Anda di halaman 1dari 17

Tugas Paper Bank Syariah

Lembaga Keuangan Syariah

Dosen
Drs. Arief Syah Safrianto, MM

Disusun oleh
Andy Kurniawan
1834021003
Prodi Manajemen S1
Universitas Krisnadwipayana
Fakultas Ekonomi
Bekasi
2020
A. Konsep Dasar Bank Syariah

 Pengertian Bank Syariah


Kata Bank dari kata  banque  dalam bahasa Perancis, dan dari kata banco dalam
bahasa Italia yang berarti peti, lemari dan bangku. Pada umumnya yang dimaksud bank
syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-
jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan
dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu usaha bank akan selalu berkaitan dengan
masalah uang sebagai perangkat utamanya.
Kegiatan dan usaha bank selalu berkaitan dengan komoditas antara lain:
1.      Pemindahan uang.
2.      Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran.
3.      Mendiskonsurat wesel, surat order maupun surat-surat berharga lainnya.
4.      Membeli dan menjual surat-surat berharga,.
5.      Membeli dan menjual cek wesel, surat wesel, kertas dagang.
6.      Membeli kredit.
7.      Memberi jaminan kredit.
Sementara bank yang beroprasi sesuai prinsip syari’ah Islam adalah bank yang dalam
operasinya mengikuti ketentuan-ketentan syari’at Islam, khususnya yang menyangkut dalam
tata cara bermu’amalat itu dijauhinya praktek-prakteknya yang dikhawatirkan mengandung
unsur-unsurriba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan
pembiayaan perdagangan.
Bank syari’ah terdiri dua kata, yaitu bank dan syari’ah. Kata bank bermakna suatu
lembaga keuangan yag berfungsi sebagai perantara keuangan dari kedua belah pihak yait
pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syari’a dalam versi bank
syari’ah adalah atura peranjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain
untuk menyimpan dana dan atas pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai
hukum islam. Maka bank syari’ah dapat diartikan sebagai suatu lembaga euanga ang
berfungsi menjadi perantara bagi pihak yang berlebihana dan dn pihak yang membutuhkan
dana untuk kegiatan usah atau kegiatan yang lainnya sesuai hukum islam.
Dengan demikian, bank syari’ah adalah bank yang tidak mengandalkan baunga, dan
oprasional produknya,baik penghimpunan maupun penyuluhan dananya dan lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang dari dan untuk debitur derdasarkan prinsip-prinsip hukum
islam.[1]

 Latar Belakang Kemunculan Bank Syariah


Dalam sejarah diketahui bahwa baitulmaal merupakan lembaga keuangan pertama
yang ada pada zaman Rasulullah. Lembaga ini pertama kali hanya berfungsi untuk
menyimpan harta kekayaan negara berupa zakat, infak, sedekah, pajak dan harta rampasan
perang. Kemudian pada masa pemerintahan sahabat berkembang pula lembaga lain,
yaitu baitutamwil yang bergerak dalam urusan penampungan dana – dana masyarakat untuk
diinvestasikan ke proyek – proyek atau pembiayaan perdagangan yang menguntungkan.
Baitutamwil ini pada akhirnya berkembang menjadi berbagai lembaga keuangan
Islam yang cukup diperhitungkan di Timur Tengah. Akan tetapi penggunaan
nama baitutamwil tidak bisa dengan mudah diterapkan di beberapa negara – negara Islam
bekas jajahan negara – negara Eropa. Hal itu disebabkan istilah baitutamwil tiidak dikenal
dalam sistem perundang – undangan negara – negara tersebut yang kebanyakan mewarisi
undang – undang negara yang menjajahnya. Oleh karena itu digunakan nama bank Islam
untuk menggantikan nama baitutamwil.[2]
Tujuan utama pendirian lembaga keuangan berlandaskan syariah adalah sebagai
upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek ekonominya berdasarkan aturan Al
Quran dan As Sunnah. Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing tercatat di
Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an yang memulai eksistensinya dengan mengelola
dana – dana jamaah haji dengan cara yang tidak sama dengan yang dilakukan bank
konvensional. Rintisan institusional lainnya adalah lahirnya Mit Ghamr Lokal Saving Bank
pada tahun 1963 di Kairo Mesir yang didirikan oleh Prof. Ahmed Najjar.[3]
Di negara Indonesia sendiri lembaga perbankan Islam pertama kali dikenal dengan
nama baitulmaal yang merupakan bagian dari masjid dan pesantren. Fungsi
dari baitulmaal ini adalah untuk menampung dana zakat, infak, dan sedekah serta beberapa
fungsi lain seperti menampung berbagai dana – dana yang ada di kalangan masyarakat untuk
kemudian diinvestasikan dengan sistem bagi hasil ataupun untuk membiayai perdagangan
yang sebenarnya merupakan fungsi baitutamwil. Akan tetapi melihat kenyataan bahwa
Indonesia adalah negara bekas jajahan Belanda yang mengadopsi peraturan perundang –
undangan Belanda, maka lembaga tersebut tidak begitu dikenal. Oleh karena untuk
menghindari masalah legalitas, maka dipakailah nama bank Islam atau bank syariah
sebagaimana yang terjadi di beberapa negara Islam bekas jajahan Eropa.[4]
Pada awal 1980-an diskusi mengenai bank syariah mulai dilakukan. Para tokoh yang
terlibat adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A. M. Saefudin, M. Amien
Azies, dan lain – lain. Mereka mulai melakukan beberapa uji coba seperti Baitutamwil
Salman Bandung serta Koperasi Ridho Gusti di Jakarta. Akan tetapi prakarsa lebih khusus
untuk mendirikan bank Islam baru pada tahun 1990. MUI pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990
menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di cisarua bogor. Hasil lokakarya
tersebut dibahas secara mendalam pada Munas IV MUI pada 22 – 25 Agustus 1990.
Berdasarkan amanat Munas tersebut dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam
Indonesia. Akhirnya berdirilah PT Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991 melalui akata
pendirian yang ditandatangani pada tanggal 1 November 1991.[5]

 Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional


Dalam berbagai hal bank syari’ah dan bank konvesional memiliki persamaan,
terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, tenologi komputer yang
digunakan, persyaratan umum pembiayaan dan lain sebagainya.Akan tetapi juga banyak
perbedaan mendasari antara keduanya. Secara umum perbedaan antara bank konvesional dan
bank syari’ah sebagai berikut[6] :
Unsur Bank Syari’ah Bank konvesional
-      akad dan aspek legalitas -     Hukum islam dan hukum-       Hukum positif
positif
-      lembaga penyelesaian-     BadanAbritase Mu’amalat-       Badan Abritase Nasional
sengketa Indonesia(BAMUI, Indonesia
Basyarnas)
-      Struktur oranisasi -     Ada Dewan Syari’at-       Tidak ada DSN dan DPS
Nasional (DSN) dan dewan
Pengawas Syari’ah (DPS)
-      Investasi -     Halal -       Halal dan haram
-      Prinsip organisasi -     Bagi hasil, jual beli, sewa -       Perangkat bunga
-      Tujuan -     Profit dan falah oriented -       Profit oriented
-      Hubungan nasabah -     Kemitraan -       Debitur dan kreditur

Adapun perbedaan dari segi bunga dan bagi hasil dapat djabarkan sebagai berikut:
No Bunga Bagi hasil
1. Penentuan bunga dibuatpada waktu Penentuan besarnya rasio atau nasabah
akad dan asumsi harus selalu bagi hasil ibuat pada waktu akad dengan
untung. berpedoman pada kemungkinan untung
rugi.
2. Besarnya rasio bgi hasil berdasarkan pada
Besarnya presentase berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh.
jumlah uang dan modal yang
3. dipinjamkan. Bagi hasil bergantung pada keuntungan
Pembayaran bunga tetap seperti proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi,
yang dijalankan tanpa keuntungan akan ditanggug oleh kedua
pertimbangan apakah proyek yang belah pihak.
3. dijalankan oleh pihk nasabah Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
utntung atau rugi. peingkatan jumlah pendapatan.
Jumlah pebayaran bunga tia
4. meningkat sekalipun jumlah Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi
keuntungan berlipat atau keadaan hasil.
ekoomi sedan booming.
Eksistensi baunga diragukan(kalau
tidak dikecam), oleh semua agama
termasuk islam.
B. Sejarah Perkembangan Bank Syariah

1. Sejarah Perbankan Dunia


Bank sebagai lembaga keuangan pada awalnya hanya merupakan tempat penitipan harta oleh
para saudagar untuk menghindari adanya kejadian kehilangan, kecurian atau pun bahkan
perampokan selama proses perjalanan dari sebuah perdagangan. 
Ini pun dilakukan oleh perorangan atau pun sekelompok orang yang bersedia untuk menjaga
keberadaan harta tersebut. Jika ditelusuri lebih jauh pada awalnya bank di mulai dari jasa
penukaran uang yang dilakukan antara kerajaan satu dengan kerajaan lain sebagai media
perdagangan, kemudian berkembang menjadi tempat penitipan uang atau pun barang dan
terus berkembang fungsi nya sebagai tempat peminjaman uang.
Pelaksanaan bentuk operasi bank pada saat itu dilakukan oleh individu-individu yang dapat
dipercaya yang memiliki integritas (jujur dan bertanggung jawab) dan loyalitas dengan
keikhlasan dalam menjaga harta-harta yang dititipkan dan pada waktu dipulangkan sesuai
dengan semula harta tersebut. 
Nabi Muhammad SAW. sebelum di utus menjadi rasul terkenal dengan kejujuran yang tak
seorang pun meragukannya, sehingga di kota mekkah pada waktu itu Muhammad SAW.
menjadi tempat untuk menitipkan harta benda oleh masyarakat, baik dari masyarakat sekitar
maupun orang-orang dari wilayah lain yang sedang berdagang di kota mekkah. Disaat
Rasulluah SAW, hijrah ke kota madinah beliau menunjuk sayyidina  Ali r.a, untuk
menggantikan nya dan memulangkan semua simpanan harta tersebut kepada pemiliknya
(Haron, 1996:4).
Seiring dengan perkembangan perdagangan dunia, perkembangan perbangkan pun semakin
meningkat pesat karean perembangan dunia perbankan tidak terlepas dari perkembangan
perdagangan semula hanya di daratan eropa akhirnya menyebar ke asia barat. Bank-bank
yang sudah terkenal pada saat itu di benua eropa adalah bank venesia tahun 1171, kemudian
meyusul bank of genoa dan bank of Barcelona tahun 1320.
2. Sejarah Perbankan Islam Indonesia
Ide awal tentang perlunya satu lembaga keuangan perbankan berbasis islam diindonesia
muncul dengan adanya pendapat yang disampaikan oleh K.H.Mas Mansyur, ketua pengurus
besar muhammadiyah periode 1937-1944 dimana beliau telah menguraikan tentang
penggunaan bank konvensional sebagai hal yang terpaksa dilakukan karena umat islam
belum mempunyai bank sendiri yang bebas riba (Dewi,2004:60).
Pada organisasi muhammadiyah, hal ini dilanjutkan diadakan mu'tamar khusus di sidoarjo
pada tahun 1968, yang membahas salah satu diantara hukum bank, putusan majelis tarjih
tentang bank terdiri atas tiga bagian: pertimbangan atau konsideran, keputusan atau ketetapan
dan penjelasan. Konsideran terdiri atas pertimbangan akademi, pertimbangan social dan
pertimbangan dalil (menurut penulis, Feggi, Andrian, Ayuni)
Dalam sidang majelis tarjih muhammadiyah ditegaskan bahwa: riba hukumnya haram
berdasarkan nahs dari al-qur'an dan sunnah, bank dengan system riba hukumnya haram dan
bank tanpa riba hukumnya halal, bunga yang diberikan oleh bank-bank milik Negara kepada
para nasabahnya dikategorikan sebagai mutahsyabihat, menyarankan kepada PP
muhammadiyah untuk mengusahakan  terwujudnya konsep system ekonomi terutama
lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah islam.
Pada munas alim ulama dan konbes pada 1982 di Bandar lampung pada tubuh  NU masih
terjadi silang pendapat dan belum ada satu kata berkaitan dengan bunga bank, tetapi munas
mengamanatkan berdirinya bank islam dengan system tanpa bunga. Beberapa perbedaan
pendapat itu diantaranya :
a. Ada pihak yang berpendapat bahwa bank riba secara mutlak dan hukumnya haram. Ada
juga yang berpendapat bahwa bunga bank belum tentu sama dengan riba sehingga hukumnya
mubah.
b. Berkaitan dendan dibedakannya bunga menjadi bunga konsumtif dan juga bunga produkti.
Bunga yang dikategorikan produktif hukumnya halal. Adapun bunga bank yang diperoleh
dari tabungan ,giro dan deposito yakni halal.
Penerapan ekonomi syariah secara historis di Indonesia pada dasarnya ada sejak
digulirkannya paket kebijakan mentri keuangan pada desember 1983 atau dikenal dengan
pakdes 1983. pakdes ini member peluang kepada lembaga perbankan untuk memberikan
kredit dengan bunga 0% ( zero interest ). 
Kemudian dilanjutkan oleh adanya paket oktober 1988 yang intinya memberikan kemudahan
untuk mendirikan bank-bank baru . adanya kemudahan tersebut menimbulkan konsekuensi
pendirian bank-bank baru dengan penigkatan jumlah yang signifikan. Namun baru ada pada
1991 lahir bank bedasarkan prinsip syariah, yaitu bank muamalat Indonesia (BMI).
Dasar hukum mengenai pendirian bank syariah di Indonesia pada waktu itu belum ada, hanya
saja adanya paket deregulasi perbankan oktober 1998 (pakto 88) dapat dijadikan acuan,
mengigat dalam pakto itu telah diperkenalkan adanya bank dengan bunga 0% (zero interest).
Kemudian pada 1992 diundangkan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang secara
implicit memberikan alternative operasional bank menggunakan prinsip bagi hasil. Hal ini
segara ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah  No.72 tahun 1992
tentang bank berdasarkan bagi hasil.
Sebenarnya prinsip bagi hasil merupakan salah satu prinsip operasional dari perbankan yang
opersionalnya berdasarkan prinsip syariah atau bank islam. Dengan sendirinya bank yang
melakukan kegiatan usaha bedasarkan prinsip bagi hasil merupakan  "bank islam" atau
kemudian disebut "bank syariah" , yakni bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah. 
3. Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah Di Tingkat Internasional
Pembentukan bank islam semula memang banyak diragukan orang, alasan mereka,
meragukan pembentukan bank islam antara lain karena : banyak yang meranggapan bahwa
system perbankan bebas bunga adalah sesuatu hal yang  tidak mungkin dan tidak lazim,
adanya pertanyaan tentang cara bank akan membiayai operasionalnya, tetapi pada pihak lain
bank islam adalah suatu alternatif system ekonomi islam, walau pun tahun 40 an telah
muncul konsep teoretis tentang bank islam, namun sebelum bisa direlisasikan karena selain
kondisi pada waktu itu belum memungkinkan, belum ada banyak pemikiran yang
meyakinkan.
Berdirinya bank islam diawali dengan berdirinya sebuah bank tabungan local yang berpotensi
tanpa bunga di desa Mit Ghamir yang berlokasi di tepi sungai Nil pada 1963 oleh Dr.abdul
hamid an-naggar meskipun beberapa tahun kemudian ditutup. Gagasan berdirinya bank islam
di tingkat internasional, muncul dalam konferensi Negara --negara islam di dunia di
Kualalumpur Malaysia pada tanggal 21-27  april 1969 yang diikuti 19 negara peserta.
Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal yaitu:
A. tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukuman untung atau rugi, jika tidak ia termasuk
riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumannya haram.
B . diusulkan supaya dibentuk suatu bank islam yang besih dari sitem riba dalam waktu
secepat mungkin.
sementara menunggunya berdirinya bank islam, bank-bank yang menerapkan bunga
dibolehkan operasi. Namun jika benar-benar dalam bebagai keadan.

C. Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional


DAFTAR PUSAKA

http://iethafairuz.blogspot.com/2014/11/konsep-dasar-bank-syariah.html
https://www.kompasiana.com/sandyandy9146/5af7e97916835f43227b1115/sejarah-
perkembangan-perbankan-syariah?page=4
Tugas Paper Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Lembaga Keuangan Syariah

Dosen
Drs. Arief Syah Safrianto, MM

Disusun oleh
Andy Kurniawan
1834021003
Prodi Manajemen S1
Universitas Krisnadwipayana
Fakultas Ekonomi
Bekasi
2020
A. Konsep dasar dan sejarah BPRS

Konsep Dasar dan Sejarah BPRS


Kehadiran perbankan berfungsi melayani masyarakat di daerah pedesaan atau
pinggiran, atau biasa dikenal dengan rural banking. Di Indonesia, rural
banking diakomodasikan dalam bentuk lembaga Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS). Lembaga keuangna ini dibituhkan oleh masyarakat
didaerah pedesaan atau pinggiran yang belum terjangkau oleh bank umum, baik dari
penyimpanan dana nashabah maupun segi pembiayaan.
Status BPR diakui pertama kali dalam Paket Kebijakan Oktober (pakto) tanggal 27
Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan Perbankan.
Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari banyak lembaga keuangan, seperti bank desa,
lumbung desa, bank pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga
Perkreditan Desa (LPD), Bank Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit
Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi
Desa (BKPD), dan lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.[1] Sejak
dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992, keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut
diperjelas melalui izin Menteri Keuangan.
Dalam perundang-undangan, lembaga ini diatur dalam UU No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan, bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya
dalam bentuk deposito berjangka tabungan dan/ atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu dan menyalurkan usaha dana sebagai usaha BPR. Pada UU Perbankan No.10
tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah.
Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah, Bank Pembiayaan
Rakyat Syari’ah (BPRS) adalah bbank syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Berdirinya BPRS tida bisa dilepaskan dari pengaruh berdirinya lembaga-lembaga
keuangan sebagaimana disebutkan sebelumnya. Cikal bakal lahirnya bank syari’ah di
Indonesia pertama kali dirintis dengan mendirikan tiga BPR Syari’ah, yaitu:
1.      PT BPR Dana Mardhatillah, Kec. Margahayu, Bandung;
2.      PT BPR Berkah Amal Sejahtera, Kec. Banjaran, Bandung.
3.      PT BPR Amanah Rabbaniyah, Kec. Banjaran, Bandung.
Pada tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syari’ah tersebut telah  mendapatkan izin
prinsip dari Menteri Keuangan RI. Selanjutnya, dengan bantuan asistensi teknis dari Bank
Bukopin cabang Bandung yang memperlancar penyelenggaraan pelatihan dan pertemuan
para pakar perbankan. Pada tanggal 25 Juli 1991, BPR Dana Mardhatillah, BPR Berkah Amal
Sejahtera, dan BPR Amanah Rabbaniyah mendapatkan izin usaha dari Menteri Keuangan RI.
Untuk mempercepat proses pendirian BPR Syari’ah yang lain, dibentuk lembaga-
lembaga penunjang, antara lain sebagai berikut.[2]
1.      Institute for Syari’ah Economic Development (ISED)
ISED bertugas melaksanakan program pendidikan/ pemberian bantuan teknis pendirian BPR
Syari’ah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah berpotensi.
2.      Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Bank Syari’ah
YPPBS membantu perkembangan BPR Syari’ah di Indonesia dengan melakukan kegiatan:
a.       Pendidikan, baik tingkat dasar untuk sarjana baru maupun tingkat menengah untuk para
praktisi yang berpengalaman minimal 2 tahun di perbankan.
b.      Membantu proses pendirian dan memberikan bantuan asistensi teknis.

B. Tujuan Pendirian BPRS

Tujuan BPRS
Ada beberapa tujuan yang dikehendaki dari pendirian BPR syari’ah di dalam
perekonomian, yaitu sebagai berikut[3]:
a)      Meningkatkan kesejahteraan ekonomi ummat, terutama masyarakat golongan ekonomi
lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan.
b)      Menambah lapangan kerja, terutama ditingkat kecamatan sehingga dapat mengurangi arus
urbanisasi.
c)      Membina semangat ukhuwah islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka
meningkatkan pendapatan perkapita menuju kualitas hidup yang memadai.
d)     Mempercepat perputaran aktivitas perekonomian karena sector real akan bergairah.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas perlu disusun strategi operasional pencapainnya,
yaitu[4]:
1)      BPR Syari’ah tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan
bersifat aktif dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang bersekala
kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.
2)      BPR Syari’ah memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan
mengutamakan usaha skala menengah dan kecil.
3)      BPR Syari’ah mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan, dan tingkat kompetitifnya produk
yang akan diberi pembiayaan.

C. Karakteristik BPRS

Karateristik BPR.
Dalam aktifitas oprasional perbankannya berdasarkan UU No. 21 tahun 2008, Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) dilarang:
a)      Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah.
b)      Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
c)      Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin
bank Indonesia.
d)     Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi
syariah.
e)      Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi
kesulitan likuiditas Bank Pembiyaan Rakyat Syari’ah.
f)       Melakukan usaha lain diluar kegiatanusaha yang telah diatur dalam Undang-Undang.
Perbedaan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) dengan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) adalah sebagai berikut:
1)      Akad dan aspek legalitas dalam BPRS akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi
dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Seiring, nasabah berani
melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan
hukum positif.
2)      Adanya dewan pengawas Syari’ah dalam struktur organisasinya yang bertujuan mengawasi
praktik oprasional BPRS agar tidak menyimpang dari prinsip syari’at.
3)      Penyelesaian sengketa yang terjadi dapat diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syari’ah
maupun pengadilan agama.
4)      Bisnis dan usaha yang dibiayai tidak boleh bisnis yang haram, subhat ataupun dapat
menimbulkan kemudharatan bagi pihak lain.
5)      Praktik oprasional BPRS, baik untuk penghimpunan maupun penyaluran pembiayaan,
menggunakan system bagi hasil dan tidak boleh menerapkan sistem bunga.

D. Kegiatanusaha BPRS vs BPR

 Perbedaan Kegiatan Operasional BPRS dan BPR


Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat:
Berikut ini prinsip kegiatan usaha yang dilakukan oleh BPR menurut Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) yang mengatur segala jenis kegiatan bank dan usaha di Indonesia: 
 BPR menghimpun dana dalam bentuk simpanan, seperti deposito berjangka,
tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
 BPR memberikan kredit kepada nasabah.
 BPR menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
 BPR menaruh dana dalam bentuk sertifikat deposito, sertifikat BI, sertifikat deposito
deposito berjangka.
Akan tetapi ada kegiatan yang dilarang BPR, berdasarkan pasal 14 UU No.17 tahun 1992,
seperti:
 BPR dilarang menerima deposito atau simpanan dalam bentuk giro dan menyertai lalu
lintas pembayaran dalam kegiatan usaha
 BPR dilarang melakukan usaha perasuransian
 BPR dilarang melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
 BPR dilarang melakukan penyertaan modal
 BPR dilarang melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha BPRS
Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah:
Berikut ini kegiatan usaha BPRS menurut OJK:
 BPRS menjalankan seluruh kegiatan bank dengan prinsip syariah berdasarkan aturan
BI
 BPRS menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat
atau nasabah
 BPRS menghimpun dana nasabah ke bank syariah lain dalam berdasarkan semua akad
syariah
 BPRS Memindahkan uang, dengan tujuan untuk kepentingan bank sendiri atau untuk
kepentingan nasabah melalui rekening BPRS lain yang ada di Bank Umum Syariah
atau Bank Umum Konvensional.
E. Produk BPRS vs BPR

Pada dasarnya, sebagai lembaga keuangan syariah BPR syariah dapat memberikan jasa- jasa
keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Dalam usaha pengerahan dana
masyarakat, BPR syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan dalam berbagai bentuk,
antara lain :
1.      Simpanan Amanah. Disebut dengan simpanan amanah, sebab dalam hal bank penerima
titipan anamah ( trustee account) dari nasabah. Disebut dengan titipan amanah karena bentuk
perjanjian adalah wadiah,  yaitu titpan yang tidak menanggung risiko. Namun demikian, bank
akan memberikan bonus dari bagi hasil keuntungan yang diperoleh bank melalui pembiayaan
kepada nasabahnya.
2.      Tabungan Wadiah. Dalam tabungan ini bank menerima tabungan (saving account) dari
nasabah dalam bentuk tabungan bebas. Sedangkan akad yang diikat oleh bank dengan
nasabah dalam bentuk wadiah.[5] Titipan nasahabah tersebut tidak menanggung kerugian,
dan bank memberikan bonus kepada nasabah. Bonus itu diperoleh bank dari bagi hasil Dan
kegiatan pembiayaan kredit pada nasabah lainnya. Bonus tabungan wadiah tersebut dapat
diperhitungkan secara harian dan dibayarkan kepada nasabah pada setiap bulannya.
3.      Deposito Wadiah Mudharabah. Dalam produk ini bank menerima deposito
berjangka (tine and ainvestment account) dari nasabahnya. Akad yang dilakukan dapat
berbantuk Wadi’ah dan dapat pula berbentuk Mudhorobah. Lazimnya jangka waktu deposito
itu adalah 1,2,6,12 bulan dan seterusnya sebagai bentuk penyertaan modal (sementara). Maka
nasabah/ deposan mendapat bonus keuntungan dari bagi hassil yang diperoleh bank dari
pembiyaan / kredit yang dilakukannya kepada nasabah-nasabah lainnya.
Fasilitas pengerahan dana tersebut, juga dapat dipergunakan untuk menitipkan sedekah,
infak, zakat, tabungan haji, tabungan kurban, tabungan aqiqah, tabungan keperluan
pendidikan, tabungan pemilikan kendaraan, tabungan pemilikan rumah, bahkan bisa
digunakan untuk sarana penitipan dana-dana masjid, dana pesantren, yayasan dan lain
sebagainya.
Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud diatas, BPR syariah juga bertindak
sebagai lembag baitul maal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah,
wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhakdalam bentuk
santunan  dan atau pinjaman kebajikan (Qardhul hasan).
Sementara, dalam menyalurkan dana masyarakat BPR syariah dapat memberikan jasa-jasa
keuangan seperti :
1.   Pembiayaan Mudharabah. Dalam pembiayaan mudharabah bank mengadakan akad
dengan nasabah (pengusaha). Bank menyediakan pembiayaan modal usaha bagi proyek yang
dikelola oleh pengusaha. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi (perjanjian bagi hasil)
sesuai dengan kesepakatan yang telah diikat oleh bank dan pengusaha tersebut.
2.  Pembiayaan Musyarakah. Dalam pembiayaan musyarakah ini bank dengan pengusaha
mengadakan perjanjian. Bank dan pengusaha berjanji bersama-sama membiayai suau proyek
yang juga dikelola secara bersama-sama. Keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut akan
dibagi sesuai dengan penyertaan masing-masing pihak.
3.  Pembiayaan Bai’ Bithaman Ajil. Dalam bentuk pembiayaan ini, bank mengikat perjanjian
dengan nasabah. Bank menyediakan dana untuk pembelian sesuatu barang/aset yang
dibutuhkan oleh nasabah guna mendukung usaha atau proyek yang sedang diusahakan.
Pembatasan usaha BPR syariah secara lebih tegas dijelaskan dalam pasal 27 SK Direktur BI
No. 32/36/KEP/DIR/1999. Menurut surat keputusan tersebut, kegiatan operasional BPR
syariah adalah :
1.       Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi :
a.       Tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah
b.      Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah
c.       Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau Mudharabah.

2.      Melakukan penyaluran dana melalui :


a.       Transaksi jual beli berdasarkan prinsip :
- Murabahah
- Istishna
- Ijarah
- Salam
- Jual beli lainnya.
b.      Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip :
- Mudharabah
- Musyarakah
- Bagi hasil lainnya
c.       Pembiayaan lain berdasarkan prinsip :
- Rahn
- Qard
3.         Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR syariah selama disetujui oleh
Dewan Syariah Nasional.
F. Kendala pengembangan BPRS

Dalam praktik operasionalnya, BPR Syari’ah mengalami berbagai kendala, sebagai


berikut.[6]
1.      Kiprah BPR Syari’ah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syari’ah,
bahkan masih ada sekelompok masyarakat yang menganggap BPR Syari’ah sama dengan
BPR konvensional. Oleh karena itu, BPR Syari’ah perlu menegaskan dan meneguhkan
identitasnya sebagai BPR yang menggunakan prinsip-prinsip syari’ah, yang akan banyak
perbedaan secara konseptual  ataupun operasional dengan BPR konvensional.
2.      Upaya untuk meningkatkan professional sering terhalang rendahnya sumber daya manusia
yang dimiliki oleh BPR Syari’ah, sehingga proses BRP Syari’ah dalam melakukan
aktivitasnya cenderung lambat dan respons terhadap permasalahan ekonomi rendah. Oleh
karena itu, upaya untuk meningkatkan SDM perlu diarahkan disemua posisi, baik diposisi
pemegang kebijakan maupun berposisi di lapangan.
3.      Kurang adanya koordinasi diantara BPR Syari’ah, demikian jugadengan Bank Syari’ah dan
BMT. Sebagai lembaga keuangan yang mempunyai tujuan syi’ar Islam tentunya langkah
koordinasi dalam rangka mendapatkan strategi yang yang terpadu dapat dilakukan untuk
mengangkat ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan framework yang bisa
dijadikan acuan diantara lembaga keuangan di tingkat kabuoaten, kecamatan, desa ataupun
pasar dalam melangsungkan aktivitasnya tanpa menyampingkan keberadaan lembaga
keuangan yang lain.
4.      Sebagai lembaga keuangan yang memiliki konsep Islam tentunya juga bertanggung jawab
terhadap nilai-nilai keislaman masyarakat yang ada disekitar BPR Syari’ah. Aktivitas BPR
Syari’ah dibidang keuangan sering tidak mengalokasikan waktu untuk melakukan aktivitas
yang berhubungan dengan syiar Islam.
Selain itu, kendala pengembangan BPR Syari’ah di Indonesia dapatpula disebabkan hal
berikut:
1.      Ekspansi yang dilakukan oleh bank umum, baik syari’ah maupun konvensional, ke daerah
pinggiran yang selama ini menjadi target pasar dari BPR Syari’ah. Hal ini mengakibatkan
banyaknya masyarakat yang beralih dari BPR Syari’ah kepada bank umum, baik syari’ah
maupun konvensional.
2.      Margin bagi hasil lebih tinggi yang dikenakan oleh BPR Syari’ah dibandingkan dengan bank
umum, baik syari’ah maupun konvensional. Oleh karena itu, masih banyak masyarakat yang
enggan untuk mengajukan pembiayaan ke BPR Syari’ah, meskipun persyaratan dan prosedur
yang lebih mudah dibandingkan dengan proses pengajuan pembiayaan di bank umum.

G. Strategi pengembangan BPRS

Adapun strategi pengembangan BPR syariah yang perlu diperhatikan adalah:


1. Langkah-langkah untuk mensosialisasikan keberadaan BPR syariah, bukan saja
produkny tapi sisitem yang digunakan perlu diperhatikan. upaya ini dapat dilakukan
melalui BPR syariah sendiri dengan menggunakan strategi pemasaran yang halal,
seperti; melalui informasi mengenai BPR syariah dimedia masa. hal lain yang
ditempuh adalah perlunya kerjasama BPR syariah dengan lembaga pendidikan yang
mempunyai relevansi dengan misi BPR syariah untuk mensosialisasikan keberadaan
BPR syariah
2. Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pelatihan-
pelatihan mengenai lembaga keuangan syariah serta lingkungan yang
mempengaruhinya. Untuk itu diperlukan kerjasama diantar BPR syariah atau
kerjasama BPR syariah dengan lembaga pendidikan untuk membuka pusat pendidikan
lembaga keuangn syariah atau kursus pendek lembaga keuangan syariah. Pusat
pendidikan tersebut memiliki tujuan untuk menyediakan SDM yang siap kerja
dilembaga keuangan syariah khusus BPR syariah.
3. Melalui pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah akan diketahui seberapa besar
kemampuan BPR syariah dan lembaga keuangan syariah yang lain dalam mengelola
sumber sumber ekonomi yang ada. Dengan cara itu pula dapat dilihat kesinambungan
kerja diantara BPR syariah, demikian juga kesinambungan BPR syariah dengan bank
syariah dan BMT. Sehingga hal ini akan meningkatkan koordinasi lembaga keuangan
syariah.
4. BPR syariah bertanggung jawab tehadap masalah keislaman masyarakat diman BPR
syariah tersebut berada. Maka perlu dilakukan kegiatan rutin keagamaan dengan
tujuan meningkatkan kesadarn akan peran islam dalam bidang ekonomi. Demikian
juga dengan pola ini dapat membantu BPR syariah dalam mengetahui gejala-gejala
ekonoomi sosial yang ada di masyarakat. Hal ini akan menjadikan BPR syariah
dibidang keuangan lebih sesuai dengan kondisi masyarakat.
DAFTAR PUSAKA

http://edwinsyafarudin112.blogspot.com/2016/04/sejarah-bank-pembiayaan-rakyat-
syariah.html

http://findmystudies.blogspot.com/2015/10/bank-pembiayaan-rakyat-syariah-bprs.html

Warkum Sumitro, 2002, hlm.119. lihat juga Karnaer Perwaatmadja dan M. syafi’I
Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam , Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1992, hlm. 96.

Warkum Sumitro, 2002, hlm. 120.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, No. 32/36/KEP/DIR/1999 tentang Bank


Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syari’ah.

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Yogyakarta:Ekonosia, 2003, hlm.
99-100.

http://ekonomiislam86.blogspot.com/2016/03/kendala-dan-strategi-bpr-syariah.html

http://kelaskitag14.blogspot.com/2016/12/makalah-bank-pembiayaan-rakyat-
syariah.html

Anda mungkin juga menyukai