Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Blighted Ovum atau BO adalah kehamilan dimana embrio tidak
berkembang normal semestinya dan menyebabkan kehamilan kosong dan
hanya air ketuban saja (Mochtar, 2008).
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sel
sperma. Namun dalam berbagai penyebab (diantaranya kualitas sel telur/sel
sperma yang buruk atau terdapat infeksi TORCH), maka unsur janin tidak
berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam
rahim lalu rahm yang berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal
pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil
konsepsi didalam rahim. Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi
tersebut akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah,
dan lainnya yang lazim dialami ibu hamil pada umumnya.
Menurut Mochtar (2013), hiperemesis gravidarum adalah mual dan
muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-
hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi.
Menurut Saifudin (2009), diagnosis hiperemesis gravidarum biasasnya
tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang
terus-menerus sehingga mempengaruhi keadaan umum. Namun demikian
harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, heptis, ulkus
ventrikuli, dan tumor serebri yang dapat pula memberi gejala muntah.
Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan
mekanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga
pengobatan perlu segera diberikan.
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi,
anemia ini termasuk jenis anemia yang pengobatannya relative mudah.
Anemia lebih sering terjadi saat hamil disebabkan karena dalam kehamilan
keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-
perubahan dalam darah (pengenceran darah) dan sum-sum tulang. Anemia
pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya pun sangat besar
terhadap sumber daya manusia.
Pada kehamilan penegakan diagnosa pada kehamilan dapat dilakukan
dengan anamnesa, pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah,
sering pusing-pusing, mata berkunang-kunang, dan muntah lebih sering dan
hebat pada kehamilan muda. Sedangkan pemeriksaan Hb dan pengawasan Hb
dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan alat Hb sahli.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan blighted ovum dan bagaimana cara
menanganinya ?
2. Apa yang dimaksud dengan hiperemesis gravidarum dan bagaimana cara
menanganinya ?
3. Apa yang dimaksud dengan anemia dan bagaimana cara menanganinya ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan blighted ovum dan
bagaimana cara menanganinya.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hiperemesis gravidarum
dan bagaimana cara menanganinya.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan anemia dan bagaimana
cara menanganinya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Blighted Ovum
1. Pengertian Blighted Ovum
Blighted Ovum atau BO adalah kehamilan dimana embrio tidak
berkembang normal semestinya dan menyebabkan kehamilan kosong dan
hanya air ketuban saja (Mochtar, 2008).
Blighted ovum adalah kehamilan tanpa janin (anembryonic
pregnancy), jadi Cuma ada kantong gestasi (kantong kehamilan) dan air
ketuban saja (Hanifa, 2006)

2. Etiologi
Hingga saat ini tidak ada penyebeb pasti yang dapat menyebsbksn
terjadinya blighted ovum, tapi ada beberapa faktor yang turut memicu
terjadinya blighted ovum antara lain :
a. Kelainan kromosom pada saat proses pembuahan sel telur da sel
sperma (kualitas sel telur yang tidak bagus)
b. Infeksi TORCH, kelainan immunologi dan penyakit diabetes dapat
ikut menyebabkan terjadinya blighted ovum
c. Fakor usia semakin tinggi usia suami atau istri, semakin tinggi
peluang terjadinya blighted ovum

3. Patofisiologi
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sel
sperma. Namun dalam berbagai penyebab (diantaranya kualitas sel
telur/sel sperma yang buruk atau terdapat infeksi TORCH), maka unsur
janin tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam
didalam rahim lalu rahm yang berisi hasil konsepsi tersebut akan
mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan
bahwa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim. Hormon yang
dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-gejala
kehamilan seperti mual, muntah, dan lainnya yang lazim dialami ibu hamil
pada umumnya.

4. Manifestasi klinis
Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Gejala dan
tanda-tanda mungkin termasuk :
a. Periode menstruasi terlambat
b. Kram perut
c. Minor vagina/ bercak perdarahan
d. PPT (tes kehaamilan) positif
e. Ditemukan setelah akan terjadi keguguran spontan dimana muncul
keluhan perdarahan
f. Hampir sama dengan kehamilan normal

5. Komplikasi
a. Infeksi saluran kemih
b. Perubahan status psikis

6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang biasanya dapat menjadi acuan ialah
dengan USG, diagnosis pasti bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia
6-7 minggu. Sebab saat itu diameter kantong kehamilan sudah lebih besar
dari 16 mm sehingga bisa terlihat lebih jelas. Dari situ juga akan tampak
jelas adanya kantong kehamilan dan tidak berisi janin. Diagnosis
kehamilan anembriogenik dapat ditegakan bila pada kantong gestasi yang
berdiameter sedikitnya 30 mm tidak dijumpai struktur mudigah dan
kantong telur.

7. Pencegahan
a. Ibu hamil harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat
tinggalnya. Untuk menghindari masuknya virus rubella kedalam
tubuh.
b. Pastikan calon ibu benar-benar sehat saat akan merencanakan
kehamilan.
c. Bagi calon ibu dan ayah harus memiliki pola hidup sehat dan
meninggalkan kebiasan buruk seperti merokok.

8. Penatalaksanaan
Jika telah di diagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan
dianalisis untuk memastikan adanya penyebab blightd ovum lalu
mengatasi penyebabnya :
a. Jika karena infeksi maka akan diobati agar tidak terjadi kejadian
berulang.
b. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program
imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan.

B. Hiperemesis Gravidarum
1. Pengertian
Menurut Mochtar (2013), hiperemesis gravidarum adalah mual dan
muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan
sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi
dehidrasi.

2. Etimiologi
Menurut Manuaba (2010), penyebab hiperemesis gravidarum, yaitu:
a. Peningkatan hormonal pada kehamilan, terutama pada kehamilan
ganda dan mola.
b. Usia dibawah 24 tahun
c. Perubahan metabolic pada kehamilan
d. Alergi
e. Faktor psikososial
f. Wanita dengan riwayat mual pada kehamilan sebelumnya
g. Wanita yang mengalami obesitas
3. Patofisiologis
Menurut Mochtar (2013), mual dan muntah yang terjadi selama
kehamilan masih belum diketahui, namun terdapat beberapa teoriyang
dapat menjelaskan terjadinya hiperemesis gravidarum. Faktor sosial,
psikologis dan organobiologik, yang berupa perubahan kadar hormon-
hormon selama kehamilan, memegang peranan dalam terjadinya
hiperemesis gravidarum. Disfungsi pada traktus gastrointestinal yang
disebabkan oleh pengaruh hormon progesteron diduga menjadi salah satu
penyebab terjadinya mual dan muntah pada kehamilan.peningkatan kadaar
progesteron memperlambat motolitas lambung dan mengganggu ritme
kontraksi otot-otot polos dilambung (disritmia gaster), selain progesteron,
peningkatan kadar hormon HCG (human chorionic gonadotropin) dan
esterogen serta penurunan kadar thyrotropin-stimulating hormon (TSH),
terutama pada awal kehamilan, memiliki hubungan terhadap terjadinya
hipermesis gravidarum walaupun mekanismenya belum diketahui. Pada
studi lain ditemukan adanya hubungan antara infeksi korionik
helicobacterpylori dengan terjadinya hipermesis gravidarum. Sebanyak
61,8% perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum yang diteliti pada
studi tersebut menunjukkan hasil tes deteksi genom H-pylori yang positif.

4. Diagnosis
Menurut Saifudin (2009), diagnosis hiperemesis gravidarum biasasnya
tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang
terus-menerus sehingga mempengaruhi keadaan umum. Namun demikian
harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, heptis,
ulkus ventrikuli, dan tumor serebri yang dapat pula memberi gejala
muntah. Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan
kekurangan mekanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin,
sehingga pengobatan perlu segera diberikan.
5. Klasifikasi
Menurut Mochtar (2013), hiperemesis gravidarum dapat
diklasifikasikan secara klinis menjadi beberapa tingkat, yaitu:
a. Tingkat 1
Muntah yang terus menerus (3-4 kali sehari) disertai dengan inteloransi
terhadap makan dan minum. Terdapat penurun berat badan (2-3 kg
dalam 1 minggu) dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan
adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu dan
kalau sudah lama bisa keluar darah. Frekuensi nadi meningkat sampai
100 kali permenit dan tekanan darah sistolik menerun. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan mata cekung, lidah kering, turgor kulit
menurun, dan urin sdikit beerkurang.
b. Tingakat II
Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan segala
yang dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa
haus yang hebat. Frekuensi nadi 100-140 kali/menit dan tekanan darah
sistolik < 80 mmHg. Pasien terasa apatis, pucat, lidah kotor, kadang
ikterus, dan ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.
c. Tingkat III
Kondisi tingkat III ini sangat jarang, ditandai dengan berkurangnya
muntah atau bahkan berhenti, tapi kesadaraan menurun (delirium
sampai koma). Pasien mengalami ikterus, sianosis, nistagmus,
gangguan jantung dan dalam urin dan ditemukan bilirubin dan protein.

6. Penanganan
Menurut Mochtar (2013), penanganan pada ibu dengan hiperemesis
gravidarum yaitu:
a. Pencegahan
Dengan memberikan informasi dan edukasi tentang kehamilan kepada
ibu-ibu dengan maksud menghilangkan faktor psikis rasa takut. Juga
tentang diet ibu hamil makan jangan sekaligus banyak, tetapi dalam
porsi sedikit-sedikit namun sering. Jangan tiba-tiba berdiri waktu
bangun pagi, karena akan terasa oyong, mual dan muntah. Hindari
makanan yang berlemak, karena umumnya menyebabkan mual. Selingi
makanan kecil berupa biscuit, roti kering dengan teh, sebelum bangun
tidur, pada siang hari dan sebelum tidur. Defekasi hendaknya
diusahakkan teratur.
b. Terapi obat
1) Menggunakan sedative (iuminal, stesolid)
2) Vitamin (BI dan B6)
3) Vitamin B complex
4) Anti muntah (mediameter B6, drammamin, avopreg, aavomin,
torecan)
5) Antasida
6) Anti mules
c. Penanganan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat
inap di Rumah Sakit
1) Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya tidur di Rumah Sakit
saja, telah banyak mengurangi mual dan muntah.
2) Isolasi, jangan terlalu banyak tamu kalu perlu perawat dan dokter
saja yang boleh masuk. Kadang kala hal ini saja, tanpa pengobatan
khusus telah mengurangi mual dan muntah
3) Terapi psikologi, berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu
hal yang wajar, normal dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan
khawatir. Cari dan coba hilangkan faktor psikologi seperti keadaan
sosial ekonomi dan pekerjaan serta lingkkungan
4) Penambahan cairan, berikan infus dektrosa atau glukosa 55
sebanyak 2-3 liter didalam 24 jam.
5) Berikan obat-obatan.
6) Pada beberapa khasus dan bilaterapi tidak dapat dengan cepat
memperbaiki keadaan umum penderita, dapat dipertimbangkan
suatu abortus buatan.
C. Anemia
1. Pengertian Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi,
anemia ini termasuk jenis anemia yang pengobatannya relative mudah.
Anemia lebih sering terjadi saat hamil disebabkan karena dalam
kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula
perubahan-perubahan dalam darah (pengenceran darah) dan sum-sum
tulang. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena
mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan
pengaruhnya pun sangat besar terhadap sumber daya manusia. Pada
pengamatan lebih lanjut menunjukan bahwa zat besi yang dapat diatasi
melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi,
khususnya pada daerah pedesaan, karena seringnya dijumpai ibu hamil
dengan malnutrisi, persalinan dengan jarak berdekatan, dan ibu hamil
yang dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah. (Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga Berencana ; Manuaba
2010)

2. Diagnosa Anemia
Pada kehamilan penegakan diagnosa pada kehamilan dapat
dilakukan dengan anamnesa, pada anamnesa akan didapatkan keluhan
cepat lelah, sering pusing-pusing, mata berkunang-kunang, dan muntah
lebih sering dan hebat pada kehamilan muda. Sedangkan pemeriksaan Hb
dan pengawasan Hb dapat dilakukan secara sederhana dengan
menggunakan alat Hb sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat
digolongkan sebagai berikut :
Hb 11 gram% Tidak anemia
Hb 9-10 gr% Anemia ringan
Hb 7-8 gr% Anemia sedang
Hb < 7 gr% Anemia berat
(Manuaba 2010)
Pemeriksaan darah pada bumil dilakukan minimal 2 x selama
kehamilan, yaitu pada TM I dan TM III. Dengan pertimbangan bahwa
sebagian besar ibu hamil mengalami anemia maka dari itu dilakukan
pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu di Puskesmas
maupun pada bidan praktek swasta.
3. Bentuk-Bentuk Anemia
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan darah adalah
sebagai berikut :
a. Komponen (bahan) yang berasal dari makanan terdiri dari :
1) Protein, glukosa, lemak
1. Vitamin B12, asam folat, vit. C
2. Elemen dasar : Fe, Ion, Cu, Zink
b. Sumber-sumber tulang
c. Kemampuan reabsorpsi usus terhadap bahan yang diperlukan
d. Umur sel darah merah terbatas sekitar 120 hari. Sel-sel darah merah
yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk
membentuk sel darah yang baru.
e. Terjadinya perdarahan yang kronik (menahun)
1) Menstruasi
2) Penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti
mioma uteri, polip serviks, penyakit darah.

