Anda di halaman 1dari 6

Kata "robot" berasal bahasa Chech (Ceko) yang berarti pekerja.

Saat ini, secara sadar atau tidak, robot


memang telah hadir di dalam kehidupan manusia dalam bentuk yang bermacam-macam. Terdapat bentuk
desain robot yang sederhana untuk mengerjakan kegiatan yang mudah atau berulang-ulang. Ada pula robot
yang dirancang untuk "berperilaku" sangat kompleks dan sampai batas tertentu dapat mengontrol dirinya
sendiri. Di kalangan umum pengertian robot selalu dikaitkan dengan "makhluk hidup" berbentuk orang maupun
binatang yang terbuat dari logam dan bertenaga listrik. Sementara itu dalam arti luas robot berarti alat yang
dalam batas-batas tertentu dapat bekerja sendiri (otomatis) sesuai dengan perintah yang sudah diberikan oleh
perancangnya. Dengan pengertian ini sangat erat hubungan antara robot dan otomatisasi sehingga dapat
dipahami bahwa hampir setiap aktivitas kehidupan modern makin tergantung pada robot dan otomatisasi.

Kontes Robot Indonesia telah diselenggarakan sejak tahun 1990 oleh Depdiknas. Bahkan salah satu wakil
Indonesia pada tahun 2001 yaitu tim B-Cak dari PENS-ITS telah memenangkan Juara Pertama pada Asia
Pasific Broadcasting (ABU) Robocon yang diselenggarakan di Tokyo. Pada tahun 2004 ini Kontes Robot
Indonesia akan mengirim pemenangnya untuk mewakili Indonesia di dalam kontes internasional di Seoul -
Korea Selatan pada bulan September 2004.

Mencermati pengembangan Sumber Daya Manusia Indonesia untuk dapat menguasai teknologi robot, maka
Sejak tahun 80an kebijakan nasional pengembangan ristek telah mendukung litbang permesinan otomatis. Hal
ini dapat dilihat dari dikembangkannya laboratorium-laboratorium seperti : MEPPO (Mesin perkakas Teknik
Produksi dan Otomasi) yang merupakan kerjasama antara BPPT dengan ITB dan industri strategis, serta LET
(Laboratorium Elektronika Terapan) di LIPI. Sejak itu, berbagai permesinan otomatis / robot telah berhasil
dikembangkan, diproduksi dan dikomersialisasikan di berbagai industri, baik industri strategis maupun yang
lainnya. Dalam pengembangannya terkini telah dapat dikembangkan pula produk robot yang mampu
mengontrol seluruh system operasi suatu pabrik.

Sejak tahun 80an pengembangan dan peggunaan permesinan otomatis telah dilakukan terutama melalui
kelompok industri strategis, seperti : PT PINDAD (system, peralatan, dll.), PT LEN Industri (IT, perangkat
lunak, komputasi), PT Bharata dan PT BBI (pengecoran presisi untuk membuat bagian-bagian mesin), dll.
Selain itu, PT DI dan PT PAL sebagai pengguna permesinan otomatis, telah memiliki knowledge yang tinggi
dalam mengoperasikan robot untuk teknik pesawat terbang dan teknik perkapalan.

Dimulai pada tahun 2001, Kementerian Ristek bekerjasama dengan Depdiknas telah mempromosikan
pemenang Kontes Robot Indonesia dalam pameran Ristek tahunan yaitu RITECH EXPO (Research, Inovation,
Technology Expo) di Balai Sidang Jakarta. Pameran tersebut berhasil menarik minat masyarakat untuk
menyaksikannya.

