Anda di halaman 1dari 3

Muhamad Alfaridhi

11171120000082

Perilaku Politik 6B

Model Psikologi

Model psikologis memperkenalkan budaya demokrasi (civic culture) utk menjelaskan

partisipasi politik dan pilihan politik. Model ini menjelaskan seseorang berpartisipasi dalam

pemilu bukan hanya karena kondisi sosial ekonominya lebih baik atau berada dalam jaringan

sosial, melainkan karena dirinya tertatik dengan politik, punya perasaan dekat dengan partai

tertentu (Party ID), punya informasi yg cukup utk tentukan pilihan, serta yakin bahwa suaranya

sgt berarti yg bs memperbaiki keadaan (political efficacy).

Jadi, orang yg ekonominya lebih bagus, kelas sosialnya mapan, atau terlibat dalam

jaringan sosial, tak ada jaminan partisipasi dalam pemilu. Banyak orang yg sosial ekonomi

mapan juateru tak ikutan pemilu. Banyak orang ikut organisasi sosial tapi keikutsertaan dlm

pemilu tak ada. Yg membuat orang ikut pemilu krn tertarik politik dan merasa mendapatkan

cukup info ttg politik.

Pendekatan psikologis menganggap sikap sebagai variabel utama dalam menjelaskan

perilaku politik. Hal ini disebabkan oleh fungsi sikap itu sendiri, menurut Greenstein ada 3

yakni:

1. Sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap objek diberikan

berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang tersebut.


2. Sikap merupakan fungsi penyesuaian diri, artinya seseorang bersikap tertentu sesuai

dengan keinginan orang itu untuk sama atau tidak sama dengan tokoh yang diseganinya

atau kelompok panutan.

3. Sikap merupakan fungsi eksternalisasi dan pertahanan diri, artinya sikap seseorang itu

merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang mungkin

berwujud mekanisme pertahanan dan eksternalisasi diri.

Namun, sikap bukanlah sesuatu hal yang cepat terjadi, tetapi terbentuk melalui proses yang

panjang, yakni mulai dari lahir sampai dewasa. Pada tahap pertama, informasi pembentukan

sikap berkembang dari masa anak-anak. Pada fase ini, keluarga merupakan tempat proses

belajar. Anak-anak belajar dari orangtua menganggap isu politik dan sebagainya. Pada tahap

kedua, adalah bagaimana sikap politik dibentuk pada saat dewasa ketika menghadapi situasi di

luar keluarga. Tahap ketiga, bagaimana sikap politik dibentuk oleh kelompok-kelompok acuan

seperti pekerjaan, gereja, partai politik dan asosiasi lain.

Melalui proses sosialisasi ini individu dapat mengenali sistem politik yang kemudian

menentukan sifat persepsi politiknya serta reaksinya terhadap gejala-gejala politik di dalam

kaitannya dengan pemilihan kepala daerah. Sosialisasi bertujuan meningkatkan kualitas pemilih.

diskusi politik memungkinkan seseorang berbagi gagasan dan menemukan solusi dari

persoalan politik kebamhsaan. Kondisi ini memungkinkan seseroang terekspose pada isu politik

tertentu.

efikiasi politik. Yakni perasaan yakin bahwa keikutsertaan dirinya dalam pemilu dapat

mengubah keadaan. Semacam kondisi politik yg selalu optimis menatap politik. Sekecil apapun

sumbangan kita terhadap pemilu pasti sangat berguna bagi perbaikan bagsa. Sebaliknya, ada
seseorang yg selau pesimis bahkan apatis terhadap pemilu krn dinilai hanya menguntungkan

segelintir elit.

Anda mungkin juga menyukai