Berdasarkan atas faktor-faktor diatas maka anemia dapat digolongkan


menjadi :

a. Anemia defisiensi besi, oleh karena tubuh kekurangan zat besi


b. Anemia megaloblastik, oleh karena kekurangan Vit. B12
c. Anemia hemolitik, olehkarena pemecahan sel-sel darah lebih cepat
dari pembentukannya.
d. Anemia hipoplastik, oleh karena gangguan pembentukan sel-sel
darah ( Ilmu Kebidanan, 2005)
4. Pengaruh Anemia Pada Kehamilan dan Janin
a. Bahaya selama kehamilan
1) Terjadinya abortus
2) Persalinan prematur
3) Hambatan terhadap tumbuh kembang janin dalam rahim
4) Mudah terjadinya infeksi
5) Ancaman dekompensasi cordis (jika dari Hb <6 gr%)
6) Mola hidatidosa
7) Hiperemesis gravidarum
8) Perdarahan antepartum
9) KPD (Ketuban pecah dini)

b. Bahaya saat persalinan


1) Gangguan his kekuatan mengejan
2) Pada kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar
3) Pada kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan
sering memerlukan tindakan dan operasi kebidanan
4) Pada kala III dapat diikuti retensio plasenta, PPH karena atonia
uteri
5) Pada kala IV dapat terjadi pendarahan post partum sekunder dan
atonia uteri (Manuaba, 2010)
c. Bahaya pada masa nifas
1) Terjadinya subinvolusi uteri yang dapat menimbulkan
perdarahan
2) Memudahkan infeksi purperium
3) Berkurangnya pengeluaran ASI
4) Dapat terjadi DC mendadak setelah persalinan
5) Memudahkan terjadi infeksi mamae
6) Terjadinya anemia kala nifas

5. Pengaruh anemia terhadap janin


a. Abortus
b. Kematian interauterin
c. Persalinan prematuritas tinggi
d. BBLR
e. Kelahiran dengan anemia
f. Terjadi cacat kongenital
g. Bayi mudah terjadi infeksi sampai pada kematian
h. Intelegensi yang rendah
(Ilmu kebidanan, 2005)

6. Kebutuhan zat besi pada wanita hamil


Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi daripada laki-laki karena
terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak kurang lebih 50 cc- 80
cc setiap bulan pada wanita dan kehamilan, zat besi yang berkurang
sebesar 30-40 mg. Pada saat kehamilan memerlukan tambahan zat besi
untuk menambahan sel darah merah dan membentuk sel darah merah
pada janin dan plasenta. Semakin sering wanita hamil dan melahirkan
maka akan semakin banyak wanita itu kehilangan zat besi dan semakin
anemis. Gambaran banyaknya kebutuhan zat besi setiap kehamilan :
Meningkatkan sel darah ibu 500 mg
Fe terdapat dalam plasenta 300 mg
Fe untk darah janin 100 mg + jumlah 900 mg Fe jika persediaan Fe
minimal, maka setiap kehamilan akan menguras Fe dan akhirnya
menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada setiap
kehamilan relatif mengalami ane,ia dikarenakan darah ibu mengalami
hemodilusi (pengenceran) dan meningkatkan volume 38%-40% yang
puncaknya pada kehamilan 32-34 minggu. Jumlah pertambahan sel
darah 18% -30% dan Hb sekitar 19 %. Bila Hb sebelum hamil 11 gr
maka dengan terjadinya hemodilusa akan mengakibatkan anemia
fisiologi, dan Hb ibu akan turun menjadi kurang lebih 9,5-10%. Setelah
persalinan dengan lahirnya bayi dan plasenta maka akan kehilangan zat
besi kurang lebih 900 mg dari perdarahan yang dialami ibu saat
persalinan. Saat laktasi ibu memerlukan kesehatan jasmani yang
optimal sehingga dapat menyiapkan aksi untuk pertumbuhn dan
perkembangan bayi. Dalam keaadaan anemia laktasi tidak dapat
terlaksana dengan baik maka dari itu sebisa mungkin ibu tidak anemis.
(Ilmu kebidanan penyakit kandungan dan keluarga berencan ;
Manuaba :2010)

7. Pengobatan anemia pada kehamilan


Terapi anemia difisiensi besi adalah dengan preparat besi oral atau
perenteral. Contoh terapi oral adalah dengan pemberian preparat besi,
diantaranya terosulfat, feroglukonal, atau Na-Fero bisitrat. Pemberian
preparat 60 mg/hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 7 gr % /buah.
Efek samping pada traktus gastrointestional relative kecil pada
pemberian preparat Na. Fero bisitrat dibandingkan dengan fero sulfat.
Kini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50
dengan asam folat untuk poofilaksis anemia. Pemberian preparat
parenteral yaitu dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg lebih cepat
yaitu 29%. Pemberian parenteral ini memiliki indikasi : intoleransi besi
pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat dan kepatuhan yang
buruk, efek saamping utama ialah x alergi, untuk mengetahuinya dapat
diberikan gdosis 0,5 cc/im dan bila tak ada reaksi dapat diberikan
seluruh dosis. (Ilmu kandungan,2005)
DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM
TINGKAT I

Pengkajian
Hari/Tanggal :
Jam :

Identitas

Ibu Suami
Nama Ny. Tn.
Umur 26 Tahun 30 Tahun
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

Prolog
Ibu datang dengan keluhan mual muntah sejak 4 hari yang lalu dengan
frekuensi lebih dari 4 x sehari, nyeri ulu hati dan tidak nafsu makan. Ini
merupakan kehamilan pertama. Anak pertama lahir ditolong bidan, normal,
spontan belakang kepala dengan BB 3000 gram dan PB 49 cm. Ibu pernah
ANC 2 kali di puskesmas. Riwayat ANC sebelumnya keadaan ibu dan janin
baik. Ibu tidak pernah menderita penyakit degenerative dan alergi terhadap
obat atau makanan.

Subjektif
Ibu mengeluh mual dan muntah dengan frekuensi lebih dari 4 kali sehari, nyeri
uku hati dan tidak nafsu makan.

Objektif
KU lemah, kesadaran compos mentis, mual/muntah (+/+), BB 61 kg, TD
100/70 mmHg, N 104 x/menit, R 20 x/menit, mata cekung, turgor kulit kering,
ballotement (+), Hb 11,2 gr%.
Analisa
G1P0A0 hamil 9 minggu dengan hiperemesis gravidarum

Penatalaksanaan
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga bahwa
keadaan ibu lemah dan mengalami hiperemesis tetapi keadaan janin
baik.
2. Memberitahukan ibu dan keluarga bahwa keluhan yang ibu rasakan
merupakan keadaan yang abnormal.
3. Menjelaskan kepada ibu cara mengurangi keluhan yang dirasakan yaitu
dengan cara menghindari bau-bauan yang menyebabkan mual.
4. Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, karena akan terasa oyong,
mual dan muntah.
5. Hindari makanan yang berlemak, karena umumnya menyebabkan mual.
Selingi makanan kecil berupa biscuit, roti kering dengan teh, sebelum
bangun tidur, pada siang hari dan sebelum tidur.
6. Melanjutkan kolaborasi dalam pemberian terapi :
a. Antacyd syrup 3 x 1 sendok makan (oral)
b. Vitamin B complex 1 x 1 perhari
c. Drammamin 3 x 1 tablet/hari
d. Diet tinggi kalori dan tinggi protein
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Blighted Ovum atau BO adalah kehamilan dimana embrio tidak
berkembang normal semestinya dan menyebabkan kehamilan kosong dan
hanya air ketuban saja. Jika telah di diagnosis blighted ovum, maka tindakan
selanjutnya adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil
kuretase akan dianalisis untuk memastikan adanya penyebab blightd ovum
lalu mengatasi penyebabnya.
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita
hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya
menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi.
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi,
anemia ini termasuk jenis anemia yang pengobatannya relative mudah.
Anemia lebih sering terjadi saat hamil disebabkan karena dalam kehamilan
keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-
perubahan dalam darah (pengenceran darah) dan sum-sum tulang.
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, R, 2008. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC

Hanifa, W, 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Mustika, D, 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta

Mochtar, R, 2013. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai