Anda di halaman 1dari 8

KEPEMIMPINAN

RPS 7
TEORI KONTINGENSI KEPEMIMPINAN

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2:

1. Fitria Handayani (1607522003) (80)


2. Anak Agung Angga andika Putra (1807521125) (80)
3. Putu Ananda Mahardika Putra (1807521135) (80)
4. I Putu Galing Aryansuka Mautam P (1807521146) (80)
5. Ni Kadek Arima Widiari (1807521165) (80)
6. I Made Michael Wijana (1807521200) (80)

PROGRAM REGULER DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
1.1 Teori Kontingensi
Teori kontingensi adalah teori kesesuaian pemimpin yang berarti
menyesuaikan pemimpin dengan kondisi yang tepat. Teori yang dikemukakan oleh
fiedler’s ini berpendapat bahwa Kinerja pemimpin ditentukan dari pemahamannya
terhadap situasi dimana mereka memimpin. Secara sederhana teori kontigensi
menekankan terhadap gaya kepemimpinan dan pemahaman situasi yang tepat
oleh pemimpin.
Teori Kontingensi atau Contingency Theory beranggapan bahwa tidak ada
cara yang paling baik untuk memimpin dan menyatakan bahwa setiap gaya
kepemimpinan harus didasarkan pada situasi dan kondisi tertentu. Berdasarkan
Teori Kontingensi ini, seseorang mungkin berhasil tampil dan memimpin sangat
efektif di kondisi, situasi dan tempat tertentu, namun kinerja kepemimpinannya
akan menurun apabila dipindahkan ke situasi dan kondisi lain atau ketika faktor di
sekitarnya telah berubah. Teori Kontingensi atau Contingency Theory ini juga
sering disebut dengan Teori Situasional.
Gaya kepemimpinan digambarkan sebagai motivasi kerja atau motivasi
hubungan. Motivasi kerja lebih ditekankan kepada pencapaian tujuan sedangkan
ditekankan pada pengembangan, hubungan dekat secara personal. Kemudian
gaya kepemimpinan itu disesuaikan dengan situasi. Teori kontigensi
mengemukakan bahwa situsi dapat dikategorikan dengan tiga faktor; hubungan
pemimpin bawahan, stuktur kinerja, dan kekuatan posisi. Hubungan pimpinan
bawahan merujuk kepada atmosfer kelompok dan kepercayaan diri, kesetiaan,
dan interaksi mereka. Struktur kinerja lebih ditekankan kepada optimalisasi kinerja.
Keunggulan teori kontingensi mempunyai sejumlah keunggulan sebagai
berikut:

1) Teori ini didukung oleh penelitian empirik yang bagus.


2) Teori ini telah memperluas pemahaman kita mengenai kepemimpinan
dengan mempertimbangkan dampak situasi terhadap pemimpin
3) Teori ini prediktif dan menyediakan informasi yang berguna bagi
kepemimpinan secara efektif.
4) Teori ini menguntungkan karena tidak mengharuskan orang mampu dalam
semua situasi.

1
5) Teori ini menyediakan data mengenai gaya kepemimpinan yang dapat
berguna untuk pengembangan identitas kepempinan dalam organisasi.

Banyak kritik yang diterima oleh teori kontingensi yang menjadi penilaian
umum bahwa teori ini bisa dikatakan tepat atau tidak sebagai teori kepemimpinan.

1) Teori ini gagal menjelaskan secara lengkap kenapa seorang pemimpin


lebih efektif dalam beberapa situasi disbanding situasi yang lain.
2) Kritik terhadap skala LPC (skala penilaian kinerja pemimpin dari perspektif
rekan kerja yang pernah bekerja dengannya) yang banyak dipertanyakan
kevalidannya karena dianggap tidak korelasi dengan standard ukuran
kepemimpinan lainnya.
3) Teori ini susah diterapkan pada setting dunia nyata, karena membutuhkan
penilaian gaya kepemimpinan yang kompleks dengan tiga pendukungnya
yaitu hubungan pimpinan bawahan, struktur kerja, dan kekuatan posisi
yang masing-masing berbeda.
4) Teori ini gagal menjelaskan apa yang harus dilakukan organisasi untuk
menyesuaikan pemimpin dan situasi di tempat kerja.

1.2 Model Kontingensi


Model Kontingensi LPC Fiedler (1967; 1978) menjelaskan bagaimana
situasi memoderasi efek pada kinerja kelompok dari sifat pemimpin yang disebut
skor rekan kerja yang paling tidak disukai (LPC). Interpretasi Fiedler (1978) adalah
bahwa skor LPC mengungkapkan hierarki motif pemimpin. Seorang pemimpin
LPC yang tinggi sangat termotivasi untuk memiliki hubungan antarpribadi yang
dekat dan akan bertindak dengan sikap penuh perhatian dan suportif jika
hubungan perlu ditingkatkan. Pencapaian tujuan tugas adalah motif sekunder yang
akan menjadi penting hanya jika motif afiliasi utama sudah dipenuhi oleh hubungan
pribadi yang dekat dengan bawahan. Seorang pemimpin LPC rendah terutama
dimotivasi oleh pencapaian tujuan tugas dan akan menekankan perilaku
berorientasi tugas setiap kali masalah tugas muncul. Motif sekunder untuk
membangun hubungan yang baik dengan bawahan akan menjadi penting hanya
jika kelompok tersebut bekerja dengan baik dan tidak memiliki masalah serius
yang berhubungan dengan tugas.

2
Interpretasi alternatif yang dikemukakan oleh Rice (1978) lebih
menekankan nilai-nilai pemimpin daripada motif. Menurut interpretasi ini,
pemimpin dengan skor LPC rendah menilai pencapaian tugas lebih banyak
daripada hubungan interpersonal, sedangkan pemimpin dengan skor LPC tinggi
menilai hubungan interpersonal lebih dari pencapaian tugas (Rice, 1978). Prioritas
nilai ini diasumsikan tercermin dalam jumlah perilaku berorientasi tugas dan
berorientasi hubungan yang digunakan oleh para pemimpin.
Hubungan antara skor LPC pemimpin dan kinerja kelompok bergantung
pada variabel situasional kompleks yang disebut kesukaan situasional, yang
secara bersama-sama ditentukan oleh struktur tugas, kekuasaan posisi pemimpin,
dan kualitas hubungan pemimpin-anggota. Situasinya paling menguntungkan
ketika pemimpin memiliki kekuasaan posisi yang substansial, tugasnya sangat
terstruktur, dan hubungan dengan bawahan baik. Menurut teori, pemimpin LPC
rendah lebih banyak efektif ketika situasinya sangat menguntungkan atau sangat
tidak menguntungkan, sedangkan pemimpin LPC tinggi lebih efektif bila ada
tingkat kesukaan situasional yang moderat. Dua pendekatan berbeda dapat
digunakan oleh seorang pemimpin untuk memaksimalkan efektivitas. Satu
pendekatan adalah memilih jenis perilaku yang sesuai untuk situasinya, dan
pendekatan lainnya adalah mencoba mengubah situasi agar sesuai dengan pola
perilaku yang disukai pemimpin.

1.3 Teori Path Goal


Path-Goal Theory atau model arah tujuan ditulis oleh House (1971)
menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari
bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk
pencapaian tujuan para pengikutnya. Bawahan sering berharap pemimpin
membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain
bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian
tujuan-tujuan bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam
House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan pemimpin
yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai
hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan
mengarahkan ke kinerja yang baik dan kinerja yang baik tersebut selanjutnya akan

3
diakui dan diberikan ganjaran. Path Goal Theory menekankan pada cara-cara
pemimpin memfasilitasi kinerja kerja dengan menunjukkan pada bawahan
bagamana kinerja diperoleh melalaui pencapaian rewards yang diinginkan. Path
Goal theory juga mengatakan bahwa kepuasan kerja dan kinerja kerja tergantung
pada expectancies bawahan. Harapan-harapan bawahan bergantung pada ciri-ciri
bawahan dan lingkungan yang dihadapi oleh bawahan. Kepuasan dan kinerja
kerja bawahan bergantung pada leadership behavior dan leadership style.
Ada 4 macam leadership style:
1) Supportive Leadership: Gaya kepemimpinan ini menunjukkan perhatian
pada kebutuhan pribadi karyawannya. Pemimpin jenis ini berusaha
mengembangkan kepuasan hubungan interpersonal diantara para
karyawan dan berusaha menciptakan iklim kerja yang bersahabat di dalam
organisasi.
2) Leadership: Pemimpin yang memberikan bimbingan khusus pada
Karyawannya dengan menetapkan standar kinerja, mengkoordinasi kinerja
kerja dan meminta karyawan untuk mengikuti aturan aturan organisasi.
3) Achievement Oriented Leadership: Pemimpin yang menetapkan tujuan
yang menantang pada bawahannya dan meminta bawahan untuk
mencapai level performens yang tinggi.
4) Participative Leadership: Pemimpin yang menerima saran-saran dan
nasihat-nasihat bawahan dan menggunakan informasi dari bawahan dalam
pengambilan keputusan organisasi.
Hal yang menentukan keberhasilan dari setiap jenis kepemimpinan
tersebut adalah subordinate characteristics (contohnya: Karyawan yang internal l
locus of control atau external locus of control, karyawan yang mempunyai need
achievement yang tinggi atau need affiliation yang tinggi, dll.) dan environmental
factors (system kewenangan dalam organisasi).

