Anda di halaman 1dari 18

MIKROBIOLOGI KLINIK

FAKULTAS FASRMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TUGAS

“ RESUME “

OLEH :

NAMA : NURUL ANISA BASTIANA

STAMBUK : 15020180184

KELAS : C4

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020
INFEKSI SALURAN KEMIH

1. Pengertian ISK

Infeksi saluran kemih merupakan kondisi akibat terjadinya invasi mikroorganisme


pada saluran kemih. ISK bagian bawah dan ISK bagian atas. Infeksi saluran kemih
bagian bawah menjadi kasus yang sering terjadi. Kasus tersebut karena masuknya
bakteri melalui uretra (Bien et al., 2012).

2. Mikroba Patogen

Bakteri Gram negatif seperti E. coli, Proteus mirabilis, Klebsiella spp., Citrobacter
spp., Enterobacter spp., dan Pseudomonas spp yang merupakan bakteri yang sering
menyebabkan ISK. Beberapa hasil penelitian menunjukkan E. coli mengakibatkan 80-
95% kejadian ISK (Prakasam et al., 2012).

3. Manifestasi Klinis

Keberadaan ISK ditandai dengan disiuria, hematuria, urgensi, dan straguria,


bahkan ada yang disertai demam, muntah, dan nyeri punggung (Geografi et al., 2014).

4. Patogensis

Kasus ISK, infeksi sering terjadi secara ascending yaitu bakteri masuk melalui
uretra kemudian bakteri akan mengalami multiplikasi dan binding dalam vesika urinaria.
Bakteri dari vesika urinaria selanjutnya masuk ke ginjal. Pertambahan usia dan aktivitas
seksual menjadi salah satu penyebab peningkatan jumlah penderita ISK

5. Epidemiologi

Infeksi saluran kemih (ISK) menempati urutan kedua penyakit infeksi terbanyak setelah
infeksi saluran pernafasan. Hasil pemeriksaan simtomatik per tahun menunjukkan
bahwa sekitar 100.000 pasien melakukan rawat inap dan 7 juta pasien melakukan
rawat jalan akibat ISK (Prakasam et al., 2012; Nordstrom et al., 2013; Alkhyat & Al-
Maqtari, 2014). Di Indonesia, prevalensi kejadian ISK cukup tinggi yaitu 180.000
kasus/tahun (Depkes RI, 2014; Darsono et al., 2016).
6. Metode Isolasi dan Pemeriksaan

Hasil pada penelitian ini menunjukkan E. coli ditemukan pada 40% sampel urine
pasien ISK, hasil isolasi juga menunjukkan adanya Klebsiella spp. pada sampel 8, 12,
dan 16. Hal ini seperti yang dikemukakan pada hasil penelitian Samirah et al (2014)
yaitu E. coli menjadi bakteri terbanyak yang ditemukan pada penderita ISK, kemudian
diikuti Klebsiella spp. Hasil tersebut didapatkan dari pengamatan pada media MCA dan
biokimia reaksi.

7. Diagnosa Laboratorium

Diagnosa ISK selama ini didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang mendukung adanya tanda dan gejala terjadinya ISK. Pemeriksaan penjunjang
dibutuhkan untuk menentukan penatalaksanaan yang sesuai dengan penyakit yang
terdiagnosis. Pemeriksaan penunjang ISK selama ini menggunakan baku emas berupa
kultur urine untuk melihat adanya patogen penyebab ISK dan jumlah kolonisasi bakteri
yang digunakan sebagai salah satu syarat dari diagnosis ISK. (Pratistha, dkk., 2018)

8. Pengobatan ISK

Pengobatan ISK berdasarkan pedoman praktik klinis dari fasilitas pelayanan


kesehatan primer yang terbaru pada tahun 2014 dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu
tata laksana nonfarmakologis yaitu dengan minum air putih minimal 2 liter/hari, dan
menjaga kebersihan genitalia eksternal sedangkan tata laksana dengan
medikamentosa berupa pemerian tablet trimetropim-sulfametaksasol sebanyak 2 tablet
untuk 2 kali minum selama 3 hari atau pemberian tablet ciprofloksasin 500 mg 2 kali
sehari yang dikonsumsi selama 3 hari.

Mengingat resistensi bakteri penyebab ISK yang dominan (E.Coli)pada kedua


jenis obat diatas cukup tinggi, hal ini menjadi sebuah masalah yang harus diperhatikan
untuk strategi penatalaksanaan kasus ISK. ISK yang tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan komplikasi berupa ISK yang sering kambuh, gagal ginjal, dan sepsis
(Pratistha, dkk., 2018)
MIKROBA PATOGEN PENYEBAB INFEKSI FUNGI SUPERFICIAL

1. Pengertian

Jamur Candida albicans merupakan bagian dari flora normal dan dapat bersifat
patogen invasif. Infeksi C. albicans adalah infeksi jamur opportunistik yang paling umum
Infeksi ini dapat bervariasi dari infeks membran mukosa superficial sampai penyakit
invasif seperti candidiasis hepatosplenic dan candidiasis sistemik. Infeksi yang berat
biasanya dikaitkan dengan keadaan immunocompromised termasuk keganasan,
disfungsi organ, atau terapi imunosupresif. Pasien dengan defisiensi imunitas sel T
seperti infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) juga rentan terhadap infeksi C.
albicans yang dikenal dengan candidiasis oropharingeal.

2. Ciri –Ciri Dan Patogenesis

Jamur C. albicans merupakan mikroorganisme endogen pada rongga mulut, traktus


gastrointestinal, traktus genital wanita dan kadang-kadang pada kulit. Secara
mikroskopis ciri-ciri C. albicans adalah yeast dimorfik yang dapat tmbuh sebagai sel
yeast, sel hifa atau pseudohyphae. C. albicans dapat ditemukan 40- 80 % pada
manusia normal, yang dapat sebagai mikroorganisme komensal atau patogen. Infeksi
C. albicans pada umumnya merupakan infeksi opportunistik, dimana penyebab
infeksinya dari flora normal host atau dari mikroorganisme penghuni sementara ketika
host mengalami kondisi immunocompromised.

Infeksi Candida dapat dikelompokkan menj adi tiga meliputi; candidiasis superfisial,
candidiasis mukokutan dan candidiasis sistemik. Infeksi candidiasis superfisial dapat
mengenai mukosa, kulit da kuku.

3. Gejala Klinik

Kandidiasis oral memberikan gejala bercak berwarna putih yang konfluen dan
melekat pada mukosa oral serta faring, khususnya di dalam mulut dan lidah.
Kandidiasis kulit ditemukan pada daerah intertriginosa yang mengalami maserasi serta
menjadi merah, paronikia, balanitis, ataupun pruritus ani, di daerah perineum dan
skrotum dapat disertai dengan lesi pustuler yang diskrit pada permukaan dalam paha.
4. Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa Candida albicans dapat menyebabkan


penyebaran vulvovaginal candidiasis (VVC). VVC paling sering disebabkan oleh C.
albicans, meskipun spesies lain yang muncul. Infeksi jamur ini mempengaruhi untuk
75% wanita sehat, yang sebagian dari mereka mengembangkan infeksi berulang, yang
dikenal sebagai recurrent vulvovaginal candidiasis (RVVC).

5. Pengelolaan Bahan Pemeriksaan

Bahan pemeriksaan bergantung pada kelainan yang terjadi, dapat berupa kerokan
kulit atau kuku, dahak atau sputum, sekret bronkus, urin, tinja, usap mulut, telinga,
vagina, darah, atau jaringan. Cara mendapatkan bahan klinis harus diusahakan dengan
cara steril dan ditempatkan dalam wadah steril.P

6. Metode Isolasi Dan Pemeriksaan

Pemeriksaan kultur dengan Hichrome Candida Agar pada Candida albicans


Identifikasi juga dapat dilakukan dengan kultur pada media hichrome candida agar/HCA
yang digunakan untuk mendapatkan hasil identifikasi Candida yang berbeda dan lebih
spesifik. Hichrome Candida agar/pH 6.5.

7. Diagnosa Laboratorium

Pemeriksaan Langsung Candida albicans dengan Larutan KOH Pemeriksaan


langsung dengan Larutan KOH dapat berhasil bila jumlah jamur cukup banyak.
Keuntungan pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, dan terlihat
hubungan antara jumlah dan bentuk jamur dengan reaksi jaringan.Pemeriksaan
langsung harus segera dilakukan setelah bahan klinis diperoleh sebab C. albicans
berkembang cepat dalam suhu kamar sehingga dapat memberikan gambaran yang
tidak sesuai dengan keadaan klinis.Gambaran pseudohifa pada sediaan langsung/apus
dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan kultur, merupakan pilihan untuk menegakkan
diagnosis kandidiasis superfisial.
INFEKSI GASTROINTESTINAL

1. Pengertian

Gastroenteritis akut merupakan peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih


lunak atau lebih cair dari biasanya yang diikuti oleh muntah dan terjadi paling sedikit
tiga kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, Gastroenteritisakut
didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata
pengeluaran tinja normalbayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam, penanganan gastroenteritis
sangat penting dan harus selalu diwaspadai karena sering terjadi keterlambatan dalam
pertolongan dan mengakibatkan kematian

(Maidarti dan Rima Dewi, 2017).

2. Mikroba Patogen

3. Penyebab Infeksi dan Ciri-Ciri Gastrointes

A. Penyebab Infeksi

Usus rentan terhadap infeksi virus, bakteri, parasit, dan terkadang jamur. Infeksi
virus adalah yang paling umum tetapi tidak rentan terhadap intervensi kemoterapi.
Disebabkan Oleh Mikroorganisme : Escherichia coli (E. coli), giardiasis, hepatitis a,
salmonellosis, shigellosis, dan demam tifoid.

B. Ciri- Ciri

Mual dan muntah adalah ciri penyerta yang lazim pada gangguan
gastrointestinal dan terjadi dalam tiga stadium. Yang pertama adalah mual yaitu
perasaan yang sangat tidak enak di belakang tenggorokan dan epigastrium. Fase
berikutnya adalah retching yaitu usaha untuk muntah secara involunter. Stadium
terakhir adalah muntah yaitu refleks yang menyebabkan ekspulsi isi lambung melalui
mulut (Ni Gusti Ayu Manik Ermayanti, 2016: 7).

4. Patogenesis

Pada umumnya gastroenteritis akut 90% disebabkan oleh agen infeksi yang
berperan dalam terjadinya gastroenteritis akut terutama adalah faktor agent dan faktor
host. Faktor agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat
kuman. Faktor host adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap
organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis
atau lingkungan internal saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas usus,
imunitas, dan lingkungan mikroflora usus

5. Epidemiologi

Penyakit diare di Indonesia masih menjadi salah satu masalah kesehatan


masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan
dan kematian terutama pada balita. Diperkirakan lebih dari 1,3 miliar serangan dan 3,2
juta kematian per tahun pada balita disebabkan oleh diare. Setiap anak mengalami
episode serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun dan lebih dari 80% kematian
terjadi pada anak berusia kurang dari dua tahun. Di negara berkembang, anak-anak
balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat
terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun hampir 15-20% waktu hidup dihabiskan
untuk diare (Widoyono, 2005).
6. Pengelolaan Bahan Pemeriksaan

Pengelolaan penyakit infeksi

Pengobatan penyakit dasar , Pemeberantasan sumber infeksi dan ,


Pemberian antibiotik .

Pemberian cairan

Berdasarkan data retrospektif dari rekam medis pasien anak yang dirawat
di Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan anak di RSAB Harapan Kita.
Pemeriksaan penunjang adalah darah tepi dan urinalisis, ultrasonografi
abdomen, foto abdomen, atau endoskopi. Penelitian yang ditujukan terutama
pada manifestasi gastrointestinal, yaitu nyeri, muntah, diare, dan / atau
perdarahan saluran bawah berupa melena, dan komplikasi gastrointestinal
berupa perdarahan masif, intususepsi, dan perforasi.

(Michael Haryadi Wibowo, 2016 : 335)

7. Metode Isolasi Dan Pemeriksaan

Isolasi dan Identifikasi Sampel Proses isolasi dan pemeriksaan dilakukan


di Laboratorium Mikrobiologi, FKH, UGM. Isolasi dikerjakan dengan metode
coretan pelat T metode yang diawali dengan menggoreskan ose atau swab
sampel ke atas permukaan media selektif Gram negatif. Sampel dari YKA
Yogyakarta digoreskan pada media bright green agar (BGA), sedangkan sampel
dari Bos digoreskan pada media Eosin Mlethylene Blue Agar (EMB) atau Mac
Conkey agar (MCA) sampai didapatkan koloni tunggal yang diteruskan untuk
mendapatkan biakan murni.

8. Diagnosa Laboratorium

Diagnosis yang akurat atas gastroenteritis akut merupakan tantangan


yang berkesinambungan bahkan di pusat-pusat medis akademis yang canggih.
Dalam populasi pasien anak yang berjumlah lebih dari 4.700 anak, kurang dari
50% sampel kotoran yang menjalani pemeriksaan mikrobiologi lengkap
memberikan diagnosis spesifik.

INFEKSI PARASIT

1. Mikroorganisme penyebab Infeksi Parasit.

a. Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)

Ciri-ciri:

Cacing gelang dewasa bentuknya mirip dengan cacing tanah, tubuh


berwarna kuning kecoklatan. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, dan yang
betina berukuran 23-35 cm

b. Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum


Ciri-ciri:
Braziliense mempunyai 2 pasang gigi yang tidak sama besarnya. Cacing
jantan memiliki panjang antara 4,7-6,3 mm, sedangkan yang betina panjangnya
antara 6,1-8,4 mm. A. caninum mempunyai 3 pasang gigi. Cacing jantan
panjangnya kurang lebih 10 mm dan cacing betina kurang lebih 14 mm.
c. Trichuris trichiura (Trichocephalus dispar) (cacing cambuk)
Ciri-ciri:
Cacing jantan memiliki panjang kurang lebih 4 cm, sedangkan cacing betina
kurang lebih 5 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk dengan panjang
kurang lebih 3/5 dari panjang seluruh tubuhnya, sedangkan bagian posterior lebih
gemuk.
d. .Strongylodies stercoralis (Cacing Benang)
Ciri-ciri:
berbentuk benang halus, tidak berwarna, semi transparans, panjangnya ±
2,2 mm dilengkapi sepasang uterus, dan sistem reproduksinya ovovivipar.
e. Enterobius vermicularis (Oxyuris vermikularis/cacing kremi)

Ciri-ciri:
Cacing betina memiliki panjang 8-13 cm. Pada ujung anterior ada pelebaran
kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus esofagus jelas sekali, ekornya
panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh
dengan telur. Cacing jantan berukuran 2-5 cm, juga memiliki sayap dan ekornya
melingkar sehingga berbentuk seperti tanda tanya (?). Spikulum pada ekor
jarang ditemukan.
f. Hookworm (Cacing kait, cacing tambang)
Ciri-ciri:
Ada 2 jenis yang hostnya adalah manusia, yaitu Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale. Cacing dewasa hidup di rongga usus halus melekat
pada mukosa dinding usus. Cacing jantan berukuran kurang lebih 8 cm, dan
betinanya berukuran kurang lebih 10 cm. Cacing betina N. americanus
mengeluarkan telur kira-kira 9.000 butir setiap hari, sedangkan A. duodenale
kira-kira 10.000 butir setiap hari. Bentuk badan dalam keadaan hidup N.
americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale menyerupai
huruf C.

2. Patogenesis Dan Gejala Klinik

a. patogenesis
Cacing di dalam lumen usus mengalami pertumbuhan dan mengeluarkan sisa-
sisa metabolisme. Patogenesis tergantung pada tempat infeksi cacing, tipe dan
sisa metabolisme cacing yang terabsorpsi dan kepekaan hospes terhadap bahan
asing.
b. Gejala klinik
 Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)
GejalaKlinik:
Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang
klien mengalami gejala gangguan usus ringan, seperti mual, nafsu makan
berkurang, diare atau konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat
terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang sering
terjadi bila cacing ini menggumpal dalam usus dapat menyebabkan obstruksi
usus (ileus).

 Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum


Gejalaklinik:
Setelah terinfeksi dalam beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit,
yang tampak sebagai garis merah, sedikit menimbul, terasa sangat gatal dan
bertambah panjang menurut gerakan larva di dalam kulit. Sepanjang garis yang
berkelok-kelok dapat terjadi infeksi sekunder karena kulit digaruk. Kelainan kulit
terutama ditemukan pada kaki klien, lengan bawah, punggung, dan pantat
 Trichuris trichiura (Trichocephalus dispar) (cacing cambuk)
Gejala klinik:
Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, menimbulkan iritasi
dan peradangan pada mukosa usus, menghisap darah hostnya, sehingga dapat
menyebabkan anemi. Klien umumnya anak-anak dengan infeksi Trichuris yang
berat dan menahun menunjukkan gejala feses bercampur darah dan lendir
(sindrom disentri), berat badan turun, dan terkadang juga disertai dengan
prolapsus rektum.
 Strongylodies stercoralis (Cacing Benang)
Gejala klinik:
Ketika larva filariformis dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan kulit
yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai rasa gatal yang hebat.
Infeksi ringan dengan Stronglyoides pada umumnya tidak menimbulkan gejala.
Larva di paru dapat menyebabkan pneumonia, pasien kadang mengeluh rasa
sakit, seperti tertusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar.
Mungkin ada mual, muntah, diare berlendir, dan konstipasi saling bergantian.
 Enterobius vermicularis (Oxyuris vermikularis/cacing kremi)
Gejala klinik:
kurang nafsu makan, berat badan turun, dan insomnia. Migrasi dari cacing
menyebabkan reaksi alergi di sekitar anus dan pada malam hari menyebabkan
gatal nokturnal (pruritus ani) dan enuresis. Cacing dapat mengobstruksi apendik
menyebabkan apendisitis.

 Hookworm (Cacing kait, cacing tambang)


Gejala klinik:
Bila banyak larva sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang
disebut ground itch. Cacing dewasa di dalam usus menyebabkan anemi
defisiensi besi. Tiap cacing N. americanus menyebabkan kehilangan darah
sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan A. duodenale 0,08-0,34 cc. Biasanya
terjadi anemia hipokrom mikrositer, dan eosinofilia. Penyakit ini tidak
menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja
menurun.

3. Epidemiologi

Pada beberapa daerah Indonesia prevalensi infeksi kecacingan umumnya masih


tinggi antara 60-90%, terutama terdapat pada anak-anak sekolah dasar dan
golongan penduduk yang kurang mampu dengan akses sanitasi yang terbatas. 2-
3 Kelompok umur terbanyak adalah pada usia 5-14 tahun, 21% diantaranya
menyerang anak usia sekolah dasar. Tingginya prevalensi ini disebabkan oleh
kondisi iklim Indonesia yang tropis dengan kelembaban udara tinggi serta kondisi
sanitasi dan higiene yang buruk. Infeksi kecacingan tersebar luas, baik di
pedesaan maupun di perkotaan. Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi
(jumlah cacing dalam perut) berbeda.

4. Pengelolaan Bahan Pemeriksaan

Distribusi Nematoda tidak pernah seragam di dalam tanah. Nematoda pada


umumnya lebih banyak terdapat di dekat tanaman. Selain itu juga terdapat
beberapa di jaringan akar, batang, dan buah dari tanaman. Di tanah mereka
menyukai tanah dengan kondisi lembab. Tanah yang terlalu kering akan
menyebabkan Nematoda dehidrasi dan mati, sebab sebagian besar sekitar 75%
tubuh Nematoda tersusun atas air (Dropkin 1991).

5. Metode Isolasi

Teknik isolasi yang digunakan meliputi Teknik Barless Tulgreen, Isolasi tanah, dan
isolasi akar.

Metode Barless Tulgreen

1. Tanah dan akar tanaman sebanyak 100 gram yang diambil dari 20 titik dengan
radius masing-masing sekitar 1000m2 di area persawahan desa Mendenrejo
Kabupaten Blora

2. Menyiapkan alat Barlense tullgreen dan menyalakan lampunya

3. Menyiapkan corong, menutupnya dengan kertas saring/kertas kassa kemudian


mengisinya dengan tanah sampel

4. Menghubungkan bagian bawah corong dengan tabung reaksi yang telah disi
dengan air, dengan posisi ujung corong menyentuh sedikit air dalam tabung
reaksi tersebut

5. Mengamati selama sekitar 24 sampai 48 jam, bila tanah terlihat kering, maka
disemprot dengan air secukupnya.

6. Mengambil air dalam tabung reaksi menggunakan pipet, meneteskan pada objek
glass

7. Mengidentifikasi menggunakan mikroskop

Metode Fiksasi Akar

1. Setelah dicuci terlebih dahulu, akar tesebut dipotong-potong sepanjang kurang


lebih 1 cm

2. Memasukkan potongan akar tanaman tersebut ke dalam tabung reaksi hingga


memenuhi sekitar setengah dari tabung reaksi

3. Mengisi dengan air hingga akar dalam tabung reaksi terendam


4. Merendam ekstraksi tanah tersebut sekitar 24 jam

5. Mengambil air dalam tabung reaksi menggunakan pipet, meneteskan pada objek
glass

6. Mengidentifikasi menggunakan mikroskop

6. Metode Identifikasi

Teknik Identifikasi

Identifikasi Nematoda dilakukan berdasarkan ciri morfologi yang dimiliki meliputi


pengukuran panjang tubuh total, panjang stylet, panjang esofagus, panjang ekor
dari ujung posterior sampai anus, diameter tubuh anterior, diameter tubuh
maksimum, dan diameter tubuh posterior (Hishar Mirsam, 2015). Proses
identifikasi dilakukan menggunakan referensi Plant Parasitic Nematodes: a
Pictorial Key to Genera (May et al. 1996) dan Nematology (Eisenback 2003).

7. Pemeriksaan Laboratorium

Metode yang digunakan adalah metode natif. Adapun tahapannya yaitu gelas
objek dibersihkan dengan menggunakan tisu yang telah dibasahi alkohol,
selanjutnya sampel feses diambil seujung lidi dan diratakan diatas gelas objek.
Kemudian sampel ditetesi dengan pewarna eosin satu tetes dan diratakan
sehingga sampel terwarnai. Sampel ditutup dengan gelaspenutup dan diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 10X.
INFEKSI SEKSUAL MENULAR

1. Mikroba patogen dan ciri-cirinya

Penyakit menular seksual adalah kelompok penyakit yang disebabkan oleh


mikroorganisme yang menimbulkan gejala klink utama disaluran kemih dan
reproduksi (maupun sistemik) atau penularannya melalui hubungan seksual.
(SARWONO,2006)

Gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Neisseria gonorreae


merupakan bakteri gram negatif yang bersifat aerob, Non motil, tidak membentuk
spora, bentuknya seperti biji kopi berpasangan (diplokokus) dengan sisi yang rata.
(ISSN 2460-8669)

2. Patogenesis

Kuman N.gonorrhoeae paling mudah menginfeksi daerah dengan mukosa epitel


kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur), misalnya pada vagina
wanita sebelum pubertas. Kuman ini menyerang selaput lendir dari :

(1) Vagina, saluran kencing dan daerah rahim/ leher rahim.

(2) Saluran tuba fallopi.

(3) Anus dan rektum.

(4) Kelopak mata.

(5) Tenggorokan

(Priyanti, vol 3. no.2, 2011)

3. Gejala
Penularan melalui oral, anal dan vaginal seks. Hampir 90% penderita Gonore
tidak memperlihatkan keluhan dan gejala. Tanda pada penderita GO baik

lelaki dan perempuan, bisa tanpa keluhan dan gejala.

- Laki laki

(a) Keluar cairan putih kekuning-kuningan melalui penis.

(b) Terasa panas dan nyeri pada waktu kencing.

(c) Sering buang air kecil.

(d) Terjadi pembengkakan pada pelir (testis).

- Perempuan

(a) Pengeluaran cairan vagina tidak seperti biasa.

(b) Panas dan nyeri saat kencing.

(c) Keluhan dan gejala terkadang belum tampak meskipun sudah menular ke
saluran tuba fallopi

Bila gejala sudah meluas ke arah PID (Pelvic Inflamatory Disease) maka sering
timbul :

(1) Nyeri perut bagian bawah.

(2) Nyeri pinggang bagian bawah.

(3) Nyeri sewaktu hubungan seksual.

(4) Perdarahan melalui vagina diantara waktu siklus haid.

(5) Mual-mual.

(6) Terdapat infeksi rektum atau anus. (Priyanti, vol 3. no.2, 2011)

4. Epidemiologi

Gonore tersebar luas di seluruh dunia secara endemik, termasuk di Indonesia.


Pada umumnya diderita oleh laki-laki muda usia 20 sampai 24 tahun dan wanita
muda usia 15-19 tahun. Gonore merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang
paling sering terjadi sepanjang abad ke 20, dengan perkiraan 200 juta kakus baru
yang terjadi tiap tahunnya.Di Amerik serikat dilaporkan tiap tahun terdapat lebih
dari 600.000 penduduk terinfeksi gonore berdasarkan centers for disease control
and prevention (CDC). Hal ini membuat gonore menjadi penyakit infeksi kedua
terbanyak yang dilaporkan di Amerika Serikat. (Murlityarini,2018)

5. Pengolahan bahan

Bahan yang digunakan untuk metode paper-strip untuk menemukan beta


laktamase yaitu iodine, penicillin G, Amylum, filter paper Whatman, strain kuman
N.gonorhoeae. Dimana persiapannya yaitu tambahkan 0,5 ml Penicillin G ke
dalam 4,5 ml larutan amylum. Basahi filter paper strip dengan campuran diatas.
Keringkan di udara. Simpan dalam suhu 20oC.

6. Metode isolasi dan pemeriksaan

infeksi Neisseria gonorrhoeae dapat dilakukan melalui berbagai pemeriksaan


laboratorium yaitu:

1. Spesimen

Spesimen untuk isolasi Neisseria gonorrhoeae dapat diperoleh dari tempat yang
terpapar melalui hubungan seksual (yaitu saluran genital, uretra, rektum, dan
orofaring) atau dari konjungtiva neonatus yang terinfeksi selama kelahiran.
Spesimen juga dapat diperoleh dari kelenjar Bartholin, saluran tuba, endometrium,
cairan sendi, lesi kulit atau kandungan lambung dari neonatus. (Perilla et al.,
2003).

2. Media transport

Media transport yang dapat digunakan adalah Media Stuart untuk pengiriman
sampel swab ke laboratorium. Meskipun bakteri Neisseria gonorrhoeae dapat
bertahan pada media ini selama 6-12 jam, dan viabilitas isolat menurun dengan
cepat dan tidak mungkin pulih setelah melewati waktu 24 jam (Perilla et al., 2003).

3. Kultur
Kultur merupakan gold standard untuk diagnosis infeksi gonore, kultur
dapatdilakukan pada media yang diperkaya seperti modifikasi Thayer-Martin,
Martin- Lewis, dan GC-Lect. Pada media pertumbuhan tersebut koloni bakteri
Neisseria gonorrhoeae akan berbentuk cembung, mengkilap, dan mukoid dengan
diameter 1–5 mm (Brooks et al., 2013).

4. Identifikasi

Identifikasi bakteri Neisseria gonorrhoeae dapat dilakukan dengan


carapenanaman pada media selektif seperti Thayer-Martin modifikasi, Pewarnaan
gram dan uji biokimia yaitu uji katalase dan uji oksidase.

7. Diagnosa laboratorium

1. Pewarnaan Gram : dengan ditemukannya kuman diplokokus gram negatif,


bentuk biji kopi intra/ekstra sel (2,19,30,33).

2. Pembiakan : pada media Thayer Martin nampak koloni kuman tersangka yang
khas berwarna putih keabuan, transparan. Kemudian dilakukan tes oksidase, tes
superoxol untuk identifikasi koloni kuman Neisseria, namun hasil ini tidak spesifik
karena beberapa mikroorganisme lain bisa memberikan hasil positif, sehingga
perlu dilakukan tes fermentasi karbohidrat sebagai penentu, dimana kuman
N.gonorrhoeae hanya memfermentasi glukose (7,19,30,33).

3. Tes NGPP : meliputi tes penyaringan dan tes penegasan Tes penyaringan
dengan menggunakan 10 unit penicilline disc, positif bila zone hambatan kurang
dari 19 mm. Hasil yang positif ini dilanjutkan dengan tes penegasan apakah
resistensi ini disebabkan karena kuman menghasilkan beta laktamase.

(Priyanti, vol 3. no.2, 2011)

Anda mungkin juga menyukai