Anda di halaman 1dari 14

Asuhan Keperawatan Anafilaksis

Disusun oleh :

1. Elman Hadiansyah G2A016084


2. Fivie Fridayanti G2A016085
3. Shindy Mayangsari G2A016086
4. Agstri Dwi Marsela G2A016088
5. Endah Titis Ningrum G2A016089
6. Hanifah Sahar A G2A016090
7. Agus Supriono G2A016091
8. Eka Sarima H G2A016092
9. Yoga Angga T G2A016093
10. Fitrian Dewi W G2A016094
11. Khairisa Islamiati U G2A016095

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anafilaksis berasal dari bahsa yunani, dari 2 kata yang artinya jauh dan phylaxis
artinya perlindungan. Secara bahasa artinya adalah menghilankan perlindungan. Istilah ini
pertama kali diperkenalkan oleh portier dan richet pada tahun 1902 ketika memberikan
dosis vaksinasi dari anemon laut untuk keduakalinya pada seekor anjing. Hasilnya, anjing
tersebut mati mendadak
Reaksi ini harus dibedakan dengan reaksi anafilaktoid. Gejala, terapi, dan resiko
kematiannya sama tetapi degranulasi sel mast atau basofil terjadi tanpa keterlibatan atau
mediasi dari IgE. Data yang menjelaskan jumlah insidensi dan prevalensi dari syok dan
reaksi anapilaksis saat ini sangat terbatas. Dari beberapa data yang diperoleh di Indonesia
menunjukkan sepuluh dari 1000 orang mengalami reaksi anapilaksis tiap tahunnya. Saat
ini diperkirakan setiap 1 dari 3000 pasien rumah sakit di Indonesia mengalami reaksi
anapilaksis. Sehingga, mengalami resiko kematian sebesar 1% dari yang mengalami
reaksi anapilaksis, yaitu sebesar 500-1000 kematian yang terjadi. Pada kematian akibat
reaksi anapilaksis, onset gejala biasanya muncul pada 15 hingga 20 menit pertama, dan
menyebabkan kematian dalam 1-2 jam. Reaksi anafilaksis yang fatal terjadi akibat adanya
distress pernafasan akut dan kolabs sirkulasi. Oleh karena itu penting sekali memahami
dan mengetahui tentang syok anafilaksis. Dalam raferat ini, selain akan dipaparkan aspek
dari penyakit anafilaksis, dan penatalaksanaan terkini serta sedikit pembahasan tentang
sudut medikolegalnya akan turut pula disertakan (Brunner and Suddart, 2002)
Angka kejadian alergi di berbagai dunia dilaporkan meningkat drastis dalam beberapa
tahun terakhir. World Health Organization (WHO) memperkirakan di dunia terdapat 50
juta manusia menderita asma. Tragisnya lebih dari 180.000 orang meninggal setiap
tahunnya karena asma.
1.2 Tujuan Penlisan
A. Tujuan Umum
Diharapkan pembuat dan pembaca mampu untuk mendeskripsikan,
menggambarkan, menerapkan, dan menganalisis mengenai anafilaksis beserta
asuha keperawatannya.
B. Tujuan Khusus
1. Mendefinisikan Pengertian Anafilaksis
2. Menjabarkan Etiologi Anafilaksis
3. Menjelaskan Patofisiologi Anafilaksis
4. Menyebutkan Manifestasi Klinik Anafilaksis
5. Menjelaskan Penatalaksanaan Anafilaksis
6. Menjabarkan Pengkajian Fokus Anafilaksis
7. Menguraikan Pathways Anafilaksis
8. Menentukan Diagnosa Anafilaksis
9. Menentukan Fokus Intervensi dan Rasional Anafilaksis

1.3 Metode Penulisan


Pada penulisan amkalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem
Imunology (Anafilaksis)” ini, penulis hanya menggunakan metode penulisan dengan
literatur saja. Dengan metode literatul ini penulis menemukan berbagai sumber pada buku
yang bersangkuta dengan judul.

1.4 Sistematika Penulisan


A. BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penulisan, Sistematika penulisan
B. BAB II KONSEP DASAR
Pengertian, Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi klinik, Penatalaksanaan,
Pengkajian Fokus, Pathways Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, dan Fokus
Intervensi
C. BAB III PENUTUP
Saran dan Penutup
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Analfilaksis


Anafilaksis merupakan reaksi alergi yang mengancam jiwa bersifat umum dan akut
yang terjadi pada 1 dari 10.000 orang/tahun dan merupakan penyebab pada 1 dari 2700
kasus yang masuk rumah sakit. (Patrick Davey, 2006)
Anafilaksis merupakan respons klinis terhadap reaksi imunologi cepat
(hipersensitivitas tipe I) antara antigen yang spesifik dan antibodi. Reaksi tersebut terjadi
akibat antibodi IgE dengan cara berikut :

a. Antigen melekat pada`antibodi IgE yang terikat dengan membran permukaan sel
mast serta basofil dan menyebabkan sel – sel target ini diaktifkan.
b. Sel mast dan basofil kemudian melepas mediator yang menyebabkan perubahan
vaskuler, pengaktifan trombosit, eosinofil serta neutrofil dan pengaktifan
rangkaian peristiwa koagulasi. Reaksi anafilaktoid (reaksi mirip anafilaksis)
secara klinis serupa dengan anafilaksis. Namun, reaksi ini tidak diantarai oleh
interaksi antigen-antibodi tetapi sebagai akibat dari substansi yang bekerja
langsung pada sel – sel mast atau jaringan yang menyebabkan pelepasan mediator.
Reaksi ini dapat terjadi pada penggunaan obat-obatan, konsumsi makanan, latihan
fisik dan transfusi antibodi sitotoksik.

b.2 Etiologi Anafilaksis (Behrman, Kliegman, & Arvin,2012)


Setiap bahan asing mampu mendatangkan anafilaksis pada lingkungan yang tepat.
Kebanayakan reaksi anafilaksis disebabkan oleh alergi obat, makanan atau bisa
Himenoptera. Pasca produksi IgE dalam responnya terhadap rangsangan antigen ,
paparan kembali terhadap antigen yang mengganggu dapat menyebabkan reaksi
sistemik.Kadang-kadang anafilaksis pada penderita,pada beberapa orang,reaksi
anafilaksis ini terjadi jika sebelumnya telah menelan makanan yang spesifik atau
mungkin alkohol atau aspirin. Evalusasi intensif kadang-kadang gagal mengenali
penyebab anafilaksis berulang pada penderita anafilaksis idiopatik di saat-saat tertentu.

Etiologi Anafilaksis
1. Obat-obat (penisilin, sefalosporin, kemoterapi, relaksan otot)
2. Makanan (makanan laut, kacang, kacang polong, telur, seledri, susu)
3. Sengat Serangga (Himenoptera: hama pencium,lalat rusa, semut api)
4. AgenBiologi (L-asparaginase,estrak alergen, produk
darah,insulin,imunoglubin)
5. Penambah Makanan (metabisulfit, monosodium glutamat,aspartam)
6. Getah (latex)
7. Terimbas Olahraga
8. Pseudoalergik (media radiokontras berjodium, opiat, D-tubokurarin,
tiamin, aspirin, kaptopril)
9. Idiopatik

b.3 PATOFISIOLOGI
Reaksi analfilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap
alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem
pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan pembentukan
IgE spesifik terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian terikat pada reseptor
permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan terikat pada Ige
spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi yang menyebabkan terlepasnya
mediator yakni antara lain histamin dari granula yang terdapat dalam sel. Ikatan antigen
antibodi merilis histamin, komponen dari komplemen, sitokin dan zat vasoaktif lain yang
menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler dan bronkokonstriksi dan
ikatan ini juga memicu sintesis SR -A (Slow reacting substance of Anaphylaxis) dan
degradasi dari asam arachidonik pada membran sel, yang menghasilkan leukotrine dan
prostaglandin. Reaksi ini segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek histamin,
leukotrine (SRS-A) dan prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus
menyebabkan timbulnya gejala pernafasan dan syok.

b.4 Manifestasi Klinik (Patrick Davey, 2006)


Pasien datang dengan berbagai macam keluhan sebagian besar merasakan gatal, kulit
kemerahan atau seperti ditusuk-tusuk, dan perubahan penglihatan dan pendengaran dalam
waktu beberapa menit setelah terpapar pemicu. Keadaan ini dengan cepat berkembang
menjadi urtikaria generalisata dan angioedema, bronkospasme dan atau stridor, hipotensi,
serta perasaan akan datngnya ajal. Kolik abdomen, mual, dan diare bisa nampak jelas.
Pada wanita bisa terasa kontraksi uterus. Hilangnya kesadaran bisa terjadi akibat
hipotensi atau henti jantung dan pernapasan. Kematian biasanya terjadi akibat
bronkospasme akut. Obstruksi laring akut karena angiodema atau aritmia kordis. Ciri-ciri
anafilaksis diantaranya:
a. Perasaan akan datangnya ajal
b. Pruritis generalisata
c. Eritema
d. Urtikaria
e. Angiodema
f. Bronkospasme
g. Edema laring ± stridor
h. Rinitis
i. Konjungtivitis
j. Mual, muntah, nyeri abdomen
k. Palpitasi, aritmia jantung
l. Hipotensi
m. Henti jantung dan pernapasan
Cara pemaparan, jumlah dan cara masuk antigen, selain faktor penyerta seperti
alkohol dan olahraga, menentukan beratnya suatu reaksi. Jika seseorang mengalami
serangan anafilaksis berulang, setiap serangan cenderung menunjukkan pola yang
sama. Kadang-kadang gejala anafilaksis timbul kembali setelah beberapa jam, yang
disebut reaksi bifasik, sehingga semua pasien tetap dalam observasi selama > 12
jam setelah suatu episode anafilaktik.

b.5 Penatalaksanaan (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2012)


Tindakan awal yang harus dilakukan adalah memposisikan pasien dalam keadaan
supin. Dan harus diperhatikan tingkat kesadaran pasien yang mengalami syok anafilaktik
ini.

Jika kesadaran pasien menurun dan ditemukan keadaan cardiac arrest maka hal yang
harus dilakukan adalah RJPO (Resusitasi Jantung Paru) Tahap-tahap RJPO yang
dilakukan pada dental chair yaitu:
a. Singkirkan semua barang atau benda-benda berbahaya dan mengganggu seperti
dental instrument
b. Posisikan kursi mengarah horizontal dari lantai
c. Posisi operator berada di samping dental chairdan lutut operator sejajar dengan tubuh
pasien
d. Lakukan tahap RJPO.
Penatalaksanaan akut : anafilaksis adalah kegawat daruratan medis akut, yang bila
tidak diberi terapi yang tepat dapat menyebabkan mortalitas yang cukup bermakna:
a. Pertahankan jalan napas: obstruksi laring yang berat bisa membutuhkan trakeostomi,
bronkospasme berat membutuhkan bronkodilator dan mungkin membutuhkan
ventilasi. Oksigen.
b. Penggantian cairan: kristaloid atau koloid.
c. Adrenalin: 0,3-1,0 mL. Larutan 1/1000 IM, diulangi dengan interval 10-2- menit jika
dibutuhkan. Di rumah, adrenalin IV dapat diberikan dengan monitoring yang tepat
d. Steroid: hidrokortison atau netilprednisolon IV.
e. Antihistamin: klorfeniramin

Penatalaksanaan lanjutan : Semua orang yang pernah mengalami anafilaksis harus


dirujuk ke ahli imunologi klinik untuk mengidentifikasi faktor pemicu dam memberikan
penyuluhan kepada pasien dalam penghindaran dan penatalaksanaan episode selanjutnya.
Pada kejadian khusus anafilaksis yang diinduksi oleh sengatan lebah atau tawon,
pertimbangkan pemberian imunoterapi dengan alergen yang sanagt diencerkan.

Penatalaksanaan : Alergen harus dihindari. Selain itu, mungkin perlu juga terapi
pemeliharaan (meintenance) antihistamin, kortikosteroid atau kromoglikat secara inhalas.
Reaksi alergi akut biasanya berespons terhadap antihistamin oral atau, jika berat,
prednisolon oral jangka pendek.

b.6 Pengkajian fokus


1. Demografi
a. Identitas, meliputi nama klien, usia, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, alamat, tanggal masuk RS, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama, klien biasanya merasakan nyeri dada dan pemeriksaan dapat
dilakukan dengan skala nyeri 0-10. Pengkajian nyeri secara mendalam
menggunakan pendekatan OPQRST yang meliputi onset, prepitasi dan
penyembuh, kualitas dan kuantitas, intensitas, durasi, lokasi, radiasi/penyeberan,
serta onset.
2. Riwayat
a. Anamnesa
Anamnesis mengenai kemungkinan terdapatnya reaksi terhadap antigen yang
dicurigai, yang mungkin terjadi diwaktu yang lalu, harus dikerjakan sebelum kita
memberikan setiap obat, terutama obat suntikan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien dengan reaksi anafilaksis ditemukan gejala awal dengan rasa gatal dan
panas.biasanya selalu disertai dengan gejala sistemik misal dispnea,mual,kulit
sianosis,kejang.anamnesa yang tepat dapat memperkecil gejala sistemik sebelum
berlanjut pada fase yang lebih parah/gejala sistemik berat.
c. Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien mempunyai riwayat alergi terhadap sesuatu.pernahkah klien
mengalami hal yang sama saat setelah kontak dengan alergen misal,debu,obat-
abatan,makanan,atau kontak dengan hewan tertentu.
d. Riwayat penyakit keluarga
Apakah salah satu dari anggota keluarga pernah mengalami alergi.punyakah
keluarga riwayat penyakit alergi lain misal, asma.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Jalan napas atas
Inspeksi : Bersin, pilek, dispneu.
Palpasi : edema laring,edema lidah dan faring
Auskultasi : ronchi
b. Jalan napas bawah
Inspeksi : Dispnu
 emfisema akut, asma, bronkospasme.
c. GIT
Peningkatan peristaltik, muntah, disfagia, mual, kejang perut, diare.
d. Susunan saraf pusat
Gelisah, kejang
4. Pemeriksaan penunjang
a. Tes tusuk kulit (skin-prick sest) adalah cara yang murah dan cepat untuk
menegakkan diagnosis. Pasien diberi paparan larutan ekstrak alergen standar yang
ditusukkan pada lengan bawah bagian ventral (forearm). Diberikan kontrol positif
dan negatif. Hasil potitif adalah bila indurasi > 2 mm dari kontrol.
b. Antihistamin harus dihentikan > 48 jam sebelum tes karena akan menghambat
respons. Kortosteroid oral tidak mempengaruhi hasil tes tusuk kulit.
c. Tes RAST mengukur IgE spesifik terhadap antigen tersangka. Tes laboratorium
ini adalah alternatif yang bermanfaat bila tidak tersedia tes tusuk kulit, atau jika
pasien sedang menggunakan antihistamin.

b.7 Pathways Keperawatan (Brunner and Suddart, 2002)

Makanan Bahan Allergen obat-obatan dan gigitan serangga

Sistem Sirkulasi

Reaksi Antigen (basofil dan


neutrofil)

Bangkak Kulit, gatal Hipoermobilitas saluran


Anafilaksis
dan sesak, spasme pencernaan
bronkus nafas
dengan bibir, Vasodilatasi Perifer Mual dan muntah
rhinitis, pucat ,
Bernafas dengan
bibir dan batuk
Hipovolemi
Resiko Ketidakseimbangan
nutrisi
Pola Nafas Tidak Hipotensi
Efektif

Palpitasi,kulit pucat,
akral

Gangguan Perfusi
Jaringan
b.8 Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme otot bronkiolus .
b. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kapasitas
vaskuler.
c. Gangguan perfusi jaringan, berhubungan dengan penurunan curah jantung dan
vasodilatasi arteri.

b.9 Fokus Intervensi dan Rasional


a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan spasme otot bronkiolus .

TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KRITERIA HASIL
Setelah dilakukan tindakan Mandiri : Mandiri :
keperawatan selama … x 24 1. Pastikan tidak 1. Menurunkan resiko
jam pasien mampu terdapat  benda atau aspirasi atau
mempertahankan pola zat tertentu atau gigi masuknya suatu
pernapasan efektif dengan
palsu pada mulut benda asing ke
jalan nafas yang paten.
pasien faring.
Dengan kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan 2. Letakkan pasien pada 2. Meningkatkan aliran
batuk efektif, dan posisi miring, sekret, mencegah
suara napas yang permukaan datar dan lidah jatuh dan
bersih, tidak ada miringkan kepala menyumbat jalan
sianosis dan dispneu
pasien nafas.
(mampu bernapas
3. Lakukan penghisapan 3. Menurunkan resiko
dengan efektif).
- Menunjukkan jalan sesuai indikasi aspirasi atau asfiksia
napas yang paten     
(klien tidak merasa kolaborasi : Kolaborasi :
tercekik, irama 1. Berikan tambahan 1. Untuk menurunkan
napas, frekuensi
oksigen atau ventilasi hipoksia cerebral
pernapasan dalam,
manual sesuai     
rentang normal,tidak
ada suara abnormal). kebutuhan
- Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan    
darah, nadi,
pernapasan).
b. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kapasitas
vaskuler.

TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL
Setelah dilakukan tindakan MANDIRI : MANDIRI :
keperawatan selama … x 24 1. Catat tanda vital 1. Indikator dari
jam : pasien. volume cairan
-      Diharapkan kebutuhan tubuh 2. Catat peningkatan sirkulasi.
pasien  terhadap cairan suhu dan durasi 2. Meningkatkan
terpenuhi demam. berikan kebutuhan
Kriteria hasil : kompres hangat metabolisme dan

- Tekanan darah, nadi, sesuai indikasi, diforesis yang


suhu tubuh dalam batas pertahankan berlebihan
normal pakaian tetap dihubungkan dengan
- Tidak ada tanda-tanda kering, demam dalam
dehidrasi, elastisitas
pertahankan meningkatkan
turgor kulit baik,
kenyamanan suhu kehilangan cairan
membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa lingkungan. yang berlebihan.
haus yang berlebihan. 3. Ukur haluan urine 3. Peningkatan berat
dan berat jenis jenis urine/penuruna
urine. haluaran urine
4. Pantau pemasukan menunjukan
oral dan perubaha perfusi
memasukan cairan ginjal /volume
sediktnya sirkulasi.
2500ml/hari 4. Memprtahankan
keseimbangan
cairan, mengurangi
KOLABORASI : rasa haus, dan
1. Berikan obat obatan melembabkan
sesuai indikasi misl ; membran mukosa.
antipiretik(aceta
minofen)
KOLABORASI:
1. Untuk membantu
mengurangi demam
dan respon
metabolisme,
menurunkan cairan
tak kasat mata

c. Gangguan perfusi jaringan, berhubungan dengan penurunan curah jantung dan


vasodilatasi arteri.

TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL
Setelah dilakukan tindakan Mandiri : Mandiri :
keperawatan selama … x 24 1. Selidiki perubahan 1. Perfusi serebal
jam di dapatkan kriteria hasil tiba – tiba atau secara langsung

- Memperbaiki gangguan mental berhubungan


vasodilatasi dan kontinu contoh dengan curah
mencegah penekanan cemas, bingung jantung
perifer letargi, pingsan. 2. Penurunan curah
2. Lihat kulit apakah jantung dibuktikan
-   
pucat, sianosis, oleh penurunan
belang, kulit perfusi kulit dan
dingin atau penurunan nadi
lembab, catat 3. Penurunan curah
kekuatan nadi jantungdapat
perifer. mencetuskan
3. Pantau stress pernapasan
pernapasan, catat
kerja pernapasan    
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman, & Arvin. (2012). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.

Brunner and suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8volume 3.
Jakarta : EGC

Patrick Davey. (2006). At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai