DISUSUN OLEH:
FEGI TAMARAN
P1908087
A. LATAR BELAKANG
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 ada sekitar 450 juta
orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Setidaknya ada satu dari empat
orang di dunia mengalami masalah kesehatan jiwa yang secara keseluruhan menjadi
masalah serius. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya tinggal di negara
berkembang. Sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental tidak mendapat perawatan
(Yosep, 2016). Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup
banyak. Prevalensi gangguan jiwa berat pada tahun 2012 dengan usia di atas 15 tahun
mencapai 0,46% dan ini berarti bahwa terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia
menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut diketahui 11,6% penduduk
Indonesia mengalami masalah gangguan mental emosional. Pada tahun 2013 jumlah
penderita gangguan jiwa mencapai 1,7 juta orang (Riskesdas, 2019).
Berdasarkan data medical record di RS Ernaldi Bahar kasus gangguan jiwa pada
tahun 2013 berjumlah 5.600 jiwa dan pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi
5.236 jiwa. Setelah dilakukan studi awal terdapat 2.417 jiwa yang mengalami gangguan
jiwa terhitung dari bulan Januari sampai bulan Desember 2015. Gangguan jiwa yang
umum terjadi adalah halusinasi dan skizofrenia. Salah satu gejala positif skizofrenia yaitu
ketidakmampuan dalam mengontrol diri yang selanjutnya akan menimbulkan perilaku kekerasan.
Menurut Yosep, (2010), Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Beberapa factor yang dapat menyebabkan perilaku kekerasan di
antaranya, factor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi meliputi teori
biologis (faktor neurologi, faktor genetik, cycardian rhytm, biochemistry factor, brain
area disorder).
Adapun faktor presipitasi secara umum klien dengan gangguan perilaku kekerasan
sering kali berkaitan dengan ekspresi diri, ingin menunjukan ekstensi diri atau simbol
solidaritas, ekpresi dari iak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi,
kesulitan dalam mengkonsumsi sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog
untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik, adanya riwayat perilaku antisocial meliputi penyalahgunaan obat dari
alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saaat menghadapi rasa frustasi,
kematian anggota keluarga yang terpenting. Penatalaksanaan atau penanganan untuk
mengontrol perilaku kekerasan sangat diperlukan dan dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu dengan membina hubungan saling percaya, relaksasi nafas dalam, memukul
bantal, mengontrol marah secara verbal, mengontrol marah dengan spiritual dan patuh
minum obat (Keliat dan Akemat, 2014).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan upaya untuk mengendurkan ketegangan
jiwa. Salah satu cara terapi relaksasi nafas adalah bersifat respiratoris yaitu dengan
mengatur aktivitas bernafas. Latihan relaksasi pernafasan dilakukan dengan mengatur
mekanisme pernafasan baik tempo atau irama dan intensitas yang lebih lambat atau
dalam. Keteraturan dalam bernafas, menyebabkan sikap mental badan yang relaks
sehingga menyebabkan otot lentur dan dapat menerima situasi yang merangsang luapan
emosi tanpa membuatnya kaku. (Wiramihardja, 2007).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep teori terapi relaksasi napas dalam untuk
diterapkan pada pasien perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
Selama berlangsungnya pembelajaran daring stase keperawatan jiwa mahasiswa
diharapkan mampu untuk mengaplikasikan atau mempraktekkan konsep teori asuhan
keperawatan jiwa, baik pada pelayanan kepada pasien dengan masalah kejiwaan
maupun pada asuhan keperawatan jiwa.
BAB II
LANDASAN TEORI
b. Faktor prepitasi
Menurut Yosep (2006), faktor presipitasi terjadinya Perilaku Kekerasan
adalah:
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian massal dan sebagainya.
b) Ekspresi dari idak terpenuhinya kebutuhn dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengonsumsi sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Adanya riwayat perilaku antisocial meliputi penyalahgunaan obat dan
alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saaat
menghadapi rasa prustasi.
e) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi
tanda dan gejala pelaku kekerasan berikut ini:
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot / pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatupkan rahang dengan kuat
i. Mengepalkan tangan
j. Jalan mondar-mandir.
2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan sering muncul yaitu:
a. Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal)
b. Perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah kronis
Penyebab/ Etiologi
Gangguan Konsep diri Harga Diri Rendah
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh
terapi relaksasi nafas dalam untuk mengontrol perilaku kekerasan adalah terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap kemampuan pasien dalam mengontrol perilaku kekerasan sebelum dan
sesudah diberikan terapi relaksasi napas dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Dwi Putranto. (2019). Teknik Relaksasi Nafas Dalam Berpengaruh Terhadap
Kemampuan Mengontrol Marah Klien Skizofrenia.
Armelia Tri Pangestik. (2016). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kemampuan
Mengontrol Marah pada Pasien Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan
(JIKK), 46, 1–9.
Ikhsan, N.A. 2016. Upaya Peningkatan Kemampuan Mengontrol Emosi dengan Cara Fisik
Pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr.Arif Zainuddin Surakarta.
Tugas Akhir. Universitas Muhammadiyah Surakarta Lela, Aini. Pengaruh
Namuwali, D. (2017). Influence Of Nafas Relaxation Technique In Emergy Control On Tb
Patients In The Health Behavior Of Community Park (BKPM) Magelang. Jurnal Info Kesehatan,
15(1), 146–165.
Y. Susilowati. (2015). Penatalaksanaan Pasien Gangguan Jiwa Dengan Perilaku Kekerasan
Di Ruang Citro Anggodo RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. JPK, 2(2), 37–42.
Yosep, I. (2010). Buku Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.