Anda di halaman 1dari 33

1.

1 PENDAHULUAN
Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia
misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan kasus
tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga berjumlah ribuan kasus.
Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau terpajan
dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok.
Sampel isolat dari pasien yang diteliti didapatkan hasil menunjukkan adanya
infeksi Coronavirus, jenis Betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel
Coronavirus (2019-nCoV) (Burhan, 2020). Pandemi ini terus berkembang hingga
adanya laporan kematian dan kasus-kasus baru di luar China. Pada tanggal 30
Januari 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai Public Health Emergency of
International Concern/Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan
Dunia (PHEIC/KKMMD) (Safrizal, 2020).
Pada tanggal 11 Februari 2020, World Health Organization memberi nama
virus baru tersebut yaitu Severa Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2
(SARS-CoV-2) dan nama penyakitnya sebagai Coronavirus Disease 2019
(COVID-19). Pada mulanya transmisi virus ini belum dapat ditentukan apakah
dapat melalui antara manusia-manusia. Jumlah kasus terus bertambah seiring
dengan waktu. Selain itu, terdapat kasus 15 petugas medis terinfeksi oleh salah
satu pasien. Salah satu pasien tersebut dicurigai kasus “super spreader”. Akhirnya
dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke
manusia (Burhan, 2020).
Berdasarkan data terakhir, sampai dengan tanggal 13 Februari 2020,
website oleh Center for Systems Science and Engineering (CSSE) Universitas
John Hopkins yang diperbaharui berkala, data terakhir menunjukkan total kasus
lebih dari 60.331 pasien, dengan total kematian lebih dari 1.369 pasien dan
perbaikan lebih dari 6.061 pasien. Saat ini data terus berubah seiring dengan
waktu. Banyak kota di Wuhan Provinsi Hubei Tiongkok dilakukan karantina
(Burhan, 2020). Penambahan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat
dan sudah terjadi penyebaran ke luar wilayah Wuhan dan negara lain. Sampai
dengan 16 Februari 2020, secara global dilaporkan 51.857 kasus konfimasi di 25
negara dengan 1.669 kematian (CFR 3,2%) (Safrizal,2020).
Sampai dengan tanggal 25 Maret 2020, dilaporkan total kasus konfirmasi
414.179 dengan 18.440 kematian (CFR 4,4%) dimana kasus dilaporkan di 192
negara/wilayah. Diantara kasus tersebut, sudah ada beberapa petugas kesehatan
yang dilaporkan terinfeksi. Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan
kasus konfirmasi COVID-19 sebanyak 2 kasus. Sampai dengan tanggal 25 Maret
2020, Indonesia sudah melaporkan 790 kasus konfirmasi COVID-19 dari 24
Provinsi yaitu: Bali, Banten, DIY, DKI Jakarta, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, Kep. Riau, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan,
Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Lampung,
Riau, Maluku Utara, Maluku dan Papua. Wilayah dengan transmisi lokal di
Indonesia adalah DKI Jakarta, Banten (Kab. Tangerang, Kota Tangerang), Jawa
Barat (Kota Bandung, Kab. Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kab. Bogor, Kab.
Bogor, Kab. Karawang), Jawa Timur (kab. Malang, Kab. Magetan dan Kota
Surabaya) dan Jawa Tengah (Kota Surakarta) (Kemenkes, 2020).
Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke
manusia melalui percikan batuk/bersin (droplet), tidak melalui udara. Orang yang
paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien
COVID-19 termasuk yang merawat pasien COVID-19. Rekomendasi standar
untuk mencegah penyebaran infeksi adalah melalui cuci tangan secara teratur
menggunakan sabun dan air bersih, menerapkan etika batuk dan bersin,
menghindari kontak secara langsung dengan ternak dan hewan liar serta
menghindari kontak dekat dengan siapapun yang menunjukkan gejala penyakit
pernapasan seperti batuk dan bersin. Selain itu, menerapkan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) saat berada di fasilitas kesehatan terutama unit gawat
darurat (Kemenkes, 2020).
2.1 ETIOLOGI
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsu,l dan
tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dua sub-keluarga Orthocoronavirinae
dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat genus
yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus dan gamma
coronavirus (Burhan, 2020).
Sebagian besar virus corona menginfeksi hewan. Saat ini, tiga jenis virus
corona telah diisolasi dari manusia: Human Coronavirus 229E, OC43, dan SARS
coronavirus (SARSCoV). Ada 6 jenis virus corona yang sebelumnya diketahui
menginfeksi manusia. 229E dan NL63 (dari alphacoronavirus), OC43 (dari
betacoronavirus), HKU1, Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERS-CoV), dan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-
CoV) (Zhou, 2020).
Virus corona baru, diisolasi dari saluran pernapasan bawah pasien di
Wuhan, yang menderita pneumonia dengan penyebab yang tidak diketahui WHO
menyebutnya 2019-nCoV sedangkan Komite Internasional tentang Taksonomi
Virus (ICTV) menamainya SARS-CoV-2. Kemudian dikonfirmasi bahwa virus
tersebut mampu menular dari manusia ke manusia. Virus corona baru ini sangat
mirip dalam hal urutan genom dengan enam virus corona yang ditemukan
sebelumnya. Analisis homologi urutan genetiknya mengungkapkan bahwa virus
baru memiliki banyak kesamaan dengan SARS-CoV. Virus corona baru ini
sekarang diklasifikasikan sebagai beta-coronavirus (Zhou, 2020).
Virus umumnya dapat bertahan selama beberapa jam di permukaan yang
halus. Jika suhu dan kelembaban memungkinkan, mereka dapat bertahan selama
beberapa hari. Virus corona baru, sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas.
Panas yang berkelanjutan pada 132,8ºF selama 30 menit, suhu 56°C selama 30
menit, eter, alkohol 75%, desinfektan yang mengandung klorin, asam perasetat,
kloroform, dan pelarut lipid lainnya dapat secara efektif menonaktifkan virus.
Chlorhexidine (juga dikenal sebagai chlorhexidine gluconate) juga secara efektif
menonaktifkan virus (Zhou, 2020). Berikut adalah gambar struktur Coronavirus:
S-Protein