1.4 Teori Pengganti Kepemimpinan


Variabel situasional meliputi karakteristik bawahan, tugas, dan organisasi
yang berfungsi sebagai pengganti dengan secara langsung mempengaruhi
variabel dependen dan membuat perilaku pemimpin menjadi berlebihan.
Pengganti untuk kepemimpinan instrumental mencakup tugas yang sangat
terstruktur dan berulang, aturan dan prosedur standar yang ekstensif, dan

4
pelatihan serta pengalaman ekstensif sebelumnya untuk bawahan. Pengganti
untuk kepemimpinan yang mendukung termasuk kelompok kerja yang kohesif di
mana anggotanya saling mendukung, dan tugas yang secara intrinsik memuaskan
dan tidak menimbulkan stres. Dalam situasi dengan banyak pengganti, dampak
potensial dari perilaku pemimpin pada motivasi dan kepuasan bawahan bisa
sangat berkurang. Misalnya, sedikit pengarahan diperlukan ketika bawahan
memiliki pengalaman atau pelatihan sebelumnya yang ekstensif, dan mereka
sudah memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk mengetahui apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannya.
Juga, Beberapa variabel situasional (disebut penetral) mencegah seorang
pemimpin menggunakan bentuk perilaku yang akan meningkatkan kepuasan
bawahan atau kinerja unit. Misalnya, seorang pemimpin yang tidak memiliki
kewenangan untuk mengubah prosedur kerja yang tidak efektif tidak dapat
melakukan perubahan yang dapat meningkatkan efisiensi. Howell dkk. (1990)
berpendapat bahwa beberapa situasi memiliki begitu banyak penetral sehingga
sulit atau tidak mungkin bagi seorang pemimpin untuk berhasil. Dalam peristiwa
ini, obatnya adalah mengubah situasi dan membuatnya lebih menguntungkan bagi
pemimpin dengan menyingkirkan penetral, dan dalam beberapa kasus dengan
meningkatkan pengganti.

1.5 Teori Sumber Daya Kognitif


Teori sumber daya kognitif (Fiedler, 1986; Fiedler & Garcia, 1987)
menjelaskan kondisi di mana sumber daya kognitif seperti kecerdasan dan
pengalaman berhubungan dengan kinerja kelompok. Menurut teori, kinerja
kelompok pemimpin ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara dua sifat
pemimpin (kecerdasan dan pengalaman), satu jenis perilaku pemimpin
(kepemimpinan direktif), dan dua aspek situasi kepemimpinan (stres interpersonal
dan distribusi pengetahuan tentang tugas). Stres interpersonal untuk pemimpin
memoderasi hubungan antara kecerdasan pemimpin dan kinerja bawahan. Stres
mungkin disebabkan oleh bos yang menciptakan konflik peran atau menuntut
keajaiban tanpa memberikan sumber daya dan dukungan yang diperlukan.
Sumber stres lain termasuk seringnya krisis kerja dan konflik serius dengan
bawahan. Di bawah tekanan rendah, kecerdasan pemimpin memfasilitasi
pemrosesan informasi dan pemecahan masalah, dan kemungkinan besar akan

5
meningkatkan kualitas keputusan pemimpin otokratis. Namun, ketika ada stres
interpersonal yang tinggi, emosi yang kuat cenderung mengganggu pemrosesan
informasi kognitif dan membuat kecerdasan sulit diterapkan. Pemimpin mungkin
terganggu dan tidak dapat fokus pada tugas. Dalam situasi yang penuh tekanan
ini, seorang pemimpin yang telah mempelajari solusi berkualitas tinggi dalam
pengalaman sebelumnya dengan masalah serupa biasanya lebih efektif daripada
seorang pemimpin yang cerdas tetapi tidak berpengalaman yang mencoba
mencari solusi baru.

6
DAFTAR PUSTAKA

Yukl, Gary. (2013). Leadership In Organizations: Eight Edition. Pearson. New


York.
https://blog.ub.ac.id/adigunawan/2012/12/14/teori-model-kontingensi/ (diakses
pada tanggal 27 oktober 2020, pukul 21.30)
Nur Hidayah, 2018 Berbagai Teori Kepemimpinan
http://nurhidayah.staff.umy.ac.id/berbagai-teori-
kepemimpinan/#:~:text=Teori%20Sumberdaya%20Kognitif%20(Cogni
tive%20Resource%20Theory).&text=Intisari%20dari%20teori%20bar
u%20ini%20adalah%20bahwa%20ketegangan%20jiwa%20adalah%2
0musuh%20rasionalitas.&text=Tingkat%20ketegangan%20jiwa%20di
%20dalam,memberikan%20sumbangan%20pada%20kinerja%20kep
emimpinan. (Diakses pada Tanggal 27 Oktober 2020)

Anda mungkin juga menyukai