Anda di halaman 1dari 54

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:
Nama : Meilyssa Rahayu
NIM : GID020040
Fakultas&Prodi : FMIPA & Matematika
Semester : 1 (Satu)

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/20

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas


selesainya tugas ini. Sehingga saya dapat merampungkan penyusunan artikel
pendidikan agama islam dengan judul “Tema Keislaman” tepat pada waktunya.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan bisa menyelesaikan artikel ini
dengan baik.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah


Muhammad SAW atas bimbingannya sehingga membawa kita dari alam kegelapam
menuju alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam.
Tidak lupa saya juga ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada
seluruh referensi yang mendukung serta membantu dalam pembuatan artikel ini.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi kita semua,
khususnya bagi saya sendiri umumnya para pembaca artikel ini guna menambah
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan keislaman.

Saya menyadari dalam penyusunan artikel ini masih banyak terdapat


kekurangan dan kelemahan baik dari segi penyusunan, bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu demi kesempurnaan artikel ini saya sangat berharap perbaikan,
kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Penyusun, Mataram, 17 Desember 2020

MEILYSSA RAHAYU
G1D020040

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

I. Iman, Islam, Ihsan ................................................................................................ 1

A. Definisi Islam ................................................................................................. 1

B. Definisi Iman .................................................................................................. 5

C. Definisi Ihsan ................................................................................................. 9

D. Korelasi Islam, Iman, dan Ihsan .................................................................... 11

II. Islam dan Sains .................................................................................................. 12

A. Pengertian Islam dan Sains ........................................................................... 12

B. Hubungan antara Islam dan Sains ................................................................... 14

C. Pendidikan Sains yang Relevan dengan Ajaran Agama ................................ 16

D. Al-Qur‟an sebagai Sumber Ilmu Sains .......................................................... 20

III. Islam dan Penegakan Hukum ............................................................................... 23

..

IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Mungkar .................................. 29

A. Hukum Amar Makruf Nahi Mungkar ............................................................. 30

B. Syarat dan Etika Beramar Makruf Nahi Mungkar .......................................... 34

V. Fitnah Akhir Zaman ............................................................................................ 38

A. Macam-Macam Fitnah Akhir Zaman ............................................................. 38

iii
B. Nasehat Menghadapi Fitnah Akhir Zaman ..................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 48

LAMPIRAN...................................................................................................................50

iv
I. Iman, Islam, Ihsan

HR Al-Bukhari,1987:50;Muslim,t.th:9 mempunyai nilai yang tinggi di dalam


Islam kerena ia meliputi segala urusan ibadah yang zahir dan yang batin. Ia menjangkau
dari urusan keimanan dan amal perbuatan anggota fizikal seperti lidah, tangan dan kaki,
sehingga perkara yang melibatkan urusan keikhlasan hati dan batin manusia yang perlu
diperhatikan agar amal perbuatan dan ibadah yang dilakukan mencapai matlamat untuk
mendapatkan keredhaan Allah SWT (Mustafa, 2009: 72).

Secara umumnya, hadis ini membicarakan tentang kesempurnaan agama Islam


dengan menyebutkan terdapat tiga komponen yang menjadi asas dalam Islam yang
mencakupi seluruh aspek kehidupan manusia yang terkandung di dalamnya ibadah
yang menjadi tujuan hidup manusia. Komponen tersebut adalah. Iman, Islam dan ihsan.

A. Definisi Islam
Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata kerja
‫اسالما‬ - ‫يسلم‬ – ‫اسلم‬. Yang secara etimologi mengandung makna “Sejahtera,
tidak cacat, selamat”. Seterusnya kata salm dan silm, mengandung
arti:Kedamaian,kepatuhan, dan penyerahan diri. Dari kata-kata ini, dibentuk kata
salam sebagai istilah dengan pengertian: Sejahtera, tidak tercela, selamat, damai,
patuhdan berserah diri.Dari uraian kata-kata itu pengertian Islam dapat
dirumuskan taat atau patuh dan berserah diri kepada Allah. Adapun pengertian
Islam menurut istilah yaitu, sikap penyerahan diri (kepasrahan, ketundukan,
kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya dengan senantiasa melaksanakan
perintahNya dan menjauhi laranganNya, demi mencapai kedamaian dan
keselamatan hidup, di dunia maupun di akhirat. Maka kata muslim (sebutan bagi
pemeluk agama Islam) juga berhubungan dengan kata islam yang berarti orang
yang berserahdirikepada Allah. Islam memiliki rukun-rukun atau pilar-pilar yang
harus ditunaikan oleh seorang muslim. Sebagaimana Rasulullah saw juga telah
merincikan 5 rukun yang menjadi pondasi Islam.Hal ini didukung oleh hadis yang
ke-3 dalam kitab matan Arba‟in an-Nawawi yang artinya:

1
“Dari Abu „Abdurrahman „Abdullah bin „Umar bin Al-Khattab radhiyallahu
„anhuma, ia mengatakan: aku mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda: “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak
ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Allah dan bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan
zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari
dan Muslim)

1) Diawali dengan mengucapkan dua kalimat syahadat


Dengan maksud bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah
saja, Dia-lah Ilah yang haqq, sedangkanilah selain- Nya adalah bathil.
Kemudian dilanjutkan dengan kesaksian bahwasanya Muhammad itu adalah
Rasulullah (utusan Allah), dengan membenarkan semua apa yang
diberitakannya, dan mentaati semua perintahnya serta menjauhi semua yang
dilarang dan dicegahnya. Pengamalan dari dua kalimat syahadat tentunya
berkaitan dengan amalan dan ibadah yang dilakukan seorang hamba. Agar
amalan seorang muslim diterima di sisi Allah ta‟ala, Imam an-Nawawi
menambakan bahwa ada dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
 Dengan niat yang Ikhlas karena Allah. Rasulullah saw telah
menyebutkan pada hadis pertama di dalam kitab matan arba‟in an-
Nawawi bahwa:

“Dari Amirul Mu‟minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab


radiallahu‟anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah
shallallahu‟alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap
perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang
(akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang
hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-
Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul- Nya. Dan
siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena
wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai
sebagaimana) yang dia niatkan.”(Riwayat dua imam hadits,
Abu Abdullah Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim bin Al Mughirah

2
bin Bardizbah Al Bukhari dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj
bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya
yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .

 Setiap amalan bersumber dari kitabullah dan sunnah Rasulullah. Hal


ini dijelaskan di dalam hadis ke-5 bahwa:
“Dari Ummul Mu‟minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahu‟anha
dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang mengada-ada
dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka
dia tertolak. (Riwayat Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim
disebutkan: “Siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang
bukan urusan(agama)kami, maka dia tertolak.”

2) Kewajiban untuk menegakkan shalat fardu 5 waktu dan menunaikannya


secara sempurna dengan syarat rukunnya

Hadis ke-29 dalam kitab matan arba‟in an Nawawi tentang


keutamaan shalat:

“Dari Mu‟az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata: Beliau (Rasulullah)


berkata: Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya
adalah Jihad. .... (Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shahih)

Rasul saw juga menyebutkanpada hadis ke-23 bahwa:


“Dari Abu Malik Al Haritsy bin „Ashim Al„Asy‟ary radhiallahuanhu dia
berkata : Rasulullah shollallohu „alaihi wa sallam bersabda : ... Sholat adalah
cahaya, ”(Hadis Riwayat Muslim)

3) Kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang sudahmencapaibatasnishab


zakat dan haulnya
Rasulullah saw telah menjelaskan pada hadis ke-8 dalam kitab matan
arba‟in akibat tidak menunaikan kewajiban shalat dan zakat:
Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda
: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi

3
bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah,
menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka
darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan
perhitungan mereka ada pada Allah ta‟ala.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

4) Berpuasa pada Bulan Ramadhan wajib bagi setiap muslim.


Sebagaimana hadis ke-29 tentang keutamaan puasa secara umum dan
puasa ramadhan secara khusus bahwa:
“Dari Mu‟az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata : Saya berkata : Ya
Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya
ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka, beliau bersabda: Engkau
telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi
mereka yang dimudahkan Allah ta‟ala, : Beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukannya sedikitpun.”

5) Menunaikan ibadah haji wajib bagi yang mampu.


Menjadi kewajiban bagi setiap muslim yang mampu melaksanakannya,
baik mampu dalam hal materi ataupun fisik. Membahas tentang konsep
keimanan yang terdapat pada kitab matan Arba‟in an-Nawawi, penulis akan
menyajikan hadis kedua sebagai berikut:
“Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk
disisi Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah
seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut
sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak
ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia
duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada
lututnya (Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya
Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah
Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi
bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan
zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “

4
anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang
membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman
“. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat- malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul- rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman
kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda
benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu
beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan- akan
engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” .
Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan
kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau
bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat
seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang
itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya:
“ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-
Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang
kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian“. (HR. Muslim).

Hadis di atas merangkum tentang penjelasan Islam, iman dan hakikat


dari ihsan. Penjelasan tentang rukun Islam telah penulis bahas pada
pembahasan sebelumnya tentang konsep Islam. Sama halnya dengan Islam
yang memiliki 5 rukun.

B. Definisi Iman
Kata iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja
(fi‟li) yang mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan
tenang.7 Imam Al-Ghazali memaknakannya dengan kata tashdiq ( ‫ )التصديق‬yang
berarti “pembenaran”.Pengertian Iman adalah membenarkan dengan hati,
diikrarkan dengan lisan dan dilakukan dengan perbuatan. Iman secara bahasa
berasal dari kata Asman-Yu‟minu-limaanan artinya meyakini atau mempercayai.
Pembahasan pokok aqidah Islam berkisar pada aqidah yang terumuskan dalam

5
rukun Iman, yaitu:
1) Iman kepada Allah
2) ImankepadaMalaikat-Nya
3) Imankepadakitab-kitab-Nya
4) Iman kepada Rasul-rasul-Nya
5) Iman kepada hari akhir
6) ImankepadaTakdir Allah
Ke enam rukun tersebut telah Rasulullah saw sebutkan tatkala Jibril bertanya
apa itu iman, kemudian beliau menjawab:”Yaitu kamu beriman kepada
Allah,malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul- rasul-Nya, hari akhir dan kamu
beriman kepada qadar yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim).
Adapun rincian dari keenam rukun tersebut adalah:
1.) Iman kepada Allah mencakup 4 hal, yakni:
 Beriman dengan wujud Allah ta‟ala
 Beriman kepada rububiyyah Allah swt
 Beriman kepada uluhiyyah Allah swt, dengan maksud membenarkan
dan meyakini bahwa hanya Allah, Tuhan yang berhak disembah, dan
semua sesembahan selain-Nya adalah bathil. Sebagaimana Rasulullah
saw telah sebutkan di dalam hadis ke-28 bahwa:
“Dari Mu‟az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata : Saya berkata : Ya
Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat
memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka,
beliau bersabda: Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan
perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah ta‟ala, :
Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya
sedikitpun”(Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shahih).
 Beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya
Rasulullah saw telah menyebutkan di dalam hadis ke-23 bahwa:
“Dari Abu Malik Al Harits bin „Ashim Al „Asy‟ary radhiallahuanhu dia
berkata : Rasulullah shollallohu „alaihi wa sallam bersabda : Bersuci
adalah bagian dari iman, Al Hamdulillah dapat memenuhi timbangan,
Subhanallah dan Al Hamdulillah dapat memenuhi antara langit dan

6
bumi, Sholat adalah cahaya, shadaqah adalah bukti, Al Quran dapat
menjadi saksi yang meringankanmu atau yang memberatkanmu. Semua
manusia berangkat menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya
(dari kehinaan dan azab) ada juga yang menghancurkan dirinya.”
(Riwayat Muslim).

2.) Iman kepada para malaikat- Nya; Sebagaimana salah satu hadis pada
kitab matan arba„in yang berkaitan dengan iman kepada Malaikat adalah
hadis kedua yang mengkisahkan kedatangan Jibril kepada Nabi
Muhammad saw dengan menjelma sebagai seorang laki- laki yang tidak
dikenal, bertujuan untuk memberikan pengajaran kepada para sahabat.

3.) Iman kepada kitab-kitabNya; Potongan hadis ke-23 menyebutkan


tentang al-Quran bahwa
“Dari Abu Malik Al Haritsy bin „Ashim Al „Asy‟ary radhiallahuanhu dia
berkata : Rasulullah shollallohu „alaihi wa sallam bersabda: ...dan al-
Quran dapat menjadi saksi yang meringankanmu atau yang
memberatkanmu.” (Hadis Riwayat Muslim).
Dalam mengimani al-Quran sebagai Kitab Allah, ada beberapa nasihat
yang harus diperhatikan dan dilakukan seorang hamba. Hal ini berkaitan
dengan hadis ke- 7 yang berbunyi:
“Dari Abu Ruqayyah Tamim Ad Daari radhiallahuanhu, sesungguhnya
Rasulullah saw bersabda : Agama adalah nasehat, kami berkata :
Kepada siapa ? beliau bersabda : Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya
dan kepada pemimpan kaum muslimin dan rakyatnya )”. (Riwayat
Bukhari dan Muslim).

4.) Iman kepada Rasul-rasulNya; Sebagaimana yang telah disebutkan pada


hadis ke-7, bahwa agama Islam merupakan nasehat untuk beberapa hal,
dianataranya adalah nasehat untuk Rasul Allah. Hal ini diwujudkan
dengan melaksanakan syari‟at Islam hanya dengan mengikuti petunjuk
Nabi saw dan senantiasa berpegang teguh pada sunnahnya. Hal ini sesuai

7
dengan yang disebutkan di dalam hadis ke-28 bahwa:

“Dari Abu Najih Al Irbadh bin Sariah radhiallahuanhu dia berkata :


Rasulullah shollallohu „alaihi wa sallam memberikan kami nasehat yang
membuat hati kami bergetar dan air mata kami ajaranku dan ajaran
Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah
dengan kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara
yang diada-adakan, karena semua perkara bid‟ah adalah sesat “ (Riwayat
Abu Daud dan Turmuzi, dia berkata: hasan shahih).

5.) Iman kepada Hari Akhir; Pada hadis kedua telah disebutkan oleh Rasul
tentang tanda-tanda datangnya hari akhir, yang berbunyi:

“Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-


duduk disisi Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan
berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan
jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga
kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya
kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu‟alaihi wasallam).
Kemudian dia berkata:“ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan
kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya“. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “,
beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika
engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan
penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan
bangunanny“(HR. Muslim).

6.) Iman kepada takdirnya, yang baik ataupun yang buruk; Hal ini
berkaitan dengan awal mula penciptaan manusia di dalam rahim, sampai
pada saat ditiupkan padanya ruh serta ditetapkan takdir untuknya.
Sebagaimana telah Rasulullah saw sebutkan pada hadis ke-4 bahwa:
“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas‟ud radiallahuanhu
beliau berkata : Rasulullah saw menyampaikan kepada kami dan beliau
adalah orang yang benar dan dibenarkan: Sesungguhnya setiap kalian

8
dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama
empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat
puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh
hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan
padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara:
menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau
kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya,
sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga
hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah
ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka
masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya diantara kalian ada yang
melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka
inggal sehasta akan tetapi telah ditentukan baginya ketentuan, dia
melakukan perbatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim).

Menurut Imam Nawawi, maksud hadis ini adalah tidak mungkin


bagi manusia didunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk surga
atau neraka, akan tetapi amal perbuatan merupakan sebab untuk memasuki
keduanya. Karena pada hakikatnya amal perbuatan dinilai di akhirnya.
Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan kondisinya saat ini,
justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir
yang baik (husnul khotimah). Seorang mukmin hendaknya ia tenang dalam
masalah rezki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab
serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hatinya
karenanya. Kehidupan ada di tangan Allah.

C. Definisi Ihsan
Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi`il) yaitu : ‫– احسا ن‬
‫احسن – يحسن‬artinya: ‫( فعل الحسن‬Perbuatan baik). Para ulama menggolongkan Ihsan
menjadi 4 bagian yaitu:
a. Ihsan kepada Allah

9
b. Ihsan kepada diri sendiri
c. Ihsan kepada sesama manusia
d. Ihsan bagi sesama makhluk
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ihsan memiliki satu
rukun yaitu engkau beribadah kepada Allah swt seakan-akan engkau melihat-
Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Hal
ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar bin al- Khaththab
Radhiyallahu „anhu dalam kisah jawaban Nabi saw kepada Jibri ketika ia
bertanya tentang ihsan, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
“Engkau beribadah kepada Allah seolah- olah engkau melihat-Nya, maka bila
engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”

Dapat diambil kesimpulan, bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu:


a. Ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keiklasan dan
jujur dalam beramal
b. Ihsan adalah sensntiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat
mendekat diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu yang diridhai-
Nya dan dianjurkan untuk melaksanakannya.

Dalam ranah edukasi (pendidikan), Muhaimin (2009: 33-34) menyebutkan


bahwa ihsân sangat erat kaitannya, bahkan sama artinya, dengan kata “afektif”.
Sama halnya dengan ihsân, afektif-pun akan berbicara tentang kebaikan yang
bersumber dari hati. Oleh karenanya pendidikan karakter berbasis Ihsân sama
halnya dengan pendidikan hati. Sebagaimna kita ketahui bahwa hati adalah
pusat untuk bertindak. Jika hati kita baik maka sikap kita secara otomatis akan
menjadi baik. Begitu pula sebaliknya.

Maka dapat disimpulkan, bahwa ihsan adalah puncak prestasi dalam


ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari
akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya
agar sampai pada tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita,di mata
Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik
ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya.

10
D. Korelasi Islam, Iman dan Ihsan
Secara teori iman, Islam, dan ihsan dapat dibedakan namun dari segi
prakteknya tidak dapat dipisahkan. Satu dan lainnya saling mengisi, iman
menyangkut aspek keyakinan dalam hati yaitu kepercayaan atau keyakinan,
sedangkan Islam artinya keselamatan, kesentosaan, patuh, dan tunduk dan ihsan
artinya selalu berbuat baik karena merasa diperhatikan oleh Allah.
Beribadah agar mendapatkanperhatian dari sang Khaliq, sehingga
dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi
laranganNya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa
bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas
kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari Tuhan, sebisa mungkin kita
bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridho-
Nya. Inilah hakikat dari ihsan.

11
II. Islam dan Sains

Hubungan Islam dan Sains tidak lepas dari kemajuan dan kemunduran sains
dalam peradaban Islam. Umat Islam mulai mempelajari atau melakukan penafsiran
ilmiah sejak generasi pertama sampai abad ke-lima hijriyah hingga menjadikan diri
mereka sebagai pelopor Ilmu pengetahuan di seluruh penjuru dunia, umat Islam telah
menjadi pelopor dalam research tentang alam, sekaligus sebagai masyarakat pertama
dalam sejarah ilmu pengetahuan yang melakukan experimental science atau ilmu thabi‟i
berdasarkan percobaan yang kemudian berkembang menjadi applied science atau
technology.

Islam mendorong ummatnya untuk selalu berupaya mengembangkan sains


seperti tercantum dalam QS Al-„Alaq: 1-5 :

Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari „alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang
mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.”

A. Pengertian Islam dan Sains

Kata Islam memiliki konseptual yang luas, sehingga ia dipilih menjadi nama
agama (din) yang baru diwahyukan Allah. melalui Nabi Muhammad kata Islam
secara umum mempunyai dua kelompok kata dasar yaitu selamat, bebas, terhindar,
terlepas dari, sembuh, meninggalkan. Bisa juga berarti: tunduk, patuh, pasrah,
menerima. Kedua kelompok ini saling berkaitan dan tidak dapat terpisah satu
sama lain.
Adapun kata Islam secara terminologi dalam Ensiklopedi Agama dan Filsafat

12
dijelaskan bahwa Islam adalah agama Allah yang diperintahkan-Nya kepada Nabi
Muhammad untuk mengajarkan tentang pokok-pokok ajaran Islam kepada seluruh
manusia dan mengajak mereka untuk memeluknya.

Harun Nasution menerangkan bahwa Islam adalah agama yang ajaran-


ajarannya diwahyukan kepada seluruh masyarakat melalui Nabi Muhammad
sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran- ajaran yang bukan hanya
mengenai satu segi tetapi mengenai bebagai segi dari kehidupan manusia. Sumber
dari ajaran-ajaran yang mengadung berbagai aspek itu adalah al-Qur‟an dan hadis.
Istilah sains diambil dari bahasa Latin scio, scire, scientia, yang bermakna
”aku tahu, mengetahui, pengetahuan” tentang apapun oleh siapapun dengan cara
apapun. Sains berarti ilmu, sains juga dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan)
itu dan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan.

Berdasarkan “Webster New Collegiate Dictionary”, definisi dari sains adalah


pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian atau
pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum-hukum alam
yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains
dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang
dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan
menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam.

Sedangkan menurut pendapat beberapa ahli, pengertian sains adalah sebagai


berikut.
1. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa sains merupakan kumpulan
pengetahuan dan proses.
2. Kuslan Stone menyebutkan bahwa sains adalah kumpulan pengetahuan dan
cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains
merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan.
3. Sardar berpendapat bahwa sains adalah sarana yang pada akhirnya mencetak
suatu peradaban, dia merupakan ungkapan fisik dari pandangan dunianya.

13
Sedangkan ilmu sains yang tergolong dalam kumpulan ilmu sains
terapan (telah mengalami penyesuaian, antara makna dengan kenyataan)
adalah dikaitkan dengan teori dan dasar untuk menciptakan sesuatu hasil yang
dapat memberi manfaat kepada manusia. Sehingga sains mengkaji tentang
fenomena fisik.
Dari beberapa pengertian diatas, maka secara ringkas sains merupakan
ilmu/pengetahuan yang dapat menjelaskan sebuah gejala/fenomena alam,
sehingga berguna bagi kehidupan manusia.

Istilah sains dalam Islam, sebenarnya berbeda dengan sains dalam


pengertian Barat modern saat ini, jika sains di Barat saat ini difahami
sebagai satu-satunya ilmu, dan agama di sisi lain sebagai keyakinan, maka
dalam Islam ilmu bukan hanya sains dalam pengertian Barat modern, sebab
agama juga merupakan ilmu, artinya dalam Islam disiplin ilmu agama
merupakan sains.

B. Hubungan antara Islam dan sains

Hubungan antara Islam dan sains dapat diketahui dengan dua sudut
pandang. Pertama, apakah konsepsi dalam Islam melahirkan keimanan dan
sekaligus rasional, atau semua gagasan ilmiah itu bertentangan dengan
agama. Sudut pandang kedua, merupakan landasan dalam membahas
hubungan antara Islam dan sains, yakni bagaimana keduanya ini
berpengaruh pada manusia. Agama dan sains sama-sama memberikan
kekuatan, sains memberi manusia peralatan dan mempercepat laju
kemajuan, agama menetapkan maksud tujuan upaya manusia dan sekaligus
mengarahkan upaya tersebut. Sains membawa revolusi lahiriah (material),
agama membawa revolusi batiniah (spiritual). Sains memperindah akal dan
pikiran, agama memperindah jiwa dan perasaan. Sains melindungi manusia
dari penyakit, banjir, badai, dan bencana alam lain. Agama melindungi
manusia dari keresahan, kegelisahan dan rasa tidak nyaman. Sains

14
mengharmoniskan dunia dengan manusia dan agama menyelaraskan dengan
dirinya.

Muhammad Iqbal menerangkan bahwa manusia membutuhkan tiga


hal: pertama, interpretasi spiritual tentang alam semesta. Kedua,
kemerdekaan spiritual. Ketiga, prinsip-prinsip pokok yang memiliki makna
universal yang mengarahkan evolusi masyarakat manusia dengan
berbasiskan rohani.”
Mengingat hal tersebut, Eropa modern membangun sebuah sistem yang
realistis, bahwa pengalaman yang diungkapkan dengan menggunakan akal
saja tidak mampu memberikan semangat yang ada dalam keyakinan hidup,
dan ternyata keyakinan itu hanya dapat diperoleh dari pengetahuan personal
yang bersifat spiritual. Hal inilah yang kemudian membuat akal semata tidak
memberikan pengaruh pada manusia, sementara agama selalu meninggikan
derajat orang dan mengubah masyarakat.
Dasar dari gagasan-gagasan tinggi kaum muslim adalah wahyu,
wahyu berperan menginternalisasi (menjadikan dirinya sebagai bagian dari
karakter manusia dengan cara manusia memperlajarinya) aspek-aspek
lahiriahnya sendiri. Bagi intelektual muslim, basis spiritual dari kehidupan
adalah tentang keyakinan. Demi keyakianan inilah seroang muslim yang
kurang tercerahkan pun dapat mempertaruhkan jiwanya. Will Durant
(Penulis History of Civilization) pernah mengatakan: Harta itu
membosankan, akal dan kearifan hanyalah sebuah cahaya redup

yang dingin. Hanya dengan cintalah kelembutan yang terlukiskan dapat


menghangatkan hati.
Bisakah sains dan agama saling menggantikan posisi masing-
masing? Pengalaman sejarah telah menunjukkan bahwa akibat dari
memisahkan keduanya telah membawa kerugian yang tidak dapat ditutup.
Agama harus dipahami dengan perkembangan sains, sehingga terjadi
pembaruan agama dari cengkrama mitos-mitos. Agama tanpa sains berakhir
dengan kemandekan. Sehingga apabila agama tanpa sains hanya akan
dijadikan alat orang-orang munafik mencapai tujuannya.
Sains tanpa agama bagaikan lampu terang yang dipegang pencuri

15
yang membantu pencuri lain untuk mencuri barang berharga di tengah
malam. Atau bahkan sains tanpa agama adalah pedang tajam ditangan
pemabuk yang kejam.

C. Pendidikan Sains yang Relevan dengan Ajaran Islam

Sains memang merupakan hal yang sangat penting, apalagi di zaman


modern ini, yang sangat menjunjung tinggi nilai rasionalitas (terutama negara
Barat), sehingga segala sesuatu harus disesuaikan dengan logika. Tapi, kita
sebagai kaum Muslimin harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama
Islam, meskipun pada kenyataannya kita juga harus menyesuaikan dengan
perkembangan zaman.

Sebenarnya, bila kita amati, antara ajaran Islam dengan pendidikan


sains tidak ada pertentangan, bahkan Islam mewajibkan umatnya untuk
mencari ilmu. Salah satu dasar (dalil) yang populer adalah hadits Rasulullah
SAW.
Artinya : Rasulullah SAW. bersabda : “Mencari ilmu itu hukumnya wajib
bagi setiap orang Islam laki-laki dan perempuan.”

Dalam hadits tersebut memang jelas disebutkan bahwa hukum mencari


ilmu adalah fardhu ain (harus dilakukan per individu). Tapi, banyak pendapat
yang muncul dalam menentukan ilmu mana yang dimaksud dalam hadits
tersebut. Para ahli ilmu kalam memandang bahwa belajar teologi merupakan
sebuah kewajiban, sementara para fuqaha‟ berpikir bahwa ilmu fiqih
dicantumkan dalam al-Qur‟an. Sedangkan menurut Imam Ghazali, ilmu yang
wajib dicari menurut agama adalah terbatas pada pelaksanaan kewajiban
syari‟at Islam yang harus diketahui dengan pasti. Misalnya, seseorang yang
bekerja sebagai peternak binatang, haruslah mengetahui hukum-hukum tentag
zakat.

16
Sedangkan dalam sumber lain, penulis menemukan pendapat Shadr al-
Din Syirazi. Menurutnya ada beberapa poin yang dapat diambil dari hadits
tersebut:
1. Kata “ilm” (pengetahuan atau sains), memiliki beberapa makna yang
bervariasi. Kata “ilm” dalam hadits ini bermaksud untuk menetapkan
bahwa pada tingkat ilmu apapun seseorang harus berjuang untuk
mengembangkan lebih jauh. Nabi bermaksud bahwa mencari ilmu itu
wajib bagi setiap Muslim, baik itu para ilmuwan maupun orang-orang
yang bodoh, para pemula mupun para sarjana terdidik. Apapun tingkat
ilmu yang dapat dicapainya, ia seperti anak kecil yang beranjak dewasa,
sehingga ia harus mempelajari hal-hal yang sebelumnya tak wajib
baginya.
2. Hadits ini menyiratkan arti bahwa seorang Muslim tidak akan pernah
keluar dari tanggung jawabnya untuk mencari ilmu.
3. Tidak ada lapangan pengetahuan atau sains yang tercela atau jelek
dirinya sendiri, karena ilmu laksana cahaya, dengan demikian selalu
dibutuhkan. Alasan mengapa beberapa ilmu dianggap tercela adalah
karena akibat-akibat tercela yang dihasilkannya.

Dari pendapat-pendapat diatas, dapat kita lihat bahwa ajaran Islam juga
mencakup tentang pendidikan sains yang notabennya adalah ilmu yang
berguna bagi kehidupan (dunia) manusia. Tapi, disini, ilmu (sains) yang
dipelajari haruslah bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
menyejahterakan umat, mensyiarkan ajaran-ajaran agama Islam. Tidak
dibenarkan, apabila ada orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuan hanya
untuk mengejar pangkat, mencari gelar, dan keuntungan pribadi. Selain itu,
ilmu yang telah didapat harus disebarkan (diajarkan kepada orang lain) dan
diamalkan (tingkah lakunya sesuai dengan ilmunya). Bila seseorang dapat
melakukan ketiga hal tersebut, maka derajat orang tersebut diangkat oleh
Allah dan disamakan dengan orang-orang yang berjuang di medan perang
(berjihad di jalan Allah). Tentu kita sebagai hambaNya menginginkan hal
tersebut.

17
Memang benar peribahasa “bersusah-susah dahulu, bersenang-senang
kemudian”, untuk menggapai sesuatu yang diinginkan dan diimpi-impikan
tentu tidak mudah, sehingga untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (sains)
yang dapat mensejahterakan kehidupan dunia sekaligus mendapatkan derajat
yang tinggi di Mata Allah, seseorang harus berperang dengan hawa nafsunya
yang selalu mementingkan kehidupan duniawi. Kebanyakan ilmuwan, bahkan
ilmuwan Muslin lupa akan tujuan ukhrowinya, mereka lebih senang
menganggap bahwa sains merupakan sarana mencari penghidupan, bukan
sarana mendekatkan diri kepada Sang Maha Kuasa. Konsep sains seperti itu
lebih mirip dengan konsep sains Barat, yang tentunya salah.

Sehingga sebagai umat Muslim, kita membutuhkan sains yang disusun


dari kandungan Islam yang memiliki proses dan metodologi yang mempu
bekerjasama dengan semangat nilai-nilai Islami dan yang dilaksanakan
semata-mata untuk mendapatkan keridhaan dari Allah. Sains semacam ini
akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Muslim dan bekerjasama
dalam konteks etika Islam. Sifat dasar dan jenis sains ini harus jauh berbeda
dari sains Barat.

Tapi, untuk mendapatkan bentuk sains yang seperti ini, hampir tidak
mungkin, bila dilihat dari kesadaran dan pemahaman kaum Muslimin
sekarang. Bila dilihat, mereka lebih banyak meniru dan menganut pendapat-
pendapat ilmuwan Barat, yang sudah jelas-jelas salah. Ini sangat ironis,
karena Islam yang dulu pernah menguasai ilmu pengetahuan dunia, kini
malah meniru dan berkiblat kepada sains Barat, tanpa berusaha mencari
kebenaran sains yang hakiki.

Dalam memecahkan masalah ini, penulis perlu memaparkan bahwa


Islam adalah sebuah sistem agama, kebudayaan, dan peradaban secara
menyeluruh. Ia merupakan sistem holistik dan nilai-nilainya menyerap setiap
aktivitas manusia, yang tentunya sains termasuk di dalamnya. Dan bila diulas

18
kembali makna sains sebagai metode yang rasional dan empiris untuk
mempelajari fenomena alam, maka menggali ilmu sains dalam Islam adalah
satu-satunya cara untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang
Sang Pencipta, dan menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat Islam. Ia
sendiri tidak akan berakhir. Oleh karena itu, sains tidak dipelajari untuk sains
itu sendiri, akan tetapi untuk mendapatkan Ridha Allah SWT. dengan
mencoba memahami ayat-ayatNya.

Dalam dunia sains, konsep sains seperti ini sering disebut sebagai konsep
sains Islam, yang notabennya adalah ilmu sains yang dalam mempelajarinya
tidak akan pernah bertentangan dengan hukum dan ajaran Islam. Karena sains
itu sendiri dijadikan sarana untuk beribadah kepadaNya, Sang Maha Pemilik
Ilmu. Penerapan sains Islam akan menciptakan suasana yang menggugah
ingatan kita kepada Allah, mendorong perilaku yang sesuai dengan ketentuan
syariat, dan mengingatkan nilai-nilai konseptual yang ada dalam al-Qur‟an.

Dalam bidang pendidikan (khususnya Pendidikan Agama Islam), bentuk


sains seperti ini sangat diperlukan untuk mewujudkan kaum pelajar yang
benar-benar memahami konsep sains Islam, sehingga mereka tidak memiliki
keraguan dan ketakutan dalam mempelajari sains. Selain itu, untuk
menghindarkan mereka dari perbuatan yang dilarang oleh agama, yang
biasanya disebabkan oleh minimnya pemahaman mereka. Jadi, secara jelas
konsep sains Islam akan menghasilkan kesempurnaan pemahaman sains, dan
mendatangkan kenikmatan kehidupan duniawi dan ukhrowi, yang tentunya
diidam-idamkan oleh semua orang yang beriman. Selain itu, buah manis dari
konsep sains Islam adalah akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam, yang
nantinya akan membangkitkan semangat kaum Muslimin dalam bidang ilmu
pengetahuan. Hal inilah akan menjadi jawaban dari pertanyaan, “Mengapa
orang Islam makin banyak, tapi kualitas mereka jauh menurun dibanding
dengan orang-orang Islam dahulu?”.

19
D. Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu Sains
Di zaman sekarang, bila kita amati banyak orang yang mencoba
menafsirkan beberapa ayat al-Qur‟an dalam kaitannya dengan ilmu
pengetahuan modern. Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan mukjizat
al-Qur‟an sebagai sumber segala ilmu, dan untuk menumbuhkan rasa bangga
kaum muslimin karena telah memiliki kitab yang sempurna ini. Tetapi,
pandangan yang menganggap bahwa al-Qur‟an sebagai sebuah sumber
seluruh ilmu pengetahuan ini bukanlah sesuatu yang baru, sebab kita
mendapati banyak ulamak besar kaum muslim terdahulu pun berpandangan
demikian. Diantaranya adalah Imam al-Ghazali. Dalam bukunya Ihya „Ulum
al-Din, beliau mengutip kata-kata Ibnu Mas‟ud: “Jika seseorang ingin
memiliki pengetahuan masa lampau dan pengetahuan modern, selayaknya dia
merenungkan al-Qur‟an”. Selanjutnya beliau menambahkan: “Ringkasnya,
seluruh ilmu tercakup di dalam karya-karya dan sifat-sifat Allah, dan al-
Qur‟an adalah penjelasan esensi, sifat-sifat, dan perbuatan-Nya. Tidak ada
batasan terhadap ilmu-ilmu ini, dan di dalam al-Qur‟an terdapat indikasi
pertemuannya (al-Qur‟an dan ilmu-ilmu)”.

Bahkan pada sebuah sumber yang dikutip oleh penulis, dijelaskan


bahwa mukjizat Islam yang paling utama ialah hubungannya dengan ilmu
pengetahuan. Surah pertama (al-Alaq, ayat 1-5) yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW ialah nilai tauhid, keutamaan pendidikan, dan cara
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan diberikan penekanan yang mendalam.
Firman Allah SWT (Al-alaq 1-5) :
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.
Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.”

Kata “bacalah” dalam ayat tersebut mengandung arti tentang perintah


menuntut ilmu, apalagi pada saat itu (awal kenabian), bangsa Arab sedang

20
berada pada zaman jahiliyah (kebodohan). Jika sains dikaitkan dengan
fenomena alam, maka dalam al-Qur‟an lebih dari 750 ayat menjelaskan
tentang fenomena alam.
Salah satunya adalah pada Surah Luqman, ayat 10.
Artinya: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan dia
meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak
menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam
jenis binatang. dan kami turunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan
padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.”

Dalam ayat tersebut, menjelaskan tentang betapa besarnya kekuasaan


Allah SWT. dalam menciptakan mahluk-mahlukNya. Tidak berhenti sampai
disitu, kita juga diperintahkan untuk mempelajarinya (mahluk). Hal ini telah
banyak dilakukan oleh orang (ilmuwan) Barat, dan malah kebanyakan dari
kita hanya mengikuti apa yang mereka katakan. Padahal, kita sebagai
hambaNya seharusnya memiliki keharusan yang lebih besar dari pada
mereka. Karena bila diamati, tidak sedikit dari pandangan mereka melenceng
dari ajaran agama Islam. Bila kita hanya mengikuti mereka, dikhawatirkan
kita akan terjerumus kedalam jalan kesesatan bersama mereka. Seperti
contoh, pandangan Darwin tentang teori evolusi yang menyebutkan bahwa
manusia zaman dahulu memiliki bentuk fisik menyerupai kera, itu merupakan
pendapat yang tidak sesuai dengan al-Qur‟an. Karena secara jelas, manusia
pertama yang diciptakan Allah adalah Nabi Adam AS.

Mempelajari ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan (sains)
merupakan hal yang sangat sulit, maka dari itu, Islam sangat memuliakan
para ahli ilmu, sehingga dalam Surah al-Mujadilah ayat 11, derajat mereka
diangkat oleh Allah SWT.
Artinya : "niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

21
Dalam potongan ayat tersebut, Allah menjajarkan iman dengan ilmu.
Disinilah terlihat betapa pentingnya ilmu, karena orang yang beriman tanpa
memiliki ilmu maka segala ibadahnya akan ditolak. Sedangkan sebaliknya,
orang berilmu tanpa beriman, maka ilmunya dapat menyesatkannya menuju
jalan yang dilarang dan dilaknatNya.
Disinilah, kita sebagai hambaNya yang beriman harus ekstra hati-hati
dalam mempelajari suatu ilmu. Kita harus selalu mengembalikan semuanya
kepadaNya, kita harus berusaha mencocokkan segala jenis ilmu dengan
kalamNya (al-Qur‟an) yang sempurna. Karena sudah jelas, al-Qur‟an
membahas banyak Ilmu, antara lain ilmu yang berhubungan dengan
kemasyarakatan yang memberi pedoman dan petunjuk berkaitan dengan
perundang-undangan tentang halal dan haramnya suatu aktiviti, peradaban,
muamalat antara manusia dalam bidang ekonomi, perniagaan, sosiobudaya,
peperangan dan perhubungan antar bangsa. Juga terdapat maklumat ataupun
isyarat (hint-suggestions) tentang perkara-perkara yang telah menjadi
tumpuan kajian sains, misalnya, sidik jari sebagai tanda pengenal, penciptaan
bumi dan langit, dan lain-lain.

Dari sini, maka pantaslah kalau di zaman ini banyak ilmuwan


(ilmuwan Barat khususnya) yang berusaha mempelajari al-Qur‟an demi
memahami suatu kajian sains. Tapi, kita sebagai umat Muslim jangan sampai
kalah dengan mereka, sehingga peradaban Islam dapat bangkit kembali.
Ketika peradaban Islam mulai bangkit, maka kemungkinan besar dunia dapat
dikuasai oleh Islam, sehingga konsep Islam sebagai agama yang “Rahmatan
lil-„Alamin” (kesejahteraan bagi seluruh dunia) dapat terwujud secara nyata.

22
III.Islam dan Penegakan Hukum

Kompleksnya permasalahan yang dihadapi masyarakat dewasa ini, mendesak


diadakan suatu pengaturan hukum untuk menata dan mengendalikan aktivitas
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk maksud tersebut,
dibutuhkan pula ketajaman visi bagi penentu dalam kebijakan politik (decision maker)
dalam merancang dan membentuk politik yang sesuai budaya hukum masyarakat.
Hukum sebagai sarana rekayasa sosial (a tool of social engineering) perlu
diberdayakan sedemikian rupa sehingga dapat terwujud supremasi hukum dalam
kehidupan masyarakat. Dalam kaitan ini terdapat perbedaan dengan pandangan aliran
hukum positif yang menganggap hukum tidak lain hanya kumpulan peraturan, tujuan
hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum, karena aliran
tersebut hanya melihat hukum dari segi apa yag seharusnya (das sollen), dan bukan
pada kenyataan (das sein). Aliran hukum positif di atas banyak mempengaruhi
pemikiran para penguasa (pemerintah), sehingga kadang mereka terlalu optimis bahwa
semakin banyak peraturan akan semakin menjamin terwujudnya kepastian hukum.
Namun dalam kenyataan, masih ditentukan adanya penyimpangan dalam bentuk
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Kondisi tersebut untuk jangka panjang dapat
menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan lembaga-
lembaga hukum. Bahkan dewasa ini muncul kesan di masyarakat, hukum hanya sebagai
simbol belaka. Kesan (image) tersebut disebabkan karena supremasi hukum tidak
dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, penegakan hukum
merupakan masalah yang sangat didambakan masyarakat Indonesia dewasa ini.

Dambaan atas penegakan dalam makna supremasi hukum bukan sesuatu yang
begitu gampang, karena supremasi hukum tidak mungkin tercapai hanya dengan
undang-undang belaka, tetapi harus diperhatikan fenomena-fenomena hukum (Achmad
Ali, 1999), yaitu: (a) substansi hukum(b) struktur hukum (c) dampak dari undang-
undang (cultural). Karena itu, maka supremasi hukum bukan hanya pada pembuatan
undang-undang (law in books), tetapi pada penerapan hukum (law in action).
Law in action menjadi kebutuhan menuju pemenuhan rasa keadilan masyarakat.
Dalam hal ini “kepastian hukum” menjadi prasyarat dalam negara hukum. Dengan
demikian, maka prasyarat terwujudnya supremasi hukum adalah konsistensi antara law

23
in books dan law in action. Dalam kaitan itu, Roscoe Pound (Satjipto, 1986: 266),
menyatakan bahwa:
“Bagi para ahli hukum yang beraliran Sosiologis, perlu lebih memperhitungkan dari
fakta-fakta sosial dalam pekerjaannya, apakah itu pembuat hukum, ataukah penafsir
hukum atau penerap hukum. Ia harus memperhitungkan secara pandai fakta-fakta sosial
yang harus diserap dalam hukum yang nantinya akan menjadi sasaran penerapannya.
Pound menganjurkan agar perhatian lebih diarahkan kepada efek-efek yang nyata dari
institusi-institusi serta doktrin-doktrin hukum. Kehidupan hukum terletak pada
pelaksanaannya, karena aitu fungsi hukum adalah “a tool of social engineering”.

Dalam hukum Islam, telah menjadi prinsip keharusan adanya law in books dan
law in action, yakni Al-Qur‟an dan Hadits dijadikan sebagai dasar hukum fundamental,
sedang penjabarannya dalam bentuk action telah diatur dalam fiqih, yaitu ketentuan yang
mengatur perilaku dan kenyataan hidup dalam masyarakat melalui metode ijtihad.
Prinsip Hukum Islam tersebut sesungguhnya secara tidak langsung telah dipahami oleh
banyak ahli hukum, seperti apa yang dikemukakan Soerjono, bahwa faktor hukum,
penegak hukum, sarana hukum, masyarakat dan kebudayaan adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum sebagaimana diuraikan dibawah ini :
1.) Kualitas Hidup Masyarakat

Indonesia sebagai negara berkembang yang kehidupan masyarakatnya


masih berada pada tingkat menengah kebawah, mengakibatkan masyarakat selalu
“berdesakan” untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang kian meningkat. Dalam
kondisi yang demikian dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran dan kejahatan.
Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi kendala besar dalam
berprilaku sesuai hukum. Sebab iklim yang kurang kondusif dapat berakibat
lemahnya penerapan terhadap hukum. Dalam sejarah, sebagai perbandingan, telah
dipraktekkan oleh Khlaifah Umar bn Khattab r.a. bahwa: pada masa
pemerintahannya terjadi masa paceklik (masa krisis) yang melanda bangsa Arab.
Dalam kondisi krisis tersebut, banyak orang melakukan pelanggaran hukum, seperti

mencuri untuk mempertahankan kehidupan keluarga mereka, padahal mereka


telah memahami bahwa mencuri adalah suatu pelanggaran dalam hukum Islam
yang ditetapkan Allah SWT. Sebagaimana dalam firman-Nya surah Al-Maidah ayat

24
38 yang artinya:
“Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah tangan keduanya sebagai
balasan perbuatan keduanya”.

