Anda di halaman 1dari 43

BAB III BAGIAN PRODUKSI

3.1 Perencanaan dan Pengendalian Produksi

Secara umum, perencanaan dan pengendalian produksi dapat diartikan sebagai


aktifitas merencanakan dan mengendalikan material yang masuk, proses,
sehingga barang yang keluar dari sistem produksi terpenuhi dan sesuai
permintaan pasar dengan jumlah yang tepat, waktu penyerahan yang tepat dan
biaya produksi yang minimum.

3.1.1 Perencanaan produksi

PT X melakukan perencanaan produksi berdasarkan pesanan konsumen kepada


manajer marketing. Setelah pesanan diterima oleh manajer marketing dan
disepakati oleh konsumen, pesanan tersebut dikoordinasikan kepada manajer
produksi yang kemudian akan diberikan kepada bagian PPC (Planning
Production and Control). Setelah itu, akan dibuat perencanaan oleh bagian PPC
sesuai dengan pesanan yang diminta.

Bagian PPC akan melakukan kerjanya setelah menerima pesanan dari


konsumen melalui bagian pemasaran dan dikoordinasikan dengan manajer
produksi. Kegiatan produksi akan berjalan sesuai dengan yang diinginkan
dengan adanya penjadwalan sebagai pengingat atau pembagian waktu
berdasarkan rencana pengaturan urutan kerja. Kegiatan perencanaan mesin dan
karyawan di PT X dilakukan oleh setiap kepala bagian untuk memadukan
kebutuhan dan persyaratan dalam urutan produksi dengan fasilitas yang
tersedia. Setelah kain selesai diproses produksi sesuai dengan order, maka kain
tersebut akan diperiksa oleh bagian inspecting untuk dilakukan pengecekan
dengan menentukan grade kain. Setelah memasuki bagian inspecting, kain
masuk ke bagian packing untuk dipasarkan dan diberikan kepada konsumen.
Gambar jalur penerimaan pesanan dapat dilihat pada gambar 3.1 halaman 22

3.1.2 Pengendalian produksi .

Pengendalian produksi dilakukan untuk menghasilkan produk dengan mutu yang


tepat, dalam jumlah yang tepat, pada saat yang tepat dengan menggunakan

21
metode terbaik paling minimum yang sesuai dengan perencanaan produksi.
Pengendalian produksi dapat dilakukan pada saat proses produksi berlangsung
oleh masing-masing kepala bagian dengan mengawasi jalannya proses produksi
agar sesuai dengan kartu proses yang telah dibuat oleh bagian PPC.

Sumber: Bagian PPC PT X Tahun 2019

Gambar 3.1 Jalur penerimaan pesanan di PT X

22
3.2 Produksi

3.2.1 Jenis dan jumlah Produksi

Jenis produksi yang dihasilkan oleh PT X yaitu benang dan kain denim. Benang
yang diproduksi oleh PT X adalah benang kapas dan campuran kapas rayon.
Benang yang dipakai untuk membuat kain denim ada yang diproduksi di PT X
namun ada juga yang berasal dari anak perusahaannya yaitu PT Wistex dan PT
Mercu Utama. Selain membuat kain denim, PT X juga menghasilkan benang
untuk digunakan sebagai bahan baku PT X dalam membuat kain denim. Benang
yang sedang diproduksi yaitu nomor (Ne1) 6, 7, 9, 10, 12, 14, 20, 24, 27, dan 30.
Jumlah rata-rata produksi benang dan kain denim yang dihasilkan setiap
bulannya bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Jumlah produksi penghanian (warping) PT X

No Bulan Produksi Denim (meter)


1. September 2019 18.519.085
2. Oktober 2019 19.294.755
3. November 2019 19.292.316
Total 57.106.153
Sumber : Bagian penghanian (warping) PT X, 2019

Tabel 3.2 Jumlah produksi pencelupan (dyeing) di PT X

No Bulan Produksi Denim (meter)


1. September 2019 1.534.985
2. Oktober 2019 1.681.509
3. November 2019 1.594.752
Total 4.811.246
Sumber : Bagian pencelupan (dyeing) PT X, 2019

Tabel 3.3 Jumlah produksi denim pertenunan (weaving) di PT X

No Bulan Produksi Denim (yard)


1. September 2019 1.642.145
2. Oktober 2019 1.577.963
3. November 2019 1.482.260
Total 4.702.268
Sumber : Bagian pertenunan (weaving) PT X, 2019

23
Tabel 3.4 Jumlah produksi denim penyempurnaan (finishing) di PT X

No Bulan Produksi Denim (yard)


