukan terhadap keluarga
pembunuh yang tidak berdosa di samping pembunuhnya sendiri. Al-Qur‘an dan praktik
Nabi memperkenalkan berbagai modifikasi terhadap praktek hukuman ini, akan tetapi
ide utama dari prinsip-prinsip yang mendasarinya tidak bersifat baru, melainkan telah
lama dipraktekkan masyarakat Arab sebelum munculnya Islam. Perubahan utama yang
dilakukan oleh Islam adalah prinsip keseimbangan dalam kerangka hukum yang
berdimensi keadilan. Dalam hukum Islam satu jiwa harus diambil karena perbuatan
menghilangkan nyawa orang lain atau pemberian kompensasi harus dilakukan terhadap
keluarga korban. Aturan ini tidak mempersoalkan status suku atau kedudukan si korban
dalam sukunya, seperti dipraktekkan pada masyarakat Arab Jahiliyah, tetapi lebih dari
itu, sebagaimana yang dikatakan oleh Caulson, ―sesuai dengan standar moral keadilan
dan nilai tebusan yang pasti terhadap pihak yang menjadi korban‖. Ketentuan ini
dituangkan dalam al-Qur‘an dalam surat al-Baqarah ayat 178 sebagai berikut: ―Hai
orang-orang yang beriman ditetapkan atas kamu qisas berkenaan dengan orang yang
terbunuh, orang merdeka dengan merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan
wanita, barang siapa mendapat pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memberi

13
maaf) mengikuti dengan cara yang baik, dan bagi yang dimaafkan membayar (diyat)
kepada yang memaafkan dengan cara yang baik pula….‖ Menurut Imam al-Baidawi
sebagaimana dikutip oleh as-Sayyid Sabiq, bahwa turunnya ayat tersebut berkenaan
dengan dua kabilah yang berhutang piutang. Salah satu lebih kuat dari lainnya. Lalu
Kabilah yang kuat bersumpah, ―Kami harus membunuh orang merdeka di antara kalian
sebagai akibat terbunuhnya hamba sahaya kami, dan kami akan membunuh laki-laki
sebagai akibat terbunuhnya perempuan dari suku kami.‖ Dalam hukum hadd ditemukan
adanya pembenahan sistem hukum, seperti dalam kasus delik pencurian, pada masa pra-
Islam hukum yang diberlakukan sangat diskriminasi, terutama antara bangsawan dan
rakyat biasa. Hadis di bawah ini dapat dijadikan dasar pernyataan tersebut di atas ketika
Uzamah binti Zaid kekasih Rasulullah meminta maaf atas kesalahan Fatimah binti al-
Aswad karena telah mencuri, maka Rasulullah berkata, ―Apakah kamu meminta syafa'at
mengenai sesuatu dari hukuman yang telah ditetapkan oleh Allah?‖. Kemudian
Rasulullah bersabda: ―Bahwasanya yang menyebabkan kehancuran umat sebelum kamu
sekalian ialah karena apabila ada kaum bangsawan mencuri, mereka dibiarkan, tetapi
sebaliknya jika yang mencuri adalah kaum lemah, maka ditegakkan hukum yang seadil-
adilnya, saya bersumpah demi Allah seandainya Fatimah Putri Muhammad mencuri
niscaya akan kupotong tangannya. Di samping contoh di atas, ada sebagian hukum
jahiliyah yang tidak menerapkan sanksi bagi jarimah-jarimah tertentu, akibatnya muncul
ketidakadilan. Hal ini disebabkan karena perbedaan kabilah. Seperti kasus riba yang
sangat mengacaukan masyarakat, sehingga orang yang jatuh ke tangan periba dan tidak
mampu membayar hutangnya sering menyerahkan anak gadisnya sebagai jaminan.
Kejahatan semacam ini telah dihapus oleh Islam dan diderivasikan ke dalam jarimah
ta‘zir. Artinya ditetapkan adanya sanksi bagi periba yang ditentukan oleh penguasa
berdasarkan kadar riba yang diperbuatnya. Demikian halnya dengan kasus mengawini
ibu tiri (kejahatan seks), yang memberikan indikasi bahwa praktek hukum jahiliyah
sangat tidak manusiawi. Islam datang dengan panji-panji keadilan yang ternyata lambat
laun dapat diterima oleh masyarakat luas, termasuk keadilan dalam sistem pemidanaan
dalam rangka menciptakan supremasi hukum. Dalam penerapan sanksi, Islam sangat
mempertimbangkan rasa keadilan, baik keadilan sosial (social justice) maupun keadilan
secara individual (individual justice). Di sinilah ―dimensi kemanusiaan‖ tercakup. Abu
Zahrah, berkomentar, bahwa kedatangan Islam adalah menegakkan keadilan dan

14
melindungi keutamaan akal budi manusia. Pendapat senada juga dilontarkan oleh as-
Sabuni, bahwa Islam datang dengan membawa kepentingan menuju pada tegaknya
keadilan, melindungi kehormatan manusia, mencegah segala bentuk kejahatan, memberi
pelajaran pada pelaku tindak kejahatan dengan memberikan sanksi seimbang sesuai
dengan tingkat kesalahan seseorang.
Aplikasi supremasi hukum di awal Islam pada prinsipnya ada di tangan Nabi,
mengingat al-Qur‘an sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia. Sedang al-Hadis
(perbuatan Nabi) sebagai penjelas dari al-Qur‘an. Sesungguhnya sunnah yang
ditetapkan Nabi adalah hukum Allah, karena Allah memerintahkan supaya mengikuti
apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang Nabi. Jadi sunnah
merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur‘an yang wajib dilaksanakan.
Pelaksanaan hukum-hukum tersebut ditaati oleh sahabat-sahabat Nabi, baik sewaktu
Rasulullah masih hidup atau sewaktu telah meninggal dunia. Praktik Rasul dalam
penegakan hukum, baik yang menyangkut aspek pemeriksaan sampai kepada sistem
pemidanaan menjadi sesuatu yang wajib diikuti. Adapun praktik pemidanaan yang
dilaksanakan oleh para sahabat, termasuk alKhulafa'u ar-Rasyidun dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam pemidanaan masa sekarang, karena mereka dekat dengan
Rasulullah, sehingga setiap ada persoalan selalu dikonfirmasikan dengan Rasulullah.
Oleh karena itu persoalan yang diputuskan para khalifah kemungkinan salahnya kecil.
Dalam menerapkan pidana, Rasulullah selaku pengemban risalah baru, di samping
menciptakan aturan-aturan yang melegalkan hukum adat masyarakat Arab, juga
menerapkan aturan baru sesuai dengan petunjuk al-Qur‘an. Hal ini juga dapat dijadikan
sebagai bukti bahwa hukum pidana Islam menganut asas legalitas. Artinya ketentuan
umum dan khusus harus dipenuhi setiap pelaku jarimah untuk dapat dikenakan
hukuman sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam sejarahnya, Rasululah di satu sisi
terkenal sebagai orang yang tegas dalam menegakkan hukum, di sisi lain terkenal
sebagai orang yang bijaksana. Ketegasannya bisa dilihat dari berbagai kasus yang
diputuskan oleh beliau terhadap tindak pidana hudud. Bahkan Rasul bersumpah
sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri pastilah dipotong tangannya.‖ Rasulullah
menghukum pengkhianat negara (mata-mata dalam peperangan) secara tegas setelah
ditemukan bukti kesalahannya. Kisahnya ketika orang-orang Yahudi dari suku Nadir
Qaynuqa diusir dari Negara Islam Madinah sebagai hukuman atas penghianatan.

15
Tindakan pengkhianatan dilakukan oleh Khalid bin Sufyan al-Gazali, maka Nabi
Muhammad, mengirim Abdullah bin Anis Jehni al-Ansari agar memenggal kepala
Khalid, si pengkhianat. Abdullah mengerjakan ini sendiri dan dianugerahi tongkat oleh
Nabi. Nabi ketika pulang dari perang khandak menghukum tegas pengkhianat Yahudi
dari suku Banu Quraisah, lantaran mereka bersekongkol dengan musuh ketika perang
khandak berlangsung. Nabi menunjuk Saad bin Muaz dari suku Aus sebagai hakim.
Keputusan hukumnya semua laki-laki yang turut perang dibunuh, wanita dan anak-anak
dijadikan budak. Di pihak lain Rasulullah berlaku arif dan bijaksana. Seperti kasus
Rasulullah tidak membunuh orang-orang munafik yang telah dengan sengaja
mendemonstrasikan kemunafikannya di depan Rasulullah. Alasan Rasulullah adalah
kekhawatiran banyak orang Arab yang enggan masuk Islam, meski membunuh mereka
ada hikmahnya. Demikian juga sikap Rasulullah yang menghukum bebas orang Yahudi
yang kencing di masjid. Ketika para sahabat mau menghukum mereka, Rasulullah
bersabda, ―Kehadiran kalian adalah untuk kedamaian bukan untuk kesukaran‖, katanya
penuh dengan kearifan. Pada delik penyamunan (perampokan dengan kekerasan) Nabi
bersikap sangat tegas dalam mengeksekusi terpidana, karena kasus ini dianggap sangat
berbahaya dan mengganggu ketertiban umum. Peristiwa perampokan (hirabah) pernah
terjadi pada Nabi. Delapan orang dari kaum ‗Ukl datang kepada Rasulullah dan
mengaku masuk Islam, karena tidak cocok dengan tempatnya, akhirnya sakit dan
mengadu kepada Rasulullah. Kemudian beliau bersabda, ―Apakah kamu tidak
sebaiknya keluar dengan gembala kami dan minum air seni dan susu unta tersebut?‖.
Mereka setuju, lalu keluar bersama penggembala, meminum air seni dan susu dan
mereka sembuh. Akhirnya mereka membunuh dan menghalau semua untanya, sehingga
sampailah berita itu kepada Rasulullah. Rasulullah langsung memerintahkan pengejaran
Bani `Ukl kepada dua puluh pemuda Ansar yang dipimpin oleh Kurs bin Jabir. Setelah
tertangkap, Rasulullah memerintahkan supaya dipotong tangan dan kaki mereka,
dicelak mata mereka dengan besi panas kemudian ditinggalkan di terik matahari sampai
mati.‖ Dalam kasus zina ketegasan Nabi dalam pemidanaan terbukti dalam sejarah,
seperti Rasulullah telah merajam Maiz ibn Malik yang telah mengaku berzina sampai
empat kali. Rasulullah menghukum janda yang berzina dengan jaka dengan hukuman
rajam bagi janda dan hukum dera 100 kali bagi jaka. Aslam dirajam oleh Rasulullah
karena permintaan Aslam sendiri demi kesuciannya atas dasar bukti iqrar (pengakuan)

16
sampai empat kali. Sementara perempuan dari suku Gamid dari Azdi berkata,
―Bersihkanlah saya.‖ Rasulullah bersabda, ―Apa yang terjadi mengenai diri anda?‖.
Berkatalah ia, ―Bahwa saya telah mengandung akibat perzinaan.‖ Nabi bersabda,
―Tunggu sampai anak anda lahir.‖ Maka seorang laki-laki Ansar menjaminnya sampai
perempuan itu melahirkan. Kemudian laki-laki Ansar datang kepada Nabi dan berkata,
―Sesungguhnya perempuan telah melahirkan.‖ Nabi bersabda, ―Kita tidak merajamnya,
karena anak itu masih kecil dan tidak ada yang dapat menyusuinya.‖ Berdirilah laki-laki
Ansar dan berkata, ―Menyusukannya adalah tanggungan kami.‖ Nabi bersabda,
―Rajamlah dia.‖ Dalam kasus peminum khamr, tidak ada ketentuan hukum dalam al-
Qur‘an. Ketentuan hukum bagi peminum khamr terdapat dalam keterangan hadis. Imam
Muslim meriwayatkan dari Annas bin Malik bahwasanya kepada Rasulullah
didatangkan seorang laki-laki peminum khamr, maka beliau menderanya dengan dua
pelepah kurma 40 kali. Ia (Annas bin Malik) berkata: Demikian juga yang diperbuat
oleh Abu Bakar, dan ketika Umar, orang-orang bermusyawarah dan telah berkata
Abdurrahman, ―Hukuman yang paling ringan ialah delapan puluh kali (deraan)", lalu
Umar memerintahkan hal itu. Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa pada saat terjadinya
perang Qadisiah, Abu Mahjan tertangkap basah meneguk khamr oleh Sa‘ad bin Abi
Waqas. Kemudian Abu Mahjan diikat kakinya. Ketika orang-orang berkerumun, Abu
Mahjan berkata, "Betapa pedihnya hati melihat kuda-kuda dihalau oleh anak panah
(batang lembing), sementara aku diikat dan tak dapat maju ke medan perang,‖ seraya
berucap, ―Tiada kemenangan, kecuali kemenangan Abu Mahjan. Setelah pasukan Islam
musuh, Abu Mahjan pun kembali mengikat kakinya. Ibnah Hafsah bertanya kepada
suaminya perihal hukuman yang akan diberikan kepada Abu Mahjan. Sa‘ad berkata,
―Demi Allah, saya tidak akan mendera orang yang membawa kemenangan bagi kaum
muslimin". Abu Mahjan pun dilepas dan bebas. Kepada Sa‘ad, Abu Mahjan
menceritakan bahwa dia minta dihukumi karena minum khamr supaya dapat
mensucikan dirinya. Tetapi karena dibebaskan dari hukuman, maka dia tidak akan
minum khamr untuk selama-lamanya. Kebijaksanaan Sa‘ad dalam menangguhkan
eksekusi cukup beralasan dan menjadi ijma‘ sahabat. Penangguhan eksekusi dengan
tujuan untuk kemaslahatan dijunjung tinggi, seperti penangguhan Rasulullah akan
hukum hadd terhadap wanita yang hamil akibat zina, atau kepada orang yang sedang
sakit. Dalam hukum qisas, seperti hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan

17
Muslim, bahwa Rasulullah pernah menghukum orang Yahudi dengan memecahkan
kepalanya di antara dua batu besar karena membunuh jariyah (budak, hamba)
perempuannya. Demikian juga hukum qisas yang diberikan kepada wanita Yahudi di
Khaibar yang telah menyebabkan matinya Basyar bin al Bara ibn Ma‘ruf al-Ansari
dengan cara meracuni kambing sembelihannya yang sebenarnya dimaksudkan ingin
membunuh Rasulullah, akan tetapi yang kena sasaran adalah Basyar. Setelah
diinterogasi wanita tersebut mengakui perbuatannya. Akhirnya diqisaslah wanita
Yahudi tersebut. Hadis ini sekaligus menyalahkan pendapat Abu Hanifah, asy-Sya‘biy,
dan an-Nakha‘i, yang berpendapat bahwa tak ada hukum qisas dalam pembunuhan
memakai barang yang ringan. Ibn al-Qayyim menegaskan, peristiwa di atas terjadi
lantaran perempuan dibunuh oleh lak-laki, penjahat diperlakukan sebagaimana dia
berbuat/melakukan kesalahan, dan bahwasanya pembunuhan dengan tipu-daya (ghilah)
tidak disyaratkan kepada wali untuk memilih antara hukum qisas atau ganti rugi. Bila
pembunuhan dilakukan dengan selain cara di atas, maka bisa dikenakan hukum qisas
yang tidak dengan cara serupa. Ketegasan Rasulullah ini dipraktekkan oleh Umar ibn al-
Khatab dalam menangani kasus, beberapa orang yang membunuh satu orang dengan
cara licik (tipu-daya). Pembunuh hanya dihukum qisas semuanya, lalu beliau berkata,
―Seandainya penduduk Yaman melakukan pembunuhan dengan cara licik, niscaya akan
saya bunuh semua.‖

18
BAB IV
Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar

Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar


1. Secara Etimologis :
Pada hakikatnya Amar maruf nahi Munkar terdapat empat penggalan kata yang
apabila dipisahkan satu sama lain mengandung pengertian sebagai berikut: ‫ امر‬: amar,
‫ معرف‬maruf, ٍ‫ ه‬:nahi, dan ‫ م ن كر‬: Munkar. Manakala keempat kata tersebut
digabungkan, akan menjadi: ‫ معروف وال نهٍ عن ال م ن كر امرب ا‬yang artinya menyuruh yang
baik dan melarang yang buruk1 Sedangkan menurut DR.Ali Hasbullah mendefinisikan
Amar sebagai berikut: ‫― م نه ف ع ال ادن ً هى ممن ع لً ا ال ب ه َ ط لب ل فظ االم رهى‬Amar ialah
suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang
lebih rendah kedudukannya‖. Selanjutnya ma‘ruf kata ini berasal dari kata: ‫– َ عرف‬
‫ معرف ة عرف‬- ‫ عرف ا ن ا‬- dengan arti (mengetahui) bila berubah menjadi isim, maka kata
ma‘ruf secara harfiah berarti terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh
karena itu juga diakui dalam konteks kehidupan sosial umum, tertarik kepada pengertian
yang dipegang oleh agama islam, maka pengertian maruf ialah, semua kebaikan yang
dikenal oleh jiwa manusia dan membuat hatinya tentram, sedangkan munkar adalah
lawan dari ma‘ruf yaitu durhaka, perbuatan munkar adalah perbuatan yang menyuruh
kepada kedurhakaan. Nahi menurut bahasa larangan, menurut istilah yaitu suatu lafadz
yang digunakan untuk meninggalkan suatu perbuatan, sedangkan menurut ushul fiqih
adalah, lafadz yang menyuruh kita untuk meninggalkan suatu pekerjaan yang
diperintahkan oleh orang yang lebih tinggi dari kita. Jadi bisa disimpulkan bahwa Allah
berupa iman dan amal salih. ―Amar‖ adalah suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang
lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah kedudukannya. Selanjutnya kata
―ma‘ruf‖ mempunyai arti ―mengetahui‖ bila berubah menjadi isim kata ma‘ruf maka
secara harfiah berarti terkenal yaitu apa yang dianggap sebagai terkenal dan oleh karena
itu juga diakui dalam konteks kehidupan sosial namun ditarik dalam pengertian yang
dipegang oleh agama islam. Dari pengertian di atas, nampaknya amar ma‘ruf nahi
munkar merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena
kalimat tersebut suatu istilah yang dipakai dalm al-Qur‘an dari berbagai aspek, sesuai

19
dari sudut mana para ilmuan melihatnya, oleh karena itu boleh jadi pengertiannya
cenderung kea rah pemikiran iman, fiqih dan akhlak.
2. Secara Terminologis :
Salman al-Audah mengemukakan bahwa Amar Ma‘ruf Nahi Munkar adalah
segala sesuatu yang diketahui oleh hati dan jiwa tentran kepadannya, segala sesuatu
yang di cintai oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar adalah yang dibenci oleh jiwa,
tidak disukai dan dikenalnya serta sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar‘i dan
akal. Sedangkan imam besar Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa amar ma‘ruf nahi
munkar adalah merupakan tuntunan yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabnya,
disampaikan Rasul-rasulnya, dan merupakan bagian dari syariat islam. Adapun
pengertian nahi munkar menurut Ibnu Taimiyyah adalah mengharamkan segala bentuk
kekejian, sedangkan amar ma‘ruf berarti menghalalkan semua yang baik, karena itu
yang mengharamkan yang baik termasuk larangan Allah.
Tidak diragukan lagi bahwa amar ma‘ruf nahi mungkar adalah upaya
menciptakan kemaslahatan umat dan memperbaiki kekeliruan yang ada pada tiap-tiap
individunya. Dengan demikian, segala hal yang bertentangan dengan urusan agama dan
merusak keutuhannya, wajib dihilangkan demi menjaga kesucian para pemeluknya.
Persoalan ini tentu bukan hal yang aneh karena Islam adalah akidah dan syariat yang
meliputi seluruh kebaikan dan menutup segala celah yang berdampak negatif bagi
kehidupan manusia.
Amar ma‘ruf nahi mungkar merupakan amal yang paling tinggi karena posisinya
sebagai landasan utama dalam Islam. Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:
―Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma‘ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara
mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.‖ (Ali
Imran: 110)
Jika kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya diutusnya para rasul dan
diturunkannya Al-Kitab adalah dalam rangka memerintah dan mewujudkan yang
ma‘ruf, yaitu tauhid yang menjadi intinya, kemudian untuk mencegah dan
menghilangkan yang mungkar, yaitu kesyirikan yang menjadi sumbernya.
Jadi, segala perintah Allah subhanahu wa ta‘ala yang disampaikan melalui rasul-Nya

20
adalah perkara yang ma‘ruf. Begitu pula seluruh larangan-Nya adalah perkara yang
mungkar. Kemudian, Allah subhanahu wa ta‘ala menjadikan amar ma‘ruf nahi mungkar
ini sebagai sifat yang melekat dalam diri nabi-Nya dan kaum mukminin secara
menyeluruh.
Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:
―Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma‘ruf
dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana.‖ (at-Taubah: 71)
Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada dalam
ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta‘ala dan Rasul-Nya shallallahu ‗alaihi wa sallam.
Dan hal tersebut tidak akan sempurna tercapai melainkan dengan adanya amar ma‘ruf
nahi mungkar. Dengan hal inilah umat ini menjadi sebaik-baik umat di tengah-tengah
manusia.
Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:
―Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang mungkar….‖ (Ali Imran:
110)
Hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Amar ma‘ruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi tiap-tiap muslim yang
memiliki kemampuan. Artinya, jika ada sebagian yang melakukannya, yang lainnya
terwakili. Dengan kata lain, hukumnya fardhu kifayah.
Namun, boleh jadi, hukumnya menjadi fardhu ‗ain bagi siapa yang mampu dan tidak
ada lagi yang menegakkannya. Al-Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, ―Amar
ma‘ruf nahi mungkar menjadi wajib ‗ain bagi seseorang, terutama jika ia berada di suatu
tempat yang tidak ada seorang pun yang mengenal (ma‘ruf dan mungkar) selain dirinya;
atau jika tidak ada yang dapat mencegah yang (mungkar) selain dirinya. Misalnya, saat
melihat anak, istri, atau pembantunya, melakukan kemungkaran atau mengabaikan
kebaikan.‖ (Syarh Shahih Muslim)

21
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, ―Amar ma‘ruf nahi
mungkar adalah fardhu kifayah. Namun, terkadang menjadi fardhu ‗ain bagi siapa yang
mampu dan tidak ada pihak lain yang menjalankannya.‖
Asy-Syaikh Abdul ‗Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah mengemukakan hal
yang sama, ―Ketika para da‘i sedikit jumlahnya, kemungkaran begitu banyak, dan
kebodohan mendominasi, seperti keadaan kita pada hari ini, maka dakwah (mengajak
kepada kebaikan dan menjauhkan umat dari kejelekan) menjadi fardhu ‗ain bagi setiap
orang sesuai dengan kemampuannya.‖
Dengan kata lain, kewajibannya terletak pada kemampuan. Dengan demikian,
setiap orang wajib menegakkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:
―Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah
serta taatlah dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa dijaga
dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang yang beruntung.‖ (at-Taghabun: 16)
Kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan adalah tiga hal yang terkait erat dengan
proses amar ma‘ruf nahi mungkar. Yang memiliki kekuasaan tentu saja lebih mampu
dibanding yang lain sehingga kewajiban mereka tidak sama dengan yang selainnya.
Al-Qur‘an telah menunjukkan bahwa amar ma‘ruf nahi mungkar tidak wajib bagi tiap-
tiap individu (wajib ‗ain), namun secara hukum menjadi fardhu kifayah. Inilah pendapat
yang dipegangi mayoritas para ulama, seperti al-Imam al-Qurthubi, Abu Bakar al-
Jashash, Ibnul Arabi al-Maliki, Ibnu Taimiyah, dan lain-lain rahimahumullah.
Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:
―Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orangyangberuntung.‖ (Ali Imran: 104)
Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda:
‫ي من‬ ‫ف ل انه َ ط ل ف بُ فلُ ُر منكرا منك‬ ‫و ل ف لهَ ط ل ف‬ ‫ع‬ ‫ا َما‬
―Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka cegahlah dengan
tangannya. Jika belum mampu, cegahlah dengan lisannya. Jika belum mampu, dengan
hatinya, dan pencegahan dengan hati itu adalah selemah-lemah iman.‖ (HR. Muslim no.
70 dan lain-lain)

22
Syarat dan Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar
Allah subhanahu wa ta‘ala menciptakan kita agar kita beribadah dan
menjalankan ketaatan kepada-Nya sebaik mungkin. Allah subhanahu wa
ta‘ala berfirman:
―(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.‖ (al-Mulk: 2)
Amar ma‘ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh. Karena itu, harus
dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi amalan saleh yang diterima.
Al-Imam Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah mengemukakan bahwa suatu amalan
meskipun benar tidak akan diterima jika tidak ada keikhlasan, begitu pun sebaliknya.
Keikhlasan berarti semata-mata karena Allah subhanahu wa ta‘ala, sedangkan
kebenaran berarti harus berada di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam.
Para penegak amar ma‘ruf nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan memenuhi
beberapa syarat berikut.
Syarat pertama: Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang.
Apabila tidak ada ilmu, dapat dipastikan yang ada adalah kebodohan dan
kecenderungan mengikuti hawa nafsu. Padahal siapa saja yang beribadah kepada
Allah subhanahu wa ta‘ala tanpa ilmu, maka kerusakan yang diakibatkannya jauh lebih
dominan daripada kebaikan yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan amar ma‘ruf nahi mungkar, ilmu yang harus dimiliki
meliputi tiga hal, antara lain: Mengetahui yang ma‘ruf dan yang mungkar serta dapat
membedakan antara keduanya; Mengetahui dan memahami keadaan objek yang
menjadi sasarannya; serta mengetahui dan menguasai metode atau langkah yang tepat
dan terbaik sesuai dengan petunjuk jalan yang lurus (ketentuan syariat). Tujuan
utamanya adalah supaya tercapai maksud yang diinginkan dari proses amar ma‘ruf nahi
mungkar dan tidak menimbulkan kemungkaran yang lain.
Syarat kedua: Lemah lembut dalam beramar ma‘ruf dan bernahi mungkar.
Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah harapan yang tidak
mustahil apabila proses amar ma‘ruf nahi mungkar selalu dihiasi oleh kelembutan.
Bukankah Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam telah menyatakan dalam sabdanya:
ُ‫علً َعطٍ ال ما الرف علً وَعطٍ الرف َ ب ف‬ ‫ىا ما علً َعطٍ ال وما العن‬

23
―Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai sikap lemah lembut dalam tiap
urusan. Allah subhanahu wa ta‘ala akan memberikan kepada sikap lemah lembut
sesuatu yang tidak akan diberikan kepada sikap kaku atau kasar dan Allah subhanahu
wa ta‘ala akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan kepada selainnya.‖ (HR.
Muslim ―Fadhlu ar-Rifq‖ no. 4697, Abu Dawud ―Fi ar-Rifq‖ no. 4173, Ahmad no. 614,
663, 674, dan 688, dan ad-Darimi ―Bab Fi ar-Rifq‖ no. 2673)
Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam juga bersabda:
‫وال انه ال ٍ فٍ َكى ال الرف‬ ‫انه ال ٍ من َن‬
―Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan akan
menghiasinya, dan tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan
menghinakannya.‖ (HR. Muslim no. 4698, Abu Dawud no. 2119, dan Ahmad no.
23171, 23664, 23791)
Al-Imam Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah mengatakan, ―Tidak boleh beramar
ma‘ruf dan bernahi mungkar selain orang yang memiliki tiga sifat: lemah lembut,
bersikap adil (proporsional), dan berilmu yang baik.‖
Termasuk sikap lemah lembut apabila senantiasa memerhatikan kehormatan dan
perasaan manusia. Oleh karena itu, dalam beramar ma‘ruf nahi mungkar hendaknya
mengedepankan kelembutan dan tidak menyebarluaskan aib atau kejelekan. Kecuali,
mereka yang cenderung senang dan bangga untuk menampakkan aibnya sendiri dengan
melakukan kemungkaran dan kemaksiatan secara terang-terangan. Sebab itu, tidak
mengapa untuk mencegahnya dengan cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Al-Imam asy-Syafi‘i rahimahullah berkata, ―Siapa yang menasihati saudaranya
dengan sembunyi-sembunyi, sungguh ia benar-benar telah menasihatinya dan
menghiasinya. Siapa yang menasihati saudaranya dengan terang-terangan (di depan
khalayak umum), sungguh ia telah mencemarkannya dan menghinakannya.‖ (Syarh
Shahih Muslim)
Syarat ketiga: Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan setelah
beramar ma‘ruf nahi mungkar.
Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak amar ma‘ruf
nahi mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki ketenangan dan kesabaran, tentu
kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang diinginkan.

24
Al-Imam ar-Razi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang beramar ma‘ruf
nahi mungkar itu akan mendapat gangguan, maka urusannya adalah bersabar.
Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengemukakan bahwa para rasul adalah
pemimpin bagi para penegak amar ma‘ruf nahi mungkar. Allah subhanahu wa
ta‘ala telah memerintah mereka semua agar bersabar, seperti firman-Nya:
―Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul
yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan
untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, merasa seolah-olah
tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan.
Maka tidak ada yang dibinasakan, selain kaum yang fasik (tidak taat kepada
Allah subhanahu wa ta‘ala).‖ (al-Ahqaf: 35)
―Dan karena Rabbmu, bersabarlah!‖ (al-Mudatstsir: 7)
―Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu, karena sesungguhnya
engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu
ketika engkau bangun.‖ (at-Thur: 48)
Allah subhanahu wa ta‘ala juga menyebutkan wasiat Luqman kepada putranya dalam
firman-Nya:
―Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang
ma‘ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.‖
(Luqman: 17)
Seseorang yang beramar ma‘ruf nahi mungkar berarti telah memosisikan dirinya
sebagai penyampai kebenaran. Padahal tidak setiap orang ridha dan suka dengan
kebenaran. Oleh karena itu, ia pasti akan mendapat gangguan, dan itu menjadi cobaan
serta ujian baginya.
Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:
―Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan
mengatakan, ‗Kami telah beriman‘, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah
menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang
benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.‖ (al-‗Ankabut: 2—3)

25
BAB V
Fitnah Akhir Zaman
Pengertian Fitnah
Kata fitnah berarti musibah, cobaan, dan ujian. Kata ini disebutkan secara
berulang didalam al-Qur‘an pada hampir 70 ayat (lihat al-Mu‘jam al-Mufahras), dan
seluruh maknanya berkisar pada ketiga makna di atas. Kata fitnah bisa juga bermakna
sesuatu yang mengantarkan kepada adzab Allah, seperti firman-Nya: ―Ketahuilah,
bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah…‖ (QS. at-Taubah: 49).
Di sisi lain, kata fitnah bermakna ujian, sebab keduanya bisa digunakan dalam konteks
kesulitan maupun kesenangan yang diterima seseorang. Hanya saja, makna ―kesulitan‖
lebih sering digunakan. Allah berfirman (yang artinya): ―Dan Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)…‖ (QS. al-
Anbiyaa‘: 35).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasanya pengertian fitnah adalah hal-
hal dan kesulitan-kesulitan yang Allah timpakan kepada hamba-hamba-Nya sebagai
ujian dan cobaan yang mengandung hikmah. Biasanya fitnah terjadi secara umum,
namun ada juga fitnah yang terjadi secara khusus. Pada akhirnya, berkat karunia Allah,
fitnah itu diangkat sehingga meninggalkan dampak yang baik bagi orang-orang yang
berbuat kebaikan dan yang beriman, sebaliknya meninggalkan dampak yang buruk bagi
mereka yang berbuat kejahatan dan tidak beriman. Wallaahu a‘lam. (Fitnah Akhir
Zaman/al-Fitnah wa Mauqif al-Muslim minhaa‖, Dr.Muhammad al-‗Aqil)

Fitnah-Fitnah Akhir Zaman


Diantara fitnah akhir zaman yang dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah:
1) Fitnah dalam agama, yaitu dengan mudahnya manusia berpindah dari agama Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan: ―Cepat-cepatlah kalian
beramal shalih sebelum datang fitnah, seperti malam yang gelap. Seorang pada pagi
harinya dalam keadaan mukmin, kemudian pada sore harinya menjadi kafir. Pada sore
harinya dalam keadaan mukmin, pada pagi harinya menjadi kafir; dia menjual
agamanya dengan benda-benda dunia.‖ (HR. Muslim)

26
2) Fitnah kebodohan, kerakusan, dan kekacauan dengan dicabutnya ilmu agama dari
hati manusia. Beliau shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda: ―Zaman semakin dekat,
ilmu dicabut, muncul fitnah-fitnah, tersebar kebakhilan-kebakhilan, banyak terjadi
al-haraj. Para sahabat bertanya, ‗Apakah al-haraj itu, ya Rasulullah?‖ beliau
menjawab, ‗Pembunuhan.‘ Ilmu akan dicabut dari hati manusia dengan cara
diwafatkannya para ulama‘ ahli ilmu agama. Maka setelah itu akan terjadilah
kebodohan dimana-mana dan akan ada muncul da‘i-da‘I yang menyeru ke dalam
neraka jahanam.
3) Diangkatnya amanah dari manusia.
Hal ini merupakan tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat. Sebagaimana yang
telah di kabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu
datang seorang Badui kepada beliau dan berkata, ―Kapankah hari kiamat akan
terjadi?‖ Beliau menjawab dengan sabdanya: ―Apabila telah disia-siakannya
amanah, maka tunggulah hari kiamat! Orang tersebut kembali bertanya, ‗Bagaimana
disia-siakannya, wahai Rasulullah?‘ beliau menjawab, ‗Apabila suatu perkara
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tungguhlah hari kiamat.‘‖
(HR.Bukhari)
Pada kenyataan yang bisa kita amati adalah dengan dicabutnya sifat amanah dari
pundak-pundak para pemimpin. Kepemimpinan merupakan amanah yang sangat
besar. Sebagaimana sabda shallahu ‘alaihi wasallam: ―Setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang
pimpin.‖ (HR. Bukhari dan Muslim) Hal tersebut telah muncul di zaman ini seperti
yang bisa kita amati seksama, yaitu banyaknya para pemimpin yang tidak
melaksanakan amanahnya dengan baik. Mereka malah menyelewengkan amanah itu
untuk kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya seperti halnya korupsi yang telah
merajalela dimana-mana. Hal itu termasuk bentuk penyelewengan amanah yang
seharusnya disampaikan kepada rakyat.
4) Fitnah harta.
Macam-macam fitnah tersebut merupakan sebagian dari tanda-tanda hari kiamat.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‗anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‗alayhi
wa sallam bersabda:

27
―Sesungguhnya di antara tanda hari kiamat ialah; diangkat ilmu (agama),
tersebar kejahilan (terhadap agama), arak diminum (secara leluasa), dan zahirnya
zina (secara terang-terangan)‖. (HR. al-Bukhari no. 78 dan Muslim no. 4824)
Fitnah-fitnah tersebut mulai muncul setelah wafatnya Umar bin al-Khattab. Karena
beliau merupakan dinding pembatas antara kaum Muslimin dengan fitnah tersebut,
sebagaimana yang diterangkan Nabi shallallahu ‗alaihi wa sallam ketika beliau
berkata kepada ‗Umar: ―Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu
yang akan hancur.‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka kita semua harus berhati-hati pada fitnah-fitnah tersebut, karena hal
tersebut akan menghancurkan semua umat. Sebagaimana firman Allah subhanahu
wa ta‘ala: ―Dan takutlah kepada fitnah yang tidak hanya menimpa orang yang
zhalim di antara kalian semata dan ketahuilah, bahwa Allah memiliki adzab yang
sangat pedih.‖ (QS. al-Anfal: 25)
Zaman yang sedang kita jalani dewasa ini merupakan zaman sarat fitnah.
Banyak pesan Nabi Muhammad shollallahu ‘alaih wa sallam mengenai fitnah di
akhir zaman yang sangat cocok menggambarkan zaman yang sedang kita lalui saat
ini. Inilah zaman ketika giliran kemenangan di dunia bukan berada di fihak ummat
Islam.
Ini merupakan zaman di mana Allah subhaanahu wa ta‘aala menguji orang-
orang beriman. Siapa di antara mereka yang mengekor kepada orang-orang kafir,
siapa di antara mereka yang emas imannya dan bahkan rela berjihad di jalan
Allah subhaanahu wa ta‘aala hingga meraih kemuliaan mati syahid.

Kembalinya Zaman Kelam


Sedemikian kelamnya zaman yang sedang kita jalani dewasa ini sehingga
seorang Ulama Pakistan yang sempat tinggal lama di Amerika menyebutnya sebagai A
Godless Civilization (Peradaban Yang Tidak Bertuhan).
Ahmad Thompson, seorang penulis muslim berkebangsaan Inggris menyebutnya
sebagai Sistem Dajjal. Ia mengatakan bahwa sejak runtuhnya Khilafah Islam terakhir -
sekitar 80-an tahun yang lalu- dunia didominasi oleh fihak kuffar. Perjalanan ummat
manusia semakin menjauh dari nilai-nilai Kenabian, ajaran Islam.

28
Berbagai sisi kehidupan diarahkan oleh nilai-nilai kekufuran sehingga kondisinya saat
ini sudah sangat kondusif untuk kedatangan fitnah paling dahsyat, yakni fitnah Dajjal.
Semenjak runtuhnya kekhalifahan terakhir, ummat Islam menjadi laksana anak-
anak ayam kehilangan induk. Masing-masing negeri kaum muslimin mendirikan
karakter kebangsaannya sendiri-sendiri seraya meninggalkan dan menanggalkan ikatan
aqidah serta akhlak Islam sebagai identitas utama bangsa.
Akhirnya tidak terelakkan bahwa ummat Islam yang jumlahnya di seantero
dunia mencapai bilangan satu setengah miliar lebih, tidak memiliki kewibawaan karena
mereka terpecah belah tidak bersatu sebagai suatu blok kekuataan yang tunggal dan
mandiri.
Nabi Muhammad shollallahu ‘alaih wa sallam sudah mensinyalir bahwa akan
muncul babak keempat perjalanan ummat Islam, yakni kepemimpinan para Mulkan
Jabriyyan (Raja-raja yang memaksakan kehendak). Inilah babak yang sedang dilalui
ummat dewasa ini.
Dominasi Sistem Dajjal
Jangankan kaum muslimin memimpin dunia, bahkan mereka menjadi ummat
yang diarahkan oleh ummat lainnya. Inilah babak paling kelam dalam sejarah Islam.
Allah subhaanahu wa ta‘aala gilir kepemimpinan dunia dari kaum mu‘minin kepada
kaum kafirin.
Inilah zaman kita sekarang. We are living in the darkest ages of the Islamic
history. Dunia menjadi morat-marit sarat fitnah. Nilai-nilai jahiliah modern
mendominasi kehidupan. Para penguasa mengatur masyarakat bukan dengan bimbingan
wahyu Ilahi, melainkan hawa nafsu pribadi dan kelompok.
Pada babak inilah tegaknya Sistem Dajjal. Berbagai lini kehidupan ummat
manusia diatur dengan Dajjalic values (nilai-nilai Dajjal). Segenap urusan dunia
dikelola dengan nilai-nilai materialisme-liberalisme-sekularisme, baik politik, sosial,
ekonomi, budaya, medis, pertahanan-keamanan, militer bahkan keagamaan. Masyarakat
kian dijauhkan dari pola hidup berdasarkan manhaj Kenabian.

Fitnah Dalam Bidang Politik


Dalam bidang politik ummat dipaksa mengikuti budaya -tanpa rasa malu dan
rasa takut kepada Allah subhaanahu wa ta‘aala- di mana seorang manusia menawarkan

29
dirinya menjadi pemimpin, bahkan dengan over-confident mengkampanyekan dirinya
agar dipilih masyarakat. Sambil menebar setumpuk janji kepada rakyat.
Padahal Rasulullah shollallahu ‘alaih wa sallam bersabda:
‫َٓب‬ْٛ َ‫ ِْس َيعْأَنَت أُ ِع ُْتَ َعه‬ٛ‫تََٓب ع ٍَْ َغ‬ٛ‫َٓب َٔإِ ٌْ أُ ْع ِط‬ْٛ َ‫تََٓب ع ٍَْ َيعْأَنَت أُ ِك ْهتَ إِن‬ٛ‫ك إِ ٌْ أُ ْع ِط‬ ِ ْ ْ‫َب َع ْب َد انسَّحْ ًَ ٍِ َل تَعْأَل‬ٚ
َ ََِّ‫اْل َيب َزةَ فَئ‬
‖Hai Abdurrahman, janganlah kamu meminta pangkat kedudukan! Apabila kamu diberi
karena memintanya, maka hal itu akan menjadi suatu beban berat bagimu. Lain halnya
apabila kamu diberi tanpa adanya permintaan darimu, maka kamu akan ditolong.‖ (HR
Muslim 9/343)
Fitnah Dalam Bidang Ekonomi dan Keuangan
Sementara itu di bidang ekonomi dan keuangan ummat dipaksa tunduk pada tiga
pilar setan, yaitu Bunga Bank, Uang Fiat dan Money Creation yaitu sistem yang
memberi kekuasaan pada bank untuk melakukan proses penciptaan uang. Padahal Islam
memiliki konsep yang sangat baku tentang uang dan segala bentuk transaksi yang
melibatkan uang.
Bukan hanya sebatas teori tetapi blue print keuangan Islam memang pernah
diwujudkan dalam bentuk nyata sejak masa awal ke-Khalifahan Islam dan terbukti
hasilnya berupa kemakmuran bagi seluruh rakyat. Itulah yang diisyaratkan dalam Al-
Qur‘an sebagai dhzahab(emas) dan fidhdhoh(perak) dan secara empiris
berupa dinar dan dirham. Suatu jenis mata uang yang memiliki intrinsic value serta
aman dari inflasi.
Fitnah Dalam Bidang Hukum
Di bidang hukum ummat dipaksa tunduk pada nilai-nilai legal dan illegal (baca:
halal dan haram) berdasarkan hawa nafsu para law-makers. Kita bisa menyaksikan suatu
saat perilaku homoseksual dan lesbianisme dicap illegal-haram namun pada lain waktu
dianggap legal-halal.
Padahal Allah berfirman: ‖Barangsiapa yang tidak berhukum menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.‖ (QS Al-Maidah 44).
Bahkan sistem Dajjal mencap kebanyakan orang-orang beriman pejuang
tegaknya agama Allah subhaanahu wa ta‘aala sebagai teroris. Dan menempatkan para
kriminal pelanggar berat HAM sebagai pimpinan negara-negara maju.

30
Fitnah Dalam Bidang Pertahanan Keamanan
Di bidang pertahanan keamanan ummat dipaksa tunduk pada konsep ashobiyyah
(fanatisme kelompok). Angkatan militer berbagai negara dewasa ini dibentuk untuk
mempertahankan spirit right or wrong is my country.
Barangkali selain angkatan militer Hamas di Palestina, tak ada satupun kekuatan
hankam yang dibentuk dengan cita-cita menegakkan kalimat Allah atau mati
syahid. Kebanyakan prajurit militer modern menjadi budak jalur komandonya. Mereka
tidak pernah dibina untuk menjadi hamba Allah sejati.
Allah subhaanahu wa ta‘aala berfirman: ‖Sesungguhnya Allah telah membeli
dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu
telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Quran‖ (QS At-
Taubah 111)
Fitnah Dalam Bidang Seni dan Budaya
Sedangkan seni dan budaya telah menjadi industri syahwat. Sangat langka
dijumpai produk di bidang ini yang bila dinikmati membawa manusia menjadi lebih
dekat dan mengingat Allah Yang Maha Indah. Hampir semua film, tontonan, nyanyian,
tarian maupun novel menyeret manusia kepada pemuasan syahwat semata tanpa
pandang halal-haramnya.
Sungguh, nilai-nilai Dajjal (Dajjalic Values) telah mendominasi segenap lini
kehidupan ummat manusia dewasa ini. Sangat boleh jadi kedatangan oknum Dajjal
sudah sangat dekat. Sistem Dajjal telah memperoleh kekuasaan yang cukup di seluruh
dunia, sehingga begitu si Dajjal dikenali dan diakui, Dajjal (makhluk bermata satu) bisa
langsung dinobatkan sebagai pimpinan yang dinanti-nanti sebagaimana diisyaratkan
dalam the great seal yang tergambar di lembar uang satu dollar Amerika Serikat.
Hal-hal yang perlu disiapkan untuk menghadapi fitnah akhir zaman tersebut:
1. Menjaga tauhid dan menjauhi syirk.
Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
‫امنىا ال َن‬ ‫ب ل َمانه َل ىا ول‬ ‫مه و وه ا من له ول‬
―Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirk), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk.‖ (QS. Al An‘aam: 82)

31
2. Berpegang teguh dengan kitabullah dan sunah Rasul-Nya dengan pemahaman As
Salafush Shaalih (generasi pertama Islam) dan bersatu di atasnya.
Rasulullah shallalllahu ‗alaihi wa sallam bersabda:
‫لىا لن مرَن فُك ر‬ ‫ما‬ ‫ بهما م ك‬: ‫ا‬ ٍ ‫ و ن‬، ‫ً َ فر ا ولن‬ ‫لٍع َردا‬ ‫ال ى‬
―Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara; kamu tidak akan tersesat selama kamu
berpegang kepada keduanya; kitab Allah dan sunahku, dan keduanya tidak akan
berpisah sampai mendatangi telagaku.‖ (Syaikh Al Albani dalam Manzilatus sunah
berkata: ―Isnadnya hasan.‖)
Tentang keharusan memahami keduanya (Alquran dan sunah) dengan
pemahaman As Salafush Shaalih, Rasulullah shallalllahu ‗alaihi wa sallam bersabda:
‫َ ا ا الفا بع ٌ من و رو‬ ‫علُها ع ىا المه َُن الرا َن ال لفا و نة ب ن ٍ فعلُك‬ ‫بالنىا‬ ‫و َا‬
‫ا وا مى‬ ‫الم‬ ‫ف‬ ‫اللة ب عة‬
―Kalian akan melihat setelahku perselisihan yang dahsyat. Maka kalian harus
berpegang dengan sunahku dan sunah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk.
Gigitlah sunah itu dengan geraham serta jauhilah perkara yang diada-adakan (dalam
agama), karena setiap bid‘ah adalah sesat.‖ (Shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
Sabda Beliau ―sunahku‖ adalah sunah Rasulullah shallallahu ‗alaihi wa sallam.
Sabda Beliau ―dan sunah para khalifah yang lurus…‖adalah sunahnya para
sahabat, yakni manhaj/jalan yang mereka tempuh dalam memahami agama, atau istilah
lainnya ―pemahaman mereka (para sahabat)‖.
Inilah solusi agar kita tetap di atas hidayah/petunjuk ketika terjadi banyak
perselisihan seperti di zaman sekarang.
Adapun tentang keharusan bersatu di atasnya, Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
‫مىا‬ ‫واع‬ ‫ب‬ ‫فر ىا وال مُعا‬
―Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai.‖ (QS. Ali Imran: 103)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah, terlebih di zaman sekarang, ketika musuh-
musuh Islam saling bahu-membahu menjauhkan umat Islam dari agamanya dan
mengadakan kerusakan dengan berbagai sarana. Kondisi seperti ini menghendaki kita
bersatu di atas kitabullah dan sunah Rasulullah dengan pemahaman salaful ummah dan
bahu-membahu membendung gelombang itu. Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
‫فروا وال َن‬ ‫ولُ ه بع‬ ‫فٍ ف نة كن فعلى ال بع‬ ‫ُر وف اد ا‬

32
―Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian
yang lain. jika kamu (hai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi fitnah (kekacauan) di muka bumi dan
kerusakan yang besar.‖ (QS. Al Anfal: 73)
Persatuan ini pun tetap memperhatikan saling nasihat-menasihati (yakni dengan
beramr ma‘ruf dan bernahi mungkar), tidak mendiamkan kemungkaran yang terjadi.
3. Tetap beribadah dan beramal shalih.
Rasulullah shallalllahu ‗alaihi wa sallam bersabda:
‫لٍ ه ر الهر فٍ الع اد‬
―Beribadah pada saat terjadi kekacauan (banyak fitnah) seperti berhijrah kepadaku.‖
(HR. Muslim)
4. Beristighfar dan bertaubat serta banyak berdzikr.
Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
‫ه فلىال‬ ‫رعىا ب نا ا‬ ‫ولكن‬ ‫َعملى ما انىا ال ُطا له و َن لىبه‬
―Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk
merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah
menjadi keras, dan setan pun menampakkan indah apa yang selalu mereka
kerjakan.‖ (QS. Al An‘aam: 43)
Ali radhiallahu ‗anhu berkata: ―Tidaklah turun bala‘ (musibah) kecuali karena dosa,
dan bala‘ itu tidak diangkat kecuali dengan bertaubat.‖
‫ ىلٍ ى‬،‫فر ه ا‬ ‫ لٍ ال لُ الع ُ و‬، ‫من الم لمُن ول مُ ولك‬ ،‫نب‬ ‫فرو‬ ‫ُ الر ال فى هى نه فا‬
Solusi agar diri kita terhindar dari fitnah adalah :
1. Kembali mempelajari agama.
Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
‫من نفر فلىال فة لُنفروا الم منى وما ا‬ ‫فة منه فر ة‬ ‫عىا ا ىمه ولُن وا ال َن فٍ لُ ف هىا‬ ‫لُه‬
‫و لعله‬ َ
―Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.‖ (QS. At Taubah: 122)
Rasulullah shallalllahu ‗alaihi wa sallam bersabda:
‫ال اعة را من‬ ‫ال ه وَ هر العل َرف‬

33
―Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu dan
tampaknya kebodohan (terhadap agama).‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Mendekat kepada para ulama rabbani
Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
‫منه َ ن طىنه ال َن لعلمه منه ا مر ولً و لً الر ى لً دو ولى‬
―Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara
mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri).‖ (QS. An Nisaa‘: 83)
Makna ―Ulil Amri‖ di sini adalah ulama dan umara‘. Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata, ―Kami ketika timbul kekhawatiran, pikiran kami kacau
dan bumi (yang luas) terasa sempit, kami mendatangi beliau (Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah), kami perhatikan dan dengarkan kata-katanya sehingga hilanglah (syubhat)
yang menimpa kami semuanya.‖
3. Tetap bersama jamaah kaum muslimin dan imam mereka.
Hal ini berdasarkan hadits Hudzaifah yang panjang ketika Rasulullah shallalllahu ‗alaihi
wa sallam menjelaskan akan muncul banyak fitnah, lalu Hudzaifah bertanya tentang
bagaimana sikap yang harus dilakukannya. Maka Beliau bersabda:
‫ل و مامه الم لمُن ماعة ل‬ ‫ا ما وال ماعة له َكن ل ف‬ ‫ل فاع‬ ‫ولى لها الفر‬ ‫ع‬ ‫ب‬
‫ر‬ ً َ ‫ل علً و ن المى‬
―Kamu tetap bersama jamaah kaum muslimin dan imam mereka.‖ Hudzaifah bertanya,
―Jika mereka tidak memiliki jamaah dan imam (bagaimana)?‖ Beliau menjawab:
―Jauhilah semua firqah (golongan) itu, meskipun kamu harus menggigit akar pohon
sampai maut menjemputmu dan kamu berada di atasnya.‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Berlemah lembut dan tidak tergesa-gesa dalam sesuatu agar dapat menyikapi masalah
dengan bijak (hikmah).
5. Bersabar dan teguh di assunnah
Berpegang dengan sunah di zaman fitnah sungguh berat, ibarat memegang bara
api. Oleh karena itu, seseorang butuh bersabar. Untuk memperoleh kesabaran di antara
caranya adalah dengan mengkaji Alquran dengan tafsirnya dan sunah dengan
penjelasannya, memperhatikan akibat baik bagi orang-orang yang bersabar,
mempelajari kisah-kisah para nabi dan para sahabat, menghadiri majlis-majlis ilmu,

34
berkawan dengan orang-orang shalih, mengingat surga dan neraka, mengingat bahwa
hidup di dunia hanya sementara, dsb.
6. Ingat, masa depan di tangan Islam
Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
‫وع‬ ‫امنىا ال َن‬ ‫لفنه ال ال ا وعملىا منك‬ ُ‫فٍ ل‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫له من ال َن ماا‬
―Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa.‖ (terjemah An Nuur: 55)
Oleh karena itu, tetaplah mendalami Islam dengan benar, amalkanlah, dakwahkanlah
dan bersabarlah dalam berdakwah. Jika kita sudah melakukannya, niscaya Allah akan
memenangkan Islam sebagaimana Allah telah memenangkan Rasulullah shallalllahu
‗alaihi wa sallam dan para sahabatnya dahulu.
7. Berhati-hati terhadap nifak dan sarana yang mengarah kepadanya.
Al Hasan berkata, ―Tidak ada yang takut terhadapnya (yakni terhadap kemunafikan)
kecuali orang mukmin dan tidak ada orang yang merasa aman dari kemunafikan kecuali
orang munafik.‖
Di antara sarana (dalam bentuk amal) yang dapat mengarah kepada nifak adalah
khianat dalam amanat, berdusta dalam bicara, ingkar janji, bertindak kasar ketika
bertengkar, tidak mau mengerjakan shalat dengan berjamaah, menunda-nunda hingga
hampir habis waktuya, sangat berat melakukan shalat; terutama shalat subuh dan isya,
malas beribadah dsb.
8. Hati-hati jangan menyelisihi perintah Nabi shallalllahu ‗alaihi wa sallam
Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
ُ‫مر عن َ الفى ال َن فل‬ ‫ُه‬ ‫لُ ع ا َ ُ ه و ف نة‬
―Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah
(cobaan) atau ditimpa azab yang pedih.‖ (QS. An Nuur: 63)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: ―Yakni hendaknya orang-orang yang menyalahi
ajaran Rasul shallalllahu ‗alaihi wa sallam batin maupun zhahir merasa khawatir dan
takut ―tertimpa fitnah‖ yakni di hati mereka berupa kekufuran, kemunafikan atau
bid‘ah.‖ Termasuk penyimpangan di hati.

35
9. Berlindung kepada Allah dari fitnah.
Rasulullah shallalllahu ‗alaihi wa sallam bersabda:
‫عى وا‬ ‫بطن وما منها هر ما الف ن من با‬
―Berlindunglah kepada Allah dari fitnah; yang nampak maupun yang tersembunyi.‖
(HR. Muslim)
10. Berdo‘a kepada Allah agar diberi keteguhan hati.
Hati manusia semuanya berada di antara dua jari di antara jari-jari Allah, Dia mudah
membalikkannya jika Dia menghendaki (HR. Ahmad dan Muslim). Oleh karena itu,
Rasulullah shallalllahu ‗alaihi wa sallam sering berdo‘a dengan do‘a berikut:
‫ال لى م لب َا‬ ٍ ‫دَن علً ل‬
―Wahai Allah yang membolak-balikan hati, teguhkanlah hatiku ini di atas agama-Mu.‖
(HR. Tirmidzi dari Anas, lih. Shahihul Jami‘ 7864)

36
DAFTAR PUSTAKA
Kaelany HD, Iman, Ilmu dan Amal Saleh, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Dr.Abdul Rahman Abdul Khalid, Garis Pemisah antara Kufur dan Iman, Jakarta, Bumi
Aksara,1996.
Hammudah Abdalati, Islam Suatu Kepastian, Media Da‘wah, 1983.
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1995.
M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Amza, 2006).
Anam, Nurul -. ―Al-Qur‘an Dan Hadits: Dialektika Sains-Teknologi Dan Ilmu Agama.‖
Al-Adalah 7, no. 1 (2008).
Laila, Izzatul. ―Penafsiran Al-Qur‘an Berbasis Ilmu Pengetahuan.‖ Epistemé: Jurnal
Pengembangan Ilmu Keislaman 9, no. 1 (2014).
Muslih, M. ―Sains Islam Dalam Diskursus Filsafat Ilmu.‖ Kalam: Jurnal Studi Agama
dan Pemikiran Islam 8, no. 1 (2014).
https://journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/mazahib/article/view/116
https://media.neliti.com/media/publications/258941-alternatif-penegakan-hukum-dalam-
perspek-98c549bd.pdf
https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-mungkar-2/
http://digilib.uinsby.ac.id/10766/5/BAB%202.pdf
https://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/menjalanai-zaman-penuh-
fitnah.htm
http://buletin-aliman.blogspot.com/2013/02/fitnah-akhir-zaman.html
https://khotbahjumat.com/1436-menghadapi-fitnah-akhir-zaman.html

37
LAMPIRAN
Al-Qur‘an surah Al-hujarat: ayat 15:
َ ِ‫ٔنٰٓئ‬
ُۗ ‫ك ُْى‬ ّ ٰ ‫ ِْم‬ِٛ‫ َظب‬ْٙ ِ‫َسْ تَب بُْٕ ا َٔ َجبَْ ُدْٔ ا بِب َ ْي َٕا نِ ِٓ ْى َٔاَ َْفُ ِع ِٓ ْى ف‬ٚ ‫ٍَ ٰا َيُُْٕ ا بِب ٰ ّّللِ َٔ َزظُْٕ نِ ّٖ ثُ َّى نَ ْى‬ْٚ ‫اََِّ ًَب ْان ًُ ْؤ ِيُُْٕ ٌَ انَّ ِر‬
ٰ ُ‫للاِ ۗ ا‬
ّ ٰ ‫ان‬
ٌَ ُْٕ‫ص ِدل‬
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka
Itulah orang-orang yang benar.
Surah Ar Ra‟d ayat 28 :
ّ ٰ ‫للاِ ۗ اَ َل بِ ِر ْك ِس‬
ْ ‫للاِ ت‬
ۗ ُ‫َط ًَئٍِ ْانمُهُْٕ ة‬ ّ ٰ ‫َط ًَئٍِ لُهُْٕ بُُٓ ْى بِ ِر ْك ِس‬
ْ ‫ٍَ ٰا َيُُْٕ ا َٔت‬ْٚ ‫اَنَّ ِر‬

Artinya ―Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.‖
Surah Al Ahzab ayat 21 :
ّ ٰ ‫ال ِخ َس َٔ َذ َك َس‬
ۗ ‫سًا‬ْٛ ِ‫للاَ َكث‬ ّ ٰ ‫َسْ جُٕا‬ٚ ٌَ ‫للاِ ا ُ ْظ َٕة َح َعَُت نِّ ًَ ٍْ َكب‬
ٰ ْ ‫َْٕ َو‬ٛ‫للاَ َٔا ْن‬ ّ ٰ ‫ َزظُْٕ ِل‬ْٙ ِ‫نَمَ ْد َكب ٌَ نَ ُك ْى ف‬
Artinya: ―Sesungguhnya telah ada pada diri Raasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat
dan dia banyak mengingat Allah.
Surah Al-Baqarah [2] : 83.
‫ض ُح ْعًُب‬ ّ ٰ ‫ َم َل تَ ْعبُ ُدْٔ ٌَ اِ َّل‬ْٚ ‫ اِ ْظ َس ٰٓا ِء‬ْٙ َُِ‫ق ب‬
ِ ‫ ٍِ َٔلُْٕ نُْٕ ا نِهَُّب‬ْٛ ‫َ ٰتًٰ ٗ َٔا ْن ًَ ٰع ِک‬ٛ‫ ٍِ اِحْ َعب ًَب َّٔ ِذٖ ْانمُسْ ٰبٗ َٔا ْن‬ْٚ ‫للاَ َٔبِب ْن َٕا نِ َد‬ َ ‫ثَب‬ْٛ ‫َٔاِ ْذ اَخ َْرََب ِي‬
ٌَ ُْٕ‫ْسض‬ ِ ‫ ًْل ِّي ُْ ُک ْى َٔاَ َْـتُ ْى يع‬ِٛ‫تُ ْى اِ َّل لَه‬ْٛ َّ‫ ًُٕا انص َّٰهٕةَ َٔ ٰا تُٕا ان َّص ٰکٕةَ ۗ ثُ َّى تَ َٕن‬ْٛ ِ‫َّٔاَل‬
Artinya: ―Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik
kepada manusia.‖
Al-Mujadilah ayat 11, Allah Berfirman:
ّ ٰ ‫َسْ فَ ِع‬ٚ ‫ َم ا َْ ُش ُصْٔ ا فَب َْ ُش ُصْٔ ا‬ْٛ ِ‫للاُ نَـ ُك ْى ۗ َٔاِ َذا ل‬
‫ٍَ ٰا َيُُْٕ ا‬ْٚ ‫للاُ انَّ ِر‬ ّٰ ‫ح‬
ِ ‫َ ْف َع‬ٚ ‫ط فَب ْف َعحُْٕ ا‬ِ ِ‫ َم نَـ ُك ْى تَفَ َّعحُْٕ ا فِٗ ْان ًَ ٰجه‬ْٛ ِ‫ٍَ ٰا َيُُْٕ ا اِ َذا ل‬ْٚ ‫َٓب انَّ ِر‬ٚ َ ‫ب‬ٰٚ
‫ْس‬ِٛ‫ٍَ أُْ تُٕا ْان ِع ْه َى َد َز ٰجت ۗ َٔا ٰ ّّللُ بِ ًَب تَ ْع ًَهُْٕ ٌَ َخب‬ْٚ ‫ِي ُْ ُك ْى ۗ َٔا نَّ ِر‬
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orangorang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan

38
Surah Yāsīn ayat 38:
َ ِ‫َٔا ن َّش ًْطُ تَجْ ِسْ٘ نِ ًُ ْعتَمَس نََّٓب ۗ ٰذن‬
ۗ ‫ ِْى‬ِٛ‫ ِْص ْان َعه‬ٚ‫ ُس ْان َع ِص‬ْٚ ‫ك تَ ْم ِد‬
Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui. Sedangkan mengenai gerak bumi, sebagaimana
dijelaskan dalam surat al-Naml: 88:
ّ ٰ ‫ص ُْ َع‬
ْ ‫للاِ انَّ ِرْ٘ اَتْمٍََ ُك َّم ش‬
ٌَ ُْٕ‫ْس بِ ًَب تَ ْف َعه‬ِٛ‫ء ۗ اََِّّ َخب‬َٙ ِ ‫ تَ ًُس َي َّس ان َّع َحب‬َٙ ِْ َّٔ ً‫َٔتَ َسٖ ْان ِجبَب َل تَحْ َعبَُٓب َجب ِي َدة‬
ُ ۗ‫ة‬
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan
kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Surah At-Taubah :122
‫من نفر فلىال فة لُنفروا الم منى وما ا‬ ‫فة منه فر ة‬ ‫عىا ا ىمه ولُن وا ال َن فٍ لُ ف هىا‬ ‫لُه‬
‫و لعله‬ َ
―Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.‖ (QS. At Taubah: 122)

39

Anda mungkin juga menyukai