Pada ayat tersebut menetapkan bahwa pencuri harus dihukum potong tangan,
namun dalam kenyataannya khalifah Umar bin Khattab tidak melaksanakan hukum
potong tangan, bahkan beliau mengampuninya dengan alasan mereka dalam
keadaan terdesak untuk memenuhi kepentingan hidupnya yang bersifat
“dharuriyah”.
Tindakan yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab r.a. tersebut sesuai dengan
tujuan hukum diadakan oleh pembuat hukum menurut hukum Islam, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Mukhtar Yahya bahwa:
“Tujuan hukum (syari‟ah) diadakan oleh pembuat hukum (Syari‟) adalah untuk
merealisir kemaslahatan umum, memberikan kemanfaatan dan menghindarkan
kemafsadahan bagi ummat manusia, karena itu para ulama ushul mengemukakan
jenis-jenis tujuan umum perundang-undangan pada 3 macam yaitu: “Al- umurudh-
dharuriyah, Al-umurul-hajiyah dan Al-umurul-tahsiniyah”. Al- umurudh-dharuriyah
adalah merupakan hal-hal yang menjadi sendi- eksistensi kehidupan manusia yang
harus ada demi kemaslahatan mereka”.

Berdasarkan pada tujuan hukum menurut hukum Islam, maka tindakan


kebijaksanaan yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab R.A. diatas,
merupakan tindakan dharuriyah untuk merealisir kemaslahatan masyarakat Arab
yangberadapadakondisikrisi dimasa tersebut. Ini berarti bahwa masyarakat dapat
sajamelakukanpelanggarandimasatersebut.

Ini berarti bahwa masyarakat dapat saja melakukan pelanggaran disebabkan iklim
yang kurang kondusif. Sejalan dengan tujuan hukum Islam diatas, dalam teori ilmu
hukum dikenal pula keadaan darurat (noodtoestand) yaitu suatu keadaan yang
menyebabkan suatu perbuatan yang pada hakekatnya merupakan pelanggaran
kaedah hukum, tetapi tidak dikenakan sanksi karena dibenarkan atau
mempunyai dasar pembenaran (rechvaardigingsgrond). Sudikno Mertokusumo
menyatakan bahwa: “keadaan darurat merupakan konflik kepentingan hukum atau

25
konflik antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum dimana
kepentingan yang kecil harus dikorbankan terhadap kepentingan yang lebih besar.
Keadaan darurat ini dapat menjadi dasar untuk menghapus hukuman. Dengan
adanya keadaan darurat perbuatan yang dilakukan itu harus sungguh-sungguh
dalam keadaan terpaksa untuk membela diri”.
Bertitik tolak dari apa yang dikemukakan diatas, dapat dijadikan suatu
landasan pemikitan para penguasa (pemerintah) di Indonesia untuk memahami
masyarakat bangsa Indonesia yang berada pada desakan-desakan hidup dalam
persaingan yang hebat (high competitive) demi terpenuhinya kebutuhan mereka,
sehingga dalam kondisi yang demikian sangat sulit menegakkan hukum untuk
mencapai supremasi hukum. Mengingat tujuan hukum adalah untuk kemaslahatan
manusia, menjadi tugas pemerintah untuk menciptakan kualitas hidup masyarakat
dengan memperbaiki sistem perekonomian, demi terwujudnya iklim yang
kondusif menuju masyarakat Madani.

2.) Rumusan Hukum

Salah satu faktor yang mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia adalah


rumusan hukum itu sendiri, lemahnya suatu rumusan hukum menjadi salah satu
kendala untuk mencapai supremasi hukum. Kualitas suatu peraturan tidak hanya
dilihat dari segi substansinya, tetapi juga harus dilihat dari segi struktur dan
budayanya. Hukum tidak hanya dibuat tanpa mempertimbangkan untuk apa
peraturan itu dibuat? Untuk siapa peraturan itu? Dimana peraturan itu diterapkan?
Indonesia sebagai negara bekas jajahan Hindia Belanda, berakibat
sebagian besar rumusan peraturannya masih merupakan pengaruh hukum produk
Hindia Belanda. Sebagai akibat tersebut peraturan yang dibuat oleh pembuat
hukum di Indonesia (pemerintah) masih dipengaruhi politik hukum Hindia
Belanda yang melihat tujuan aturan hukum yang yang bersifat intrumental
Rumusan hukum yang bersifat simbolis tidak mungkin mempunyai dampak positif
untuk mencapai supremasi hukum, sebab hukum mempunyai pengaruh yang besar
terhadap tingkah laku masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan Joseph (dalam
Ahmad Ali). Pengaruh aturan hukum terhadap sikap warga masyarakat tergantung
pula untuk tujuan apa aturan hukum bersangkutan dibuat, yang pada dasarnya

26
dapat dibedakan pada dua tujuan yaitu:
1. Tujuan aturan hukum yang bersifat simbolis, yaitu tidak tergantung pada
penerapannya agar aturan hukum tadi mempunyai efek tertentu. Misalnya
larangan untuk meminum minuman keras, efek simbolis aturan hukum itu ada
kalau warga masyarakat sudah yakin bahwa meminum minuman keras, tidak
jadi soal, yang penting ia sudah mengetahui bahwa perbuatannya salah.
2. Tujuan aturan hukum yang bersifat instrumental, suatu aturan hukum yang
bersifat instrumental apabila tujuan terarah pada suatu sikap

perilaku konkrit, sehingga efek hukum tadi akan kecil sekali apabila tidak
diterapkan dalam kenyataannya. Jadi suatu aturan hukum mengenai larangan
meminum minuman keras barulah mempunyai efek instrumental jika warga
masyarakat berhenti minum minuman keras, tanpa memperdulikan apakah ia
berhenti karena salah ataukah ia berhenti karena merasa takut dikenakan sanksi
hukum.

Memperhatikan 2 sifat tujuan aturan hukum diatas, maka rumusan hukum


harus memuat nilai-nilai politik hukum dengan mempertimbangkan kondisi
masyarakat bangsa Indonesia yang mempunyai kemajemukan budaya, agama dan
etnik. Rumusan hukum harus mampu mengendalikan unsur-unsur yang
mempunyai pengaruh dalam kehidupan masyarakat. Salah satu contoh rumusan
hukum yang lemah dan tidak bersifat instrumental adalah UU Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, pada Pasal 2 ayat (1) ditetapkan bahwa perkawinan
adalah sah apabila dilaksanakan berdasarkan agamanya dan kepercayaannya. Dari
rumusan pasal tersebut dipahami bahwa perkawinan antara pihak yang berbeda
agama tidak dibenarkan. Namun dalam kenyataan masih terjadi perkawinan antar
agama, kenyataan tersebut disebabkan rumusan hukumnya tidak jelas apa yang
dimaksudkan “berdasarkan agamanya dan kepercayaannya”. Rumusan kalimat
tersebut dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda para penegak hukum.

3.) Kualitas Sumber Daya Manusia (Masyarakat)

Peningkatan mutu bukan hanya diharapkan bagi penegak hukum yang


terlibat langsung dan yang tidak langsung, tetapi juga sangat diharapkan bagi

27
masyarakat secara keseluruhan. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat
merupakan salah satu kendala penegakan hukum untuk mencapai supremasi hukum.
Karena itu, peningkatan pengetahuan masyarakat dalam berbagai bentuk dan cara
perlu ditingkatkan, sebab

kalau tidak demikian, masyarakat sulit untuk menyesuaikan diri dengan


perkembangan dunia yang semakin kompleks.
Berkenaan dengan penegakan hukum di Indonesia, peranan masyarakat
sangat diharapkan keterlibatannya. Keterlibatan masyarakat tersebut memerlukan
pengetahuan yang cukup memadai dalam melaksanakan aktivitas mereka sesuai
bidang masing-masing. Dalam ajaran Islam dengan berdasarkan pada Al-Qur‟an
dan Hadits Rasullullah SAW. Menegaskan pentingnya pengetahuan (keahlian)
seseorang dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, sebagaimana
firman-Nya surah Al-Isra‟ (17) ayat 36 yang artinya:
“Dan janganlah kamu mengikuti (menyelesaikan) apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawab”.

Menelaah makna yang terkandung pada ayat diatas, menunjukkan


pentingnya sumberdaya yang handal terhadap suatu persoalan yang dihadapi,
sehingga Rasulullah SAW menegaskan kembali dalam sabdanya yang artinya:
“Apabila suatu persoalan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancurannya”.
Mencermati makna yang terkandung pada hadits di atas, mengingatkan
bangsa Indonesia atas kekurangan-kekurangan yang dimiliki, sehingga mereka
merasa berkewajiban meningkatkan kualitas diri demi terciptanya supremasi
hukum di Indonesia. Namun peningkatan kualitas sumber daya tersebut tidak
mungkin tercapai jika tidak ada kepedulian dari pemerintah.

28
IV.Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Mungkar

Islam adalah satu paket saling ada keterkaitan, tidak hanya mereka menjalankan
ibadah shalat, berbuat kebaikan, zakat, zikir tetapi juga ada kewajiban untuk beramar
maruf nahi munkar yaitu mengajak kepada perbuatan baik dan mencegah dari perbuatan
kemungkaran atau maksiat. Amar makruf nahi mungkar (bahasa Arab: ‫األمر بالمعروف‬
‫المنكر‬ ‫عن‬ ‫والنهي‬, al-amr bi-l-maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-munkar) adalah
sebuah frasa dalam bahasa Arab yang berisi perintah menegakkan yang benar dan
melarang yang salah. Ini merupakan kewajiban setiap pribadi muslim yang tidak boleh
ditinggalkan, lebih-lebih para pemimpin yang ada di tengah-tengah umat. Setiap
kemungkaran yang terjadi jangan sampai diabaikan karena cuek terhadap maksiat sama
dengan mengundang murka Allah Swt yang akan menurunkan azabnya.Tidak diragukan
lagi bahwa amar ma‟ruf nahi mungkar adalah upaya menciptakan kemaslahatan umat
dan memperbaiki kekeliruan yang ada pada tiap-tiap individunya. Dengan demikian,
segala hal yang bertentangan dengan urusan agama dan merusak keutuhannya, wajib
dihilangkan demi menjaga kesucian para pemeluknya.

Persoalan ini tentu bukan hal yang aneh karena Islam adalah akidah dan syariat
yang meliputi seluruh kebaikan dan menutup segala celah yang berdampak negatif bagi
kehidupan manusia. Amar ma‟ruf nahi mungkar merupakan amal yang paling tinggi
karena posisinya sebagai landasan utama dalam Islam. Allah subhanahu wa
ta‟ala berfirman: “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, mencegah dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka
adalah orang-orang fasik.” (Ali Imran: 110)

Jika kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya diutusnya para rasul dan
diturunkannya Al-Kitab adalah dalam rangka memerintah dan mewujudkan yang
ma‟ruf, yaitu tauhid yang menjadi intinya, kemudian untuk mencegah dan
menghilangkan yang mungkar, yaitu kesyirikan yang menjadi sumbernya.
Jadi, segala perintah Allah subhanahu wa ta‟ala yang disampaikan melalui rasul-Nya

29
adalah perkara yang ma‟ruf. Begitu pula seluruh larangan-Nya adalah perkara yang
mungkar. Kemudian, Allah subhanahu wa ta‟ala menjadikan amar ma‟ruf nahi
mungkar ini sebagai sifat yang melekat dalam diri nabi-Nya dan kaum mukminin secara
menyeluruh.
Allah subhanahu wa ta‟ala berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf dan
mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71)

Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada dalam ketaatan
kepada Allah subhanahu wa ta‟ala dan Rasul-Nya shallallahu „alaihi wa sallam. Dan
hal tersebut tidak akan sempurna tercapai melainkan dengan adanya amar ma‟ruf nahi
mungkar. Tujuannya, agar dosa seseorang tidak bertambah akibat dampak buruk dari
ketidakmampuan menggu- nakan medsos. Menurut Ustaz Sof yan, perintah amar
makruf nahi mungkar bentuk kasih sayang Allah kepada manusia.Tujuan lainnya adalah
untuk menyelematkan umat agar tak terjerumus kepada kesesatan. Termasuk, untuk
menjaga keaslian agama Islam. Karenanya mengingatkan setiap kesalahan wajib
dilakukan bagi setiap Muslim. Kendati demikian, mengingatkan seseorang juga harus
menggunakan cara supaya mereka tidak merasa direndahkan.

A. Hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Amar ma‟ruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi tiap-tiap muslim yang
memiliki kemampuan. Artinya, jika ada sebagian yang melakukannya, yang lainnya
terwakili. Dengan kata lain, hukumnya fardhu kifayah. Ditegaskan oleh dalil Al
Qur‟an dan As-Sunnah serta Ijma‟ para Ulama.

Dalil Al Qur’an Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

30
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang mungkar;
mereka adalah orang-orang yang beruntung“.[Al-Imran/3:104].

Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini,”Maksud dari ayat ini, hendaklah
ada sebagian umat ini yang menegakkan perkata ini”

Dan firman-Nya.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah“. [Al-
Imran/3 :110].

Umar bin Khathab berkata ketika memahami ayat ini,”Wahai sekalian manusia,
barang siapa yang ingin termasuk umat tersebut, hendaklah menunaikan syarat
Allah darinya”[3]

Dalil Sunnah Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya,
jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan
hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman“. [HR Muslim].

31
Sedangkan Ijma‟ kaum muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:

1. Ibnu Hazm Adz Dzahiriy, beliau berkata, “Seluruh umat telah bersepakat
mengenai kewajiban amar ma‟ruf nahi mungkar, tidak ada perselisihan diantara
mereka sedikitpun”

2. Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,”Allah Subhanahu wa Ta‟ala telah


menegaskan kewajiban amar ma‟ruf nahi mungkar melalui beberapa ayat dalam
Al Qur‟an, lalu dijelaskan Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam dalam hadits
yang mutawatir. Dan para salaf serta ahli fiqih Islam telah berkonsensus atas
kewajibannya”

3. An-Nawawi berkata,”telah banyak dalil-dalil Al Qur‟an dan Sunnah serta Ijma


yang menunjukkan kewajiban amar ma‟ruf nahi mungkar” Asy-Syaukaniy
berkata,”Amar ma‟ruf nahi mungkar termasuk kewajiban, pokok serta rukun
syari‟at terbesar dalam syariat. Dengannya sempurna aturan Islam dan tegak
kejayaannya”

Namun, boleh jadi, hukumnya menjadi fardhu „ain bagi siapa yang mampu
dan tidak ada lagi yang menegakkannya. Al-Imam an-
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Amar ma‟ruf nahi mungkar menjadi wajib
„ain bagi seseorang, terutama jika ia berada di suatu tempat yang tidak ada seorang
pun yang mengenal (ma‟ruf dan mungkar) selain dirinya; atau jika tidak ada yang
dapat mencegah yang (mungkar) selain dirinya. Misalnya, saat melihat anak, istri,
atau pembantunya, melakukan kemungkaran atau mengabaikan kebaikan.” (Syarh
Shahih Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Amar ma‟ruf nahi mungkar
adalah fardhu kifayah. Namun, terkadang menjadi fardhu „ain bagi siapa yang
mampu dan tidak ada pihak lain yang menjalankannya.”
Asy-Syaikh Abdul „Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah mengemukakan
hal yang sama, “Ketika para da‟i sedikit jumlahnya, kemungkaran begitu banyak,
dan kebodohan mendominasi, seperti keadaan kita pada hari ini, maka dakwah

32
(mengajak kepada kebaikan dan menjauhkan umat dari kejelekan) menjadi fardhu
„ain bagi setiap orang sesuai dengan kemampuannya.”
Dengan kata lain, kewajibannya terletak pada kemampuan. Dengan demikian,
setiap orang wajib menegakkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Allah subhanahu wa ta‟alaberfirman:
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah serta
taatlah dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa dijaga
dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang yang beruntung.” (at-Taghabun: 16)

Kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan adalah tiga hal yang terkait erat
dengan proses amar ma‟ruf nahi mungkar. Yang memiliki kekuasaan tentu saja
lebih mampu dibanding yang lain sehingga kewajiban mereka tidak sama dengan
yang selainnya. Al-Qur‟an telah menunjukkan bahwa amar ma‟ruf nahi mungkar
tidak wajib bagi tiap-tiap individu (wajib „ain), namun secara hukum menjadi
fardhu kifayah. Inilah pendapat yang dipegangi mayoritas para ulama, seperti al-
Imam al-Qurthubi, Abu Bakar al-Jashash, Ibnul Arabi al-Maliki, Ibnu Taimiyah,
dan lain-lain rahimahumullah.

Allah subhanahu wa ta‟ala berfirman:

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang mungkar.
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)

Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka cegahlah dengan
tangannya. Jika belum mampu, cegahlah dengan lisannya. Jika belum mampu,

33
dengan hatinya, dan pencegahan dengan hati itu adalah selemah-lemah iman.”
(HR. Muslim no. 70 dan lain-lain)

B. Syarat dan Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar

Allah subhanahu wa ta‟ala menciptakan kita agar kita beribadah dan


menjalankan ketaatan kepada-Nya sebaik mungkin. Allah subhanahu wa
ta‟ala berfirman:
“(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (al-
Mulk: 2)

Amar ma‟ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh. Karena
itu, harus dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi amalan saleh
yang diterima. Al-Imam Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah mengemukakan bahwa
suatu amalan meskipun benar tidak akan diterima jika tidak ada keikhlasan, begitu
pun sebaliknya. Keikhlasan berarti semata-mata karena Allah subhanahu wa ta‟ala,
sedangkan kebenaran berarti harus berada di atas sunnah Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam.
Para penegak amar ma‟ruf nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan memenuhi
beberapa syarat berikut.

Syarat pertama: Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang.


Apabila tidak ada ilmu, dapat dipastikan yang ada adalah kebodohan dan
kecenderungan mengikuti hawa nafsu. Padahal siapa saja yang beribadah kepada
Allah subhanahu wa ta‟alatanpa ilmu, maka kerusakan yang diakibatkannya jauh
lebih dominan daripada kebaikan yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan amar ma‟ruf nahi mungkar, ilmu yang harus dimiliki
meliputi tiga hal, antara lain: Mengetahui yang ma‟ruf dan yang mungkar serta
dapat membedakan antara keduanya; Mengetahui dan memahami keadaan objek
yang menjadi sasarannya; serta mengetahui dan menguasai metode atau langkah
yang tepat dan terbaik sesuai dengan petunjuk jalan yang lurus (ketentuan syariat).

34
Tujuan utamanya adalah supaya tercapai maksud yang diinginkan dari proses amar
ma‟ruf nahi mungkar dan tidak menimbulkan kemungkaran yang lain.

Syarat kedua: Lemah lembut dalam beramar ma‟ruf dan bernahi mungkar.
Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah harapan yang tidak
mustahil apabila proses amar ma‟ruf nahi mungkar selalu dihiasi oleh kelembutan.
Bukankah Nabi shallallahu „alaihi wa sallam telah menyatakan dalam sabdanya:

‫ي‬

“Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai sikap lemah lembut dalam tiap
urusan. Allah subhanahu wa ta‟ala akan memberikan kepada sikap lemah lembut
sesuatu yang tidak akan diberikan kepada sikap kaku atau kasar dan
Allah subhanahu wa ta‟ala akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan kepada
selainnya.” (HR. Muslim “Fadhlu ar-Rifq” no. 4697, Abu Dawud “Fi ar-Rifq” no.
4173, Ahmad no. 614, 663, 674, dan 688, dan ad-Darimi “Bab Fi ar-Rifq” no.
2673)

Nabi shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda:

“Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan akan
menghiasinya, dan tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut dari sesuatu, melainkan
akan menghinakannya.” (HR. Muslim no. 4698, Abu Dawud no. 2119, dan Ahmad
no. 23171, 23664, 23791)

Al-Imam Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh


beramar ma‟ruf dan bernahi mungkar selain orang yang memiliki tiga sifat: lemah
lembut, bersikap adil (proporsional), dan berilmu yang baik.”

35
Termasuk sikap lemah lembut apabila senantiasa memerhatikan kehormatan dan
perasaan manusia. Oleh karena itu, dalam beramar ma‟ruf nahi mungkar hendaknya
mengedepankan kelembutan dan tidak menyebarluaskan aib atau kejelekan.
Kecuali, mereka yang cenderung senang dan bangga untuk menampakkan aibnya
sendiri dengan melakukan kemungkaran dan kemaksiatan secara terang-terangan.
Sebab itu, tidak mengapa untuk mencegahnya dengan cara terang-terangan atau
sembunyi-sembunyi.

Al-Imam asy-Syafi‟i rahimahullah berkata, “Siapa yang menasihati


saudaranya dengan sembunyi-sembunyi, sungguh ia benar-benar telah
menasihatinya dan menghiasinya. Siapa yang menasihati saudaranya dengan
terang-terangan (di depan khalayak umum), sungguh ia telah mencemarkannya dan
menghinakannya.” (Syarh Shahih Muslim)
Syarat ketiga: Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan
setelah beramar ma‟ruf nahi mungkar.
Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak amar ma‟ruf
nahi mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki ketenangan dan kesabaran, tentu
kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang
diinginkan.

Al-Imam ar-Razi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang beramar


ma‟ruf nahi mungkar itu akan mendapat gangguan, maka urusannya adalah
bersabar.
Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengemukakan bahwa para rasul
adalah pemimpin bagi para penegak amar ma‟ruf nahi mungkar.

Allah subhanahu wa ta‟ala telah memerintah mereka semua agar bersabar, seperti
firman-Nya:

“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul


yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab
disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, merasa

36
seolah-olah tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya
menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan, selain kaum yang fasik (tidak
taat kepada Allah subhanahu wa ta‟ala).” (al-Ahqaf: 35)

“Dan karena Rabbmu, bersabarlah!” (al-Mudatstsir: 7)

“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu, karena


sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan
memuji Rabbmu ketika engkau bangun.” (at-Thur: 48)

Allah subhanahu wa ta‟ala juga menyebutkan wasiat Luqman kepada putranya


dalam firman-Nya:
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang
ma‟ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang
penting.” (Luqman: 17)

Seseorang yang beramar ma‟ruf nahi mungkar berarti telah memosisikan


dirinya sebagai penyampai kebenaran. Padahal tidak setiap orang ridha dan suka
dengan kebenaran. Oleh karena itu, ia pasti akan mendapat gangguan, dan itu
menjadi cobaan serta ujian baginya.

Allah subhanahu wa ta‟ala berfirman:


“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan
mengatakan, „Kami telah beriman‟, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami
telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-
orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-„Ankabut:
2—3)

37
V.Fitnah Akhir Zaman

A. Fitnah Di Akhir Zaman

Hidup manusia saat ini telah berada di akhir zaman , dan sudah dekat dengan
waktu hari kiamat. Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam
sejumlah hadisnya tentang dekatnya dengan hari kiamat ini. Walaupun, kapan akan
hari kiamat, seberapa lama lagi hari kiamat, itu adalah ilmu yang dirahasiakan di sisi
AllahSubhanahuwaTa‟ala.

Tetapi Baginda Nabi Shallallahu „Alaihi wa Sallam telah mengisyaratkan tentang


dekatnya hari kiamat. Sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis:

“Jarak diutusnya aku dan hari kiamat seperti dua (jari) ini.” Beliau memberikan
isyarat dengan kedua jarinya (jari telunjuk dan jari tengah), lalu merenggangkannya.
(HR. Bukhari)

Semua tanda-tanda yang disebutkan oleh Nabi Muhammad saw benar-benar tampak
nyata di hadapan kita pada zaman sekarang ini. Salah satu tanda dari akhir zaman
adalah banyaknya fitnah. Sebagaimana sabda Nabi :

in Ishaq telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah dari Abu Yunus dari Abu
Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "celaka bagi
bangsa Arab, telah dekat munculnya fitnah seperti gelapnya malam, di pagi hari
seseorang dalam keadaan mukmin dan sore hari telah menjadi kafir, orang-orang

38
menjual agamanya dengan kenikmatan dunia, pada hari itu sedikit yang berpegang
dengan agamanya, seperti seorang yang memegang bara api, -atau beliau
mengatakan: - "seperti memegang duri." Hasan menyebutkan dalam haditsnya,
"menginjakduri."(HR.Ahmad)

Sementara yang dimaksud fitnah menurut ibnu arabi dalam linasul arab bahwa fitnah
adalah :

‫ال‬ ‫آل‬

Fitnah adalah cobaan, Fitnah adalah ujian, harta adalah harta, anak-anak adalah
fitnah, kekafiran adalah fitnah, Fitnah itu bisa pula adalah perbedaan pendapat
manusia. Intinya fitnah itu adalah segala hal yang dapat menjadikan manusia
berselisih dan menjauh dari kebenaran agama.

Bahkan termasuk fitnah akhir zaman adalah banyaknya pembunuhan dan kematian.
Sebagaimana sabda Nabi :

‫ي‬

“Menjelang datangnya hari Kiamat ada hari-hari dimana kebodohan diturunkan,


ilmu diangkat, dan banyak terjadi Al-Harj. Al-Harj itu adalah pembunuhan.” (HR.
Al-Bukhari).

Sementara dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabarani menyebutkan


bahwa salah satu tanda akhir zaman adalah banyak kematian mendadak. Rasulullah
bersabda :

39
‫ال‬ ‫ال‬ :

Dari Anas bin Malik, dia meriwayatkan dari Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam ,
beliau Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Di antara dekatnya hari kiamat, hilal
akan terlihat nyata sehingga dikatakan „ini tanggal dua‟, masjid-masjid akan
dijadikan jalan-jalan, dan munculnya (banyaknya) kematian mendadak.

Beberapa hadits tentang akhir zaman mengarahkan pada satu kesimpulan


informasi bahwa realitas akhir zaman akan banyak muncul berbagai fitnah yang terus
menerus menerpa ummat Islam ibarat sebuah gelombang ombak yang terus kejar-
kejaran bahkan semakin membesar. Istilah Nabi saw adalah ibarat malam yang
semakin gelap dan pekat gelapnya, waktu demi waktu. Fitnah-fitnah tersebut akan
terus menimpa umat Islam hingga fitnah terbesar akhir zaman yaitu munculnya
Dajjal yang akan merusak keimanan seorang muslim.

Bencana bencana yang terjadi di akhir zaman adalah fitnah bagi umat manusia
terkhusus kaum muslimin. Bencana wabah covid-19 adalah bagian dari fitnah akhir
zaman. Kenapa demikian ?. Hal ini karena covid- 19 telah menebarkan banyak
fitnah ( seperti pembunuhan, kematian yang mendadak serta rusaknya nama islam
yang dilakukan baik oleh ummat Islam sendiri maupun uumat di luar Islam).

Sudah menjadi fithrah manusia, jika mengalami atau tertimpa suatu musibah,
maka dia akan berusaha menyelamatkan diri dengan segala cara yang mungkin
dilakukannya. Namun, ada juga sebagian orang yang pasrah, berputus asa dan tidak
mau mencari jalan keluar, akhirnya kebinasaan menjadi pungkasannya. Ada juga
yang tidak menyadari dirinya sedang dalam musibah, sehingga tidak tergerak untuk
mencari solusi, akhirnya penyesalan pun tak terelakkan.
Pada saat ini, banyak sekali bahaya yang mengintai kita sebagaimana yang
dikabarkan oleh Rasûlullâh Shallallahu „alaihi wa sallam dalam banyak hadits
tentang fitnah akhir zaman. Rasûlullâh Shallallahu „alaihi wa sallam sebagai rasul
yang penuh kasih sayang kepada umatnya, tidak hanya memberitahukan tentang
fitnah ini saja, tapi juga memberitahukan solusinya. Al-Qur‟ân dan sunnah

40
Rasûlullâh Shallallahu „alaihi wa sallam merupakan solusi yang tidak bisa ditawar-
tawar. Kalau tidak, kesengsaraan mesti akan menimpa.
Allâh Azza wa Jalla befirman :

‫ي‬ ‫ي‬ ‫ال‬


٤
٥

Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa yang mengikut


petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling
dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan
Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah
ia, “Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta,
padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat ?” Allâh berfirman,
“Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu kamu melupakannya,
dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”. [Thaha/20:123-126]

Kini, fitnah-fitnah itu sudah banyak sekali disekitar kita, siap menerkam siapa
saja yang lalai. Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa waspada dan menjaga
diri. Diantara ujian-ujian itu adalah ujian harta. Diriwayatkan dari Ka‟ab bin „Iyadh
Radhiyallahu anhu, dia mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasûlullâh Shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda : ‫ي‬ Sesungguhnya
masing-masing umat itu ada fitnahnya dan fitnah bagi umatku adalah harta [HR.
Ahmad, Tirmidzi dan Ibni Hibbân dalam shahihnya]

Rasûlullâh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :

41
Demi Allâh ! Bukan kefakiran yang saya khawatirkan atas kalian, namun yang saya
khawatirkan adalah kalian diberi kemakmuran dunia sebagaimana pernah diberikan
kepada umat sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba sebagaimana mereka.
Sehingga akhirnya dunia menyebabkan kalian binasa sebagaimana mereka. [HR.
Bukhâri dan Muslim]
Harta itu ujian dari semua sisi. Dimulai saat mengumpulkan dan
mengembangkannya, kesibukan ini sering melalaikan seseorang dari beribadah
kepada Allâh Azza wa Jalla . Juga kegemaran menumpuk harta yang tidak pernah
bisa mencapai titik klimaks, diperparah lagi dengan prilaku menghalalkan segala
cara demi memenuhi ambisinya. Harta juga menjadi fitnah atau musibah bagi yang
empunya saat harta dibelanjakan di jalan yang tidak dibenarkan syari‟at atau enggan
mengeluarkan zakat yang menjadi kewajibannya. Akibatnya, berbagai keburukan
pun bermunculan akibat harta.
Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh
Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :

‫ال‬

Sungguh akan datang suatu masa, saat itu manusia tidak lagi peduli dengan cara apa
dia menghasilkan harta, apakah dari sesuatu yang halal ataukah haram ! [HR.
Bukhâri]
Diantara ujian yang juga ada pada saat ini yaitu keburukan yang datang
melalui media elektronik dan media cetak. Karya tulisan menyesatkan, foto dan
gambar wanita dengan dandanan seronok, nyanyian pembangkit nafsu syahwat,
pentas yang sering membuat suatu keburukan menjadi tidak jelas bahkan
membalikkan fakta, yang buruk dianggap bagus dan indah, semuanya ada di media.
Terkadang suatu yang tidak pantas ikut serta ditayangkan, seperti cara mencuri atau
aksi kriminal lainnya. Semua keburukan ini ditayangkan di berbagai channel tv, baik
dalam maupun luar negeri dan dengan mudah bisa diakses lewat internet. Sehingga
betapa sedih hati dan tercabiknya hati kita ketika mendengar berbagai perbuatan
kriminal yang dilakukan oleh para pelajar yang bahkan diantara mereka sangat
muda belia dan seakan tidak bisa dipercaya kalau dia melakukan kriminalitas yang

42
seharusnya hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa.
Sebagian orang, na‟udzu billah, merasa tidak cukup dengan berbagai
keburukan di atas, dia menambahkannya dengan membeli atau menyewa kaset CD
film porno yang sangat tidak layak lalu diputar di tengah keluarganya. Tidakkah dia
tahu keburukan di sekitarnya sudah begitu banyak meski dia tidak menghendaki
keburukan itu datang ke rumahnya ? Ataukah dia merasa keburukan itu belum
lengkap ? na‟udzu billah. Dimanakah rasa cemburu itu dicampakkan ? Tidakkah
para penyebar keburukan ini takut ketika mereka dimintai pertanggungjawaban atas
beragam keburukan yang diakibatkan keburukannya ? Semoga Allâh Azza wa Jalla
memberikan hidayah kepada kita semua untuk tetap istiqamah di atas jalan yang
telah tetapkan syari‟at.
Saat ini, betapa banyak rumah kaum Muslimin yang seharusnya bersinar
dengan dzikrullah justru hampa darinya. Rumah-rumah itu menjadi tempat yang di
senangi setan dan di jauhi para Malaikat pembawa rahmat. Bahkan ada yang
lancang mengundang para pemuda untuk serta begadang, pentas atau menghidupkan
budaya yang bertentangan dengan nilai agama. Ini merupakan fitnah besar yang
menimbulkan kekhawatiran yang harus kita waspadai. Kita wajib menjaga anak-
anak kita agar tidak terjebak dalam perangkap setan. Hendaklah kita senantiasa
memohon pertolongan kepada Allâh agar kita diberik kekuatan dan kesabaran.

Diantara ujian yang juga sangat mengkhawatirkan pada zaman ini yaitu fitnah
yang ditimbulkan kaum wanita. Dalam hadits yang diriwayatkan Usâmah bin Zaid
Radhiyallahu anhu Radhiyallahu anhuma, beliau Radhiyallahu anhu mengatakan,
“Rasûlullâh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :
Saya tidak meninggalkan satu fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki selain
(ujian) wanita [HR. Bukhâri dan Muslim]
Ujian yang diakibatkan prilaku kaum wanita pada masa ini semakin parah, karena
prilaku sebagian wanita yang tidak merasa malu sema sekali. Dengan dalih
mengikuti perkembangan zaman, mereka mengenakan pakaian tipis nan ketat,
sehingga bentuk anggota tubuh mereka nampak dengan jelas. Ada juga yang
berdalih untuk menambah penghasilan, semua dilakukan tanpa memperhatikan

43
rambu-rambu yang telah ditetapkan syari‟at. Akibatnya, bukan kebaikan yang
timbul namun sebaliknya. Berbagai media massa, sekan tidak pernah sepi dari
perbuatan kriminal akibat dari ujian ini. Tidakkah kita mau mengambil pelajaran
dari berbagai peristiwa menyedihkan ini ? Akankah kita membiarkan diri kita,
saudara atau keluarga kita terjebak dalam ujian ini ? Diantara ujian yang juga harus
diwaspadai adalah ujian yang merupakan efek negatif dari era informasi. Arus
informasi yang lancar dan cepat menjadikan batas antar Negara seakan tidak ada.
Suara dan gambar bisa ditransfer dalam hitungan detik. Banyak faidah yang bisa
kita ambil darinya.
Namun kita tidak boleh lengah, karena setan dan musuh-musuh Allah tidak
pernah tinggal diam. Mereka akan memanfaatkan semua fasilitas modern ini untuk
menyebarkan keyakinan rusak dan kebiasaan buruk mereka serta untuk menjaring
mangsa. Semoga Allah Azza wa jalla menjaga kita dan keluarga kita dari segala
keburukan yang disebarkan oleh setan dan musuh-musuh Allah Azza wa Jalla itu.
Namun ujian yang paling besar dan paling berbahaya bagi kaum Muslimin yang
selalu kita waspadai yaitu ujian dajjal yang akan datang menjelang hari kiamat.
Maka hendaklah kita senantiasa waspada dan menjaga diri serta keluarga kita.
Hendaklah kita memperbanyak do‟a kepada Allâh Azza wa Jalla agar senantiasa
menjaga kita dari keburukan berbagai fitnah ini.
Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi ? Dan
sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allâh mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya dia
mengetahui orang-orang yang dusta. [al-Ankabut/29:1-3].

B. Nasehat Menghadapi Fitnah Akhir Zaman


1.Semua problem berkaitan dengan fitnah, jalannya ilmu
Hiruk-pikuk fitnah dunia hari ini, maka mesti setiap mukmin menjadikan bagian
dari hidupnya adalah untuk mencari ilmu. Karena ilmu adalah bagian terpenting
dalamhidupkita.

44
2. Kehiudpan setelah kematian kita dalah masa depan yang paling depan
Jika para ibu dan para bapak berbicara tentang masa depan, maka inilah masa
depan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu Al-Qur‟an mengajarkan kisah seorang
Nabi yang mengajarkan masa depan kepada anaknya, yaitu Nabi Ya‟qub „Alaihis
Salam. Ketika beliau sedang dalam keadaan dekat kepada kematian, sedang
sakaratul mau, maka mengumpulkan semua anaknya. Allah berfirman:

‫ي‬

“Tidaklah kalian memperhatikan tentang Nabi Ya‟qub „Alaihis Salam ketika datang
sakaratul maut menjemputnya? Maka beliau berkata: „Wahai anak-anakku, apa
yang kalian akan sembah setelah aku meninggal dunia?‟ Maka serempak anaknya
mengatakan: „Kami akan menyembah Ilahmu dan Ilah nenek moyangmu (yaitu
Allah, Ilah yang satu), dan kami tunduk kepadaNya.‟” (QS. Al-Baqarah[2]: 133)

Jadi ketika kita berbicara tentang masa depan, maka ingatkanlah masa depan itu
adalah masa depan setelah kematian. Maka oleh sebab itu -sebagai catatan tinta emas
bagi kita- semua apa yang kita cari dalam interaksi dunia, maka jadikanlah
semuanya adalah jembatan dan jadikanlah kendaraan untuk kita ke surga. Jadikanlah
semua nikmat yang Allah berikan kepada kita sebagai kendaraan yang
menghantarkan kita ke surga, sebagai masa depan kita. Jangan Anda berpikir masa
depan adalah masa depan karir kita di dunia ini.

3. Menjaga amal
Ketika kita bertanya tentang amal dan ketika kita meminta ditunjukkan kepada
seorang alim tentang amal dimasa hari ini, maka ada jawaban yang sederhana dari
sekian penjelasan. Lakukanlah amal yang mampu kita mendawamkannya setelah
kita menunaikan perkara-perkara yang fardhu (wajib). Menjaga shalat lima waktu,
menjaga puasa dan menjaga setiap perkara yang Allah Ta‟ala fardhu-kan.
Oleh sebab itu Baginda Nabi Shallallahu „Alaihi wa Sallam pernah ditanya oleh

45
istrinya sendiri, „Aisyah Radhiyallahu „Anha: “Ya Rasulullah, amal yang mana yang
paling dicintai Allah? Yang paling mulia di sisi Allah?” Maka Baginda Nabi
Shallallahu„AlaihiwaSallammengatakan:

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta‟ala adalah amalan yang mampu kita
mendawamkannya walaupun amalan itu sederhana.” (HR. Muslim)

Sering kita bertanya tentang mungkin yang sulit bagi kita untuk melakukan hari
ini. Beramal tapi banyak yang kita lalaikan. Contohnya adalah sudahkah Anda meng-
kontinu-kan untuk diam ketika mendengar suara adzan kemudian menjawabnya
kemudiankitamembacashalawatsetelahnya?
Maka jangan kita lewatkan amalan yang sederhana untuk mendapatkan pahala besar.
Terutama diwaktu yang sangat sulit bagi kita untuk melakukan kebaikan. Dan ini
adalahsolusinya.

4.Kewajiban mukmin adalah benar dalam berkata, benar dalam bercakap,


benar dalam berucap dan benar dalam beramal

Fitnah terbesar pada hari ini adalah melihat berbagai kedzaliman. Mungkin di
berbagai negara rakyat mencium bau kedzaliman dari para pemimpinnya. Di sisi lain,
kita pun melihat begitu dahsyatnya rekayasa musuh kepada kaum muslimin dan
rekayasa musuh terhadap Islam. Dan kita seorang muslim yang punya ghiroh iman
pasti ingin melakukan sesuatu, melawan terhadap semua kedzaliman ini, melawan
setiap keburukan ini. Dan tentunya itu adalah alamat dalam diri kita ada iman

Karena ghirah itu sebagaimana dinyatakan di dalam hadis, ghirah itu berupa
energi yang ada dalam diri seorang mukmin yang disebutkan di dalam hadis:

46
“Apabila kamu melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu
(kekuasaanmu), kalau tidak mampu maka dengan lisanmu, kalau tidak mampu maka
dengan cara engkau tidak menyetujuinya (benci dalam hatimu), dan itu adalah
bagianyanglemahdariimankita.”(HR.Muslim)

Ustadz Abu Qatadah memberikan dua poin tentang nasihat yang harus kita lakukan,
yakni:
Poin pertama, masalah bagi kita adalah bukan semata-mata kita mengatakan
“Menolong agama Allah”, bukan semata-mata kita mengatakan bahwa kita akan
menjaga agama Allah. Kenapa? Karena sesungguhnya Allah benar-benar akan
menjaga agamaNya dan benar-benar Allah akan memenangkan agamaNya.
Seandainya kita tidak menjadi penolongNya, maka Allah akan mencari dan
memunculkan generasi lainnya yang akan menjaga agama ini. Jadi Allah telah
memberikanjaminanagamainiakandijaga.

Poin kedua, bahwa kewajiban bagi seorang mukmin adalah dituntut untuk benar
dalam berkata, benar dalam berucap, benar dalam beramal. Yaitu seorang muslim
diperintahkan untuk sejalan dengan perintah Allah dan RasulNya dalam setiap
perkara. Kemudian Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam telah mengatakan
tentangapayangharuskitalakukanhariini.

47
DAFTAR PUSTAKA

Hadi,N.(2019).Jurnal Intelektual. Islam,Iman dan Ihsaan dalam Kitab Matan Arba‟in


An-Nawawi:Studi Materi Pembelajaran Pendidikan Islam dalam Perslektif
Hadis Nabi SAW,9(1),4-6.

Masroon,M.N.,Muhammad,S.N.,Panatik,S.S.(2013).Jurnal Islam. Islam, Iman dan


Ihsan:Kaitannya dengan Kesehatan Jiwa,1(1),3-8.

Anugrah,R.L.,dkk.(2019).Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam. Islam,Iman dan


Ihsaan dalam Kitab Matan Arba‟in An-Nawawi(Studi Materi Pembelajaran
Pendidikan Islam dalam Perslektif Hadis Nabi SAW),9(2),36-43.

Nizami,A.(2008). Iman, Islam, dan Ihsan. Jakarta:Agus Sami.

Abduh,Muhammad.(2019).”Peradaban dan Sains dalam Islam”,


https://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/peradabanislam.pdf, diakses pada
17 Desember 2020.

Sari,R.M.,Setiadi,Y.(2018).Jural Islam. Keselarasan Islam dan Sains,1-3.

Guardyan.(2018).”Islam dan Sains:Pandangan Al-Qur‟an terhadap Sains”,


https://www.suaraislam.co/islam-dan-sains-pandangan-al-quran-terhadap-
sains/, diakses pada 17 Desember 2020.

Muzaqqi,Ahmad.(2018).”Sains dalam Perspektif Islam”,


https://semutlewat.blogspot.com/2013/01/makalah-sains-dan-islam.html,
diakses pada 17 Desember 2020.

Handayani,T.(1996). Jurnal Islam. Alternatif Penegakan Hukum dalam Perspektif


Islam,7-12.

Syariah,Asy.(2000).”Kewajiban Amar Makruf Nahi Mungkar”, https://asysyariah-


com.cdn.ampproject.org/v/s/asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-
mungkar-2/, diakses pada 17 Desember 2020.

48
Almanhaj.(2017).”Hukum Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar”, https://almanhaj.or.id/7735-
hukum-amar-maruf-nahi-mungkar.html, diakses pada 17 Desember 2020.

Fajar,Rahmat.(2018).”Menegakkan Amar Makrud Nahi Mungkar”, https://m-


republika-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/m.republika.co.id/amp/menegakkan-
amar-makruf-nahi-mungkar, diakses pada 17 Desember 2020.

Antero.(2016).”Ulama:Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar Tugas Setiap Muslim”,


https://anterokini.com/2016/03/11/ulama-amar-maruf-nahi-munkar-tugas-
setiap-muslim/, diakses pada 17 Desember 2020.

Wikipedia.”Amar Makruf Nahi Mungkar”,


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Amar_makruf_nahi_mungkar, diakses pada 17
Desember 2020.

Saleh, Akhmad Muwafik.(2020).”Covid-19 dan Fitnah Akhir Zaman”,


https://kanal24.co.id/read/covid-19-dan-fitnah-akhir-zaman, diakses pada 17
Desember 2020.

Almanhaj.”Mewaspadai Fitnah (Ujian) di Zaman Modern”,


https://almanhaj.or.id/3693-mewaspadai-fitnah-ujian-di-zaman-modern.html,
diakses pada 17 Desember 2020.

Widaningsih.(2020).”Nasehat Menghadapi Ujian dan Fitnah Akhir Zaman”,


https://kalam.sindonews.com/read/253068/72/nasehat-menghadapi-ujian-dan-
fitnah-akhir-zaman-1606864343, diakses pada 17 Desember 2020.

AL-Adnani, Abu Fatiah.(2007). Fitnah & Petaka Akhir Zaman. Solo: Granada
Mediatama

49
LAMPIRAN

COVER BUKU REFEENSI

50

Anda mungkin juga menyukai