HE-Protein

RNA Nucleo-
capsid
N-Protein

M-Protein

Envelope

Gambar 2.1 Struktur Coronavirus


Sumber: Burhan, 2020

Virus Corona termasuk dalam genus Coronavirus dari keluarga


Coronaviridae. Ini dinamai sesuai dengan tonjolan berbentuk karangan bunga di
selubung virus. Virus corona memiliki selubung yang membungkus genom RNA,
dan virion (seluruh virus) bulat atau oval, seringkali polimorfik, dengan diameter
50 hingga 200 nm. Virus corona baru berdiameter 80 hingga 160 nm. Protein S
atau spike protein terletak di permukaan virus dan membentuk struktur seperti
batang. Sebagai salah satu protein antigenik utama virus, protein S adalah struktur
utama yang digunakan untuk penentuan tipe gen (Zhou, 2020). Protein S ini
berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi
protein S dengan reseptornya di sel inang) (Burhan, 2020). Protein nukleokapsid
merangkup genom virus dan dapat digunakan sebagai antigen diagnostik (Zhou,
2020).
Penularan covid-19 melalui percikan pernapasan dan kontak adalah rute
utamanya, tapi terdapat risiko penularan fecal-oral. Penularan aerosol, penularan
dari ibu ke anak, dan rute-rute lainnya belum terkonfirmasi.
(1) Penularan percikan pernapasan: Ini adalah cara utama penularan kontak
langsung. Virus ditularkan melalui percikan-percikan yang muncul saat pasien
batuk, bersin, atau bicara, dan orang-orang yang rentan mungkin terinfeksi setelah
menghirup percikanpercikan tersebut.
(2) Penularan kontak tidak langsung: Virus ini bisa ditularkan melalui kontak
tidak langsung dengan orang yang terinfeksi. Percikan yang mengandung virus
tersimpan di permukaan suatu benda, yang mungkin disentuh oleh tangan. Virus
dari tangan yang terkontaminasi mungkin terbawa ke saluran mukosa di mulut,
hidung, dan mata orang tersebut dan membuatnya terjangkit.
(3) Virus corona yang masih hidup terdeteksi dari tinja pasien terkonfirmasi,
menandakan adanya kemungkinan penularan fecal-oral.
(4) Penularan aerosol: Ketika percikan-percikan bertahan di udara dan kehilangan
kandungan air, patogennya tertinggal dan membentuk inti percikan (yaitu
aerosol). Aerosol-aerosol ini dapat terbang ke lokasi yang jauh, mengakibatkan
penularan jarak jauh. Cara penularan ini disebut penularan aerosol. Belum ada
bukti yang menunjukkan virus corona baru ini dapat ditularkan melalui aerosol.
(5) Penularan dari ibu ke anak: Anak dari ibu yang terjangkit COVID-19
terkonfirmasi memiliki hasil positif ketika dilakukan tes usap tenggorokan 30 jam
setelah lahir. Ini menandakan bahwa virus corona baru mungkin bisa
menyebabkan infeksi neonatal melalui penularan ibu ke anak, tapi penelitian dan
bukti sains masih diperlukan untuk mengonfirmasi rute ini.

3.1 EPIDEMIOLOGI
Data yang disediakan oleh Dashboard Darurat Kesehatan WHO pada 03
Maret 2020 telah dilaporkan total 87.137 kasus yang dikonfirmasi di seluruh
dunia sejak awal epidemi. Dari jumlah tersebut, 2977 (3,42%) telah berakibat
kematian. Sekitar 92% (79.968) dari kasus yang dikonfirmasi dicatat di China,
lokasi di mana hampir semua kematian juga dicatat (2.873, 96,5%). Dari catatan,
kasus “dikonfirmasi” yang dilaporkan antara 13 Februari 2020 dan 19 Februari
2020, termasuk pasien yang dikonfirmasi secara klinis dan yang didiagnosis
secara klinis dari provinsi Hubei (Safrizal,2020).
Selain negara China, terdapat 7169 kasus yang dikonfirmasi di 59 negara
termasuk Republik Korea (3736 kasus), Italia (1128), kapal pesiar (Diamond
Princess, 705 kasus), Republik Islam Iran (593), Jepang (239), Singapura (102),
Prancis (100), Amerika Serikat (62), Jerman (57), Kuwait (45), Spanyol (45),
Thailand (42), Bahrain(40) , Australia (25), Malaysia ( 24), Britania Raya (23),
Kanada (19), Uni Emirat Arab (19), Swiss (18), Vietnam (16), Norwegia (15),
Irak (13), Swedia (13), Austria (10) ), Kroasia (7), Israel (7), Belanda (7), Oman
(6), Pakistan (4), Azerbaijan (3), Denmark (3), Georgia (3), Yunani (3), India (3),
Filipina (3), Rumania (3). Selain itu, dua kasus dicatat masing-masing di Brasil,
Finlandia, Lebanon, Meksiko, Federasi Rusia, dan masing-masing satu kasus di
Afghanistan, Aljazair, Belarus, Belgia, Kamboja, Ekuador, Mesir, Estonia,
Irlandia, Lituania, Monako, Nepal, Selandia Baru, Nigeria, Makedonia Utara,
Qatar, San Marino, dan Sri Lanka (Safrizal, 2020). Sumber paling mutakhir untuk
epidemiologi pandemi yang muncul ini dapat ditemukan di sumber-sumber
berikut:
1. Badan Situasi WHO Novel Coronavirus (COVID-19)
2. Johns Hopkins Center for Science System and Engineering site untuk
Coronavirus Global Cases COVID-19, yang menggunakan sumber publik untuk
melacak penyebaran epidemi (Safrizal, 2020).

4.1 GEJALA DAN TANDA KLINIS


Novel coronavirus ini baru saja muncul pada manusia. Oleh karena itu,
secara umum, masyarakat rentan terhadap virus tersebut karena tidak memiliki
kekebalan terhadapnya. Masa inkubasi untuk virus corona biasanya 3 sampai 7
hari. 2019-nCoV adalah virus corona yang mengalami mutasi antigenik. Masa
inkubasi virus adalah sesingkatnya 1 hari tetapi umumnya dianggap tidak lebih
dari 14 hari. Tetapi perlu dicatat bahwa beberapa kasus yang dilaporkan memiliki
masa inkubasi hingga 24 hari. 2019-nCoV dapat menginfeksi individu dengan
kekebalan normal atau terganggu. Jumlah paparan terhadap virus itu juga
menentukan apakah seseorang terinfeksi atau tidak. Jika seseorang terpapar
sejumlah besar virus, seseorang tersebut mungkin jatuh sakit walaupun fungsi
kekebalan tubuh normal. Untuk orang dengan fungsi kekebalan yang buruk,
seperti orang lanjut usia, wanita hamil, atau orang dengan gangguan hati atau
ginjal, penyakit ini berkembang relatif cepat dan gejalanya lebih parah (Zhou,
2020).
Faktor dominan yang menentukan apakah seseorang terinfeksi atau tidak
adalah peluang untuk terpapar virus tersebut. Jadi, tidak dapat disimpulkan bahwa
kekebalan yang lebih baik akan menurunkan risiko seseorang untuk terinfeksi.
Anak-anak memiliki lebih sedikit kemungkinan terpapar dan dengan demikian
kemungkinan terinfeksinya lebih rendah. Namun, dengan jumlah paparan yang
sama, orang lanjut usia, orang dengan penyakit kronis atau fungsi kekebalan yang
terganggu akan lebih mungkin terinfeksi virus ini (Zhou, 2020).
Awal terjangkitnya pasien dengan COVID-19 terutama termanifestasi
sebagai demam, tapi beberapa pasien mungkin tidak mengalami demam dan
hanya merasakan menggigil serta gejala-gejala sakit pernapasan, yang dapat
muncul bersamaan dengan batuk kering yang ringan, rasa lelah, kesulitan
bernapas, diare, dan lain-lain. Meskipun demikian, kemunculan pilek, dahak atau
sputum, dan gejala-gejala lainnya jarang terjadi (Zhou, 2020). Setengah dari
pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat
dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi
dan perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada
beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam.
Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi
kritis bahkan meninggal (Burhan, 2020).
Klasifikasi Klinis
Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi.
a. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala
yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat
disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri
otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien
immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain
itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatif
ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya
dehidrasi, sepsis atau napas pendek (Burhan, 2020).
b. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak
ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat
ditandai dengan batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai napas cepat
atau takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat (Burhan, 2020).
Definisi takipnea pada anak:
● < 2 bulan : ≥ 60x/menit
● 2-11 bulan : ≥ 50x/menit
● 1-5 tahun : ≥ 40x/menit.

c. Pneumonia berat
Pada pasien dewasa
● Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas
● Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: >30x/menit), distress
pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90% udara luar (Burhan, 2020).
Kriteria definisi Severe Community-acquired Pneumonia (CAP) menurut
Diseases Society of America/American Thoracic Society.
Tabel Kriteria severe CAP
Sumber: (Burhan, 2020).

Jika terdapat salah satu kriteria mayor atau ≥ 3 kriteria minor


Kriteria minor Frekuensi napas ≥ 30x/menit
Rasio Pa02/FiO2 ≤ 250
Infiltrat multilobular
Penurunan kesadaran
Uremia (BUN) ≥ 20 mg/dL
Leukopenia (<4000 cell/mikrol)
Trombositopenia
(<100.000/microliter)
Hipotermia (<360C)
Hipotensi perlu resusitasi cairan
agresif
Kriteria mayor Syok septik membutuhkan
vasopressor
Gagal napas membutuhkan
ventilasi mekanik

Pada pasien anak-anak:


● Gejala: batuk atau tampak sesak, ditambah satu diantara kondisi berikut:
- Sianosis central atau SpO2 <90%
- Distress napas berat (retraksi dada berat)
- Pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau menyusu atau minum; letargi atau
penurunan kesadaran; atau kejang)
Dalam menentukan pneumonia berat ini diagnosis dilakukan dengan diagnosis
klinis, yang mungkin didapatkan hasil penunjang yang tidak menunjukkan
komplikasi (Burhan, 2020).
d. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Onset: baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu setelah
diketahui kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan kondisi
hipoksemia. Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO2) dibagi fraksi
oksigen inspirasi (FIO2) kurang dari< 300 mmHg (Burhan, 2020).
Pemeriksaan penunjang yang penting yaitu pencitraan toraks seperti foto
toraks, CT Scan toraks atau USG paru. Pada pemeriksaan pencitraan dapat
ditemukan: opasitas bilateral, tidak menjelaskan oleh karena efusi, lobar atau
kolaps paru atau nodul. Sumber dari edema tidak sepenuhnya dapat dijelaskan
oleh gagal jantung atau kelebihan cairan, dibutuhkan pemeriksaan objektif lain
seperti ekokardiografi untuk mengeksklusi penyebab hidrostatik penyebab edema
jika tidak ada faktor risiko. Penting dilakukan analisis gas darah untuk melihat
tekanan oksigen darah dalam menentukan tingkat keparahan ARDS serta terapi.
Berikut rincian oksigenasi pada pasien ARDS (Burhan, 2020).
Dewasa:
● ARDS ringan : 200 mmHg < PaO 2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan PEEP atau
CPAP ≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi)
● ARDS sedang : 100 mmHg < PaO 2/FiO2 ≤200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O
atau tanpa diventilasi
● ARDS berat : PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O atau tanpa
diventilasi
● Tidak tersedia data PaO2 : SpO2/FiO2 ≤315 diduga ARDS (termasuk pasien
tanpa ventilasi)
Anak:
● Bilevel NIV atau CPAP ≥5 cmH2O melalui masker full wajah : PaO2/FiO2 ≤ 300
mmHg atau SpO2/FiO2 ≤264
● ARDS ringan (ventilasi invasif): 4≤ oxygenation index (OI) <8 or 5 ≤ OSI < 7.5
● ARDS sedang (ventilasi invasif): 8≤ OI< 16 atau 7.5 ≤ oxygenation index using
SpO2 (OSI) < 12.3
● ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12.326

e. Sepsis
Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek
infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertai disfungsi organ. Tanda disfungsi
organ perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi napas cepat, saturasi
oksigen rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit mottling atau terdapat bukti
laboratorium koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau
hiperbilirubinemia (Burhan, 2020).
Skor SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari nilai
0-24 dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia melalui tekanan
oksigen atau fraksi oksigen), koagulasi (trombositopenia), liver (bilirubin
meningkat), kardivaskular (hipotensi), system saraf pusat (tingkat kesadaran
dihitung dengan Glasgow coma scale) dan ginjal (luaran urin berkurang atau
tinggi kreatinin). Sepsis didefinisikan peningkatan skor Sequential (Sepsis-
related) Organ Failure Assesment (SOFA) ≥ 2 poin (Burhan, 2020).
Pada anak-anak didiagnosis sepsis bila curiga atau terbukti infeksi dan ≥ 2
kriteria systemic inflammatory Response Syndrom (SIRS) yang salah satunya
harus suhu abnormal atau hitung leukosit (Burhan, 2020).
f. Syok septik
Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volum
adekuat sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65
mmHg dan serum laktat > 2mmol/L. Definisi syok septik pada anak yaitu
hipotensi dengan tekanan sistolik < persentil 5 atau >2 SD dibawah rata rata
tekanan sistolik normal berdasarkan usia atau diikuti dengan 2 hingga 3 kondisi
berikut :
● Perubahan status mental
● Bradikardia atau takikardia
- Pada balita: frekuensi nadi <90 x/menit atau >160x/menit
- Pada anak-anak: frekuensi nadi <70x/menit atau >150x/menit26
● Capillary refill time meningkat (>2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan
bounding pulse
● Takipnea
● Kulit mottled atau petekia atau purpura
● Peningkatan laktat
● Oliguria
● Hipertemia atau hipotermia

5.1 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Hasil tes pemeriksaan negatif pada spesimen tunggal, terutama jika
spesimen berasal dari saluran pernapasan atas, belum tentu mengindikasikan
ketiadaan infeksi. Oleh karena itu harus dilakukan pengulangan pengambilan dan
pengujian spesimen. Spesimen saluran pernapasan bagian bawah (lower
respiratory tract) sangat direkomendasikan pada pasien dengan gejala klinis yang
parah atau progresif. Adanya patogen lain yang positif tidak menutup
kemungkinan adanya infeksi COVID-19, karena sejauh ini peran koinfeksi belum
diketahui. Pengambilan spesimen Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang
Dalam Pemantauan (ODP) untuk pemeriksaan RT PCR dilakukan sebanyak dua
kali berturut-turut serta bila terjadi kondisi perburukan. Pengambilan spesimen
Orang Tanpa Gejala (OTG) untuk pemeriksaan RT PCR dilakukan pada hari ke-1
dan ke-14 (Kemenkes, 2020).
5.1.1 Sampel/Spesimen
Tabel Jenis Sampel/Spesimen
Sumber: Kemenkes, 2020
5.1.2 Pengambilan Sampel/Spesimen
Sebelum kegiatan pengambilan spesimen dilaksanakan, harus
memperhatikan universal precaution atau kewaspadaan universal untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit dari pasien ke paramedis maupun lingkungan
sekitar (Kemenkes, 2020). Hal tersebut meliputi:
1. Selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun/desinfektan SEBELUM
dan SESUDAH tindakan (Kemenkes, 2020).
2. Menggunakan APD
Melihat situasi saat ini, mekanisme penularan masih dalam investigasi maka APD
yang digunakan untuk pengambilan spesimen adalah APD lengkap dengan
menggunakan masker minimal N95 (Kemenkes, 2020).

5.1.3 Bahan Pengambilan spesimen


1. Form Pengambilan Spesimen
Dapat ditambah daftar nama pasien (supaya saat pengambilan tidak terjadi
kesalahan) jika pasien lebih dari satu (Kemenkes, 2020).
2. Spesimen Saluran Pernapasan Bawah (Lower Respiratory Tract)
a. Virus Transport Media (VTM)
b. Dapat digunakan dengan beberapa merk komersil yang sudah siap pakai atau
dengan mencampur beberapa bahan (Hanks BBS; Antifungal dan Antibiotik
dengan komposisi tertentu) untuk disatukan dalam 1 wadah steril.
c. Swab Dacron atau Flocked Swab
d. Tongue Spatel
e. Kontainer Steril untuk Sputum
f. Parafilm
g. Plastik Klip
h. Marker atau Label (Kemenkes, 2020).

3. Spesimen Darah/Serum:
a. Spuit disposable 3ml atau 5 ml atau Sistem Vacutainer
b. Wing needle (jika diperlukan)
c. Kapas alkohol 70%
d. Kapas Kering
e. Vial 1,8 ml atau tabung tutup ulir (wadah Spesimen Serum)
f. Marker atau Label (Kemenkes, 2020).

4. Bahan Pengepakan/Pengiriman Spesimen :


a. Ice pack dan Cold Box (diutamakan sudah menggunakan Sistem tiga lapis)
b. Label Alamat
c. Lakban/Perekat (Kemenkes, 2020).

5.1.4 Tata Cara Pengambilan Spesimen Nasofaring


1. Persiapkan cryotube yang berisi 1,5 ml media transport virus (Hanks BSS +
Antibiotika), dapat juga digunakan VTM komersil yang siap pakai (pabrikan).
2. Berikan label yang berisi Nama Pasien dan Kode Nomer Spesimen. Jika label
bernomer tidak tersedia maka Penamaan menggunakan Marker/Pulpen pada
bagian berwarna putih di dinding cryotube. (Jangan gunakan Medium Hanks,
bila telah berubah warna menjadi Kuning).
3. Gunakan swab yang terbuat dari dacron/rayon steril dengan tangkai plastik
atau jenis Flocked Swab (tangkai lebih lentur). Jangan menggunakan swab kapas
atau swab yang mengandung Calcium Alginat atau Swab kapas dengan tangkai
kayu, karena mungkin mengandung substansi yang dapat menghambat
menginaktifasi virus dan dapat menghambat proses pemeriksaan secara
molekuler.
4. Pastikan tidak ada Obstruksi (hambatan pada lubang hidung).
5. Masukkan secara perlahan swab ke dalam hidung, pastikan posisi swab pada
septum bawah hidung.
6. Masukkan swab secara perlahan-lahan ke bagian nasofaring.

Gambar lokasi pengambilan


nasofaring
Sumber: Kemenkes, 2020

7. Swab kemudian dilakukan gerak memutar secara perlahan.


8. Kemudian masukkan sesegera mungkin ke dalam cryotube yang berisi VTM
9. Putuskan tangkai plastik di daerah mulut cryotube agar cryotube dapat ditutup
dengan rapat.

Gambar Pemasukkan swab ke dalam VTM


Sumber: Kemenkes, 2020

10. Pastikan label kode spesimen sesuai dengan kode yang ada di
formulir/Kuesioner.
11. Cryotube kemudian dililit parafilm dan masukkan ke dalam Plastik Klip. Jika
ada lebih dari 1 pasien, maka Plastik Klip dibedakan/terpisah. Untuk menghindari
kontaminasi silang.
Gambar Pengemasan spesimen
Sumber: Kemenkes, 2020
12. Simpan dalam suhu 4-80C sebelum dikirim. Jangan dibekukan dalam Freezer
(Kemenkes, 2020).

5.1.5 Tata Cara Pengambilan Spesimen Sputum


Pasien berkumur terlebih dahulu dengan air, kemudian pasien diminta
mengeluarkan dahaknya dengan cara batuk yang dalam. Sputum ditampung pada
wadah steril yang anti bocor. Pengambilan sampel sputum dengan cara induksi
dapat menimbulkan risiko infeksi tambahan bagi petugas kesehatan (Kemenkes,
2020).

5.1.6 Tata Cara Pengambilan Spesimen Serum


Sampel serum berpasangan diperlukan untuk konfirmasi, dengan serum
awal dikumpulkan di minggu pertama penyakit dan serum yang kedua idealnya
dikumpulkan 2-3 minggu kemudian. Jika hanya serum tunggal yang dapat
dikumpulkan, ini harus diambil setidaknya 14 hari setelah onset gejala untuk
penentuan kemungkinan kasus (Kemenkes, 2020).
Anak-anak dan dewasa: dibutuhkan darah whole blood (3-5 mL) dan
disentrifus untuk mendapatkan serum sebanyak 1,5-3 mL. Sedangkan untuk bayi:
Minimal 1 ml whole blood diperlukan untuk pemeriksaan pasien bayi. Jika
memungkinkan, mengumpulkan 1 ml serum (Kemenkes, 2020).

5.1.7 Pengepakan Spesimen


Spesimen dikonfirmasi harus dilakukan tatalaksana sebagai UN3373,
"Substansi Biologis, Kategori B", ketika akan diangkut/ditransportasikan dengan
tujuan diagnostik atau investigasi. Semua spesimen harus dikemas untuk
mencegah kerusakan dan tumpahan. Adapun sistem yang digunakan adalah
dengan menggunakan tiga lapis (Three Layer Pacakging) sesuai dengan pedoman
dari WHO dan International Air Transport Association (IATA) (Kemenkes,
2020).
Spesimen dari pasien yang diduga novel coronavirus, harus disimpan dan
dikirim pada suhu yang sesuai (lihat Tabel 5.1). Spesimen harus tiba di
laboratorium segera setelah pengambilan. Penanganan spesimen dengan tepat saat
pengiriman adalah hal yang sangat penting. Sangat disarankan agar pada saat
pengiriman spesimen tersebut ditempatkan di dalam cool box dengan kondisi suhu
2-80C atau bila diperkirakan lama pengiriman lebih dari tiga hari spesimen
dikirim dengan menggunakan es kering (dry ice) (Kemenkes, 2020).

5.1.8 Pengiriman Spesimen


Pengiriman spesimen ODP, dan PDP dilakukan oleh petugas Dinas
Kesehatan dengan menyertakan formulir pemeriksaan spesimen pasien dalam
pengawasan/orang dalam pemantauan. Sedangkan pengiriman spesimen OTG
harus menyertakan salinan formulir pemantauan harian. Pengiriman spesimen
ditujukan ke laboratorium pemeriksa sesuai dengan wilayah kerja berdasarkan
KMK Nomor: HK.01.07/MENKES/214/2020 tentang Jejaring Laboratorium
Pemeriksaan COVID-19. Pengiriman spesimen ke Laboratorium pemeriksa dapat
dilakukan menggunakan jasa kurir door to door. Pada kondisi yang memerlukan
pengiriman port to port, petugas Dinas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan
petugas KKP setempat dan Laboratorium pemeriksa. Pengiriman spesimen
sebaiknya dilakukan paling lama 1x24 jam (Kemenkes, 2020).
Tabel Perbedaan Kriteria Kasus dalam Konfirmasi Laboratorium Menggunakan RT PCR
Sumber: Kemenkes, 2020
6.1 RAPID TEST
Tata Kelola Rapid Test Antibodi dan Rapid Test Antigen

Penanganan COVID-19 di Indonesia menggunakan Rapid Test Antibodi


dan/atau Rapid Test Antigen pada OTG/kasus kontak dari pasien konfirmasi
COVID-19. Rapid Test Antibodi/ Rapid Test Antigen dapat juga digunakan untuk
deteksi kasus ODP dan PDP pada wilayah yang tidak mempunyai fasilitas untuk
pemeriksaan RT-PCR atau tidak mempunyai media pengambilan spesimen (Swab
dan VTM). Pemeriksaan Rapid Test Antibodi dan/atau Rapid Test Antigen hanya
merupakan screening awal, hasil pemeriksaan Rapid Test Antibodi dan/atau
Rapid Test Antigen harus tetap dikonfirmasi dengan menggunakan RT-PCR
(Kemenkes, 2020).
A. Rapid Test Antibodi
Spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah darah. Pemeriksaan ini
dapat dilakukan pada komunitas (masyarakat) (Kemenkes, 2020).
B. Rapid Test Antigen
Spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah Swab orofaring/ Swab
nasofaring. Pemeriksaan ini dilakukan di fasyankes yang memiliki fasilitas
biosafety cabinet (Kemenkes, 2020).
Berikut merupakan alur pemeriksaan Rapid Test Antibodi dan Rapid Test
Antigen.

Gambar Alur Pemeriksaan menggunakan Rapid Test Antibodi


Sumber: Kemenkes, 2020
Gambar Alur Pemeriksaan menggunakan Rapid Test Antigen
Sumber: Kemenkes, 2020
6.1.1 Cara Kerja Rapid Test
Pemeriksaan Covid-19 IgG / IgM
Metode : Kromatografi Immunoassay
Tujuan : Untuk mengetahui secara kualitatif ada tidaknya antibodi
covid-19 IgG dan IgM dalam whoole blood, serum atau
plasma.
Prinsip : IgG dan IgM akan diperiksa dengan Kromatogafi
Immunoassay secara cepat dengan aliran kromatografi
assay untuk mendeteksi dan membedakan IgG dan IgM
anti-SARS-COV-2 pada whoole blood, serum atau plasma.
Alat dan Bahan : “Rapid Test NADAL® COVID-19 IgG / IgM” yang berisi
cassette kit, pipet 10 µl, dan Buffer, sampel darah, serta Stopwatch.
Cara kerja :

1. Pipet dipegang secara vertikal, dimasukkan sampel (seluruh darah/


serum/plasma) sekitar 10 μL ke dalam sumur sampel (S) dari kaset uji.
2. Botol buffer dipegang secara vertikal, dimasukkan 2 tetes (sekitar 80
μL) buffer ke dalam buffer well (B) dari kaset uji. Hindari
pembentukan gelembung udara. Tunggu sampai garis berwarna
muncul.
3. Dibaca hasilnya setelah 10 menit. Waktu pembacaan 10-20 menit (tidak
boleh melebihi 20 menit) (www.nal-vonminden.com/pdf).
4. Interpretasi hasil

 Huruf C = Control
Garis merah di C harus muncul, jika tidak muncul maka invalid atau
alat rusak/sampel darah tidak sesuai aturan.
 Hasil positif IgG dan IgM: 3 garis dan 2 garis bila salah satu yang
positif
 Hasil negatif: 1 garis
 Hasil IgG (+) dan IgM (+) maka fase aktif infeksi
 Hasil IgM (+) maka ada paparan baru/primer
 Hasil IgG (+) maka ada paparan di masa lampau/sekunder
 Jika C, IgM (+),IgG (+) maka lanjut uji PCR
Jika C, IgM (+),IgG (-) maka lanjut uji PCR
Jika C, IgM (-),IgG (+) maka tes ulang 7 hari kemudian
Jika C, IgM (-),IgG (-) maka tes ulang 7 hari kemudian
7.1 Tes PCR
Mendeteksi infeksi nCoV-2019 adalah dengan fluoresensi real-time RT-
PCR. Semua uji untuk nCoV-2019 harus dilakukan oleh staf dengan pengetahuan
teknis dan keamanan yang relevan di laboratorium dengan kondisi yang tepat.
Metode deteksi asam nukleat dalam pedoman ini mengutamakan target Open
Reading Frame lab (ORFlab) dan protein nukleokapsid (N) genom 2019 nCoV
(Liang, 2020).
Untuk mengkonfirmasi kasus positif di laboratorium, kondisi berikut harus
dipenuhi: Hasil test RT-PCR fluoresensi real-time spesifik adalah positif pada
kedua target COVID-19 (ORFlab dan N) dalam spesimen yang sama, dan
pengambilan sampel serta menguji ulang diperlukan jika hanya satu hasil positif
yang diamati (Liang, 2020).
Infeksi nCoV-2019 tidak dapat ditiadakan oleh hasil negatif, dan faktor-
faktor yang dapat menyebabkan hasil negatif palsu harus dikeluarkan, termasuk:
kualitas sampel yang buruk, seperti sampel saluran pernapasan dari orofaring;
terlalu dini atau pengumpulan sampel yang terlambat; kegagalan untuk
menyimpan, membawa, dan memproses sampel; masalah teknologi lainnya
seperti mutasi virus, penekanan PCR, dan lain-lain (Liang, 2020).
Prinsip Kerja:

Penggunaan uji RT PCR (rRT-PCR) real-time untuk deteksi kualitatif in vitro


2019-Novel Coronavirus (2019-nCoV) dalam spesimen pernapasan dan serum.
Set primer dan probe 2019-nCoV dirancang untuk deteksi universal coronavirus
seperti SARS (uji N3) dan untuk deteksi spesifik 2019-nCoV (uji N1 dan N2).

Spesimen:
a.Spesimen pernapasan termasuk: aspirasi atau swab nasofaring atau orofaring,
lavage broncheoalveolar, aspirasi trakea, dan dahak. Spesimen swab harus
dikumpulkan hanya pada penyeka dengan ujung sintetis (seperti poliester atau
Dacron®) dengan poros aluminium atau plastik. Penyeka dengan kalsium alginat
atau ujung kapas dengan poros kayu tidak dapat diterima.
b.Serum

Penanganan dan Penyimpanan Spesimen


•Spesimen dapat disimpan pada suhu 4oC hingga 72 jam setelah pengumpulan.
• Jika diperkirakan keterlambatan ekstraksi, simpan spesimen pada -70oC atau
lebih rendah.
•Asam nukleat yang diekstraksi harus disimpan pada suhu -70 oC atau lebih
rendah.
Kriteria Penolakan spesimen:
•Spesimen tidak disimpan pada suhu 2-4 ° C (≤4 hari) atau beku pada -70 ° C atau
di bawahnya.
•Pelabelan atau dokumentasi spesimen tidak lengkap.
•Jenis spesimen tidak sesuai.
•Volume spesimen tidak mencukupi.

Reagen dan Suplai


•set primer / probe rRT-PCR
•Kontrol templat positif
•TaqPath ™ 1-Step RT-qPCR Master Mix, CG (ThermoFisher; cat # A15299 atau
A15300)
•Air bermutu molekuler, bebas nuklease
•Sarung tangan bebas-sekali pakai sekali pakai
•P2 / P10, P200, dan kiat penghalang aerosol P1000
•Tabung microcentrifuge 1,5 mL yang steril dan bebas nuklease
•0,2 mL strip tabung reaksi PCR atau pelat reaksi PCR real-time 96-baik dan strip
8-tutup optik
•Pena penandaan laboratorium
•Rak pendingin untuk 1,5 tabung microcentrifuge dan tabung reaksi PCR 96-well
0,2 mL
•Rak untuk tabung microcentrifuge 1,5 ml
•Dekontaminasi permukaan yang dapat diterima
o DNAZapTM (Life Technologies, cat. # AM9890)
o DNA AwayTM (Fisher Scientific; cat. # 21-236-28)
o RNAse AwayTM (Fisher Scientific; cat. # 21-236-21
o 10% pemutih (pengenceran 1:10 komersial 5,25-6,0% natrium hipoklorit)

Peralatan
• PCR [lampu UV; Aliran laminar (HEPA Kelas 100 difilter)]
•Pengaduk vortex
•Microcentrifuge
•Mikropipet (2 atau 10 μl, 200 μl dan 1000 μl)
•Mikropipet multikanal (5-50 μl)
•2 x 96-well cold blocks • -20oC (nonfrost-free) dan -70oC freezer; Kulkas 4oC
•Sistem deteksi real time PCR
•Sistem ekstraksi asam nukleat

Ekstraksi Asam Nukleat


• Kinerja tes berbasis amplifikasi rRT-PCR tergantung pada jumlah dan kualitas
sampel RNA template. Prosedur ekstraksi RNA harus memenuhi syarat dan
divalidasi untuk pemulihan dan kemurnian sebelum menguji spesimen.
•Prosedur ekstraksi yang tersedia secara komersial yang telah terbukti
menghasilkan RNA yang sangat murni ketika mengikuti prosedur yang
direkomendasikan pabrikan untuk ekstraksi sampel meliputi: sistem bioMérieux
NucliSens®, Kit Mini RNA Viral QIAamp®, Kit Spin Virus QIAamp® MinElute
atau Kit RNeasy® Mini Kit (QIAGEN), EZ1 DSP Virus Kit (QIAGEN), Roche
MagNA Pure, Kit Isolasi RNA Ringkas, Kit Isolasi Asam Nukleat Roche MagNA
Murni, dan Roche MagNA Pure 96 DNA dan Viral NA Volume Kecil Kit, dan
Invitrogen ChargeSwitch® Total RNA Cell Kit Kit.
•Simpan spesimen residu dan ekstrak nukleat dan simpan segera di -70oC.
•Hanya mencairkan jumlah ekstrak spesimen yang akan diuji dalam satu hari.
Jangan membekukan / mencairkan ekstrak lebih dari sekali sebelum pengujian.

Master Mix Reaksi dan Pengaturan Plat


Catatan: Konfigurasi pengaturan pelat dapat bervariasi dengan jumlah spesimen
dan organisasi hari kerja. NTC dan nCoVPC harus dimasukkan dalam setiap
proses.
1) Dalam sungkup pembersih ruang pengaturan reagen, tempatkan buffer rRT-
PCR, enzim, dan primer / probe di atas es atau blok dingin. Tetap dingin selama
persiapan dan penggunaan.
2) Mencairkan Campuran Reaksi 4X sebelum digunakan.
3) Campur buffer, enzim, dan primer / probe dengan inversi 5 kali.
4) Buffer centrifuge dan primer / probe selama 5 detik untuk mengumpulkan
konten di bagian bawah tabung, dan kemudian menempatkan tabung di rak
dingin.
5) Beri label satu tabung microcentrifuge 1,5 mL untuk setiap set primer / probe.
6) Tentukan jumlah reaksi (N) untuk mengatur per pengujian. Hal ini diperlukan
untuk membuat campuran reaksi berlebih untuk NTC, nCoVPC, HSC (jika
termasuk dalam proses RT-PCR), dan reaksi RP dan untuk kesalahan pemipaan.
Gunakan panduan berikut untuk menentukan N:
• Jika jumlah sampel (n) termasuk kontrol sama dengan 1 hingga 14, maka N = n
+1
• Jika jumlah sampel (n) termasuk kontrol adalah 15 atau lebih besar, maka N = n
+2
7) Untuk setiap set primer / probe, hitung jumlah setiap reagen yang akan
ditambahkan untuk setiap campuran reaksi (N = # reaksi).

8) Buang reagen ke masing-masing berlabel 1,5 mL tabung microcentrifuge.


Setelah penambahan reagen, campur campuran reaksi dengan pipetting atas dan
ke bawah. Jangan pusaran air.
9) Centrifuge selama 5 detik untuk mengumpulkan konten di bagian bawah
tabung, dan kemudian menempatkan tabung di rak yang dingin.
10) Pasang tabung strip atau pelat reaksi dalam rak pendingin 96 lubang.
11) Keluarkan 15 μL dari setiap master mix ke dalam sumur yang sesuai melintasi
baris seperti yang ditunjukkan di bawah ini (Gambar 1):

12) Sebelum pindah ke area penanganan asam nukleat, siapkan reaksi No


Template Control (NTC) untuk kolom # 1 di area persiapan pengujian.
13) Pipet 5 μL air bebas nuklease ke dalam sumur sampel NTC (Gambar 2, kolom
1). Tutup sumur NTC dengan aman sebelum melanjutkan.
14) Tutupi seluruh pelat reaksi dan pindahkan pelat reaksi ke area penanganan
spesimen asam nukleat.
Penambahan Templat Asam Nukleat
1) Lembut tabung sampel asam nukleat vortex selama sekitar 5 detik.
2) Centrifuge selama 5 detik untuk mengumpulkan konten di bagian bawah
tabung.
3) Setelah sentrifugasi, tempatkan tabung sampel asam nukleat yang diekstraksi di
rak dingin.
4) Sampel harus ditambahkan ke kolom 2-11 (kolom 1 dan 12 untuk kontrol) ke
pengujian khusus yang sedang diuji seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.
Hati-hati pipet 5,0 μL dari sampel pertama ke semua sumur yang diberi label
untuk sampel tersebut (mis. Sampel "S1" ke bawah kolom # 2). Tutup sumur
sampel lain selama penambahan. Ubah kiat setelah setiap penambahan.
5) Tutup kolom dengan aman yang telah ditambahkan sampel untuk mencegah
kontaminasi silang dan untuk memastikan pelacakan sampel.
6) Ganti sarung tangan sesering mungkin dan bila perlu untuk menghindari
kontaminasi.
7) Ulangi langkah # 4 dan # 5 untuk sampel yang tersisa.
8) Jika perlu, tambahkan 5 μL sampel yang diekstraksi Human Specimen Control
(HSC) ke sumur HSC (Gambar 2, kolom 11). Tutup sumur dengan aman setelah
ditambahkan. CATATAN: Per peraturan CLIA, HSC harus diuji setidaknya sekali
sehari.
9) Tutup seluruh pelat reaksi dan pindahkan pelat reaksi ke area penanganan
kontrol templat positif.
Penambahan Kontrol Assay
1) Pipet 5 μL dari nCoVPC RNA ke sumur sampel kolom 12 (Gambar 2). Tutup
sumur dengan aman setelah penambahan RNA kontrol.
CATATAN: Jika menggunakan strip 8-tabung, beri label TAB dari setiap strip
untuk menunjukkan posisi sampel. JANGAN LABEL TOPS DARI TABUNG
REAKSI!
2) Secara singkat strip tabung reaksi centrifuge selama 10-15 detik. Setelah
sentrifugasi kembali ke rak dingin.
CATATAN: Jika menggunakan pelat 96 lubang, pelat centrifuge selama 30 detik
pada 500 x g, 4 ° C.
Hasil :

Interpretasi Hasil dan Pelaporan


•NTC harus negatif dan tidak menunjukkan kurva pertumbuhan fluoresensi yang
melewati garis ambang batas.
o Jika positif palsu terjadi dengan satu atau lebih primer dan menyelidiki reaksi
NTC, kontaminasi sampel mungkin terjadi.
• Batalkan proses dan ulangi pengujian dengan kepatuhan yang lebih ketat pada
pedoman prosedur.
•Reaksi PTC harus menghasilkan hasil positif dengan nilai Ct yang diharapkan
untuk setiap target yang termasuk dalam tes.
o Jika reaktivitas positif yang diharapkan tidak tercapai, batalkan proses dan
ulangi pengujian dengan kepatuhan yang lebih ketat terhadap pedoman prosedur.
o Menentukan penyebab kegagalan reaktifitas PTC, mengimplementasikan
tindakan korektif, dan mendokumentasikan hasil penyelidikan dan tindakan
korektif.
o Jangan menggunakan reagen PTC yang tidak menghasilkan hasil yang
diharapkan.
•RP harus positif pada atau sebelum 35 siklus untuk semua sampel klinis dan
HSC, sehingga menunjukkan adanya asam nukleat yang cukup dari gen RNase P
manusia dan bahwa spesimen memiliki kualitas yang dapat diterima.
mengindikasikan:
•Penyiapan dan eksekusi pengujian yang tidak tepat
•Reagen atau kerusakan peralatan
o Deteksi RNase P di HSC tetapi kegagalan untuk mendeteksi RNase P di salah
satu sampel klinis dapat menunjukkan:
•Ekstraksi asam nukleat yang tidak tepat dari bahan klinis yang mengakibatkan
hilangnya asam nukleat atau terbawa penghambat PCR dari spesimen klinis
•Tidak adanya bahan seluler manusia yang cukup dalam sampel untuk
memungkinkan deteksi
•HSC harus negatif untuk primer / probe set 2019-nCoV spesifik.
o Jika ada primer / probe spesifik 2019-nCoV yang memperlihatkan kurva
pertumbuhan yang melintasi garis ambang batas, tafsirkan sebagai berikut:
•Kontaminasi reagen ekstraksi asam nukleat mungkin telah terjadi. Validasi
proses dan konfirmasi integritas reagen reagen ekstraksi asam nukleat sebelum
pengujian lebih lanjut.
•Kontaminasi silang sampel terjadi selama prosedur ekstraksi asam nukleat atau
pengaturan uji. Batalkan proses dan ulangi pengujian dengan kepatuhan yang
lebih ketat pada pedoman prosedur.
Ketika semua kontrol menunjukkan kinerja yang diharapkan, sebuah spesimen
dianggap negatif jika semua penanda 2019-nCoV (N1, N2, N3) kurva siklus
pertumbuhan ambang batas JANGAN melewati ambang batas dan kurva
pertumbuhan RNase P TIDAK melewati garis ambang.
•Ketika semua kontrol menunjukkan kinerja yang diharapkan, spesimen dianggap
positif untuk 2019-nCoV jika semua penanda (N1, N2, N3) siklus pertumbuhan
ambang batas kurva melintasi garis ambang batas. RNase P mungkin atau
mungkin tidak positif seperti dijelaskan di atas, tetapi hasil 2019-nCoV masih
valid.
•Ketika semua kontrol menunjukkan kinerja yang diharapkan dan kurva
pertumbuhan untuk penanda 2019-nCoV (N1, N2, N3) DAN penanda RNase P
JANGAN melewati kurva pertumbuhan ambang batas siklus, hasilnya tidak valid.
RNA yang diekstraksi dari spesimen harus diuji kembali. Jika RNA residual tidak
tersedia, ekstrak kembali RNA dari spesimen residu dan uji ulang. Jika sampel
yang diuji ulang negatif untuk semua penanda dan semua kontrol menunjukkan
kinerja yang diharapkan, hasilnya adalah "Tidak Valid."
•Ketika semua kontrol menunjukkan kinerja yang diharapkan dan kurva
pertumbuhan ambang batas siklus untuk setiap satu atau dua penanda, (N1, N2,
N3) tetapi tidak semua tiga melintasi garis ambang, hasilnya tidak dapat
disimpulkan untuk 2019-nCoV. Ekstrak ulang RNA dari spesimen residu dan uji
ulang.
Atau
DAFTAR PUSTAKA

Burhan, Erlina; Fathiyah Isbaniah; Agus Dwi Susanto; Tjandra Yoga Aditama, et
all., 2020. Pneumonia Covid-19 Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia, Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 67 halaman
Kementerian Kesehatan RI, 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi ke-4, Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI, 136 halaman
Liang, Xiaofeng; Zijian Feng; Liming Li., 2020. Guidance for Corona Virus
Disease 2019 model RRC: Prevention, Control, Diagnosis, and Management,
RRC: Komisi Kesehatan Nasional RRC, 146 halaman
Safrizal; Danang Insita Putra; Safriza Sofyan; Bimo, 2020. Pedoman Umum
Menghadapi Pandemi Covid-19 Bagi Pemerintah Daerah: Pencegahan,
Pengendalian, Diagnosis, dan Manajemen., Jakarta: Tim Kerja Kementerian
Dalam Negeri, 212 halaman
Zhow, Wang, 2020. The Coronavirus Preventif Handbook 101 Science Based
Tips That Could Save Your Life , Wuhan: Physician of Wuhan Center for
Disease Control and Prevention, 120 halaman
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/downloads/rt-pcr-panel-for-detection-
instructions.pdf

http://www.nal-vonminden.com/pdf/EN-COVID19-Infoflyer.pdf

https://www.fda.gov/media/134922/download

Anda mungkin juga menyukai