PBL sk1 Mediko
PBL sk1 Mediko
3 Klasifikasi
1102017054
diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara
praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu
B3
berdasarkan: mekanisme, beratnya cedera, dan
morfologi.
tumpul
Trauma kepala oleh karena kekerasan tajam
2. Beratnya Cedera Kepala
Trauma kepala akibat tembakan
Trauma kepala oleh karena gerakan Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara
mendadak umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera
otak. Penderita yang mampu membuka kedua
matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan
berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar
15, sementara pada penderita yang keseluruhan
otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka
mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya
minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau
kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau 3. Morfologi
cedera otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka
a. Fraktur Kranium
penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-13
dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan Fraktur kranium dapat terjadi pada atap
penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan atau dasar tengkorak, dapat berbentuk
sebagai cedera otak ringan. garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat
pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya memerlukan
Menurut Brain Injury Association of Michigan pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone
(2005), klasifikasi keparahan dari Traumatic Brain window” untuk memperjelas garis
Injury yaitu : frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis
fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk
kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan
lebih rinci.
Luka yang tidak begitu dalam, otak difus yang berat selama ini
4. Kontusio dan perdarahan intraserebral a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun
selama beberapa saat kemudian sembuh.
Kontusio serebri sering terjadi dan
sebagian besar terjadi di lobus frontal b. Sakit kepala yang menetap atau
dan lobus temporal, walaupun dapat berkepanjangan
juga terjadi pada setiap bagian dari
c. Mual atau dan muntah
otak. Kontusio serebri dapat, dalam
waktu beberapa jam atau hari, berubah d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang
menjadi perdarahan intra serebral yang menurun
membutuhkan tindakan operasi.
e. Perubahan keperibadian diri
f. Letargi
LO.1.4 Manifestasi Klinis
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma
Tanda-tanda klinis yang dapat membantu a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang
d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari Otak dapat berfungsi dengan baik bila
hidung) kebutuhan O2 dan glukosa dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan dalam sel-sel saraf hampir
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
telinga)
mempunyai cadangan O2, Jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa. Sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
LO.1.6 Diagnosis dan
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan Diagnosis Banding
glukosa 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis
75% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi
Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves
cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh
dan Johnson (2002) antara lain :
berusaha memenuhi kebutuhan melalui proses
metabolic anaerob yang dapat menyebabkan 1. Pemeriksaan kesadaran
dilatasi pembuluh darah pada komosio berat,
Pemeriksaan kesadaran paling baik
hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma
penimbunan asam. Lalu hal ini akan menyebaban
Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang
asidosis metabolic.
didasari pada tiga pengukuran, yaitu : pembukaan
a. Kerusakan Primer mata, respon motorik, dan respon verbal. Skor dari
masing-masing komponen dijumlahkan dan
Kerusakan primer adalah kerusakan otak yang
memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah
timbul pada saat cedera, sebagai akibat dari
3 sedangkan nilai tertinggi adalah 15.
kekuatan mekanik yang menyebabkan deformasi
jaringan. Kerusakan ini dapat bersifat fokal
ataupun difus. Kerusakan fokal merupakan
kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu
dari otak, bergantung kepada mekanisme trauma
yang terjadi sedangkan kerusakan difus adalah
Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan
suatu keadaan patologis penderita koma (penderita
untuk mengkategorikan pasien menjadi :
yang tidak sadar sejak benturan kepala dan tidak
mengalami suatu interval lucid) tanpa gambaran • GCS < 9 : pasien koma
Space Occupying Lesion (SOL) pada CT-Scan dan cedera kepala berat
atau MRI.
• GCS 9 – 13 : cedera kepala sedang
b. Kerusakan Sekunder
• GCS > 13 : cedera kepala
ringan
Kerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang
timbul sebagai komplikasi dari kerusakan primer
termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemia, dan
pembengkakan otak.
Fungsi utama dari GCS bukan sekedar Suara tidak jelas
merupakan interpretasi pada satu kali pengukuran, 2
tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif
terhadap tingkat kesadaran dan dengan melakukan Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
4
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota
3
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi
2
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi
1
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi
1
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat Pupil harus diperiksa untuk mengetahui
5 ukuran dan reaksi terhadap cahaya. Perbedaan
diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
mm adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk
4
dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap
Kata-kata tidak teratur saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang
3 terganggu terhadap cahaya bisa merupakan akibat
dari cedera kepala.
3. Pemeriksaan Neurologis yang lebih rendah dan penyembuhan fungsional
yang lebih baik bila dibandingkan dengan
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan
penderita-penderita yang mempunyai CT scan
terhadap saraf kranial dan saraf perifer. Tonus,
abnormal.
kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus
diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat. Hal di atas tidaklah berarti bahwa semua
penderita dengan CT scan yang relatif normal
4. Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak
akan menjadi lebih baik, selanjutnya mungkin
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, terjadi peningkatan TIK dan dapat berkembang
pembengkakan, dan memar. Kedalaman leaserasi lesi baru pada 40% dari penderita (Roberson
dan ditemukannya benda asing harus dicatat. dkk, 1997 dalam Sastrodiningrat, 2007). Di
Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk samping itu pemeriksaan CT scan tidak sensitif
menemukan fraktur yang bisa diduga dengan untuk lesi di batang otak karena kecilnya
nyeri, pembengkakan, dan memar. struktur area yang cedera dan dekatnya struktur
tersebut dengan tulang di sekitarnya. Lesi seperti
Prosedur Imaging dalam Diagnosa Trauma Kapitis
ini sering berhubungan dengan outcome yang
2007). Suatu CT scan yang normal pada waktu Spectroscopy (MRS) menambah dimensi baru
masuk dirawat pada penderita-penderita cedera pada MRI dan telah terbukti merupakan metode
kepala berat berhubungan dengan mortalitas yang sensitif untuk mendeteksi Cedera Akson
Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera Perhatikan tulang leher, immobilisasi,
kepala ringan sebagaimana halnya dengan cegah gerakan hiperekstensi,
penderita cedera kepala yang lebih berat, pada hiperfleksi atauipun rotasi.
pemeriksaan MRS ditemukan adanya CAD di
Semua penderita cidera kepala yang
korpus kalosum dan substantia alba. Kepentingan
tidak sadar harus dianggap disertai
yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa
cidera vertebrae cervikal sampai
cedera kepala berat masih harus ditentukan, tetapi
terbukti sebaliknya, maka perlu
hasilnya sampai saat ini dapat menolong
dipasang collar brace.
menjelaskan berlangsungnya defisit neurologik
dan gangguan kognitif pada penderita cedera Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen
kepala ringan ( Cecil dkk, 1998 dalam minimal saturasinya diatas 90 %, Jika tidak
Sastrodiningrat, 2007 ). usahakan untuk dilakukan intubasi dan suport
pernafasan.
Circulasi
Pada pemeriksaan sistem sirkulasi :
Disability
Periksa denyut nadi/jantung, jika (-)
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas
lakukan resusitasi jantung.
stabil, dengan cara :
Bila shock (tensi < 90 dan nadi > 100
Kepala miring, buka mulut, bersihkan
atasi dengan infus cairan RL, cari
muntahan darah, adanya benda asing
sumber perdarahan ditempat lain,
karena cidera kepala single pada orang Tujuan utama perawatan intensif ini
dewasa hampir tidak pernah adalah mencegah terjadinya cedera sekunder
menimbulkan shock. Terjadinya shock terhadap otak yang telah mengaalami cedera
pada cidera kepala meningkatkan angka
A. Cairan Intravena
kematian 2 X
Cairan intra vena diberikan
Hentikan perdarahan dari luka terbuka
secukupnya untuk resusitasi
Pada pemeriksaan disability / kelainan kesadaran: penderita agar tetap normovolemik
Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil otak dan harus dicegah dan diobati
D. Furosemid
c. Gastrointestinal
LI.II. Memahami dan Menjelaskan
Pada pasien cedera kranio-serebral terutama Fraktur Basis Cranii
yang berat sering ditemukan gastritis erosi dan
lesi gastroduodenal lain, 10-14% di antaranya
LO.2.1 Definisi
akan berdarah. Kelainan tukak stres ini
merupakan kelainan mukosa akut saluran cerna Suatu fraktur basis cranii adalah suatu
bagian atas karena berbagai kelainan patologik fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang
atau stresor yang dapat disebabkan oleh cedera tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai
kranioserebal. Umumnya tukak stres terjadi dengan robekan pada duramater.Fraktur basis
karena hiperasiditas. Keadaan ini dicegah cranii paling sering terjadi pada dua lokasi anatomi
dengan pemberian antasida 3x1 tablet peroral tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital
atau H2 receptor blockers (simetidin, ranitidin, condylar.Fraktur basis cranii dapat dibagi
atau famotidin) dengan dosis 3x1 ampul IV berdasarkan letak anatomis fossa-nya menjadi
Fraktur akan merobek dura mater dan Syndrome ini adalah akibat fraktur basis
arachnoid sehingga Liquor Cerebro Spinal (LCS) tengkorak di fossa media yang memecahkan Arteri
bersama darah keluar melalui celah fraktur masuk Carotis Interna yang berada di dalam Sinus
ke rongga orbita; dari luar disekitar mata tampak Cavernosus sehingga terjadi hubungan langsung
kelopak mata berwarna kebiru biruan . Bila satu arteri – vena (disebut Arterio-Venous Shunt dari
mata disebut Monocle Hematoma, bila dua mata Arteri Carotis Interna dan Sinus Cavernsus –>
disebut Brill Hematoma / Raccoon’s eyes. Carotid – Cavernous Fistula).
Bloody otorrhea.
Bloody rhinorrhea
Liquorrhea
Brill Hematom
Batle’s sign
Pemeriksaan Lanjutan
Studi Imaging :
o Radiografi
o CT scan
o MRI
Pemeriksaan lainnya
Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya kebocoran CSF, dapat dipastikan
dengan salah satu pemeriksaan suatu tehnik dengan mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu, maka akan
menunjukkan gambaran seperti cincin yang jelas yang melingkari darah, maka disebut “halo” atau “ring” sign.
Kebocoran dari CSF juga dapat dibuktikan dengan menganalisa kadar glukosa dan dengan mengukur
transferrin.
LO.2.6 Tatalaksana
Terapi Bedah
Peran operasi terbatas dalam pengelolaan skull fraktur. Bayi dan anak-anak dengan open fraktur depress
memerlukan intervensi bedah. Kebanyakan ahli bedah lebih suka untuk mengevaluasi fraktur depress jika
segmen depress lebih dari 5 mm di bawah inner table dari adjacent bone. Indikasi untuk elevasi segera adalah
fraktur yang terkontaminasi, dural tear dengan pneumocephalus, dan hematom yang mendasarinya. Kadang
kadang, craniectomy dekompressi dilakukan jika otak mengalami kerusaksan dan pembengkakan akibat
edema. Dalam hal ini, cranioplasty dilakukan dikemudian hari. Indikasi lain untuk interaksi bedah dini adalah
fraktur condylar os oksipital tipe unstable (tipe III) yang membutuhkan arthrodesis atlantoaxial. Hal ini dapat
dicapai dengan fiksasi dalam-luar.
LO.3.1 Definisi
Fraktur ialah hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Berdasarkan anatominya wajah
atau maksilofasial dibagi menjadi tiga bagian, ialah sepertiga atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan sepertiga
bawah wajah. Bagian yang termasuk sepertiga atas wajah ialah tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita
dan sinus frontalis. Maksila, zigomatikus, lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka inferior, dan tulang vomer
termasuk ke dalam sepertiga tengah wajah sedangkan mandibula termasuk ke dalam bagian sepertiga bawah
wajah. Fraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang pembentuk wajah.
LO.3.2 Etiologi
Fraktur maksilofasial dapat diakibatkan karena tindak kejahatan atau penganiayaan, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olahraga dan industri, atau diakibatkan oleh hal yang bersifat patologis yang dapat
menyebabkan rapuhnya bagian tulang.
LO.3.3 Klasifikasi
1. Simple atau Closed : merupakan fraktur yang tidak menimbulkan luka terbuka keluar baik melewati
kulit, mukosa, maupun membran periodontal.
2. Compound atau Open : merupakan fraktur yang disertai dengan luka luar termasuk kulit, mukosa,
maupun membran periodontal , yang berhubungan dengan patahnya tulang.
3. Comminuted : merupakan fraktur dimana tulang hancur menjadi serpihan.
4. Greenstick : merupakan fraktur dimana salah satu korteks tulang patah, satu sisi lainnya
melengkung. Fraktur ini biasa terjadi pada anak-anak.
5. Pathologic : merupakan fraktur yang terjadi sebagai luka yang cukup serius yang dikarenakan
adanya penyakit tulang.
6. Multiple : sebuah variasi dimana ada dua atau lebih garis fraktur pada tulang yang sama tidak
berhubungan satu sama lain.
7. Impacted : merupakan fraktur dimana salah satu fragmennya terdorong ke bagian lainnya.
8. Atrophic : merupakan fraktur yang spontan yang terjadi akibat dari atropinya tulang, biasanya pada
tulang mandibula orang tua.
9. Indirect : merupakan titik fraktur yang jauh dari tempat dimana terjadinya luka.
10. Complicated atau Complex : merupakan fraktur dimana letaknya berdekatan dengan jaringan lunak
atau bagian-bagian lainnya, bisa simpleatau compound.
Jejas pada sepertiga wajah bagian atas dan kepala biasanya menimbulkan keluhan sakit kepala, kaku di
daerah nasal, hilangnya kesadaran, dan mati rasa di daerah kening.
Jejas pada sepertiga tengah wajah menimbulkan keluhan perubahan ketajaman penglihatan, diplopia,
perubahan oklusi, trismus, mati rasa di daerah paranasal dan infraorbital, dan obstruksi jalan nafas.
Jejas pada sepertiga bawah wajah menimbulkan keluhan perubahan oklusi, nyeri pada rahang, kaku di
daerah telinga, dan trismus.
Pemeriksaan neurologis pada wajah dievaluasi secara hati-hati dengan memeriksa penglihatan,
pergerakan ekstraokular, dan reaksi pupil terhadap cahaya.
Pemeriksaan mandibula dengan cara palpasi ekstraoral semua area inferior dan lateral mandibula serta
sendi temporomandibular. Pemeriksaan oklusi untuk melihat adanya laserasi pada area gingiva dan kelainan
pada bidang oklusi. Untuk menilai mobilisasi maksila, stabilisasi kepala pasien diperlukan dengan menahan
kening pasien menggunakan salah satu tangan. Kemudian ibu jari dan telunjuk menarik maksila secara hati-
hati untuk melihat mobilisasi maksila.
Pemeriksaan regio atas dan tengah wajah dipalpasi untuk melihat adanya kerusakan di daerah sekitar
kening, rima orbita, area nasal atau zigoma. Penekanan dilakukan pada area tersebut secara hati-hati untuk
mengetahui kontur tulang yang mungkin sulit diprediksi ketika adanya edema di area tersebut. Untuk melihat
adanya fraktur zigomatikus kompleks, jari telunjuk dimasukan ke vestibula maksila kemudian palpasi dan
tekan kearah superior lateral.
LO.3.5 Tatalaksana
Pada umumnya, Glasgow coma scale (GCS) digunakan untuk memeriksa kesadaran yang dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya gangguan neurologis pada saat pertama kali terjadi trauma maksilofasial. Ada
tiga variabel yang digunakan pada skala ini, yaitu respon membuka mata, respon verbal, dan respon motorik.
Penilaian ini dilakukan terhadap respon motorik (1-6), respon verbal (1-5), dan respon membuka mata (1-4),
dengan interval GCS 3-15. Berdasarkan beratnya, cedera kepala dikelompokkan menjadi :
(3) Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8
Glasgow Coma Scale ditujukan untuk menilai koma pada trauma kepala dan sebagian tergantung pada respon
verbal sehingga kurang sesuai bila diterapkan pada bayi baru lahir, bayi, dan anak kecil. Oleh karena itu,
diajukan beberapa modifikasi untuk anak. Anak dengan kesadaran normal mempunyai nilai 15 pada GCS, nilai
12-14 menunjukkan gangguan kesadaran ringan, nilai 9-11 berkorelasi dengan koma moderat sedangkan nilai
dibawah 8 menunjukkan koma berat.
Pemeriksaan Radiografis
Pemeriksaan radiografis pada mandibula biasanya memerlukan foto radiografis panoramic view, open-mouth
Towne’s view, postero-anterior view, lateral oblique view. Biasanya bila foto-foto diatas kurang memberikan
informasi yang cukup, dapat juga digunakan foto oklusal dan periapikal.
LO.4.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi
jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap
retakan atau patah yang terjadi pada bagian tulang di organ hidung.5
Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan trauma langsung pada hidung atau muka. Pada trauma
muka paling sering terjadi fraktur hidung.3
LO.4.2 Klasifikasi
Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau pukulan dengan beban berat akan menimbulkan fraktur
hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan frontal. Tulang hidung bersambungan dengan
prossesus frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal. Bagian dari nasal piramid yang terletak antara
dua bola mata akan terdorong ke belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur
nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan komplikasi atau sekuele di kemudian hari.
Tanda-tanda berikut merupakan saat dimana sebaiknya meminta pertolongan dokter meliputi :
- Nyeri dan pembengkakan tidak menghilang 3x24 jam
- Hidung terlihat miring atau melengkung
- Sulit bernapas melalui hidung meskipun reaksi peradangan telah mereda
- Terjadi demam
- Perdarahan hidung berulang
Tanda-tanda berikut dimana sebaiknya meminta pertolongan ke unit gawat darurat :
- Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa menit pada satu atau kedua lubang hidung
- Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung
- Cedera lain pada tubuh dan muka
- Kehilangan kesadaran
- Sakit kepala yang hebat
- Muntah yang berulang
- Penurunan indra penglihatan
- Nyeri pada leher
a. Anamnesis
Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter sangatlah penting untuk penatalaksanaan pasien.
Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan.
Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada
kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan terus
menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma lama dan trauma baru sehingga
akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung
sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung,
obstruksi hidung dan anosmia
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema subkutan, teraba lekukan
tulang hidung dan tulang menjadi irregular. Pada pasien dengan hematom septi tampak area berwarna putih
mengkilat atau ungu yang nampak berubah-ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal. Keterlambatan dalam
mengidentifikasi dan penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan
penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan, anestesi, dan semprot
hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan memperluas lapangan pandang. Pada
pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah dan/atau deformitas septum nasal.
a. Pemeriksaan radiologis
LO.4.5 Tatalaksana
KONSERVATIF
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional dan bentuk hidung,
oleh karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan. Dekongestan berguna untuk
mengurangi pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian
vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan
tetapi ligasi pembuluh darah jarang dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol
perdarahan setelah vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan
berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan untuk
mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi, komplikasi dan kematian.
Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien.
Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan
menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehingga akan terjadi perubahan bentuk dan
fungsi.
OPERATIF
Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak
dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan
membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung.
A. Teknik reduksi tertutup
B. Teknik reduksi terbuka
LO.4.6 Komplikasi
A) Hematom septi
Merupakan komplikasi yang sering dan serius dari trauma nasal. Septum hematom ditandai dengan
adanya akumulasi darah pada ruang subperikondrial. Ruangan ini akan menekan kartilago di bawahnya,
dan mengakibatkan nekrosis septum irreversible. Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari
jaringan lunak yang hilang. Prosedur yang harus dilakukan adalah drainase segera setelah ditemukan
disertai dengan pemberian antibiotik setelah drainase. 3,7,12
B) Fraktur dinding orbita
Fraktur pada dinding orbita dan lantai orbita akibat pukulan dapat terjadi. Gejala klinis yang muncul
adalah disfungsi otot ekstraokuler.
C) Fraktur septum nasal
Sekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan fraktur septum nasal. Trauma pada hidung bagian
bawah akan menyebabkan fraktur septum nasal tanpa adanya kerusakan tulang hidung. Teknik yang
dilakukan adalah teknik manipulasi reduksi tertutup dengan menggunakan forceps Asch.
D) Fraktur lamina kribriformis
Merupakan predisposisi pengeluaran cairan cerebrospinalis, yang akan menyebabkan komplikasi
berupa meningitis, encephalitis dan abses otak.
LO.5.1 Definisi
Perdarahan intrakranial adalah perdarahan (patologis) yang terjadi di dalam kranium, yang mungkin
ekstradural, subdural, subaraknoid, atau serebral (parenkimatosa). Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada
semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain. 8-13% ICH menjadi
penyebab terjadinya stroke dan kelainan dengan spectrum yang luas. Bila dibandingkan dengan stroke iskemik
atau perdarahan subaraknoid, ICH umumnya lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat mayor. ICH
yang disertai dengan edema akan mengganggu atau mengkompresi jaringan otak sekitarnya, menyebabkan
disfungsi neurologis. Perpindahan substansi parenkim otak dapat menyebabkan peningkatan ICP dan sindrom
herniasi yang berpotensi fatal.
LO.5.2 Klasifikasi
Menurut (Tobing, 2011) perdarahan intrakranial diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak
difus.
Terjadinya cedera kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya rotasi dan translasi
yang menyebabkan bergesernya parenkim otak dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam. Maka
cedera kepala difus dikelompokkan menjadi :
o Kontsuio cerebri
o Edema cerebri
o Iskemia cerebri
1. Perdarahan Epidural
2. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang biasanya meliputi
perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu:
- Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.
3. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal
sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007).
4. Perdarahan Intraventrikular
5. Perdarahan Intraserebral
PENCITRAAN
Radiografi
o Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan vaskular cabang arteri
meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau vertex juga mungkin diamati.
CT-scan
o CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif dalam mendiagnosa perdarahan
epidural akut. Temuan ini khas. Ruang yang ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh
perlekatan dura ke skema bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi
tampilan lentikular atau bikonveks. Hidrosefalus mungkin muncul pada pasien dengan
perdarahan epidural fossa posterior yang besar mendesak efek massa dan menghambat
ventrikel keempat.
MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan cara ini kurang tepat untuk
mendeteksi perdarahan pada trauma akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika
meluas.
LO.5.4 Tatalaksana
Terapi Bedah
Saat ini, pengeboran eksplorasi burholes disediakan bagi pasien berikut ini :
Pasien dengan tanda-tanda lokalisasi menetap dan bukti klinis hipertensi intrakranial yang tidak
mampu mentolerir CT-scan karena instabilitas hemodinamik yang berat.