Anda di halaman 1dari 13

Referat

“Masalah Kesehatan
Jiwa Pada Pengungsi”

Oleh:
Azura Syahadati
1102014056

Pembimbing:
dr. Citra Fitri Agustina, Sp. KJ
Pendahuluan
Latar Belakang

Bencana dapat terjadi karena bencana alam seperti: bencana tsunami, gempa, ataupun
banjir. Maupun bencana akibat dari perbuatan tangan manusia seperti: terjadinya perang,
krisis ekonomi di dalam negara, atau karena konflik internal suatu negara. Setelah bencana
berlalu, ini akan meninggalkan dampak buruk bagi masyarakatnya seperti banyaknya
pengungsi yang mengalami kerugian baik secara moril maupun materil, dan bahkan hingga
terganggunya kesehatan mental mereka. Pasca terjadinya sebuah bencana atau konflik
kondisi para pengungsi sangat rentan untuk mengalami gangguan kesehatan mental
bahkan ini menjadi hal yang paling rentan dihadapi oleh para pengungsi karena tekanan
yang besar akibat kehilangan harta dan keluarga serta keputusasaan karena tidak tahu
bagaimana cara melanjutkan kehidupan. Kesehatan mental yang terganggu terus menerus
akan mengakibatkan penyakit mental lainnya seperti; anxiety, depresi hingga mengidap
PTSD (Pos Traumatic Stress Disorder) dikarenakan mereka akan merasa sangat gelisah,
cemas, takut dan bahkan mengalami kesedihan yang mendalam.
Definisi
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana
seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga
individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Masalah kesehatan jiwa adalah masalah


perilaku dan psikologis yang menyebabkan
penderitaan dan disfungsi psikososial dari
individu. Masalah psikososial adalah
masalah yang mempunyai dampak dan
berpengaruh terhadap munculnya
gangguan jiwa atau sebaliknya masalah
yang muncul sebagai dampak dari
gangguan jiwa.
Definisi
Pengungsi adalah seseorang atau
sekelompok orang yang meninggalkan
suatu wilayah guna menghindari suatu
bencana atau musibah yang diakibatkan
oleh alam dan dapat pula bencana yang
diakibatkan oleh ulah manusia secara
langsung. Misalnya karena perang, konflik
masalah ras, agama, kebangsaan, hak
asasi manusia, pendapat politik, dan
ledakan bom. Setiap pengungsi biasanya
ditempatkan di sebuah tempat
penampungan untuk memudahkan para
relawan mengurusi dan menolong mereka.
Epidemiologi
Di seluruh dunia, lebih dari 65 juta orang
saat ini mengungsi karena perang, konflik
bersenjata, atau penganiayaan, yang
sebagian besar berada di negara
berpenghasilan rendah dan menengah ke
bawah. Secara global, setengah dari
pengungsi hidup dalam situasi yang tidak
stabil dan tidak aman. Ada 3,1 juta pencari
suaka dan lebih dari 25 juta pengungsi,
setengahnya berusia di bawah 18 tahun.
Sejak awal 2018, hampir 31 juta anak di
seluruh dunia telah mengungsi akibat
kekerasan dan konflik.
Etilogi Pasca terjadinya sebuah bencana atau konflik
kondisi para pengungsi sangat rentan untuk
mengalami gangguan kesehatan mental karena
tekanan yang besar akibat kehilangan harta dan
keluarga serta keputusasaan karena tidak tahu
bagaimana cara melanjutkan kehidupan. Bukan
hanya kehilangan harta benda, tetapi juga
kehilangan nyawa dan sanak saudara yang
terpisah dalam upaya menyelamatkan diri atau
karena terbawa situasi bencana yang
menghancurkan tempat tinggal mereka. Kesehatan
mental yang terganggu terus menerus akan
mengakibatkan penyakit mental lainnya seperti
anxiety, depresi hingga mengidap PTSD (Pos
Traumatic Stress Disorder).
Eksposur harus dihasilkan dari satu atau lebih skenario
Diagnosis berikut, di mana individu:

Ø  secara langsung mengalami peristiwa traumatis


Ø  menyaksikan langsung peristiwa traumatis
Ø  mengetahui bahwa peristiwa traumatis terjadi pada
anggota keluarga dekat atau teman dekat (dengan
kematian yang sebenarnya atau yang mengancam
sebagai kekerasan atau kecelakaan) atau
Ø  mengalami eksposur berulang atau ekstrim secara
langsung terhadap detail yang tidak menyenangkan
dari peristiwa traumatis (tidak melalui media,
gambar, televisi atau film).
Tatalaksana
ü  Tenaga kesehatan (Dokter) harus memperhatikan stres yang sedang terjadi yang
mungkin dihadapi pengungsi. Tenaga kesehatan harus menangani keluhan psikiatrik
yang mendesak (misalnya keadaan yang membahayakan diri sendiri atau orang lain,
psikosis, depresi berat, mania, epilepsi) di pos kesehatan.

ü  Melaksanakan prinsip 'pertolongan pertama pada kelainan psikologik akut' yaitu,


mendengarkan, menyatakan keprihatinan, menilai kebutuhan, tidak memaksa
berbicara, menyediakan atau mengerahkan pendamping dari keluarga atau orang yang
dekat, melindungi dari cedera lebih lanjut.

ü  Menyediakan dukungan emosional, konseling perkabungan (grief counseling),


manajemen stres, 'konseling pemecahan masalah', memobilisasi sumber daya
keluarga dan masyarakat serta rujukan.

ü  Menganjurkan mereka membentuk kelompok-kelompok seperti, keagamaan, ritual dan


sosio keagamaan lainnya
Tatalaksana
ü  Bekerja sama dengan penyembuh tradisional (traditional healers) jika mungkin. Dalam
beberapa keadaan, dimungkinkan kerja sama antara praktisi tradisional dan kedokteran.

ü  Tidak dianjurkan untuk memaksa orang untuk berbagi pengalaman pribadi melebihi
yang akan dilakukan secara alami.

ü  Menganjurkan mereka membentuk kelompok-kelompok seperti, keagamaan, ritual dan


sosio keagamaan lainnya.

ü  Menganjurkan kegiatan bermain untuk anak.

ü  Tokoh agama, guru dan tokoh sosial lainnya harus terlibat secara aktif.

ü  Libatkan pengungsi yang sehat dalam pekerjaan bantuan .

ü  Motivasi tokoh masyarakat and tokoh kunci lainnya untuk mengajak mereka dalam
diskusi kelompok dan berbagi tentang perasaan mereka .
Prognosis

Prognosis bervariasi berdasarkan sejumlah faktor termasuk ketahanan atau


kemampuan individu untuk menangani stres, tekanan (stress) sekunder,
tingkat dukungan sosial, pengalaman traumatis sebelumnya, riwayat depresi,
cedera yang sedang berlangsung, beratnya stresor, dan sebagainya. Bahkan
ada beberapa individu tanpa perawatan formal, tetapi banyak menerima
dukungan yang mereka butuhkan dan menunjukan penyesuaian yang berhasil
karena ada nya waktu dan jarak antara mereka dan peristiwa traumatis.
Kesimpulan
Pengungsi yang diakibatkan dari bencana atau konflik mempunyai banyak kerentanan
untuk dapat menerima dampak yang negatif dari masalah tersebut. Hal yang paling rentan
terjadi terhadap para pengungsi bahkan dapat berdampak panjang adalah terjadinya
gangguan kesehatan mental pada diri pengungsi. Kesehatan mental yang mungkin terjadi
akibat dari terjadinya bencana adalah seperti anxiety, depresi hingga PTSD (Post
Traumatic Stress Disorder).

Dengan demikian tenaga kesehatan maupun pekerjaan sosial berperan penting dalam
upaya penanganan pengungsi dan penanganan gangguang kesehatan mental mereka.
Beberapa peran yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan pekerja sosial adalah
berperan sebagai advokator, sebagai fasilitator, membentuk kelompok-kelompok bantu
diri (self-help) dan menggugah partisipasi para pengungsi agar ikut serta dalam
melakukan kegiatan-kegiatan yang ada agar dapat membantu menangani permasalahan
yang dihadapi oleh pengungsi dan gangguan kesehatan mental yang dialami oleh para
pengungsi.
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Assosiation. (2018). Mental Health Facts on Refugees,


Asylum-seekers, & Survivors of Forced Displacement.
American Psychiatric Assosiation. (2013). Posttraumatic Stress Disorder.
Departemen Kesehatan RI. (2007). Pedoman Teknis Penanggulanan Krisis
Kesehatan Akibat Bencana: Jakarta.

Harvard Health Publishing. (2018). Post-traumatic Stress Disorder: Harvard


Medical School.

Meilanny Budiarti S., dkk. 2018. Dimensi Kesehatan Mental Pada Pengungsi
Akibat Bencana: Bandung.
Tribe, Rachel. 2002. Mental health of refugees and asylum-seekers: University of
East London.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai