Anda di halaman 1dari 38

Callista LO.1.

3 Klasifikasi

Adine Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala

1102017054
diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara
praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu

B3
berdasarkan: mekanisme, beratnya cedera, dan
morfologi.

1. Mekanisme Cedera Kepala


LI.1. Memahami dan Menjelaskan
a. Cedera kepala tumpul
Trauma Kepala
 Cedera kepala tumpul biasanya
LO.1.1 Definisi berkaitan dengan kecelakaan
Menurut Brain Injury Association of America, lalu lintas, jatuh/pukulan benda
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, tumpul. Pada cedera tumpul
bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, terjadi akselerasi dan decelerasi
tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik
yang menyebabkan otak
dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah
bergerak di dalam rongga
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kranial dan melakukan kontak
kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois,
pada protuberas tulang
Rutland-Brown, Thomas, 2006).
tengkorak.
b. Cedera kepala tembus
 Cedera tembus disebabkan oleh
LO.1.2 Etiologi
 Trauma kepala oleh karena kekerasan luka tembak atau tusukan.

tumpul
 Trauma kepala oleh karena kekerasan tajam
2. Beratnya Cedera Kepala
 Trauma kepala akibat tembakan
 Trauma kepala oleh karena gerakan Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara
mendadak umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera
otak. Penderita yang mampu membuka kedua
matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan
berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar
15, sementara pada penderita yang keseluruhan
otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka
mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya
minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau
kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau 3. Morfologi
cedera otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka
a. Fraktur Kranium
penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-13
dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan Fraktur kranium dapat terjadi pada atap
penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan atau dasar tengkorak, dapat berbentuk
sebagai cedera otak ringan. garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat
pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya memerlukan
Menurut Brain Injury Association of Michigan pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone
(2005), klasifikasi keparahan dari Traumatic Brain window” untuk memperjelas garis
Injury yaitu : frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis
fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk
kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan
lebih rinci.

Fraktur kranium terbuka dapat


mengakibatkan adanya hubungan antara
laserasi kulit kepala dengan permukaan otak
karena robeknya selaput dura.

Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur


tulang tengkorak sebagai berikut :

1. Gambaran fraktur, dibedakan atas :

Menurut American Accreditation


Health Care Commission, terdapat 4
jenis fraktur yaitu simple fracture,
linear or hairline fracture,
depressed fracture, compound
fracture. Pengertian dari setiap
fraktur adalah sebagai berikut :
 Simple : retak pada tengkorak Trauma kepala tertutup
tanpa kecederaan pada kulit merupakan fragmen-fragmen
tengkorak yang masih intak atau
 Linear or hairline: retak pada
utuh pada kepala setelah luka.
kranial yang berbentuk garis
The Brain and Spinal Cord
halus tanpa depresi, distorsi dan
Organization 2009, mengatakan
‘splintering’
trauma kepala tertutup adalah

 Depressed: retak pada kranial apabila suatu pukulan yang kuat

dengan depresi ke arah otak pada kepala secara tiba-tiba


sehingga menyebabkan jaringan
 Compound : retak atau otak menekan tengkorak.
kehilangan kulit dan splintering
pada tengkorak. Selain retak
terdapat juga hematoma 4. Luka pada kepala :
subdural (Duldner, 2008).
 Laserasi kulit kepala
2. Lokasi Anatomis, dibedakan atas :
Diantara galea aponeurosis dan
a. Calvarium / Konveksitas
periosteum terdapat jaringan
(kubah/atap tengkorak)
ikat longgar yang
b. Basis cranii (dasar tengkorak) memungkinkan kulit bergerak
terhadap tulang. Pada fraktur
3. Keadaan luka, dibedakan atas :
tulang kepala, sering terjadi

a. Terbuka robekan pada lapisan ini.


Lapisan ini banyak
Trauma kepala terbuka adalah mengandung pembuluh darah
yaitu luka tampak telah dan jaringan ikat longgar,
menembus sampai kepada maka perlukaan yang terjadi
duramater. (Anderson, Heitger, dapat mengakibatkan
and Macleod, 2006). perdarahan yang cukup banyak.

 Luka memar (kontusio)

Luka memar adalah apabila


terjadi kerusakan jaringan
subkutan dimana pembuluh
b. Tertutup darah (kapiler) pecah sehingga
darah meresap ke jaringan berkepanjangan atau periode apnoe
sekitarnya, kulit tidak rusak, yang terjadi segera setelah trauma.
menjadi bengkak dan berwarna Pada beberapa kasus, CT scan sering
merah kebiruan. menunjukkan gambaran normal, atau
gambaran edema dengan batas area
 Abrasi
putih dan abu-abu yang kabur. Cedera

Luka yang tidak begitu dalam, otak difus yang berat selama ini

hanya superfisial. Luka ini dikenal istilah Cedera Aksonal Difus

tidak sampai pada jaringan (CAD) untuk mendefinisikan trauma

subkutis tetapi akan terasa otak berat dengan prognosis yang

sangat nyeri karena banyak buruk. Penelitian secara mikroskopis

ujung-ujung saraf yang rusak. menunjukkan adanya kerusakan pada


akson dan terlihat pada manifestasi
 Avulsi klinisnya.

Apabila kulit dan jaringan 2. Perdarahan Epidural


bawah kulit terkelupas, tetapi
Hematoma epidural terletak di luar
sebagian masih berhubungan
dura tetapi di dalam rongga tengkorak
dengan tulang kranial. Intak
dan gambarannya berbentuk bikonveks
kulit pada kranial terlepas
atau menyerupai lensa cembung.
setelah kecederaan.
Sering terletak di area temporal atau
temporo parietal yang biasanya
disebabkan oleh robeknya arteri
b. Lesi Intra Kranial
meningea media akibat fraktur tulang
1. Cedera otak difus tengkorak.

Mulai dari konkusi ringan, dimana 3. Perdarahan Subdural


gambaran CT scan normal sampai
Perdarahan subdural lebih sering
kondisi yang sangat buruk. Pada
terjadi daripada perdarahan epidural.
konkusi, penderita biasanya kehilangan
Perdarahan ini terjadi akibat robeknya
kesadaran dan mungkin mengalami
vena-vena kecil di permukaan korteks
amnesia retro/anterograd.
serebri. Perdarahan subdural biasanya
Cedera otak difus yang berat menutupi seluruh permukaan hemisfer
biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi otak. Biasanya kerusakan otak lebih
dari otak karena syok yang berat dan prognosisnya jauh lebih
buruk dibandingkan perdarahan Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma
epidural. kepala ringan :

4. Kontusio dan perdarahan intraserebral a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun
selama beberapa saat kemudian sembuh.
Kontusio serebri sering terjadi dan
sebagian besar terjadi di lobus frontal b. Sakit kepala yang menetap atau
dan lobus temporal, walaupun dapat berkepanjangan
juga terjadi pada setiap bagian dari
c. Mual atau dan muntah
otak. Kontusio serebri dapat, dalam
waktu beberapa jam atau hari, berubah d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang
menjadi perdarahan intra serebral yang menurun
membutuhkan tindakan operasi.
e. Perubahan keperibadian diri

f. Letargi
LO.1.4 Manifestasi Klinis

Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma

kepala adalah seperti berikut: kepala berat :

Tanda-tanda klinis yang dapat membantu a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang

mendiagnosa adalah: menunjukkan peningkatan di otak menurun


atau meningkat.
a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis
dibelakang telinga di atas os mastoid) b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).

b. Hemotipanum (perdarahan di daerah c. Triad Cushing (denyut jantung menurun,

menbran timpani telinga) hipertensi, depresi pernafasan)

c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam LO.1.5 Patofisiologi


tanpa trauma langsung)

d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari Otak dapat berfungsi dengan baik bila
hidung) kebutuhan O2 dan glukosa dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan dalam sel-sel saraf hampir
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
telinga)
mempunyai cadangan O2, Jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa. Sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
LO.1.6 Diagnosis dan
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan Diagnosis Banding
glukosa 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis
75% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi
Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves
cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh
dan Johnson (2002) antara lain :
berusaha memenuhi kebutuhan melalui proses
metabolic anaerob yang dapat menyebabkan 1. Pemeriksaan kesadaran
dilatasi pembuluh darah pada komosio berat,
Pemeriksaan kesadaran paling baik
hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma
penimbunan asam. Lalu hal ini akan menyebaban
Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang
asidosis metabolic.
didasari pada tiga pengukuran, yaitu : pembukaan
a. Kerusakan Primer mata, respon motorik, dan respon verbal. Skor dari
masing-masing komponen dijumlahkan dan
Kerusakan primer adalah kerusakan otak yang
memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah
timbul pada saat cedera, sebagai akibat dari
3 sedangkan nilai tertinggi adalah 15.
kekuatan mekanik yang menyebabkan deformasi
jaringan. Kerusakan ini dapat bersifat fokal
ataupun difus. Kerusakan fokal merupakan
kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu
dari otak, bergantung kepada mekanisme trauma
yang terjadi sedangkan kerusakan difus adalah
Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan
suatu keadaan patologis penderita koma (penderita
untuk mengkategorikan pasien menjadi :
yang tidak sadar sejak benturan kepala dan tidak
mengalami suatu interval lucid) tanpa gambaran • GCS < 9 : pasien koma
Space Occupying Lesion (SOL) pada CT-Scan dan cedera kepala berat
atau MRI.
• GCS 9 – 13 : cedera kepala sedang
b. Kerusakan Sekunder
• GCS > 13 : cedera kepala
ringan
Kerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang
timbul sebagai komplikasi dari kerusakan primer
termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemia, dan
pembengkakan otak.
Fungsi utama dari GCS bukan sekedar Suara tidak jelas
merupakan interpretasi pada satu kali pengukuran, 2
tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif
terhadap tingkat kesadaran dan dengan melakukan Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

pengulangan dalam penilaian dapat dinilai apakah 1

terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau


Respon motorik (M)
lebih buruk.
Nilai

Tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma


Mengikuti perintah
Scale)
6

Respon membuka mata (E)


Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui

Buka mata spontan tempat rangsangan 5

4
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota

Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara badan 4

3
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi

Buka mata bila dirangsang nyeri abnormal 3

2
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun ekstensi abnormal 2

1
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi
1

Respon verbal (V)


Nilai
2. Pemeriksaan Pupil

Komunikasi verbal baik, jawaban tepat Pupil harus diperiksa untuk mengetahui
5 ukuran dan reaksi terhadap cahaya. Perbedaan
diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
mm adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk
4
dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap
Kata-kata tidak teratur saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang
3 terganggu terhadap cahaya bisa merupakan akibat
dari cedera kepala.
3. Pemeriksaan Neurologis yang lebih rendah dan penyembuhan fungsional
yang lebih baik bila dibandingkan dengan
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan
penderita-penderita yang mempunyai CT scan
terhadap saraf kranial dan saraf perifer. Tonus,
abnormal.
kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus
diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat. Hal di atas tidaklah berarti bahwa semua
penderita dengan CT scan yang relatif normal
4. Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak
akan menjadi lebih baik, selanjutnya mungkin
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, terjadi peningkatan TIK dan dapat berkembang
pembengkakan, dan memar. Kedalaman leaserasi lesi baru pada 40% dari penderita (Roberson
dan ditemukannya benda asing harus dicatat. dkk, 1997 dalam Sastrodiningrat, 2007). Di
Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk samping itu pemeriksaan CT scan tidak sensitif
menemukan fraktur yang bisa diduga dengan untuk lesi di batang otak karena kecilnya
nyeri, pembengkakan, dan memar. struktur area yang cedera dan dekatnya struktur
tersebut dengan tulang di sekitarnya. Lesi seperti
Prosedur Imaging dalam Diagnosa Trauma Kapitis
ini sering berhubungan dengan outcome yang

a. X-ray Tengkorak buruk (Sastrodiningrat, 2007 ).

Peralatan diagnostik yang digunakan c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

untuk mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak


Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga
atau rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila
sangat berguna di dalam menilai prognosa. MRI
dicurigai terjadi fraktur karena CT scan bisa
mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan
mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio
batang otak yang sering luput pada pemeriksaan
atau perdarahan. X-Ray tengkorak dapat
CT Scan. Ditemukan bahwa penderita dengan
digunakan bila CT scan tidak ada (State of
lesi yang luas pada hemisfer, atau terdapat lesi
Colorado Department of Labor and
batang otak pada pemeriksaan MRI, mempunyai
Employment, 2006).
prognosa yang buruk untuk pemulihan

b. CT-Scan kesadaran, walaupun hasil pemeriksaan CT Scan


awal normal dan tekanan intrakranial terkontrol
Penemuan awal computed tomography baik (Wilberger dkk., 1983 dalam
scanner (CT Scan) penting dalam Sastrodiningrat, 2007).
memperkirakan prognosa cedera kepala berat
(Alberico dkk, 1987 dalam Sastrodiningrat,, Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance

2007). Suatu CT scan yang normal pada waktu Spectroscopy (MRS) menambah dimensi baru

masuk dirawat pada penderita-penderita cedera pada MRI dan telah terbukti merupakan metode

kepala berat berhubungan dengan mortalitas yang sensitif untuk mendeteksi Cedera Akson
Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera  Perhatikan tulang leher, immobilisasi,
kepala ringan sebagaimana halnya dengan cegah gerakan hiperekstensi,
penderita cedera kepala yang lebih berat, pada hiperfleksi atauipun rotasi.
pemeriksaan MRS ditemukan adanya CAD di
 Semua penderita cidera kepala yang
korpus kalosum dan substantia alba. Kepentingan
tidak sadar harus dianggap disertai
yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa
cidera vertebrae cervikal sampai
cedera kepala berat masih harus ditentukan, tetapi
terbukti sebaliknya, maka perlu
hasilnya sampai saat ini dapat menolong
dipasang collar brace.
menjelaskan berlangsungnya defisit neurologik
dan gangguan kognitif pada penderita cedera Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen
kepala ringan ( Cecil dkk, 1998 dalam minimal saturasinya diatas 90 %, Jika tidak
Sastrodiningrat, 2007 ). usahakan untuk dilakukan intubasi dan suport
pernafasan.

Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin


LO.1.7 Tatalaksana pernafasannya diperhatikan frekuensinya normal
antara 16 – 18 X/menit, dengarkan suara nafas
Penanganan pertama kasus cidera kepala di UGD : bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan,
kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah
Pertolongan pertama dari penderita dengan
dan pertahankan PCO 2 antara 28 – 35 mmHg
cidera kepala mengikuti standart yang telah
karena jika lebih dari 35 mm Hg akan terjadi
ditetapkan dalam ATLS (Advanced trauma life
vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema
support) yang meliputi, anamnesa sampai
serebri sedangkan jika kurang dari 20 mm Hg akan
pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan
menyebabkan vaso konstriksi yang berakibat
pemeriksaan fisik meliputi:
terjadinya iskemia., periksa tekanan oksigen (PO 2)
 Airway 100 mmHg jika kurang beri Oksigen masker 8
liter/ menit.
 Breathing

 Circulasi
Pada pemeriksaan sistem sirkulasi :
 Disability
 Periksa denyut nadi/jantung, jika (-)
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas
lakukan resusitasi jantung.
stabil, dengan cara :
 Bila shock (tensi < 90 dan nadi > 100
 Kepala miring, buka mulut, bersihkan
atasi dengan infus cairan RL, cari
muntahan darah, adanya benda asing
sumber perdarahan ditempat lain,
karena cidera kepala single pada orang Tujuan utama perawatan intensif ini
dewasa hampir tidak pernah adalah mencegah terjadinya cedera sekunder
menimbulkan shock. Terjadinya shock terhadap otak yang telah mengaalami cedera
pada cidera kepala meningkatkan angka
A. Cairan Intravena
kematian 2 X
Cairan intra vena diberikan
 Hentikan perdarahan dari luka terbuka
secukupnya untuk resusitasi
Pada pemeriksaan disability / kelainan kesadaran: penderita agar tetap normovolemik

 Periksa kesadaran : memakai Glasgow Perlu diperhatikan untuk tidak


Coma Scale memberikan cairan berlebih

 Periksa kedua pupil bentuk dan Penggunaan cairan yang


besarnya serta catat reaksi terhadap mengandung glucosa dapat
cahaya langsung maupun menyebabkan hyperglikemia yang
konsensual./tidak langsung berakibat buruk pada otak yangn
cedera
 Periksa adanya hemiparese/plegi
Cairan yang dianjurkan untuk
 Periksa adanya reflek patologis kanan
resusitasi adalah NaCl o,9 % atau
kiri
RL

 Jika penderita sadar baik tentukan


Kadar Natrium harus dipertahankan
adanya gangguan sensoris maupun
dalam batas normal, keadaan
fungsi luhur misal adanya aphasia
hyponatremia menimbulkan odema

Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil otak dan harus dicegah dan diobati

baru dilakukan survey yang lain dengan cara secara agresig

melakukan sekunder survey/ pemeriksaan


B. Hyperventilasi
tambahan seperti Skull foto, foto thorax, foto
pelvis, CT Scan dan pemeriksaan tambahan yang Tindakan hyperventilasi harus
lain seperti pemeriksaan darah (pemeriksaan ini dilakukan secara hati-hati, HV dapat
sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan menurunkan PCo2 sehingga
seksama). menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah otak
TERAPY MEDIKAMENTOSA UNTUK
TRAUMA KEPALA HV yang lama dan cepat
menyebabkan iskemia otak karena
perfusi otak menurun
PCo2 < 25 mmHg , HV harus G. Anticonvulasan
dicegah
Penggunaan anticonvulsan
Pertahankan level PCo2 pada 25 – profilaksisi tidak bermanfaat untuk
30 mmHg bila TIK tinggi. mencegaah terjadinya epilepsi pasca
trauma
C. Manitol
Phenobarbital & Phenytoin sering
Dosis 1 gram/kg BB bolus IV
dipakai dalam fase akut hingga
Indikasi penderita koma yang semula minggu ke I
reaksi cahaya pupilnya normal,
Obat lain diazepam dan lorazepam
kemudian terjadi dilatasi pupil
dengan atau tanpa hemiparesis

Dosis tinggi tidak boleh diberikan


pada penderita hypotensi karena
akan memperberat hypovolemia

D. Furosemid

Diberikan bersamaan dengan manitol


untuk menurunkan TIK dan akan
meningkatkan diuresis

Dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB IV


LO.1.8 Komplikasi
E. Steroid

Steroid tidak bermanfaat Komplikasi trauma kepala :

Pada pasien cedera kepala tidak a. Kejang


dianjurkan
Kejang yang terjadi dalam minggu pertama
F. Barbiturat setelah trauma disebut early seizure, dan yang
terjadi setelahnya disebut late seizure. Early
Bermanfaat untuk menurunkan TIK
seizure terjadi pada kondisi risiko tinggi, yaitu
Tidak boleh diberikan bila terdapat ada fraktur impresi, hematoma intrakranial,
hypotensi dan fase akut resusitasi, kontusio di daerah korteks; diberi profilaksis
karena barbiturat dapat menurunkan fenitoin dengan dosis 3x100 mg/hari selama 7-
tekanan darah 10 hari.
b. Infeksi pasien dapat pulih kembali atau traumanya
bertambah berat.
Profilaksis antibiotik diberikan bila ada risiko
tinggi infeksi, seperti pada fraktur tulang  Faktor yang memperjelek prognosis
terbuka, luka luar, fraktur basis kranii. adalah terlambatnya penanganan
awal/resusitasi, transportasi yang lambat,
Pemberian profilaksis antibiotik ini masih
dikirim ke RS yang tidak memadai, terlambat
kontroversial. Bila ada kecurigaan infeksi dilakukan tindakan pembedahan dan disertai
meningeal, diberikan antibiotik dengan dosis trauma multipel yang lain
meningitis.

c. Gastrointestinal
LI.II. Memahami dan Menjelaskan
Pada pasien cedera kranio-serebral terutama Fraktur Basis Cranii
yang berat sering ditemukan gastritis erosi dan
lesi gastroduodenal lain, 10-14% di antaranya
LO.2.1 Definisi
akan berdarah. Kelainan tukak stres ini
merupakan kelainan mukosa akut saluran cerna Suatu fraktur basis cranii adalah suatu

bagian atas karena berbagai kelainan patologik fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang

atau stresor yang dapat disebabkan oleh cedera tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai

kranioserebal. Umumnya tukak stres terjadi dengan robekan pada duramater.Fraktur basis

karena hiperasiditas. Keadaan ini dicegah cranii paling sering terjadi pada dua lokasi anatomi

dengan pemberian antasida 3x1 tablet peroral tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital

atau H2 receptor blockers (simetidin, ranitidin, condylar.Fraktur basis cranii dapat dibagi

atau famotidin) dengan dosis 3x1 ampul IV berdasarkan letak anatomis fossa-nya menjadi

selama 5 hari. fraktur fossa anterior, fraktur fossa media, dan


fraktur fossa posterior.
LO.1.10 Prognosis
LO.2.2 Klasifikasi
 Prognosis TK tergantung berat dan letak
Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi pada
TK.
calvarium (atap tengkorak), disebut fraktur
 Prognosis TK buruk jika pada calvarium dan fraktur pada basis cranium (dasar
pemeriksaan ditemukan pupil midriasis dan tengkorak), disebut fraktur basis cranium.
tidak ada respon E, V, M dengan rangsangan
apapun. Jika kesadarannya baik, maka
prognosisnya dubia, tergantung jenis TK, yaitu: FRAKTUR BASIS TENGKORAK
Fraktur atap orbita Sinus Cavernosus Syndrome.

Fraktur akan merobek dura mater dan Syndrome ini adalah akibat fraktur basis
arachnoid sehingga Liquor Cerebro Spinal (LCS) tengkorak di fossa media yang memecahkan Arteri
bersama darah keluar melalui celah fraktur masuk Carotis Interna yang berada di dalam Sinus
ke rongga orbita; dari luar disekitar mata tampak Cavernosus sehingga terjadi hubungan langsung
kelopak mata berwarna kebiru biruan . Bila satu arteri – vena (disebut Arterio-Venous Shunt dari
mata disebut Monocle Hematoma, bila dua mata Arteri Carotis Interna dan Sinus Cavernsus –>
disebut Brill Hematoma /  Raccoon’s eyes. Carotid – Cavernous Fistula).

Fraktur melintas Lamina Cribrosa Mata tampak akan membengkak dan


menonjol, terasa sakit, conjunctiva berwarna
Fraktur akan menyebabkan rusaknya
merah. Bila membran stetoskop diletakkan diatas
serabut serabut saraf penciuman (Nervus
kelopak mata atau pelipis akan terdengar suara
Olfactorius) sehinggan dapat terjadi gangguan
seperti air mengalir melalui celah yang sempit
penciuman mulai berkurangnya penciuman
yang disebut Bruit ( dibaca BRUI ).
(hyposmia) sampai hilangnya penciuman
(anosmia). Fraktur juga merobek dura mater dan Gejala-gejala klinis sebagai akibat pecahnya
arachnoid sehingga LCS bercampur darah akan A.Carotis Interna didalam Sinus Cavernosus , yang
keluar dari rongga hidung (Rhinorrhoea). terdiri atas : mata yang bengkak menonjol , sakit
dan conjunctiva yang terbendung (berwarna
Fraktur Os Petrossum
merah) serta terdengar bruit , disebut Sinus
Puncak (Apex) os. petrosum sangat rapuh Cavernosus Syndrom.
sehingga LCS dan darah masuk kedalam rongga
Fraktur melintas os petrosum
telinga tengah dan memecahkan membrana
tympani; dari telinga keluar LCS bercampur darah fraktur biasanya melintas bagian posterior
(otorrhoea). apex os petrossum sampai os mastoid,
menyebabkan LCS bercampur darah keluar
Fraktur Sella Tursica
melalui celah fraktur dan berada diatas mastoid
Di atas sella tursica terdapat kelenjar sehingga dari luar tampak warna kebiru biruan
Hypophyse yang terdiri dari 2 bagian pars anterior dibelakang telinga , disebut Battle’s Sign.
dan pars posterior (Neuro Hypophyse). Pada
Fraktur melintas Foramen Magnum
fraktur sella tursica yg biasa terganggu adalah pars
posterior sehingga terjadi gangguan sekresi ADH Di Foramen Magnum terdapat Medula
(Anti Diuretic Hormone) yang menyebabkan Oblongata, sehingga getaran fraktur akan merusak
Diabetes Insipidus. Medula Oblongata , menyebabkan kematian
seketika.
Jenis fraktur basis cranii : ini membagi fraktur os temporal kedalam
petrous fraktur dan nonpetrous fraktur, yang
 Fraktur Temporal, dijumpai pada 75% dari
terakhir termasuk fraktur yang melibatkan
semua fraktur basis cranii. Terdapat 3
mastoid air cells.Fraktur tersebut tidak
suptipe dari fraktur temporal berupa
disertai dengan deficit nervus cranialis.
longitudinal, transversal dan mixed. Tipe
 Fraktur condylar occipital, adalah hasil dari
transversal dari fraktur temporal dan type
trauma tumpul energi tinggi dengan
longitudinal fraktur temporal ditunjukkan di
kompresi aksial, lateral bending, atau cedera
bawah ini. (A)Transverse temporal bone
rotational pada pada ligamentum Alar.
fracture and (B)Longitudinal temporal bone
Fraktur tipe ini dibagi menjadi 3 jenis
fracture (courtesy of Adam Flanders, MD,
berdasarkan morfologi dan mekanisme
Thomas Jefferson University, Philadelphia,
cedera. Klasifikasi alternative membagi
Pennsylvania)
fraktur ini menjadi displaced dan stable,
yaitu, dengan dan tanpa cedera ligamen.
Tipe I fraktur sekunder akibat kompresi
 Fraktur longitudinal terjadi pada regio
aksial yang mengakibatkan kombinasi dari
temporoparietal dan melibatkan bagian
kondilus oksipital. Ini merupakan jenis
squamousa pada os temporal, dinding
cedera stabil. Tipe II fraktur yang dihasilkan
superior dari canalis acusticus externus dan
dari pukulan langsung meskipun fraktur
tegmen timpani. Tipe fraktur ini dapat
basioccipital lebih luas, fraktur tipe II
berjalan dari salah satu bagian anterior atau
diklasifikasikan sebagai fraktur yang stabil
posterior menuju cochlea dan labyrinthine
karena ligament alar dan membrane tectorial
capsule, berakhir pada fossa cranii media
tidak mengalami kerusakan.Tipe III adalah
dekat foramen spinosum atau pada mastoid
cedera avulsi sebagai akibat rotasi paksa dan
air cells. Fraktur longitudinal merupakan
lateral bending. Hal ini berpotensi menjadi
yang paling umum dari tiga suptipe (70-
fraktur tidak stabil.
90%).Fraktur transversal dimulai dari
 Fraktur clivus, digambarkan sebagai akibat
foramen magnum dan memperpanjang
ruda paksa energi tinggi dalam kecelakaan
melalui cochlea dan labyrinth, berakhir pada
kendaraan nbermotor. Longitudinal,
fossa cranial media (5-30%). Fraktur mixed
transversal, dan tipe oblique telah
memiliki unsur unsur dari kedua fraktur
dideskripsikan dalam literatur. Fraktur
longitudinal dan transversal.
longitudinal memiliki prognosis terburuk,
 Namun sistem lain untuk klasifikasi
terutama bila melibatkan sistem
fraktur os temporal telah diusulkan. Sistem
vertebrobasilar. Defisit pada nervus cranial
VI dan VII biasanya dijumpai pada fraktur
tipe ini.
LO.2.3 Manifestasi Klinis

 Bloody otorrhea.

 Bloody rhinorrhea

 Liquorrhea

 Brill Hematom

 Batle’s sign

 Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII, dan N VIII

LO.2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Pemeriksaan Lanjutan

Studi Imaging :

o Radiografi

o CT scan

o MRI

Pemeriksaan lainnya

Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya kebocoran CSF, dapat dipastikan
dengan salah satu pemeriksaan suatu tehnik dengan mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu, maka akan
menunjukkan gambaran seperti cincin yang jelas yang melingkari darah, maka disebut “halo” atau “ring” sign.
Kebocoran dari CSF juga dapat dibuktikan dengan menganalisa kadar glukosa dan dengan mengukur
transferrin.

LO.2.6 Tatalaksana

Terapi Bedah

Peran operasi terbatas dalam pengelolaan skull fraktur. Bayi dan anak-anak dengan open fraktur depress
memerlukan intervensi bedah. Kebanyakan ahli bedah lebih suka untuk mengevaluasi fraktur depress jika
segmen depress lebih dari 5 mm di bawah inner table dari adjacent bone. Indikasi untuk elevasi segera adalah
fraktur yang terkontaminasi, dural tear dengan pneumocephalus, dan hematom yang mendasarinya. Kadang
kadang, craniectomy dekompressi dilakukan jika otak mengalami kerusaksan dan pembengkakan akibat
edema. Dalam hal ini, cranioplasty dilakukan dikemudian hari. Indikasi lain untuk interaksi bedah dini adalah
fraktur condylar os oksipital tipe unstable (tipe III) yang membutuhkan arthrodesis atlantoaxial. Hal ini dapat
dicapai dengan fiksasi dalam-luar.

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Fraktur Maxilla

LO.3.1 Definisi

Fraktur ialah hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Berdasarkan anatominya wajah
atau maksilofasial dibagi menjadi tiga bagian, ialah sepertiga atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan sepertiga
bawah wajah. Bagian yang termasuk sepertiga atas wajah ialah tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita
dan sinus frontalis. Maksila, zigomatikus, lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka inferior, dan tulang vomer
termasuk ke dalam sepertiga tengah wajah sedangkan mandibula termasuk ke dalam bagian sepertiga bawah
wajah. Fraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang pembentuk wajah.

LO.3.2 Etiologi

Fraktur maksilofasial dapat diakibatkan karena tindak kejahatan atau penganiayaan, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olahraga dan industri, atau diakibatkan oleh hal yang bersifat patologis yang dapat
menyebabkan rapuhnya bagian tulang.

LO.3.3 Klasifikasi

Fraktur Sepertiga Bawah Wajah

Mandibula termasuk kedalam bagian sepertiga bawah wajah.

Klasifikasi fraktur berdasarkan istilah:

1. Simple atau Closed : merupakan fraktur yang tidak menimbulkan luka terbuka keluar baik melewati
kulit, mukosa, maupun membran periodontal.
2. Compound atau Open : merupakan fraktur yang disertai dengan luka luar termasuk kulit, mukosa,
maupun membran periodontal , yang berhubungan dengan patahnya tulang.
3. Comminuted : merupakan fraktur dimana tulang hancur menjadi serpihan.
4. Greenstick : merupakan fraktur dimana salah satu korteks tulang patah, satu sisi lainnya
melengkung. Fraktur ini biasa terjadi pada anak-anak.
5. Pathologic : merupakan fraktur yang terjadi sebagai luka yang cukup serius yang dikarenakan
adanya penyakit tulang.
6. Multiple : sebuah variasi dimana ada dua atau lebih garis fraktur pada tulang yang sama tidak
berhubungan satu sama lain.
7. Impacted : merupakan fraktur dimana salah satu fragmennya terdorong ke bagian lainnya.
8. Atrophic : merupakan fraktur yang spontan yang terjadi akibat dari atropinya tulang, biasanya pada
tulang mandibula orang tua.
9. Indirect : merupakan titik fraktur yang jauh dari tempat dimana terjadinya luka.
10. Complicated atau Complex : merupakan fraktur dimana letaknya berdekatan dengan jaringan lunak
atau bagian-bagian lainnya, bisa simpleatau compound.

Klasifikasi Fraktur Mandibula berdasarkan lokasi anatominya:

1. Midline : fraktur diantara incisal sentral.


2. Parasymphyseal : dari bagian distal symphysis hingga tepat pada garis alveolar yang berbatasan
dengan otot masseter (termasuk sampai gigi molar 3).
3. Symphysis : berikatan dengan garis vertikal sampai distal gigi kaninus.
4. Angle : area segitiga yang berbatasan dengan batas anterior otot masseter hingga perlekatan
poesterosuperior otot masseter (dari mulai distal gigi molar 3).
5. Ramus : berdekatan dengan bagian superior angle hingga membentuk dua garis apikal pada sigmoid
notch.
6. Processus Condylus : area pada superior prosesus kondilus hingga regio ramus.
7. Processus Coronoid : termasuk prosesus koronoid pada superior mandibula hingga regio ramus.
8. Processus Alveolaris : regio yang secara normal terdiri dari gigi.

LO.3.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Riwayat penyakit, Keluhan Utama dan Pemeriksaan Klinis

Jejas pada sepertiga wajah bagian atas dan kepala biasanya menimbulkan keluhan sakit kepala, kaku di
daerah nasal, hilangnya kesadaran, dan mati rasa di daerah kening.
Jejas pada sepertiga tengah wajah menimbulkan keluhan perubahan ketajaman penglihatan, diplopia,
perubahan oklusi, trismus, mati rasa di daerah paranasal dan infraorbital, dan obstruksi jalan nafas.

Jejas pada sepertiga bawah wajah menimbulkan keluhan perubahan oklusi, nyeri pada rahang,  kaku di
daerah telinga, dan trismus.

Pemeriksaan neurologis pada wajah dievaluasi secara hati-hati dengan memeriksa penglihatan,
pergerakan ekstraokular, dan reaksi pupil terhadap cahaya.

Pemeriksaan mandibula dengan cara palpasi ekstraoral semua area inferior dan lateral mandibula serta
sendi temporomandibular. Pemeriksaan oklusi untuk melihat adanya laserasi pada area gingiva dan kelainan
pada bidang oklusi. Untuk menilai mobilisasi maksila, stabilisasi kepala pasien diperlukan dengan menahan
kening pasien menggunakan salah satu tangan. Kemudian ibu jari dan telunjuk menarik maksila secara hati-
hati untuk melihat mobilisasi maksila.

Pemeriksaan regio atas dan tengah wajah dipalpasi untuk melihat adanya kerusakan di daerah sekitar
kening, rima orbita, area nasal atau zigoma. Penekanan dilakukan pada area tersebut secara hati-hati untuk
mengetahui kontur tulang yang mungkin sulit diprediksi ketika adanya edema di area tersebut. Untuk melihat
adanya fraktur zigomatikus kompleks, jari telunjuk dimasukan ke vestibula maksila kemudian palpasi dan
tekan kearah superior lateral.

LO.3.5 Tatalaksana

Penilaian Glasgow Coma Scale

            Pada umumnya, Glasgow coma scale  (GCS) digunakan untuk memeriksa kesadaran yang dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya gangguan neurologis pada saat pertama kali terjadi trauma maksilofasial. Ada
tiga variabel yang digunakan pada skala ini, yaitu respon membuka mata, respon verbal, dan respon motorik.
Penilaian ini dilakukan terhadap respon motorik (1-6), respon verbal (1-5), dan respon membuka mata (1-4),
dengan interval GCS 3-15. Berdasarkan beratnya, cedera kepala dikelompokkan menjadi :

(1)     Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15

(2)     Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9-13

(3)     Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8

Glasgow Coma Scale ditujukan untuk menilai koma pada trauma kepala dan sebagian tergantung pada respon
verbal sehingga kurang sesuai bila diterapkan pada bayi baru lahir, bayi, dan anak kecil. Oleh karena itu,
diajukan beberapa modifikasi untuk anak. Anak dengan kesadaran normal mempunyai nilai 15 pada GCS, nilai
12-14 menunjukkan gangguan kesadaran ringan, nilai 9-11 berkorelasi dengan koma moderat sedangkan nilai
dibawah 8 menunjukkan koma berat.

Pemeriksaan Radiografis

Pemeriksaan radiografis pada mandibula biasanya memerlukan foto radiografis panoramic view, open-mouth
Towne’s view, postero-anterior view, lateral oblique view. Biasanya bila foto-foto diatas kurang memberikan
informasi yang cukup, dapat juga digunakan foto oklusal dan periapikal.

LI.4. Memahami dan Menjelaskan Fraktur Os Nasal

LO.4.1 Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi
jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap
retakan atau patah yang terjadi pada bagian tulang di organ hidung.5
Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada hidung atau muka. Pada trauma
muka paling sering terjadi fraktur hidung.3

LO.4.2 Klasifikasi

Fraktur hidung sederhana


Jika hanya terjadi fraktur tulang hidung saja dapat dilakukan reposisi fraktur dengan analgesia lokal.
Akan tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif tindakan reposisi dilakukan dalam
keadaan narkose umum.
Analgesia lokal dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidokain 1-2% yang dicampur dengan
epinefrin 1: 1000. Tampon kapas yang berisi obat analgesia lokal ini dipasang masing-masing 3 buah pada
setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus superior tepat di bawah tulang hidung, tampon
kedua diletakkan di antara konka media dan septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dalam
foramen sfenopalatina. Tampon ketiga ditempatkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga tampon
tersebut dipertahankan selama 10 menit. Kadang –kadang diperlukan penambahan penyemprotan
oxymethazoline spray beberapa kali, melalui rinoskopi anterior untuk memperoleh efek anestesi dan efek
vasokonstriksi yang baik.

Fraktur nasal kominunitiva


Fraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung ditandai dengan batang hidung nampak rata (pesek);
tulang hidung mungkin dinaikkan ke posisi yang aman tetapi beberapa fragmen tulang tetap hilang. Bidai
digunakan untuk memindahkan fragmen tulang ke posisi yang sebenarnya. Untuk tujuan tersebut beberapa
kasa vaselin dimasukkan ke dalam lubang hidung.

Fraktur tulang hidung terbuka


Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung tersebut yang juga
disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan atau kelainan pada kulit dari
hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat tindakan.

Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks

Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan menimbulkan fraktur
hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan frontal. Tulang hidung bersambungan dengan
prossesus frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal. Bagian dari nasal piramid yang terletak antara
dua bola mata akan terdorong ke belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur
nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan komplikasi atau sekuele di kemudian hari.

LO.4.3 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda berikut merupakan saat dimana sebaiknya meminta pertolongan dokter meliputi :
- Nyeri dan pembengkakan tidak menghilang 3x24 jam
- Hidung terlihat miring atau melengkung
- Sulit bernapas melalui hidung meskipun reaksi peradangan telah mereda
- Terjadi demam
- Perdarahan hidung berulang
Tanda-tanda berikut dimana sebaiknya meminta pertolongan ke unit gawat darurat :
- Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua lubang hidung
- Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung
- Cedera lain pada tubuh dan muka
- Kehilangan kesadaran
- Sakit kepala yang hebat
- Muntah yang berulang
- Penurunan indra penglihatan
- Nyeri pada leher

LO.4.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding

a. Anamnesis
Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting untuk penatalaksanaan pasien.
Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan.
Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada
kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan terus
menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma lama dan trauma baru sehingga
akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung
sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung,
obstruksi hidung dan anosmia

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema subkutan, teraba lekukan
tulang hidung dan tulang menjadi irregular. Pada pasien dengan hematom septi tampak area berwarna putih
mengkilat atau ungu yang nampak berubah-ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal. Keterlambatan dalam
mengidentifikasi dan penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan
penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan, anestesi, dan semprot
hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan memperluas lapangan pandang. Pada
pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah dan/atau deformitas septum nasal.

a. Pemeriksaan radiologis

LO.4.5 Tatalaksana

KONSERVATIF
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional dan bentuk hidung,
oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan. Dekongestan berguna untuk
mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian
vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan
tetapi ligasi pembuluh darah jarang dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol
perdarahan setelah vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan
berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan untuk
mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi, komplikasi dan kematian.
Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien.
Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan
menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehingga akan terjadi perubahan bentuk dan
fungsi.

OPERATIF
Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak
dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan
membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung.
A. Teknik reduksi tertutup
B. Teknik reduksi terbuka

LO.4.6 Komplikasi

A) Hematom septi
Merupakan komplikasi yang sering dan serius dari trauma nasal. Septum hematom ditandai dengan
adanya akumulasi darah pada ruang subperikondrial. Ruangan ini akan menekan kartilago di bawahnya,
dan mengakibatkan nekrosis septum irreversible. Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari
jaringan lunak yang hilang. Prosedur yang harus dilakukan adalah drainase segera setelah ditemukan
disertai dengan pemberian antibiotik setelah drainase. 3,7,12
B) Fraktur dinding orbita
Fraktur pada dinding orbita dan lantai orbita akibat pukulan dapat terjadi. Gejala klinis yang muncul
adalah disfungsi otot ekstraokuler.
C) Fraktur septum nasal
Sekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan fraktur septum nasal. Trauma pada hidung bagian
bawah akan menyebabkan fraktur septum nasal tanpa adanya kerusakan tulang hidung. Teknik yang
dilakukan adalah teknik manipulasi reduksi tertutup dengan menggunakan forceps Asch.
D) Fraktur lamina kribriformis
Merupakan predisposisi pengeluaran cairan cerebrospinalis, yang akan menyebabkan komplikasi
berupa meningitis, encephalitis dan abses otak.

LI.5. Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Intrakranial

LO.5.1 Definisi

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan (patologis) yang terjadi di dalam kranium, yang mungkin
ekstradural, subdural, subaraknoid, atau serebral (parenkimatosa). Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada
semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain. 8-13% ICH menjadi
penyebab terjadinya stroke dan kelainan dengan spectrum yang luas. Bila dibandingkan dengan stroke iskemik
atau perdarahan subaraknoid, ICH umumnya lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat mayor. ICH
yang disertai dengan edema akan mengganggu atau mengkompresi jaringan otak sekitarnya, menyebabkan
disfungsi neurologis. Perpindahan substansi parenkim otak dapat menyebabkan peningkatan ICP dan sindrom
herniasi yang berpotensi fatal.

LO.5.2 Klasifikasi

Menurut (Tobing, 2011) perdarahan intrakranial diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak
difus.

 Cedera otak fokal yang meliputi :


o Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)

o Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut.

o Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik

o Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)

o Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)

 Cedera otak difus menurut (Sadewa, 2011)

Terjadinya cedera kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya rotasi dan translasi
yang menyebabkan bergesernya parenkim otak dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Maka
cedera kepala difus dikelompokkan menjadi :

o Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI

o Kontsuio cerebri

o Edema cerebri

o Iskemia cerebri

Klasifikasi perdarahan intrakranial akibat trauma kapitis dan manifestasi klinis :

1. Perdarahan Epidural

2. Perdarahan Subdural

 Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang biasanya meliputi
perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu:

a. Perdarahan subdural akut

b. Perdarahan subdural subakut

c. Perdarahan subdural kronis


- Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.

- Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.

3. Perdarahan Subaraknoid

 Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal
sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007).

4. Perdarahan Intraventrikular

5. Perdarahan Intraserebral

LO.5.3 Diagnosis dan Diagnosis Banding

PENCITRAAN

 Radiografi

o Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan vaskular cabang arteri
meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau vertex juga mungkin diamati.

 CT-scan

o CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif dalam mendiagnosa perdarahan
epidural akut. Temuan ini khas. Ruang yang ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh
perlekatan dura ke skema bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi
tampilan lentikular atau bikonveks. Hidrosefalus mungkin muncul pada pasien dengan
perdarahan epidural fossa posterior yang besar mendesak efek massa dan menghambat
ventrikel keempat.

 MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan cara ini kurang tepat untuk
mendeteksi perdarahan pada trauma akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika
meluas.

LO.5.4 Tatalaksana

Terapi Bedah
Saat ini, pengeboran eksplorasi burholes disediakan bagi pasien berikut ini :

 Pasien dengan tanda-tanda lokalisasi menetap dan bukti klinis hipertensi intrakranial yang tidak
mampu mentolerir CT-scan karena instabilitas hemodinamik yang berat.

 Pasien yang menuntut intervensi bedah segera untuk cedera sistemiknya.

Anda mungkin juga menyukai