Dalam rangka Kontes Robot Indonesia 2004, Kementerian Ristek bekerjasama dengan Departemen
Pendidikan Nasional - Fakultas Teknik Universitas Indonesia menyelenggarakan semiloka (seminar dan
lokakarya) Perkembangan Robot di Indonesia 2004 dengan thema "Peluang dan Tantangan Teknologi Robot
di Indonesia". Semiloka ini diadakan dengan maksud untuk mempertemukan para pihak yang berkepentingan
akan pengembangan teknologi robot, a.l. : peminat bidang robot, peserta kontes, dosen, praktisi dari industri
dan pemerintah yang berwenang dalam pembuatan kebijakan publik yang berkenaan dengan aplikasi robot.
Tujuan dari semiloka ini adalah agar para stakeholder tersebut dapat bertukar informasi terbaru dan aware
terhadap isue teknologi robot yang berkembang saat ini. Sasaran yang ingin di capai dengan semiloka ini
adalah terdifusinya teknologi robot ke kalangan masyarakat yang lebih luas.

Pihak mahasiswa diharapkan dapat memperoleh informasi tentang kebijakan pemerintah dan kebutuhan
industri dalam hal penggunaan robot. Di samping itu, peserta Kontes Robot Indonesia juga dapat memperoleh
informasi dari pihak penyelenggara tentang ketentuan Kontes. Pihak industri diharapkan dapat memperoleh
informasi tentang kemampuan perguruan tinggi dalam mengembangkan teknologi robot.

Semiloka diadakan pada hari Kamis, 8 Juli 2004, jam 08.00-13.00 WIB di Ruang Chevron-Texaco, pada Kantor
Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.

Topik Bahasan dalam semiloka ini meliputi:


1.Sebagai makalah kunci : Peran Riset dan Teknologi di Bidang Perekayasaan Robot dalam Pembangunan
Nasional (oleh Dr. Wendy Aritenang, MSc, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek,
Kementerian Ristek);
2.Pemanfaatan Robot dalam Dunia Industri di Indonesia (oleh Dr. lr. Taufiq Rochim Kepala BBLM, IDKM,
Deperindag, Bandung)
3.Pemanfaatan Robot dalam Dunia Industri Dilihat dari Kebutuhan Kompetisi Global dan Dukungan Kebijakan
Pemerintah yang Diperlukan. (oleh Dr. Ir. Hesti Purwanto, MSc. Staf Ahli Direktur Pengembangan Usaha PT.
PAL)
4.Pengalaman Sebagai Pemenang Lomba yang Meliputi Dampak Terhadap Karier Mahasiwa, Reputasi
Jurusan (bidang studi), dan Aplikasi Teknologi Robot yang telah dikuasai. (oleh DR. Dadet Pramadihamto,
M.Eng, Pemenang Kontes Robot Internasional 2002 di Jepang (Tim ITS Surabaya)
5.Ketentuan Kontes Robot Indonesia, Faktor Penyebab Kegagalan dan Kiat-Kiat Menuju Kemenangan (Dr.
Mulyo Widodo, Ketua Tim Juri Robot Nasional 2004).

Robot

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Robot humanoid memainkan trompet

Robot adalah sebuah alat mekanik yang dapat melakukan tugas fisik, baik menggunakan
pengawasan dan kontrol manusia, ataupun menggunakan program yang telah didefinisikan
terlebih dulu (kecerdasan buatan). Robot biasanya digunakan untuk tugas yang berat, berbahaya,
pekerjaan yang berulang dan kotor. Biasanya kebanyakan robot industri digunakan dalam bidang
produksi. Penggunaan robot lainnya termasuk untuk pembersihan limbah beracun, penjelajahan
bawah air dan luar angkasa, pertambangan, pekerjaan "cari dan tolong" (search and rescue), dan
untuk pencarian tambang. Belakangan ini robot mulai memasuki pasaran konsumen di bidang
hiburan, dan alat pembantu rumah tangga, seperti penyedot debu, dan pemotong rumput.
http://aer-reborn.blogspot.com/2008/10/meraba-dengan-
indera-buatan.html

Meraba dengan Indera Buatan

Melanjutkan trend, menuliskan artikel lama yang gagal


muat di Kompas :D, sekarang saya copy-paste tentang indera peraba buatan. Kalau
foto di samping sih diambil dari longislandheartsurgeon. Selamat menikmati, mungkin
sedikit basi karena ditulis sekitar tahun 2002.

**************

Meraba Dengan Indera Buatan: Dari Robot Hingga Operasi Medis

Bagaimana bayangan anda tentang robot di masa depan ? Mungkin anda


membayangkan bentuk robot seperti dalam berbagai film fiksi yang mampu
mendengar, mampu melihat, mampu berbicara, bahkan mampu bergerak dengan
lincahnya dan memainkan sebatang pena di antara jari-jemarinya. Singkatnya persis
seperti manusia. Namun dari seluruh kemampuan manusia yang ingin ditiru, ada satu
hal yang agaknya akan sulit diciptakan, yaitu alat indera peraba berupa kulit yang
menyelubungi tubuh.

Kemampuan meraba, merupakan salah satu fungsi indera manusia yang sayangnya
agak dianaktirikan dalam penelitian yang berkaitan dengan pembuatan artificial sensor.
Banyak alasan yang menyebabkan perkembangan artificial haptic sensor – alat peraba
buatan – agak terlambat dibanding perkembangan alat sensor lainnya. Beberapa yang
sering dikemukakan antara lain adalah banyaknya sifat benda yang perlu diperhatikan
dalam perancangan artificial haptic sensor. Sifat tersebut dapat berupa tekstur
permukaan, bentuk, keras-lunaknya benda, temperature atau besaran lainnya. Tidak
seperti alat penglihatan atau pendengaran yang memiliki obyek yang jelas, yaitu
cahaya/gambar atau suara. Juga indera peraba bukanlah merupakan sebuah alat
tunggal yang terkonsentrasi pada satu tempat, namun lebih berupa alat indera yang
tersebar dalam area yang luas, yaitu seluruh tubuh manusia. Hal ini tentu saja
mempersulit tidak hanya fabrikasi dan pengambilan data, namun juga proses
pengiriman dan pengolahan data yang diperoleh.

Gagal dalam ide pembuatan artificial haptic sensor yang meniru mentah-mentah kulit
manusia, penelitian kemudian lebih ditekankan pada pemanfaatan sebagian fungsi
indera peraba dalam dunia industri. Tidak seluruh kemampuan indera peraba akan
diadopsi, namun hanya bagian-bagian yang dianggap perlu untuk menjalankan fungsi-
fungsi tertentu, kita sebut saja alat indera ini dengan tactile sensor.

Pada dekade 80-an, para peneliti memprediksi bahwa alat peraba buatan ini akan
banyak digunakan dalam dunia industri yang memerlukan otomatisasi. Hal ini terutama
diperkirakan dengan berasumsi bahwa adanya indera peraba akan memungkinkan
diciptakannya berbagai macam mekanisme – yang merupakan imitasi gerakan
manusia. Namun kenyataan membuktikan bahwa perkiraan ini terlalu prematur, di
mana permintaan terhadap produk ini ternyata amat rendah. Hal ini sedikit banyak
disebabkan penggunaan tactile sensor menjadikan disain terlalu kompleks, padahal
banyak solusi lain yang lebih sederhana yang dapat diterapkan. Contoh ringan,
ketimbang menggunakan jemari robot dengan bentuknya yang kompleks, orang akan
lebih memilih menggunakan switch on/off.

Sedikitnya pasar untuk produk ini dalam dunia otomasi industri tidak menyebabkan
surutnya langkah para peneliti. Dalam dekade berikutnya, perkembangan tactile sensor
kemudian lebih banyak diarahkan pada bidang lain, seperti alat bantu operasi (surgery)
terutama pada ‘key hole surgery’ – operasi yang hanya memberikan lubang akses kecil
bagi dokter. Aplikasi lainnya adalah untuk robot pelayan sebagai alat bantu bagi
manula atau penderita cacat – terutama di negara maju. Berbeda dengan robot untuk
keperluan industri, robot pelayan harus memiliki kemampuan bekerja di wilayah yang
tidak tertata rapi, berinteraksi dengan manusia – termasuk mengalami benturan –
tanpa menyebabkan resiko bagi manusia di sekitarnya. Aplikasi lain yang menjanjikan
adalah dalam peralatan pemroses makanan dan produk agrikultur di mana dengan
memanfaatkan alat sensor ini dimungkinkan untuk memproses bahan yang lunak dan
bernilai tinggi tanpa mengalami penurunan kualitas. Bahkan proses dapat dilakukan
dalam lingkungan yang tidak nyaman bagi manusia, seperti dalam ruang berpendingin.
Sayangnya hingga saat ini masih sulit menciptakan tactile sensor dengan harga murah.

Untuk negara Indonesia, pengembangan robot pelayan tampaknya masih belum


menjadi hal yang urgen. Demikian pula dengan pengembangan alat pemroses makanan
dan produk agrikultur, karena di Indonesia proses tersebut masih banyak mengalami
permasalahan lain yang lebih mendasar. Di sisi lain pemanfaatan tactile sensor untuk
key hole surgery, atau sering disebut juga sebagai minimally invasive surgery,
tampaknya perlu segera dimulai sekarang. Kecuali kalau lagi-lagi kita hanya ingin
sekedar menjadi pengguna produk-produk asing berteknologi tinggi.

Key hole surgery antara lain mencakup endoscopy (gastrointestinal surgery),


laparoscopy (abdominal surgery), arthroscopy (orthopedic surgery) dan thoracoscopy
(lung surgery). Pada operasi ini dokter melakukan operasi dengan memanfaatkan
lubang akses kecil sehingga kehilangan pemahaman ruang karena hanya terbantu oleh
alat bantu penglihatan 2D (video). Jenis operasi semacam ini dapat mengurangi trauma
dan waktu recovery yang diperlukan pasca operasi. Untuk mengetahui keadaan di
dalam tubuh, biasanya dokter memanfaatkan kamera video yang memberikan
outputnya pada layar CRT.

Pembuatan tactile sensor, terutama dengan tujuan mengetahui keras lunaknya sebuah
benda, banyak menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip pembuatan pressure
sensor – alat pendeteksi tekanan, maupun force sensor – alat pendeteksi gaya.
Perbedaan utamanya hanyalah pressure sensor hanya merupakan satu buah sensor
tunggal, sedang tactile sensor merupakan beberapa pressure sensor yang terdistribusi
pada suatu area. Kerapatan satu buah pressure sensor (tactel) merupakan salah satu
parameter yang mempengaruhi sensitivitas alat sensor yang dibuat. Membandingkan
dengan jari manusia yang mampu mendeteksi butiran tinta pada suatu huruf,
kerapatan dalam skala puluhan micro mutlak diperlukan. Beberapa mekanisme yang
banyak digunakan dalam pembuatan tactile sensor adalah dengan menggunakan
piezoelectric, piezoresistive atau capacitor.
Pengembangan artificial tactile sensor, merupakan bidang yang memerlukan kontribusi
lintas bidang. Selain bidang engineering yang terkait langsung dengan fabrikasi,
mekanisme dan pengolahan data, kerja sama dari dunia kedokteran mutlak diperlukan.
Dunia kedokteranlah yang dapat memberikan informasi bagaimana persepsi manusia
menerima rangsangan terhadap indera peraba, termasuk aplikasi kedokteran apa saja
yang memerlukan alat ini. Kerja sama antar bidang ini – sesuatu yang sangat kerap
dilakukan dalam dunia penelitian – akan menimbulkan efek bola salju bagi
pengembangan bidang masing-masing.

Belum terlalu berkembangnya penelitian di bidang ini, dan besarnya peluang untuk
mengaplikasikan artificial tactile sensor merupakan sebuah kesempatan bagi dunia
penelitian di Indonesia, khususnya bagi bidang-bidang yang terkait. Bukan sekedar
untuk memenuhi ‘penyakit’ rasa ingin tahu yang banyak dialami para peneliti, namun
terlebih merupakan kesempatan untuk menyumbangkan sesuatu yang berarti bagi
kemanusiaan. Sebuah kata yang makin kehilangan makna di bumi Indonesia.

.:aer:.

Anda mungkin juga menyukai