Anda di halaman 1dari 29

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,M.Sos

DisusunOleh:

Nama : Putri Elsa


NIM : G1C020044
Fakultas&Prodi: FMIPA, Kimia
Semester :1

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
Ujian Akhir Semester Pendidikan Agama ini karena atas izin dari ALLAH SWT lah
penulis bisa menyelesaikan tugas Ujian MID Semester Pendidikan Agama Islam dengan
baik dan tepat waktu.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas perjuangan Rasulullah dalam menegakkan Agama Islam sehingga membawa kita
sebagai umat muslim dari kegelapan menuju kehidupan yang jauh lebih terang.

Terimakasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos.
sebagai dosen pengampuh mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah membimbing
saya baik dalam materi penugasan maupun moral sehingga saya mampu menyelesaikan
tugas ini dengan baik.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat dan menambah pengetahuan bagi
penulis maupun pembaca tentang agama Islam.

Penyusun, Mataram 18 Desember 2020

Putri Elsa
G1C020044

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I. Iman, Islam, Ihsan 1
II. Islam dan Sains 5
III. Islam dan Penegakan Hukum 11
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar 16
V. Fitnah Akhir Zaman 20
DAFTARPUSTAKA 25
LAMPIRAN

iii
BAB I
IMAN, ISLAM, IHSAN

A. Iman
Iman dapat dikatakan sebagai ‘pembenaran hati’ artinya hati menerima
semua ajaran yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam. kemudian
‘Pengakuan dengan lisan’ artinya mengucapkan dua kalimat syahadat ‘asyhadu an
la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah’. Sedangkan dibuktikan
dengan ‘perbuatan dengan anggota badan’ artinya amal hati yang berupa
keyakinan-keyakinan dan beramal dengan anggota badan yang lainnya dengan
melakukan ibadah-ibadah sesuai dengan kemampuannya (Lihat Kitab At Tauhid li
Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9).
Islam adalah berserah diri sepenuhnya kepada allah dengan tauhid dan
tunduk kepada-Nya. Rukun islam adalah syahadat tidak ada ilah yang berhak
disembah selain allah, dan bahwa nabi Muhammad adalah utusan allah,
mendirikan sholat, meunaikan zakat, puasa ramadhan dan ibadah haji jika mampu.
Iman adalah beriman kepada allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan beriman kepada takdir yang baik maupun
yang buruk. Sedangkan ihsan adalah beribadah kepada allah seakan-akan hamba
tidak melihat-Nya maka dia melihat hamba.Bila kita pahami lebih mendalam,
islam lebih mengarah kepada amal lahir, seperti shalat, zakat, haji, dan rukun islam
yang lain. Iman lebih menekankan kepada amal batin, seperti iman kepada allah,
malaikat-Nya, Rasul-Nya, Rasul-Nya dan rukun iman yang lain. Adapun ihsan
adalah puncak penghambaan yang sesugguhya yang harus mengiringi setiap
aktivitas seorag hamba.
Prinsip orang islam bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah, merupakan persoalan utama dalam hidup. Orang mukmin mempunyai
tujuan mengajak manusia kembali kepada allah dan menolak kebatilan.
B. Rukun Iman 6 Perkara
Iman adalah keyakinan kita pada 6 rukun iman. Islam adalah pokok-pokok
ibadah yang wajib kita kerjakan. Ada pun Ihsan adalah cara mendekatkan diri kita
kepada Allah.Tanpa iman semua amal perbuatan baik kita akan sia-sia. Tidak ada
pahalanya di akhirat nanti:
” Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di
tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila
didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun...” [An Nuur:39].
” Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalanamalan mereka adalah
seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang.
Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka
usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” [Ibrahim:18]
Iman ini harus dilandasi ilmu yang mantap sehingga kita bisa
menjelaskannya kepada orang lain. Bukan sekedar taqlid atau ikut-ikutan.
Sebagaimana hadits di atas, rukun Iman ada 6. Pertama Iman kepada Allah.
Artinya kita meyakini adanya Allah dan tidak ada Tuhan selain Allah. Di bab-bab
berikutnya akan dijelaskan secara rinci tentang hal ini.
Rukun Iman yang kedua adalah iman kepada Malaikat-malaikat Allah. Kita
yakin bahwa Malaikat adalah hamba Allah yang selalu patuh pada perintah Allah.
Rukun Iman yang ketiga adalah beriman kepada KitabkitabNya. Kita yakin bahwa
1
Allah telah menurunkan Taurat kepada Musa, Zabur kepada Daud, Injil kepada
Isa, dan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad. Namun kita harus yakin juga bahwa
semua kitab-kitab suci di atas telah dirubah oleh manusia sehingga Allah kembali
menurunkan Al Qur’an yang dijaga kesuciannya sebagai pedoman hingga hari
kiamat nanti.
”Maka kecelakaan yng besar bagi orang-orang yang menulis Al Kitab
dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", dengan maksud
untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka
kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka
sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka
kerjakan.” [Al Baqarah:79]
Kita harus meyakini kebenaran Al Qur’an dan mengamalkannya:
”Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa” [Al Baqarah:2]
Rukun Iman yang keempat adalah beriman kepada Rasul-rasul (Utusan)
Allah. Rasul/Nabi merupakan manusia yang terbaik yang pantas dijadikan suri
teladan yang diutus Allah untuk menyeru manusia ke jalan Allah. Ada 25 Nabi
yang disebut dalam Al Qur’an yang wajib kita imani di antaranya Adam, Nuh,
Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad.
Karena ajaran Nabi-Nabi sebelumnya telah dirubah ummatnya, kita harus
meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang harus kita ikuti
ajarannya.
” Muhammad bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi
dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi...” [Al Ahzab:40]
Rukun Iman yang kelima adalah beriman kepada Hari Akhir
(Kiamat/Akhirat). Kita harus yakin bahwa dunia ini fana. Suatu saat akan tiba hari
Kiamat. Pada saat itu manusia akan dihisab. Orang yang beriman dan beramal
saleh masuk ke surga. Orang yang kafir masuk neraka.
Selain kiamat besar kita juga harus yakin akan kiamat kecil yaitu mati.
Setiap orang pasti mati. Untuk itu kita harus selalu hati-hati dalam bertindak.
Rukun Iman yang keenam adalah percaya kepada Takdir/qadar yang baik
atau pun yang buruk. Meski manusia wajib berusaha dan berdoa, namun apa pun
hasilnya kita harus menerima dan mensyukurinya sebagai takdir dari Allah.

C. Rukun Islam 5 Perkara


Ada pun rukun Islam terdiri dari 5 perkara. Barang siapa yang tidak
mengerjakannya maka Islamnya tidak benar karena rukunnya tidak sempurna.
Rukun Islam pertama yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah. Asyhaadu alla ilaaha illallaahu wa asyhaadu
anna muhammadar rasuulullaah. Artinya kita meyakini hanya Allah Tuhan yang
wajib kita patuhi perintah dan larangannya. Jika ada perintah dan larangan dari
selain Allah, misalnya manusia, yang bertentangan dengan perintah dan larangan
Allah, maka Allah yang harus kita patuhi. Ada pun Muhammad adalah utusan
Allah yang menjelaskan ajaran Islam. Untuk mengetahui ajaran Islam yang benar,
kita berkewajiban mempelajari dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad.
2
Konsekwensi dari 2 kalimat syahadat adalah kita harus mempelajari dan
memahami Al Qur’an dan Hadits yang sahih (minimal Kutuubus sittah: Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An Nasaa’i, dan Ibnu Majah) dan mengamalkannya.
Rukun Islam kedua adalah shalat 5 waktu, yaitu: Subuh 2 rakaat, Dzuhur
dan Ashar 4 raka’at, Maghrib 3 rakaat, dan Isya 4 raka’at. Shalat adalah tiang
agama barang siapa meninggalkannya berarti merusak agamanya.
Rukun Islam ketiga adalah puasa di Bulan Ramadhan. Yaitu menahan diri
dari makan, minum, hubungan seks, bertengkar, marah, dan segala perbuatan
negatif lainnya dari subuh hingga maghrib.
Rukun Islam keempat adalah membayar zakat bagi para muzakki (orang
yang wajib pajak/mampu). Ada pun orang yang mustahiq (berhak menerima zakat
seperti fakir, miskin, amil, mualaf, orang budak, berhutang, Sabilillah, dan ibnu
Sabil) berhak menerima zakat. Zakat merupakan hak orang miskin agar harta tidak
hanya beredar di antara orang kaya saja.
Rukun Islam yang kelima adalah berhaji ke Mekkah jika mampu. Mampu
di sini dalam arti mampu secara fisik dan juga secara keuangan. Sebelum berhaji,
hutang yang jatuh tempo harus dibayar dan keluarga yang ditinggalkan harus
diberi bekal yang cukup. Nabi berkata barang siapa yang mati tapi tidak berhaji
padahal dia mampu, maka dia mati dalam keadaan munafik.

D. Ihsan Mendekatkan Diri kepada Allah


Ada pun Ihsan adalah cara agar kita bisa khusyuk dalam beribadah kepada
Allah. Kita beribadah seolah-olah kita melihat Allah. Jika tidak bisa, kita harus
yakin bahwa Allah SWT yang Maha Melihat selalu melihat kita. Ihsan ini harus
kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga jika kita berbuat baik, maka
perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika terbersit niat kita
untuk berbuat keburukan, kita tidak mengerjakannya karena Ihsan tadi.
Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha
membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat
kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya.
Secara bahasa ihsan berarti berbuat baik. Ihsan adalah kebalikan dari
Isa'ah yang berarti berbuat buruk. Sedangkan pengertian ihsan secara istilah itu
terdiri dari dua jenis :

1. Ihsan dalam Ibadah kepada Allah


2. Ihsan Kepada Sesama Makhluk
3. Ihsan dalam ibadah kepada Allah adalah seorang hamba yang beribadah kepada
Allah seakan-akan ia melihat Allah, apabila ia tidak melihat-Nya maka
sesungguhnya Allah melihatnya.

Ihsan kepada sesama makhluk adalah mendermakan dengan segala jenis


kebaikan pada siapapun makhluk (baik manusia maupun hewan) sesuai hak dan
kedudukannya.

Al-Jurjani mengatakan :

‫الحسن هو كون الشيء مالئما للطبع كالفرح وكون الشيء صفة الكمال كالعلم وكون الشيء متعلق بالمدح كالعبادات وهو ما‬
‫يكون متعلق المدح في العاجل والثواب في اآلجل‬

3
“Kebaikan adalah terwujudnya sesuatu yang memperbaiki perangai,
seperti rasa senang, terwujudnya sifat yang sempurna, seperti ilmu, terwujudnya
sesuatu yang berkaitan dengan hal terpuji, seperti ibadah, dan apapun yang
berkaitan dengan hal terpuji baik di dunia maupun di akhirat”.

Berikut ini beberapa contoh penerapan ihsan dalam kehidupan sehari-


hari :
1. Ihsan dalam Beribadah Kepada Allah
Ihsan dalam ibadah kepada Allah adalah “Engkau beribadah
kepada-Nya seakan-akan engkau melihatnya, apabila engkau tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihatmu.”.
Contoh ihsan dalam hal ibadah adalah :
o Menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya
o Mengerjakan ibadah-ibadah yang diperintahkan oleh Allah seperti shalat,
puasa, haji dan sebagainya.
o Tidak berbuat bid’ah atau mengerjakan ibadah yang tidak diperintahkan.
o Mengerjakan ibadah dengan menyempurnakan syarat dan rukun-
rukunnya, menjalankan sunnah-sunnahnya serta adab-adabnya.
o Semua contoh ini tidak akan mampu kita jalani kecuali apabila kita merasa
bahwa kita melihat Allah ta’ala, atau setidaknya merasa diawasi oleh Allah
subhanahu wa ta’ala.

2. Ihsan Kepada Kedua Orang Tua


Banyak sekali dalil-dalil dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang
mewajibkan berbuat baik atau ihsan kepada kedua orang tua.
Al-Qurthubi mengatakan bahwa para ulama mengatakan : “Orang
yang paling berhak disyukuri, diperlakukan baik, dibakti, dan ditaati,
disamping ihsan kepada Allah dengan beribadah, taat, dan bersyukur
kepadanya dengan memujinya adalah kedua orang tua. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya) : Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang
ibu bapakmu”Contoh ihsan kepada kedua orang tua :
o Berbuat baik kepada keduanya
o Mematuhi perintah keduanya selama tidak melanggar aturan Allah
o Memohon kepada Allah agar dosa keduanya diampuni
o Melaksanakan amanah keduanya
o Memuliakan teman-teman keduanya
o Mencari ridha dari keduanya

3. Ihsan Kepada Kerabat


Kewajiban selanjutnya adalah berbuat baik kepada kerabat atau
keluarga. Salah satu bentuk atau contoh ihsan kepada kerabat adalah
bersedekah kepada mereka.Contoh berbuat baik kepada kerabat,
diantaranya :
o Mengutamakan infak kepada kerabat setelah orang tua
o Menyayangi kerabat
o Bersimpati kepada kerabat
o Tidak berbuat buruk kepada mereka
o Menyambung tali silaturahmi

4
BAB II
ISLAM DAN SAINS

A. Sejarah Sains dalam Islam


Awal mula kemunculan dan perkembangan sains dalam islam beriringan
dengan ekspansi islam itu sendiri. Dalam kurang lebih 25 tahun setelah
meninggalnya Nabi Muhammad SAW (632 M), kaum muslim pada waktu itu telah
berhasil menaklukkan seluruh jazirah Arabia dari selatan hingga utara.
Ekspansi dakwah diistilahkan sebagai 'pembukaan negeri-negeri' itu
berlangsung sangat pesat dan tak terbendung. Bagai diterpa badai, kerajaan demi
kerajaan berhasil ditaklukkan. Maka tak sampai satu abad, pada 750 M, wilayah
islam telah meliputi hamper seluruh luas jajahan Alexander the Great (iskandar
zulkarnaen) di Asia dan afrika utara, mencakup Mesopotamia (Irak, Syria,
Palestina, Persia (Iran), Mesir, dan semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugis)
dan India.
Pelebaran sayap dakwah Islam pada saat itu menimbulkan proses interaksi
yang berlangsung alami namun intensif ini tidak lain dan tidak bukan adalah
gerakan "islamisasi". Dimana unsur-unsur dan nilai-nilai masyarakat local
ditampung, ditampih, dan disaring dulu sebelum kemudian diserap.
Hal-hal yang positif yang sejalan dengan islam dipertahankan dan yang
tidak sejalan ditolak dan dibuang. Dalam proses interaksi tersebut kaum muslim
pun terdorong untuk mempelajari dan memahami tradisi intelektual Negeri-negeri
yang ditaklukkannya.
Ini dimulai dengan penerjemahan karya-karya ilmiah dari bahasa Yunani
(Greek) dan Suryani (Syria) ke dalam bahasa Arab pada zaman pemerintahan Bani
Umayyah yang berpusat di Damaskus, Syria. Pelaksananya adalah para
cendekiawan dan paderi yang juga dipercaya sebagai pegawai pemerintahan.
Akselerasi terjadi setelah tahun 750 M, menyusul berdirinya Daulat Abbasiyyah
yang berpusat di Baghdad.
Khalifah al-Ma'mn (w. 833 M) mendirikan sebuah pusat kajian dan
perpustakaan yang dinamakan Bayt al-Hikmah. Menjelang akhir abad ke-9
Masehi, hampir seluruh korpus saintifik Yunani telah berhasil diterjemahkan,
meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan, dari kedokteran, matematika,
astronomi, fisika, hingga filsafat, astrologi dan alchemy. Muncullah orang-orang
seperti Abu Bakr al-Razi (Rhazes), Jabir ibn Hayyan (Geber), al-Khawarizmi
(Algorithm), Ibn Sina (Avicenna) dan masih banyak sederetan nama besar lainnya.
Kegemilangan itu berlangsung sekitar lima abad lamanya, ditandai dengan
produktifitas yang tinggi. Sebagai ilustrasi, al-Battani (w. 929) mengoreksi dan
memperbaiki sistem astronomi Ptolemy, mengamati mengkaji pergerakan matahari
dan bulan, membuat kalkulasi baru, mendesain katalog bintang, merancang
pembuatan pelbagai instrumen observasi, termasuk desain jam matahari (sundial)
dan alat ukur mural quadrant.
Seperti buku-buku lainnya, karya al-Battani pun diterjemahkan ke bahasa
Latin, yaitu De scientia stellarum, yang dipakai sebagai salah satu bahan rujukan
oleh Kepler dan Copernicus. Kritik terhadap teori-teori Ptolemy juga telah
dilontarkan oleh Ibn Rusyd (w. 1198) dan al-Bitruji (w. 1190).
Dalam bidang fisika, Ibn Bajjah (w. 1138) mengantisipasi Galileo dengan
kritiknya terhadap teori Aristoteles tentang daya gerak dan kecepatan. Demikian
pula dalam bidang-bidang lainnya. Bahkan dalam hal teknologi, pada sekitar tahun
800an M di Andalusia (Spanyol), Ibn Firnas telah merancang pembuatan alat

5
untuk terbang mirip dengan rekayasa yang dibuat Roger Bacon (w. 1292) dan
belakangan dipopulerkan oleh Leonardo da Vinci.

Kata sains dan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan
satu sama lain. Sains, menurut Baiquni, adalah himpunan pengetahuan manusia
tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar, melalui penyimpulan
secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data pengukuran
yang diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam. Sedangkan teknologi adalah
himpunan pengetahuan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam yang
diperoleh dari penerapan sains, dalam kerangka kegiatan yang produktif ekonomis
(Baiquni, 1995: 58-60).
Al-Quran adalah kalam Allah yang eternal karena dinisbatkan kepada Zat
yang Qadim. Ia adalah kebenaran yang absolute karena sifat dari Zat yang Maha
Hak. Oleh sebab itu, Al-Qur’an bukan pedoman biasa yang dapat diabaikan oleh
orang-orang yang mencari kebenaran objektif. Seterusnya, ia juga tidak bisa
ditafsirkan begitu saja karena akan mendistorsi pengertian yang sebenarnya
sebagai hidayah. Al-Qur’an dipenuhi informasi tentang kemutlakan dan juga
tentang kenisbian. Ia mengandung pesan-pesan yang pasti dan tetap aktual di
sepanjang masa dan tempat. Karena kedudukan Al-Qur’an begitu tinggi, maka
ulama memberikan batasan untuk menfsirkannya.
Sebagai hidayah bagi kehidupan manusia, maka Al-Qur’an tidak hanya
menunjuki pada aspek ketuhanan (spiritual) semata tetapi juga mencakup aspek
temporal (duniawi) manusia; tidak hanya menyangkut masalah batin, tetapi juga
masalah lahir; tidak hanya menyangkut masalah pribadi tetapi juga masalah
masalah social, tidak hanya masalah gaib tetapi juga saintifik. Sains dan teknologi
merupakan bagian dari kebutuhan manusia yang banyak berperan di dalam
mengantarkan kebahagiaan hidup manusia dan juga mendapat cercahan cahaya
dari kalam Allah.
Jika kita mencoba untuk menulusuri Hadits-Hadits Nabi SAW, maka kita
akan temukan sangat banyak dari Hadits-Hadits tersebut yang memiliki keterkaitan
secara langsung dengan ilmu pengetahuan, baik itu yang berkaitan dengan ilmu
kesehatan dan kedokteran, atau hasil-hasil riset ilmiyah yang sangat berkembang
pada teknologi, ataupun juga pada prediksi masa depan yang sudah terbukti secara
ilmiah oleh para ilmuan hari ini.

A. Sains dan teknologi dalam Al-Qur’an


1. Penciptaan alam semesta dari sesuatu yang padu lalu terjadi pemisahan
sekunderyangmenimbulkan terbentuknya galaksi. (teori Big Bang) Al-
Anbiya`, 30:

“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya


langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”

2. Gunung sebagaipasakbumi. Permukaan bumi dipecah menjadi banyak


6
lempengan yang kaku dengan ketebalan sekitar 100 km. lempengan ini
mengambang di suatu daerah secaraparsialmelelehdisebut
aesthenoshere.Bentukan gunung terjadi di atas lempengan merupakan dasar
yang kuat.An-Naba`, 7:

“dan gunung-gunung sebagai pasak,”


3. Penghalang antar air tawar dan air asin. Ar-Rahman 20:

“antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.”


4. Janin yang dilindungi oleh tiga selubung kegelapan Az-Zumar 6:

“Dia menciptakan kamu dari seorang dirikemudianDiajadikan


daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang
berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu
kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu
adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada
Tuhan selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?”

B. Relevansi antara hadits dan sains modern


1.Hadits tentang jumlah persendian yang ada pada tubuh manusia

7
Artinya: “Dari Abdullah Bin Buraidah ia berkata: saya
mendengar bapak saya Buraidah berkata bahwa beliau mendengar
Rasulullah SAW berkata: di dalam tubuh manusia terdapat tiga ratus
enam puluh persendian, maka manusia itu harus mensedekahkan untuk
setiap persendiannya itu, para sahabat bertanya, siapakah yang sanggup
untuk melakukan itu ya Rasulallah? Lalu Rasul berkata: membenamkan
ludah yang ada di dalam masjid atau menyingkirkan sesuatu yang
menghalang di jalan, jika kamu tidak sanggup melakukan itu maka
shalat dhuha dua rakaat yang kamu lakukan cukup untuk itu” (HR.
Imam Ahmad Hadits nomor 23700)
Hadits di atas menjelaskan secara terang dan pasti bahwa di
dalam setiap tubuh manusia terdapat 360 persendian, yang hal ini sudah
diinformasikan oleh Rasul pada zaman di mana ilmu pengetahuan
khususnya yang berkaitan dengan anatomi tubuh manusia sangat belum
dikenal, namun para fakar dan ilmuan hari ini membenarkan apa yang
disampaikan oleh Nabi tersebut, karena berdasarkan hasil riset dan
penelitian yang mereka lakukan memang mengatakan hal yang sama,
dengan rincian sebagai berikut: persendian pada tengkorak sebanyak
86, pangkal tenggorokan sebanyak 6 persendian, rongga dada
sebanyak 66 persendian, tulang punggung sebanyak 76 persendian,
anggota bagian atas sebanyak 64 persendian dan anggota bagian bawah
sebanyak 62 persendian, sehingga jumlah keseluruhan adalah sebanyak
360 persendian. Dengan demikian relevansi antara Hadits Nabi dengan
riset ilmiah anatomi tubuh manusia seperti yang dijelaskan di atas
semakin menambah keyakinan kita akan kebenaran dari apa yang
datang dari Rasulullah SAW.

2.Hadits tentang perbedaan pipis bayi laki-laki dengan bayi perempuan :

8
Artinya: Dari Ummu Qais Binti Mihshan sesungguhnya dia
pernah membawa bayi laki-lakinya yang belum pernah memakan
apapun selain air susu kepada Rasulullah SAW lalu bayinya itu pipis di
pakaian Rasulullah SAW, kemudian Nabi meminta air untuk
dipercikkan ke pakaiannya itu dan beliau tidak mencucinya” (HR. AL-
Bukhari dan Muslim). Dan dari Ali Bin Abi Thalib (ra) bahwa
sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “ pipis bayi laki-laki yang baru
menyusui cukup dengan memercikkan air sedangkan pipis bayi bayi
perempuan haruslah dicuci” (HR. Imam Ahmad, Imam Tirmizi
mengatakan bahwa Hadits ini adalah Hadits hasan dan di shohehkan
oleh imam Al-Hakim.).
Dalam perspektif fiqih Hadits ini menyatakan perbedaan cara
membersihkan najis pipis bayi lakilaki yang belum memakan apa-apa
selain dari air susu ibunya dengan najis pipis bayi perempuan, di mana
pipis bayi laki-laki seperti itu digolongkan kepada najis ringan sehingga
hanya cukup dengan memercikkan air ke tempat yang terkena najis
yang dengannya sudah bisa dianggap bersih.
Berbeda dengan pipis bayi perempuan, meskipun ia belum
memakan apaapa selain air susu ibunya tetapi pipisnya tidak lagi
digolongkan kepada najis ringan, sehingga cara membersihkannya
haruslah dengan mencucinya atau dengan menyiramkan air ke atasnya.
(Umdatul Ahkaam Syrhi Bulughil Maram, Taqiyuddin Daqiqil `Eid,
dalam kitab Thaharah) Dalam perspektif sains modern ternyata hal
yang sama juga dapat dibenarkan. Dikatakan bahwa pipis bayi laki-laki
yang belum memakan apa-apa tingkat kenajisannya sangatlah rendah
bahkan bisa saja belum mengotori.
Hal ini sejalan dengan analisa Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
dalam kitab I`lamul Muwaqqi`in-nya yang mengatakan bahwa tingkat
kenajisan pipis bayi perempuan melebihi bayi laki-laki meskipun
keduanya sama-sama belum memakan makanan selain air susu ibu, hal
itu disebabkan oleh pipis bayi perempuan yang sudah dicampuri oleh
zat kotor yang terdapat pada darah di saat dia mengalami masa haid
nantinya. Dua perspektif ini baik fiqih maupun sains modern memiliki
konklusi yang sama, yaitu berbedanya status najis dua bentuk pipis
yang keluar dari dua bayi yang sama-sama belum memakan apaapa
selain dari air susu ibunya, di mana perbedaan tersebut sudah
diinformasikan oleh Rasulullah SAW jauh sebelum berkembangnya
sain dan ilmu pengetahuan.

3. Hadits tentang DNA

9
Artinya: Dari Abu Hurairah (ra) berkata: seseorang dari bani
fazarah datang kepada Nabi SAW lalu ia berkata: sesungguhnya
isteri saya melahirkan bayi yang berwarna hitam, lalu Nabi berkata
kepada lakilaki tersebt: apakah punya onta? Ia menjawab: iya, lalu
Nabi bertanya lagi: apa warnanya? Laki-laki itu menjawab: merah,
lalu nabi bertanya lagi: apakah ada di antara anakanaknya yang
berwarna coklat? Laki-lak itu menjawab: ya ada, lalu Nabi bertanya
lagi: kira-kira warna yan berbeda itu datangnya dari mana? Laki-
laki itu menjawab: barangkali datang dari keturunannya yang dulu,
lalu Nabi berkata: barangkali anak kamu ini juga disebabkan oleh
sifat-sifat turunannya” (HR. Al-Bukhari dalam kitab shohehnya,
6847 dan Muslim hadits ke 3839).
Hadits ini berkaiatan daengan adnya kemungkinan turunnya
karakter dan warna dari bapak atau kakek kepada cucunya. Dan
kebenaran ini dapat dibuktikam secar ilmiah pada hari ini.

10
BAB III
ISLAM DAN PENEGAKKAN HUKUM

A. Latar Belakang
Keberadaan Hukum Islam di kalangan ummat Islam adalah sebagai
patokan dan pedoman untuk mengatur kepentingan masyarakat dan menciptakan
masyarakat yang islami. Kehidupan yang teratur dan sepantasnya diyakini dapat
diterima oleh setiap manusia walaupun menurut manusia ukurannya berbeda-beda.
Hukum Islam sebagai tool of social engineering atau sebagai alat rekayasa social
mengalami hambatan-hambatan dalam penegakannya untuk mengatur kepentingan
masyarakat. Hambatan itu bisa dari Undang-undang, penegak hukum dan dari
pembuat Undang-undang.
Sebagai alat, hukum Islam akan bekerja secara simultan untuk merubah
ummat Islam dalam berperilaku, dari perilaku yang buruk menjadi baik. Tetapi hal
ini tidak bisa berjalan apabila ada yang menghambatnya. Penegakan hukum Islam
melalui Yurisprudensi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum Islam di Indonesia yaitu antara lain dari sisi pembentuk hukum, penegak
hukum dan pencari keadilan. Asas dan teori penegakkan Hukum Islam Tentang
Penataan Hukum, Hukum Islam dan Teori Penerimaan Otoritas Hukum, Hukum
Islam dan Teori Receptie in Complexu, Hukum Islam dan Teori Receptie, Hukum
Islam dan Teori Receptie Exit, Hukum Islam dan Teori Receptio a Contrario,
Hukum Islam dan Teori Eksistensi.

B. Penegakan Hukum dalam Islam


Islam telah menggariskan sejumlah aturan untuk menjamin keberhasilan
penegakkan hukum antara lain:
1. Semua produk hukum harus bersumber dari wahyu.
Seluruh konstitusi dan perundang-undangan yang diberlakukan dalam
Daulah Islamiyah bersumber dari wahyu. Ini bisa dipahami karena netralitas
hukum hanya bisa diwujudkan tatkala hak penetapan hukum tidak berada di
tangan manusia, tetapi di tangan Zat Yang menciptakan manusia.
Menyerahkan hak ini kepada manusia—seperti yang terjadi dalam sistem
demokrasi-sekular—sama artinya telah memberangus “netralitas hukum”.
Dalam sistem Islam, sekuat apapun upaya untuk mengintervensi
hukum pasti akan gagal. Pasalnya, hukum Allah SWT tidak berubah, tidak
akan pernah berubah, dan tidak boleh diubah. Khalifah dan aparat negara
hanya bertugas menjalankan hukum, dan tidak berwenang membuat atau
mengubah hukum. Mereka hanya diberi hak untuk melakukan ijtihad serta
menggali hukum syariah dari al-Quran dan Sunnah Nabi saw.
2. Kesetaraan di depan hukum.
Di mata hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan setara; baik
ia Muslim, non-Muslim, pria maupun wanita. Tidak ada diskriminasi,
kekebalan hukum, atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan
kriminal (jarimah) dihukum sesuai dengan jenis pelanggarannya. Dituturkan
dalam riwayat sahih, bahwa pernah seorang wanita bangsawan dari Makhzum
melakukan pencurian. Para pembesar mereka meminta kepada Usamah bin
Zaid agar membujuk Rasulullah saw. agar memperingan hukuman. Rasulullah
saw. murka seraya bersabda:

11
‫ق فِي ِه ُم الض َِّعيفُ أَقَا ُموا َعلَ ْي ِه‬
َ ‫ق فِي ِه ُم ال َّش ِريفُ تَ َر ُكوهُ َوإِ َذا َس َر‬ َ ‫ك الَّ ِذينَ قَ ْبلَ ُك ْم أَنَّهُ ْم َكانُوا إِ َذا َس َر‬
َ َ‫إِنَّ َما أَ ْهل‬
‫ْال َح َّد َوا ْي ُم‬
ُ ‫ت لَقَطَع‬
‫ْت يَ َدهَا‬ ْ َ‫هللاِ لَوْ أَ َّن فَا ِط َمةَ بِ ْنتَ ُم َح َّم ٍد َس َرق‬

“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah


tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah
yang mencuri, mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat Yang jiwaku
berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri Muhammad
mencuri niscaya akan aku potong tangannya (HR al-Bukhari).

3. Mekanisme pengadilan efektif dan efisien.


Mekanisme pengadilan dalam sistem hukum Islam efektif dan efisien. Ini
bisa dilihat dari beberapa hal berikut ini.
 keputusan hakim di majelis pengadilan bersifat mengikat dan tidak bisa
dianulir oleh keputusan pengadilan manapun. Kaedah ushul fikih
menyatakan:

‫اَاْل ِ جْ تِهَا ُد الَ يُ ْنقَضُ بِااْل ِ جْ تِهَا ِد‬

“Sebuah ijtihad tidak bisa dianulir dengan ijtihad yang lain.”

Keputusan hakim hanya bisa dianulir jika keputusan tersebut


menyalahi nas syariah atau bertentangan dengan fakta. Keputusan hakim
adalah hukum syariah yang harus diterima dengan kerelaan. Oleh karena
itu, pengadilan Islam tidak mengenal adanya keberatan (i’tiradh), naik
banding (al-istinaf) dan kasasi (at- tamyiiz). Dengan begitu penanganan
perkara tidak berlarut-larut dan bertele-tele. Diriwayatkan bahwa Khalifah
Umar ra. pernah memutuskan hukum musyarakah karena tidak adanya
saudara sepupu. Lalu ia menetapkan bagian di antara saudara tersebut
dengan musyarakah. Khalifah Umar lalu berkata, “Yang itu sesuai dengan
keputusanku, sedangkan yang ini juga sesuai dengan keputusanku.”
Beliau menerapkan dua hukum tersebut sekalipun keduanya
bertentangan. Khalifah Umar juga pernah memutuskan bagian kakek
dengan ketentuan yang berbeda-beda, namun dia tidak mencabut
keputusannya yang pertama (Abdul Qadim Zallum, Nizham al-Hukmi fi al-
Islam, ed. IV, 1996, Daar al-Ummah, Beirut, Libanon, hlm. 1920).

Para Sahabat ra. menetapkan hukum atas suatu persoalan yang


berbeda dengan keputusan Khalifah sebelumnya, namun mereka tidak
menghapus keputusan-keputusan yang lain.

 Mekanisme pengadilan dalam majelis pengadilan mudah dan efisien.


Jika seorang pendakwa tidak memiliki cukup bukti atas
sangkaannya, maka qadhi akan meminta terdakwa untuk bersumpah. Jika
terdakwa bersumpah, maka ia dibebaskan dari tuntutan dan dakwaan
pendakwa. Namun, jika ia tidak mau bersumpah maka terdakwa akan
dihukum berdasarkan tuntutan dan dakwaan pendakwa. Sebab, sumpah
(qasam) bisa dijadikan sebagai alat bukti untuk menyelesaikan sengketa.
Penghapusan sumpah sebagai salah satu alat bukti (bayyinah) dalam sistem
hukum sekuler menjadikan proses pengadilan menjadi rumit dan bertele-
tele.

12
 Kasus-kasus yang sudah kadaluwarsa dipetieskan, dan tidak diungkit
kembali, kecuali yang berkaitan dengan hak-hak harta. Pasalnya, kasus
lama yang diajukan ke sidang pengadilan ditengarai bermotifkan balas
dendam.
 Ketentuan persaksian yang memudahkan qadhi memutuskan sengketa di
antaranya adalah:

1. Seorang baru absah bersaksi atas suatu perkara jika ia menyaksikan


sendiri, bukan karena pemberitahuan orang lain;

2. Syariah menetapkan orang tertentu yang tidak boleh bersaksi, yakni,


orang yang tidak adil, orang yang dikenai had dalam kasus qadzaf, laki-
laki maupun wanita pengkhianat, kesaksian dari orang yang memiliki rasa
permusuhan, pelayan yang setia pada tuannya, kesaksian anak terhadap
bapaknya, atau kesaksian bapak terhadap anaknya, kesaksian seorang
wanita terhadap suaminya, atau kesaksian suami terhadap isterinya;

3. Adanya batas atas nishab kesaksian, yang memudahkan seorang qadhi


dalam menangani perkara.

 Dalam kasus ta’zir, seorang qadhi diberi hak memutuskan berdasarkan


ijtihadnya.

4.Lembaga Peradilan Tidak Tumpang Tindih.


Qadhi diangkat oleh Khalifah atau struktur yang diberi kewenangan
Khalifah. Qadhi secara umum dibagi menjadi tiga; yakni qadhi khushumat, qadhi
hisbah dan qadhi mazhalim. Qadhi khushumat bertugas menyelesaikan
persengketaan yang menyangkut kasus ’uqubat dan mu’amalah. Qadhi hisbah
bertugas menyelesaikan penyimpangan yang merugikan kepentingan umum. Qadhi
mazhalim bertugas menyelesaikan persengketaan rakyat dengan negara, baik
pegawai, pejabat pemerintahan, maupun Khalifah. Lembaga-lembaga tersebut
memiliki kewenangan dan diskripsi tugas yang tidak memungkinkan terjadinya
tumpang tindih.
Mahkamah peradilan bisa dibentuk berdasarkan teritorial; bisa tingkat
pusat, wilayah, maupun imarah. Di tiap wilayah atau imarah bisa dibentuk
beberapa mahkamah peradilan. Rasulullah saw. pernah mengangkat ‘Ali bin Abi
Thalib dan Muadz bin Jabal sebagai qadhi di Yaman. Jika ada tarik ulur antara
penuntut dan pihak tertuntut, yang dimenangkan adalah pihak penuntut. Jika
penuntut meminta diadili di Yaman, sedangkan tertuntut minta di Mesir, maka
permintaan penuntut yang dimenangkan. Alasannya, penuntut adalah pihak yang
menuntut haknya, sehingga lebih kuat.
Mahkamah peradilan bisa dibentuk berdasarkan kasus yang ditangani.
Misalnya, Mahkamah A untuk menangani kasus hudud dan jinayat saja, tidak
berwenang menangani kasus ta’zir, dan lain sebagainya. Nabi saw. mengangkat
Hudzaifah al-Yaman, Saad bin Muadz, Abu Bakar, ‘Umar, Amr bin al-‘Ash dan
lain-lain untuk memutuskan perkara tertentu, untuk masa tertentu. Ketetapan
semacam ini juga pernah terjadi pada masa Kekhilafahan Islam. Abu ‘Abdillah az-
Zubair berkata, “Beberapa waktu yang lalu, para pemimpin di Bashrah pernah
mengangkat qadhi yang bertugas menyelesaikan permasalahan hukum diMasjid
Jami’. Mereka menamakannya sebagai qadhi masjid. Ia berwenang menyelesaikan
13
perkara harta yang nilainya dua ratus dirham dan dua puluh dinar atau lebih sedikit
darinya. Ia juga berwenang menentukan besarnya nafkah yang harus diberikan
(seperti nafkah suami kepada istri). Qadhi ini tidak boleh menjalankan tugasnya di
tempat lain, juga tidak boleh menangani kasus keuangan yang lebih besar dari apa
yang telah ditetapkan tadi, serta kasus lain yang tidak menjadi wewenangnya.”
(Imam al-Mawardi, Ahkam as-Sulthaniyah). Ketentuan ini bisa diberlakukan di
pusat, wilayah, maupun imarah.Dengan ketetapan seperti ini, tumpang-tindih
kewenangan bisa dianulir.

5.Setiap keputusan hukum ditetapkan di majelis peradilan.


Keputusan qadhi bersifat mengikat jika dijatuhkan di dalam majelis
persidangan. Pembuktian baru diakui jika diajukan di depan majelis persidangan.
Atas dasar itu, keberadaan majelis persidangan merupakan salah satu syarat
absahnya keputusan seorang qadhi. Yang dimaksud qadhi di sini adalah qadhi
khushumat.

Adapun qadhi hisbah dan qadhi mazhalim tidak membutuhkan majelis


persidangan khusus. Qadhi hisbahdan mazhalim bisa memutuskan perkara saat
berada di tempat, atau tatkala terjadi tindak pelanggaran terhadap hak-hak
masyarakat, atau ketika terjadi tindak kezaliman yang dilakukan oleh penguasa.
Sebab, perkara-perkara yang ditangani oleh qadhi hisbah dan qadhi mazhalim tidak
mensyaratkan adanya pihak penuntut maupun tertuduh. Qadhi hisbah maupun
mazhalim bisa menjatuhkan sanksi begitu terbukti ada pelanggaran.

6.Tidak Saling Menyandera

Sistem politik Islam menjamin penegakan hukum berjalan efektif dan


efisien. Sebab, semua kebijakan hukum dan politik yang dikeluarkan Khalifah
harus berdasarkan wahyu sehingga bebas kepentingan.
Selain itu sistem politik Islam tidak mengenal adanya pembagian atau
pemisahan kekuasaan seperti dalam sistem pemerintahan demokrasi (trias politika)
sehingga menutup celah adanya konflik kelembagaan. Adapun dalam sistem
pemerintahan demokrasi, pembagian atau pemisahan kekuasaan telah membuka
ruang konflik antar lembaga negara. Lembaga legislatif acapkali menyandera
kebijakan eksekutif, atau sebaliknya. Pasalnya, setiap lembaga memiliki klaim
kewenangan dan kekuasaan atas lembaganya. Akibatnya, elit kekuasaan—
eksekutif, legislatif dan yudikatif—disibukkan dengan konflik kelembagaan
hingga kepentingan rakyat dikorbankan. Bahkan tidak jarang, masing-masing
lembaga melakukan manuver ke bawah. Konflik pun tidak hanya terjadi di level
elit kekuasaan, tetapi menyebar ke ranah horisontal. Kekacauan sosial akibat
konflik vertikal tidak bisa dielakkan lagi.
Adapun dalam sistem politik Islam, Khalifah adalah pemegang
kewenangan tertinggi dalam mengatur urusan rakyat. Khalifah atau orang yang
dilimpahi mandat oleh Khalifah berwenang menyelesaikan sengketa rakyat dengan
rakyat, rakyat dengan negara, maupun sengketa antar lembaga negara. Setiap
sengketa pasti bisa diselesaikan dengan mudah karena kepemimpinan Islam
bersifat tunggal. Pengangkatan dan pencopotan pejabat negara juga menjadi
kewenangan Khalifah. Keputusan Khalifah wajib ditaati. Siapa saja yang

14
membangkang dikenai sanksi berat.
Islam pun mewajibkan kaum Muslim untuk melaksanakan amar makruf
nahi mungkar, baik dilaksanakan secara individu, kelompok (partai politik),
maupun kelembagaan negara (mahkamah mazhalim). Kontrol atas penegakan
hukum bukan sekadar menjadi isu politik dan yuridis, namun juga menjadi isu
sosial yang mampu memberi “tekanan” kuat bagi siapa saja yang berusaha
merobohkan sendi-sendi hukum.
Penegakan hukum di sistem demokrasi sekular hanyalah jargon khayali
yang tidak mungkin membumi. Sistem ini mulai pangkal hingga ujungnya
bermasalah. Menaruh harapan pada sistem ini jelas-jelas kesalahan besar.

Akhirnya, hanya dengan kembali pada syariah Islam dan sistem Khilafah
Islamiyah, manusia akan mendapatkan apa yang selama ini mereka harapkan.
Pasalnya, syariah Islam dan Khilafah Islamiyah adalah ketentuan yang ditetapkan
Allah SWT, Zat Yang Paling Memahami apa yang paling baik bagi manusia

15
BAB IV
KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MAKRUF
DAN NAHI MUNKAR

A. Pengartian amar ma’ruf nahi mungkar

Islam dengan tegas memerintahkan pemeluknya untuk senantiasa


berbuat baik dan menghindari berbuat buruk. Tidak berhenti di situ, Islam
juga menganjurkan umatnya untuk menularkan kebaikan itu kepada orang
lain dan mencegah kemungkaran terjadi di tengah masyarakat. Dengan
demikian, kebaikan dan kemungkaran dalam Islam tidak sekadar
diharapkan hadir pada level individu melainkan juga di tingkat kehidupan
sosial. Pembenahan pun seyogianya selain dilakukan pada diri sendiri juga
dilakukan terhadap orang lain atau masyarakat.Inilah yang terkenal dengan
sebutan amar ma’ruf nahi (‘an) munkar yang dalam Al-Qur’an Surat Ali
'Imran ayat 110 disebut sebagai bagian dari cirri umat terbaik.

ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬


ِ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهلل‬ ْ ‫ُك ْنتُ ْم خَ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت لِلن‬

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah.” (QS Ali 'Imran: 110)

Secara bahasa ma’ruf berarti diakui, diketahui, dimaklumi.


Maksudnya, sebuah perbuatan adalah baik menurut pengakuan nurani juga
masyarakat secara umum. Sementara munkar bermakna sebaliknya, yakni
diingkari, ditentang, dilawan. Maksudnya, sebuah perbuatan adalah buruk
menurut pengingkaran nurani juga masyarakat secara umum. Kedua istilah
tersebut lebih sering terkait dengan konteks kemasyarakatan ketimbang
urusan individu. Istilah ma’ruf sendiri seakar kata dengan ‘urf yang berarti
kebiasaan umum di masyarakat. Suatu perbuatan bisa saja dikatakan
maksiat tapi belum tentu disebut munkar. Orang yang telanjang bulat di
jalanan tentu tidak cukup disebut maksiat tapi juga munkar karena
berhubungan dengan kenyamanan, keamanan, norma, dan pemakluman
masyarakat secara umum.
Dalam kehidupan di dunia ini hampir tidak ditemui satu pun
masyarakat yang benar-benar suci dari unsur kemungkaran. Karena itu
kewajiban ini selalu relevan dilakukan, dan berstatus hukum fardhu kifayah
alias kewajiban kolektif umat Islam. Hadits yang selalu dikutip untuk
persoalan ini adalah:

ِ ‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِّد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه َو َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذلِكَ أَضْ َعفُ اإْل ِ ْي َم‬
‫ان‬

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka


hendaknya ia menghilangkannya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu,
maka dengan lisannya. Orang yang tidak mampu dengan lisannya, maka
dengan hatinya. Dan dengan hati ini adalah lemah-lemahnya iman.” (HR.
Muslim).
16
Banyak sekali orang berpikir bahwa hadits ini berbicara seolah
urutan tahapan dakwah sesuai dengan urutan kalimat yang disampaikan.
Artinya, pertama harus menggunakan tangan atau kekuasaan, lalu lisan,
baru kemudian hati. Padahal, hadits ini memberi informasi tentang urutan
tingkatan maksimal dalam usaha amar ma’ruf nahi munkar. Jika memiliki
kemampuan membenahi dengan lisan maka jangan berhenti di hati saja;
jika memiliki kemampuan membenahi dengan tangan/kekuasaan maka
jangan berhenti dengan lisan saja.

B. Cara dan Tahapan Amar ma’ruf dan nahi Munkar

Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah


s.a.w. bersabda: "Barangsiapa di antara engkau semua melihat sesuatu
kemungkaran, maka hendaklah mengubahnya itu dengan tangannya,jikalau
tidak dapat ( dengan atau kekuasaannya), maka dengan lisannya (dengan jalan
menasihati orang yang melakukan kemungkaran tadi )-dan jikalau tidak dapat
juga (dengan lisannya),maka dengan hatinya (maksudnya hatinya mengingkari
serta tidak menyetujui perbuatan itu). Yang sedemikian itu (yakni dengan hati
saja) adalah selemah-lemahnya keimanan." (HR. Muslim)
Kemungkaran jika didiamkan merajalela maka akan dianggap biasa dan
merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama serta
generasi sesudahnya karena kemungkaran atau perbuatan maksiat sangat
mendukung hawa nafsu untuk mengikutinya sehingga digemari dan mudah
diikuti, untuk itu bila kuasa harus diperingatkan dengan perbuatan agar terhenti
kemungkaran tadi seketika itu juga.
Bila tidak sanggup, maka dengan Iisan (dengan nasihat peringatan atau
perkataan yang sopan-santun),sekalipun ini agak lambat berubahnya. Tetapi
kalau masih juga tidak sanggup, maka cukuplah bahawa hati kita tidak ikut-
ikut menyetujui adanya kemungkaran itu. Hanya saja yang terakhir ini adalah
suatu tanda bahawa iman kita sangat lemah sekali. Kerana dengan hati itu
hanya bermanfaat untuk diri kita sendiri, sedang dengan perbuatan atau nasihat
itu dapat bermanfaat untuk kita dan masyarakat umum, hingga kemungkaran
itu tidak terus menjadi-jadi.

C. Metode Amar Ma’ruf nahi Munkar


Allah berfirman:“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan
hikmah dan pengajaran yang baik, serta berdebatlah dengan mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa
yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
mendapat petunjuk.” (an-Nahl: 125).
Inilah metode yang ditempuh para pendahulu yang saleh (salaf) dalam
beramar ma’ruf nahi mungkar: menampilkan sikap lembut, tenang dibarengi
oleh ilmu, pemahaman terhadap situasi, kondisi, dan amal.
Pertama :Mencegah kemungkaran, yang dikemas dalam bentuk nasihat
dan wejangan serta menanamkan rasa takut kepada Allah .Langkah ini
17
ditujukan kepada pelaku kemungkaran yang mengetahui hukum syariat terkait
dengan perbuatannya.
Langkah ini berbeda dengan yang pertama, yang umumnya diterapkan
kepada pelaku kemungkaran yang tidak mengetahui hukum syariat.Ibaratnya,
langkah kedua ini untuk mengingatkan kembali pelaku akan hukum syariat
yang sudah diketahuinya. misalnya tentang janji Allah bagi orang-orang yang
taat kepada-Nya dengan metode yang hikmah dan arahan yang baik.

Allah berfirman: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena


sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.”
(adz-Dzariyat: 55)

Kedua :Teguran yang keras. Langkah ini ditempuh ketika pelaku


kemungkaran tidak jera dengan metode/langkah sebelumnya. Terapkan teguran
yang keras dengan memerhatikan etika dan kaidah syar’i,tidak menyampaikan
sesuatu melainkan dengan jujur, dan tidak melebar kesana-kemari jika tidak
perlu. Nabi Ibrahim as, sebagai bapak para nabi menempuh langkah ini,seperti
firman Allah:“(Ibrahim berkata), ‘Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah
selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?’.” (al-Anbiya: 67)
Ketiga : Ancaman dan menakut-nakuti. Langkah terakhir yang bisa
ditempuh dalam melakukan pengingkaran kemungkaran dengan lisan. Caranya,
menyampaikan kepada pelaku kemungkaran, “Kalau engkau tidak
menghentikan perbuatanmu, aku akan bertindak!” atau “Aku akan
melaporkanmu kepada pihak berwajib agar menghukum dan
memenjarakanmu.”
Tetapi, ancaman yang disampaikan harus benar-benar wajar dan masuk
akal, supaya si pelaku mempercayai ancaman dan tindakan yang akan diambil
oleh pihak yang mengingkarinya. Mengingkari dengan Hati, yaitu bagi seorang
mukmin yang tidak memiliki kemampuan untuk mengingkari dengan tangan
dan lisannya. Tidak ada jalan lain bagi siapa yang keadaannya demikian,selain
membenci dan menampakkan ketidaksukaan kepada kemungkaran dan
pelakunya dengan hatinya dan Allah Maha Mengetahui hal tersebut.
Kewajiban ini tidak bisa gugur dari seorang mukmin, siapa pun dia,
karena tidak ada halangan apa pun yang mencegahnya. Tidak ada lagi cara lain
untuk mengingkari kemungkaran. Bahkan, pengingkaran dengan hati adalah
akhir batas keimanan.
Tujuan Amar Maruf dan Nahi Munkar dalam Islam adalah
menghidupkan perbuatan baik di tengah masyarakat dan memberantas
keburukannya, sehingga masyarakat bisa mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Terkait hal ini, Allah swt dalam surat at-Taubah ayat 71 berfirman,
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)
yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan
zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Al-Quran juga menegaskan bahwa tujuan diutusnya seluruh Nabi dan
Rasul adalah melaksanakan Amar Maruf dan Nahi Munkar. Firman Allah swt
dalam surat An-Nahl ayat 36 “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu",maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk

18
oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan
baginya.Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (Q s. An-Nahl ayat
36).

19
BAB V
FITNAH AKHIR ZAMAN

A. Pengertian Fitnah
Hari akhir atau kiamat merupakan hari kehancuran alam semesta
beserta seluruh isinya yang pasti akan terjadi. Hal ini telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an dan hadits. Sebelum hari akhir itu terjadi maka akan muncul
berbagai fitnah di akhir zaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
mengabarkan kepada umatnya tentang fitnah-fitnah akhir zaman agar mereka
selalu berhati-hati dan selalu bertaqwa serta berpegang teguh terhadap apa
yang telah dilakukan oleh para pendahulu sebelumnya.
Sementara yang dimaksud dengan fitnah menurut ibnu arabi dalam
linasul arab bahwa Fitnah adalah cobaan, Fitnah adalah ujian, harta adalah
fitnah, anak-anak adalah fitnah, kekafiran adalah fitnah, Fitnah itu bisa pula
adalah perbedaan pendapat manusia. Intinya fitnah itu adalah segala hal yang
dapat menjadikan manusia berselisih dan menjauh dari kebenaran agama.
Di sisi lain, kata fitnah bermakna ujian, sebab keduanya bisa digunakan
dalam konteks kesulitan maupun kesenangan yang diterima seseorang. Hanya
saja,makna “kesulitan”lebih sering digunakan. Allah berfirman (yang artinya):
“Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya)….”(QS.Al-Anbiyaa’:35)(Mufradat Alfazh Al-
Qur’an al-Karim karya ar-Raghibal-Ashfahani).
Dari uraian di atas dapat disimpilkan bahwasanya pengertian fitnah
adalah hal-hal dan kesulitan-kesulitan yang Allah timpakan kepada hamba-
hambanya sebagai ujian dan cobaan yang mengandung hikmah.biasanya fitnah
terjadi secara umum, namum ada juga fitnah yang terjadi secara khusus. Pada
akhirnya, berkat karunia Allah fitnah itu diangkat sehingga meninggalkan
dampak yang baik bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dan yang beriman,
sebaliknya meninggalkan dampak yang buruk bagi mereka yang berbuat
kejahatan dan tidak beriman (Fitnah Akhir Zaman/ al-Fitnah wa Mauqif al-
Muslim minhaa”, Dr.Muhammad al-‘Aqil).

B. Fitnah-Fitnah Akhir Zaman


Diantara fitnah akhir zaman yang dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam adalah:

1. Fitnah dalam agama,yaitu dengan mudahnya manusia berpindah dari


agama Islam.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menjelaskan: “Cepat-
cepatlah kalian beramal shalih sebelum datang fitnah, seperti malam yang
gelap. Seorang pada pagi harinya dalam keadaan mukmin, kemudian pada
sore harinya menjadi kafir. Pada sore harinya dalam keadaan mukmin, pada
pagi harinya menjadi kafir; dia menjual agamanya dengan benda-benda
dunia.” (HR. Muslim)

2. Fitnah kebodohan, kerakusan, dan kekacauan dengan dicabutnya ilmu


agama dari hati manusia.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Zaman semakin
20
dekat, ilmu dicabut, muncul fitnah-fitnah, tersebar kebakhilan-kebakhilan,
banyak terjadi al-haraj. Para sahabat bertanya, ‘Apakah al-haraj itu, ya
Rasulullah?” beliau menjawab, ‘Pembunuhan.’”(Muttafaqun ‘alaih).

Ilmu akan dicabut dari hati manusia dengan cara diwafatkannya


para ulama’ ahli ilmu agama. Maka setelah itu akan terjadilah kebodohan
dimana-mana dan akan ada muncul da’i-da’I yang menyeru ke dalam
neraka jahanam.

3. Diangkatnya amanah dari manusia.


Hal ini merupakan tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat.
Sebagaimana yang telah di kabarkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam yang ketika itu datang seorang Badui kepada beliau dan berkata,
“Kapankah hari kiamat akan terjadi?” Beliau menjawab dengan sabdanya:
“Apabila telah disia-siakannya amanah, maka tunggulah hari kiamat!
Orang tersebut kembali bertanya, ‘Bagaimana disia-siakannya, wahai
Rasulullah?’ beliau menjawab, ‘Apabila suatu perkara diserahkan kepada
orang yang bukan ahlinya, maka tungguhlah hari kiamat.’” (HR.Bukhari)

Pada kenyataan yang bisa kita amati adalah dengan dicabutnya sifat
amanah dari pundak-pundak para pemimpin. Kepemimpinan merupakan
amanah yang sangat besar. Sebagaimana sabda shallahu ’alaihi wasallam:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin.” (HR. Bukhari dan
Muslim)

Hal tersebut telah muncul di zaman ini seperti yang bisa kita amati
seksama, yaitu banyaknya para pemimpin yang tidak melaksanakan
amanahnya dengan baik. Mereka malah menyelewengkan amanah itu untuk
kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya seperti halnya korupsi yang
telah merajalela dimana-mana. Hal itu termasuk bentuk penyelewengan
amanah yang seharusnya disampaikan kepada rakyat.

4. Fitnah harta.
Macam-macam fitnah tersebut merupakan sebagian dari tanda-
tanda hari kiamat. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:“Sesungguhnya di antara
tanda hari kiamat ialah; diangkat ilmu (agama), tersebar kejahilan (terhadap
agama), arak diminum (secara leluasa), dan zahirnya zina (secara terang-
terangan)”. (HR. al-Bukhari no. 78 dan Muslim no. 4824)

Fitnah-fitnah tersebut mulai muncul setelah wafatnya Umar bin al-


Khattab. Karena beliau merupakan dinding pembatas antara kaum
Muslimin dengan fitnah tersebut, sebagaimana yang diterangkan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berkata kepada ‘Umar:
“Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan
hancur.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka kita semua harus berhati-hati pada fitnah-fitnah tersebut,


karena hal tersebut akan menghancurkan semua umat. Sebagaimana firman
Allah subhanahu wa ta’ala: “Dan takutlah kepada fitnah yang tidak hanya
21
menimpa orang yang zhalim di antara kalian semata dan ketahuilah, bahwa
Allah memiliki adzab yang sangat pedih.” (QS. al-Anfal: 25).

C. Upaya menghadapi tantangan fitnah akhir zaman


Berikut cara yand dapat kita lakukan agar bisa melewati arus dan badai
fitnah akhir zaman ini sehingga bisa mengantarkan kita kepada ujung yang
membahagiakan.
1. Meminta Perlindungan Kepada Allah
Seorang muslim hendaklah kembali kepada Allah ‘azza wajalla dan
senantiasa meminta perlindungan kepada-Nya dalam menghadapi fitnah.
Sesungguhnya kapan saja seorang muslim menghadapkan dirinya kepada
Allah ‘azza wajalla dalam meminta pertolongan, menggantungkan harapan,
melambungkan keinginan maka Allah ‘azza wajalla menjaganya,
melindunginya dan meneguhkannya di atas jalan Islam.Oleh karenanya,
beliau selalu memohon perlindungan kepada Allah ‘azza wajalla dan
memerintahkan umatnya untuk mengerjakannya.

‫ار َوأَعُو ُذ بِكَ ِم ْن فِ ْتنَ ِة ْالقَب ِْر‬


ِ َّ‫ب الن‬ِ ‫ار َو ِم ْن َع َذا‬ ِ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ يَتَ َع َّو ُذ اللَّهُ َّم إِنِّي أَعُو ُذ بِكَ ِم ْن فِ ْتنَ ِة الن‬
َ ‫ي‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬
ِ ‫يح ال َّدج‬
‫َّال‬ ِ ‫ك ِم ْن فِ ْتنَ ِة ْال َم ِس‬
َ ِ‫ك ِم ْن فِ ْتنَ ِة ْالفَ ْق ِر َوأَعُو ُذ ب‬ َ ِ‫ك ِم ْن فِ ْتنَ ِة ْال ِغنَى َوأَعُو ُذ ب‬ َ ِ‫ب ْالقَب ِْر َوأَعُو ُذ ب‬ ِ ‫ك ِم ْن َع َذا‬ َ ِ‫َوأَعُو ُذ ب‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa meminta perlindungan


dengan (membaca): Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah
neraka dan siksa neraka, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kubur dan
siksa kubur, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kekayaan dan aku
berlindung kepada-Mu dari fitnah kefakiran dan aku berlindung kepada-Mu
dari fitnah Dajjal.” (HR. Al-Bukhari No. 5899).
2. Bersabar Saat Menghadapinya
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan, tidak ada obat bagi fitnah
kecuali sabar, karena sabar merupakan penempa seseorang dan pembersih
dirinya dari dosa sebagaimana pembakaran merupakan tempaan untuk
menghasilkan perhiasan emas dan perak. Fitnah itu tempaan untuk
menghasilkan seorang mukmin yang jujur. (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,
Ighatsatul Lahfan, 2/162)

Allah ‘azza wajalla berfirman:

َ َ‫َولَقَ ْد فَتَنَّا الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم ۖ فَلَيَ ْعلَ َم َّن هَّللا ُ الَّ ِذين‬
‫ص َدقُوا َولَيَ ْعلَ َم َّن‬
َ‫ْال َكا ِذبِين‬

“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum


mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar
dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-
Ankabut: 30)

Seorang mukmin tidak akan dibiarkan menikmati keimanannya


tanpa terlebih dahulu diberikan ujian dan cobaan atau fitnah. Dengan itu
akan diketahui siapa di antara mereka yang jujur dalam keimanannya dan
22
siapa yang dusta dalam keimanannya. Fitnah yang ditimpakan kepada umat
akhir zaman ini bukanlah satu-satunya fitnah akan tetapi ia merupakan
sunnatulloh yang juga diperjalankan terhadap umat-umat terdahulu. Allah
‘azza wajalla berfirman,

َ‫ب النَّاسُ أَ ْن يُ ْت َر ُكوا أَ ْن يَقُولُوا آ َمنَّا َوهُ ْم اَل يُ ْفتَنُون‬


َ ‫أَ َح ِس‬

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)


mengatakan: ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS.
Al-Ankabut: 2)
3. Bersegera Melakukan Ketaatan
Sesungguhnya menyibukkan diri dengan ketaatan dan bersegera menuju
peribadatan kepada Allah saat fitnah akhir zaman terjadi merupakan faktor besar
yang mendukung seorang mukmin bisa tsabat (teguh) di jalan Allah ‘azza
wajalla. Karena ibadah itu merupakan tali pengikat antara seorang hamba dengan
Rabbnya yang akan melindungi dan menjaganya dari fitnah. Ibadah juga dapat
menguatkan iman seseorang sehingga tiada lagi jalan bagi fitnah untuk
menyusup ke dalam hati yang dipenuhi dengan keimanan.

Allah ‘azza wajalla berfirman:

ْ ‫ات َواأْل َرْ ضُ أُ ِع َّد‬


َ‫ت لِ ْل ُمتَّقِين‬ ُ ْ‫ارعُوا إِلَ ٰى َم ْغفِ َر ٍة ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬
ُ ‫ضهَا ال َّس َما َو‬ ِ ‫َو َس‬

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Ali-Imran: 133)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga menghasung umatnya


untuk segera melakukan amal saleh saat terjadi fitnah dalam sabdanya,

ْ ‫بَا ِدرُوا بِاأْل َ ْع َما ِل فِتَنًا َكقِطَع اللَّ ْي ِل ْال ُم‬


‫ أَوْ يُ ْم ِسي ُم ْؤ ِمنًا‬،‫ يُصْ بِ ُح ال َّر ُج ُل ُم ْؤ ِمنًا َويُ ْم ِسي َكافِرًا‬،‫ظلِ ِم‬ ِ
‫َويُصْ بِ ُح‬
‫ض ِمنَ ال ُّد ْنيَا‬
ٍ ‫ يَبِي ُع ِدينَهُ´ بِ َع َر‬،‫َكافِرًا‬

“Bersegeralah beramal sebelum munculnya fitnah yang datang bagaikan


potongan-potongan malam yang gelap, seseorang di pagi harinya beriman dan di
sorenya telah menjadi kafir, atau sorenya masih beriman dan pagi harinya telah
menjadi kafir, menjual agamanya dengan gemerlap dunia.” (HR. Muslim).

4. Memohon Kematian yang Baik


Tidak bisa dipungkiri bahwasanya fitnah akhir zaman adalah ujian besar
yang menimpa diri dan hati orang beriman, bahkan sampai pada keadaan
hilangnya agama dan keimanan dari dirinya (kafir/murtad), dan itu adalah
kerugian yang amat besar. Maka yang paling baik bagi seorang mukmin adalah
memohon kepada Allah agar bisa diberikan kematian yang baik, yaitu mati tetap
teguh di atas agama Islam. Karena mati dalam keadaan Islam itu lebih baik dari
pada hidup kehilangan iman.

Oleh karenanya baginda Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi


wasallam bersabda:

23
ُّ‫ت خَ ْي ٌر لِ ْل ُم ْؤ ِم ِن ِم ْن ْالفِ ْتنَ ِة َويَ ْك َرهُ قِلَّةَ ْال َما ِل َوقِلَّةُ ْال َما ِل أَقَل‬
ُ ْ‫ت َو ْال َمو‬
ُ ْ‫ْاثنَتَا ِن يَ ْك َرهُهُ َما ابْنُ آ َد َم ْال َمو‬
ِ ‫لِ ْل ِح َسا‬
‫ب‬

“Dua hal yang dibenci oleh manusia; kematian padahal kematian itu lebih
baik bagi orang mukmin dari pada fitnah dan benci sedikitnya harta padahal
sedikitnya harta itu lebih ringan untuk hisab.” (HR. Ahmad)

24
DAFTAR PUSTAKA

http://media-islam.

http://syiarislam.wordpress.com

https://almanhaj.or.id/2708-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-hukum-islam.html

https://www-kompasiana-
com.cdn.ampproject.org/v/s/www.kompasiana.com/amp/ida_faridatul_khasanah/iman-
islam-dan-ihsan-jalan-menuju-surga_

https://www.researchgate.net/publication/334885901_Alqur'an_dan_Sains_Suatu_Sudut_
Pandang_Terhadap_Legalitas_Penafsiran_Sains_Atas_Al-Qur'an

https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98077985952814343/download

http://syariah-muher.blogspot.com/2010/12/teori-penegakkan-hukum-islam-di.html?m=1

https://ervanaprian-wordpress-
com.cdn.ampprojec.org/v/s/ervanavrian.com/2015/04/07/penegakanhukumislam/amp/

https://belajaraturanislam.blogspot.com/2017/05/arti-dan-cara-ber-amar-maruf-nahi-
munkar.html?m=1

https://islam.nu.or.id/post/read/84670/cara-mengamalkan-hadits-amar-maruf-nahi-
munkar

https://almanhaj.or.id/7735-hukum-amar-maruf-nahi-mungkar.html

https://kanal24.co.id/read/covid-19-dan-fitnah-akhir-zaman

http://buletin-aliman.blogspot.com/2013/02/fitnah-akhir-zaman.html?m=1

https://almanhaj.or.id/3693-mewaspadai-fitnah-ujian-di-zaman-modern.html

https://www-kompasiana-
com.cdn.ampproject.org/v/s/www.kompasiana.com/amp/alifagit5688/5d13afc0097f360fe
4396682/sejarah-perkembangan-ilmu-sains-dalam-islam?amp

25
26

Anda mungkin juga menyukai