Anda di halaman 1dari 9

PARTISIPASI CSO/MASYARAKAT

DALAM PENGELOLAAN SUNGAI

Oleh :
SUDAR D. ATMANTO

WORKSHOP PELAKSANAAN KEGIATAN PENGUATAN


ORGANISASI MASYARAKAT (CSO) DAN PEMANFAAT AIR
DALAM PENGELOLAAN SUNGAI
Jakarta, 30 April 2009

WASAP-F

LP3ES
BAPPENAS The World Telapak
Bank
PARTISIPASI CSO/MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SUNGAI

Oleh: LP3ES dan TELAPAK

Pelaksanaan pembangunan dalam suatu negara menjadi kewajiban yang


dilakukan oleh suatu pemerintahan. Begitu juga yang terjadi di Indonesia,
pelaksanaan pembangunan menjadi keniscayaan yang diperlukan oleh semua
unsure masyarakat. Dalam UU No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang 2005 – 2025, disebutkan bahwa pembangunan nasional adalah
rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi semua
aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara, sesuai tujuan nasional yang
dirumuskan dalam Pembukaan UUD Tahun 1945. Rangkaian kegiatan
pembangunan yang berlangsung bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Begitu pula dalam pembangunan sektor Sumber Daya Air secara
nasional, juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya air.

Berkaitan dengan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat


dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya air, dalam UU No.7 tahun 2004
tentang Sumber Daya Air , pasal 82 s/d 86, telah mengatur tentang partisipasi
masyarakat yang meliputi Hak, Kewajiban, dan Peran masyarakat. Masyarakat
mempunyai kesempatan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya air. Adanya regulasi tersbut
merupakan peluang dan sekaligus tantangan bagi masyarakat untuk dapat
berperan atau berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya air.

Dalam rangka mengujicoba regulasi tersebut, LP3ES dan Perkumpulan


TELAPAK, bekerjasama dengan World Bank melakukan kegiatan untuk
memfasilitasi terjadinya penguatan partisipasi CSO dan pengguna air dalam
pengelolaan sungai. Tulisan singkat inimerupakan bahan awal untuk didiskusikan
dalam pembuatan policy paper ( naskah kebijakan ), yang akan disiapkan oleh tim

1
pelaksana dalam sisa kegiatan ke depan. Naskah kebiajakan nantinya akan
dijadikan bahan masukan ke pemerintah dalam memfasilitasi kegiatan Pengutan
CSO dan Pengguna Air dalam Pegelolaan Sungai.

1. Pengertian CSO.

Civil Society Organisation (CSO) merupakan suatu konsep pemahaman


tentang keberadaan kehidupan social masyarakat yang terkait dengan aktivitas
kelangsungan suatu negara. Pada awal perkembangannya, masyarakat dipahami
sebagai bagian dan sekaligus diwakili oleh negara. Menurut Hegel (1770 – 1831),
negara adalah wadah yang menampung semua aspirasi dan kepentingan
masyarakat. Dalam kedudukan tersebut, negara dapat menjembatani jurang
kepentingan antara civil society dengan negara (state). Negara dalam pengertian
ini merupakan perwujudan dari musyawarah kepentingan dan aspirasi masyarakat
dapat diwakili oleh negara( Dawam Rahardjo, 1999 ).

Konsep harmonis antara masyarakat (civil society) dengan pemerintah


(negara), ditentang oleh Karl Marx ( 1818 – 1883). Marx menolak pengertian
tersebut. Menurut pandangannya lembaga negara mempunyai dan mengelola
kepentingannya sendiri yaitu kelompok pemerintah (borjuis). Artinya lembaga
negara bukannya menampung seluruh aspirasi masyarakat. Oleh karenanya
masyarakat juga mempunyai kemampuan dalam memberikan tekanan-tekanan
dalam bermusyawarah dengan negara. Dalam perkembangannya menurut Marx,
kepentingan masyarakat mengalami perbedaan aitu antara masyarakat kapitalis,
dengan masyarakat pekerja (buruh) yang bekerja di sector-sektor industri.

Selanjutnya menurut Alexis de’Tocqueville dalam AS Hikam (1999), CSO


didefinisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan social yang terorganisasi dan
yang bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswadayaan (self-
supporting), kemandirian dalam berhadapan dengan negara (pemerintah),

2
dan keterikatan dengan norma-norma hukum yang diikuti oleh
warganya. Dalam suatu ruang politik, masyarakat sipil merupakan wilayah yang
menjamin suatu perilaku, tindakan dan refleksi yang independent, tidak
terkungkung oleh kehidupan material, dan tidak masuk dalam jejaring
kelembagaan politik resmi. Dalam civil society terdapat suatu ruang public yang
bebas (the free public sphare).

Dari pengertian di atas, maka civil society mewujud dan berkembang di


Indonesia dalam berbagai organisasi yang dibuat oleh masyarakat, di luar
pengaruh negara. Hal tersebut dapat dilihat dari bertumbahnya LSM/Ornop,
organisasi social dan keagamaan, dan kelompok-kelompok kepentingan (interest
group). Dalam konteks Indonesia, maka keberadaan civil society tidak serta merta
langsung memiliki kemandirian yang tinggi ketika berhadapan dengan negara atau
kelompok kepentingan ekonomi (kelompok kapitalis). Sehingga keberadaan CSO di
Indonesia perlu dipandang sebagai suatu proses dinamis, yang masih akan
mengalami keadaan maju-mundur dan pasang-surut, dalam proses perjalanannya.
Oleh karenanya keberadaan CSO di Indonesia telah menjadi entitas social dan
“ideology” tersendiri, yang tidak dapat disamakan dengan entitas negara
(pemerintah), dan entitas bisnis.

2. CSO dan Pembangunan

Pelaksanaan pembangunan di Indonesia, pasca Orde Baru telah mengalami


perubahan. Tuntutan partisipasi masyarakat terus berkembang, seiring dengan
berkembangnya proses demokrasi politik. Pola pendekatan pembangunan yang
menghegemoni masyarakat pada masa lalu, mulai digantikan dengan pendekatan
pembangunan yang lebih demokratis, dengan memberi kesempatan kepada
masyarakat (civil society) untuk terlibat sejak tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Berbagai metode pendekatan pembangunan
yang partisipatif seperti Participatory Action Research (PAR) atau Participatory

3
Rural Appraisal (PRA) telah diperkenalkan dan bahkan telah dijadikan suatu
pendekatan kegiatan oleh kalangan pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan.

Mungkin berbagai pendekatan partisipatif dalam pembangunan yang


dilakukan oleh pemerintah sekarang masih pada tahap artifisial dan formal,
sehingga secara substansial belum sebagaimana yang diharapkan oleh
masyarakat. Akan tetapi berbagai amanat peraturan perundangan telah banyak
memberikan peluang untuk terlibatnya civil society (masyarakat) untuk terlibat
dalam pelaksanaan pembangunan. Sehingga peluang partisipasi atau peran
masyarakat sipil dalam pembangunan yang semakin terbuka perlu dimanfaatkan
secara optimal sesuai dengan kemampuannya.

Oleh karena itu dengan berdasarkan pengertian dan posisi civil society di
atas, dimana pemerintah tidak dapat mewakili kepentingan dan aspirasi dari
masyarakat, maka menjadi keharusan bagi civil society untuk menyiapkan dirinya
agar mampu dalam berpartisipasi dalam proses pelaksanaan pembangunan.
Dengan semakin meningkatnya kemampuan masyarakat sipil di Indonesia,
diharapkan akan semakin meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
pelaksanaan pembangunan, yang selanjutnya akan meningkatkan efektivitas dan
lebih efisiennya perencanaan dan pelaksanaan dalam pembangunan.

Begitupun yang terjadi dalam pembangunan sector sumber daya air, UU


No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air telah mengamanahkan kepada
pemerintah, bahwa dalam pengelolaan sumber daya air telah memberikan peluang
terhadap hak, kewajiban, dan peran masyarakat. Selain itu pada pasal 84 dan
pasal 85, UU tersebut juga memberi amanah bahwa untuk mengakomodir peran
atau partisipasi masyarakat (civil society) dalam mengelola sumber daya air. Salah
satu partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air yaitu melalui

4
pembentukan Dewan Sumber Daya Air, melalui Peraturan Presiden No. 12 Tahun
2008 tentang Dewan SDA.

3. Prasyarat Partisipasi CSO.

Saat sekarang telah banyak peraturan-perundangan secara formal,


memberikan peluang bagi CSO untuk terlibat dalam proses pembangunan. Akan
tetapi meskipun telah dibuka kesempatan partisipasi CSO dalam pembangunan,
akan tetapi pada tataran implementasinya masih banyak hambatan dan
kekurangan yang dihadapi untuk mencapai efektivitas pembangunan sesuai
dengan tujuannya. Tampaknya peraturan perundangan yang sudah ada saat
sekarang belum mampu membawa perubahan yang substansial bagi masyarakat
kebanyakan, terutama masyarakat kecil.

Menurut Loekman Soetrisno (1995), untuk meningkatkan efektivitas


partisipasi masyarakat/CSO diperlukan prasyarat tertentu. Pertama, yaitu
kesiapan kemampuan masyarakat/CSO dalam melakukan partisipasi dalam
pembangunan. Usaha dan kegiatan untuk memfasilitasi meningkatnya kemampuan
masyarakat/CSO dalam pembangunan, perlu terus dilakukan oleh berbagai pihak
yang berkepentingan, utamanya oleh pemerintah. Sehingga civil society akan
semakin peduli memberikan perhatian dan lebih berkualitas dalam berpartisipasi
dalam laksanaan pembangunan, termasuk dalam pengelolaan air. Kemudian
Kedua, yaitu kemauan dan kesiapan kemampuan pihak pemerintah untuk
bersedia bekerja bersama masyarakat. Keinginan dan potensi partisipasi
masyarakat dalam pembangunan, untuk Indonesia, perlu diimbangi dengan
kemauan dan kesiapan pemerintah dalam bekerja bersama masyarakat, sebagai
respons positif terhadap partisipasi masyarakat. Oleh karena itu pemerintah perlu
juga terus meningkatkan kapasitas SDM agar mempunyai kapasitas yang memadai
dalam pelaksanaan pembangunan yang partisipatif. Selain itu juga perlu terus

5
dikembangkan regulasi pemerintah yang kondusif dengan upaya meningkatkan
partisipasi civil society dalam pelaksanaan pembangunan.

4. Partisipasi CSO dalam Pengelolaan Sungai.

Beberapa pengalaman yang diperoleh dalam kegiatan Penguatan CSO dan


Pengguna Air dalam Pengelolaan Sungai yang dilakukan di 3 (tiga) lokasi yang
dilaksanakan sejak Agustus tahun 2008 yang lalu, maka bentuk partisipasi CSO
dan Pengguna Air yaitu sebagai berikut.

a. Partisipasi di Tingkat Lapangan.


- Melakukan advokasi kegiatan melalui Pembentukan Forum Masyarakat “Sungai”
- Melaksanakan kegiatan penanaman/penghijauan (regreening) di daerah hulu
- Melaksanakan pemeliharaan dan pembersihan sungai
- Menyebarkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat melalui pembuatan media
komunikasi. Pembuatan film, poster.
- Melakukan pemantauan dan memberikan masukan tentang kondisi sungai.
- Tersedianya kader masyarakat dalam memotivasi partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sungai
- Dllnya

b. Partisipasi di Tingkat Kelembagaan/Pemerintah Daerah.


- Mampu berperan sebagai anggota Dewan SDA Provinsi atau Dewan SDA
Wilayah Sungai.
- Melaksanakan evaluasi tentang kondisi dan kinerja kelembagaan pengelola
sungai
- Melakukan kegiatan advokasi pelaksanaan program pengelolaan sungai, mulai
dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan, monitoring dan evaluasi.
- Melakukan advokasi kepada pemerintah/pemerintah daerah dalam merumuskan
kebijakan tentang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sungai.

6
c. Partisipasi di Tingkat Kelembagaan Nasional/Pemerintah.
- Mampu berperan dalam penyusunan Kebijakan Nasional dan Strategi sumber
daya air, melalui Dewan SDA Nasional.
- Melaksanakan studi evaluasi pengelolaan SDA
- Melaksanakan kegiatan pembuatan konsep penguatan partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sumber daya air.
- Melaksanakan advokasi kebijakan untuk perbaikan pelaksanaan pengelolaan
sumber daya air.
- Menyusun naskah akademis tentang penguatan CSO dan Pengguna Air dalam
Pengelolaan Sumber Daya Air.

5. Penutup.
Problem pengelolaan sumber daya air, khususnya sungai, di Indonesia
tampak semakin berat dan kompleks. Sungai sebagai sumber air dari berbagai
aktivitas ekonomi, sosial dan budaya bagi masyarakat, memerlukan perhatian bagi
semua pemangku kepentingan. Pemerintah dan pemerintah daerah, sebagai
pemegang kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sungai, dalam realitanya
tidak akan mampu mengelola sungai tanpa didukung partisipasi masyarakat. Oleh
karena itu perlu menyadari dan membangun paradigma baru dalam mengelola
sungai.

Potensi kemampuan CSO dan pengguna air lainnya perlu diakomodir secara
bijaksana oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Untuk itu
pemerintah.pemerintah daerah perlu membuka diri untuk pelaksanaan pertisipasi
masyarakat, mulai dari jenis kegiatan yang langsung memperbaiki kondisi fisik air
dan badan sungai, sampai dengan jenis kegiatan adokasi yang bersifat ”kritikan”
kepada pemerintah. Dengan demikian ke depan diharapkan partisipasi masyarakat
akan semakin meningkat dalam semua proses pengelolaan sungai di Indonesia.

7
Daftar Pustaka

Anonymous. 2004. Undang-Undang No 7 Tahun 2004, Tentang Sumber Daya


Air
Hikam, AS Muhammad. 1999. Demokrasi dan Civil Society. PT. Pustaka LP3ES.
Rahardjo, Dawam Muhammad, 1999. Masyarakat Madani : Agama. Klas Menengah
dan Perubahan Sosial. PT. Pustaka LP3ES
Sutrisno, Loekman, 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. PT. Penerbit Kanisius

Anda mungkin juga menyukai