1. September 2019 2.616.988.30
2. Oktober 2019 2.750.098.75
3. November 2019 2.753.396.54
Total 8.102.483.59
Sumber: Bagian penyempurnaan (finishing) PT X, 2019

3.2.2 Mesin dan tata letak

Pengaturan tata letak dan tata ruangan yang baik dan tepat dapat mendukung
kelancaran proses produksi guna meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja.
Pengaturan tata letak mesin yang baik memungkinkan proses produksi berjalan
secara lancar dan kontinyu serta tidak terjadi penumpukan bahan pada satu
posisi. Mesin-mesin produksi yang terdapat di PT X ditunjukkan pada Tabel 3.6
di bawah ini, sedangkan tata letak ruangan dan mesin di bagian persiapan
pertenunan (dyeing-sizing) , dapat dilihat pada Gambar 3.2 yang berada di
halaman 28.

Tabel 3.5 Daftar mesin produksi di PT X

Nama Merek/ Tah


No Jumlah Buatan Fungsi
Mesin Model un
Panon PL-
2 unit Taiwan 1996
84 Mengubah
Panon
Mesin 1 unit Taiwan 1997 bentuk gulungan
PLW 84 benang lusi dari
1 penghanian Taya Tipe:
(warping) 1 unit Taiwan 1991 cones ke dalam
500-Ends bentuk beam
She yang RRC hani
1 unit 2001
Zhionyi (China)

Mengubah
bentuk gulungan
Mesin Kamitzu dari cheese ke
2 pengelosan 1 unit Tipe: GA Jepang 2009 cones atau
(rewinding) 014 sebaliknya dan
menyesuaikan
volume benang

24
Table 3.5 Daftar mesin produksi di PT. X (lanjutan)

Panon
1 unit Tipe: Taiwan 1996
PLDS-81 Proses
Mesin - Panon PL- kontinyu:
1 unit Taiwan 1992
penganjian 81
3 merserisasi, ,
(dyeing- RRC
1 unit Wuxi Huali 2007 dan
sizing) (China)
penganjian.
Panon
1 unit Tipe: PL- Taiwan 2002
94
Gamma Proses
1 unit Belgia 2007 Pertenunan
220
Mesin tenun
4. rapier 122 Gamma
2009
(weaving) unit 190
62 Picanol
2002
unit GX
Menggintir
benang
Mesin
5. 6 unit - - 2007 poliester dan
interlace
spandex untuk
benang pakan
Setia
logam Memeriksa
Mesin 11
6. produk Indonesia 1995 cacat pada
inspecting unit
Tipe: SL- kain
160
Mesin bakar Proses
7. bulu (gas 1 unit Osthoff Jerman 1990 pembakaran
singeing) bulu
Monfortex
Proses
1 unit / Jerman 1997
Mesin sanforisasi
8. Foaming
sanforisasi
1 unit Monfortex Jerman 1990
Pengeringan
9. Mesin stenter 1 unit Monfortex Jerman 1990 dan
pelemasan
Mesin
Untuk
penyambung Oskar
10. 2 unit Jerman - menyambung
benang Fisher
antara benang
(tying)

Mesin rotary Proses


11. 3 unit - Indonesia 1999
washer pelusuhan kain

25
Table 3.5 Daftar mesin produksi di PT. X (lanjutan)

merangkap
benang yang
Mesin
12. 2 Unit Murata Jepang 1992 akan digintir
doubling
menjadi satu
(twisting)

Membuka
Mesin
13. 3 unit Trutzchler Jerman 1990 gumpalan
blowing
serat

menguraikan
serat,
Mesin Trutzchler/
14. 22 unit Jerman 1990 membentuk
carding TC-11
serat menjadi
sliver carding

meluruskan
serat dan
Mesin
15. 5 unit Trutzchler Jerman 1990 mensejajarkan
drawing
serat kearah
sumbu sliver
3 Unit
(400 menggulung
Mesin
16. spinder Rieter/R35 Jerman 2010 benang dalam
open end
per bentuk cheese
menit)
Sumber : Bagian maintenance PT X, 2018

26
3

1 4 5 6 7

13 12 11 10 9 14

Gambar tanpa skala

S
umber : Bagian persiapan pertenunan (dyeing-sizing) PT X, 2019
Gambar 3.2 Tata letak mesin bagian persiapan pertenuan (dyeing-sizing) PT X

Keterangan Gambar 3.2 :

1. Gudang benang
2. Kantor bagian persiapan pertenunan
3. Penyimpanan zat warna dan zat pembantu
4. Mesin dyeing-sizing Panon 4
5. Mesin dyeing-sizing Panon 2
6. Mesin dyeing-sizing Panon 1
7. Mesin dyeing-sizing Panon 3
8. Mesin winding/rewinding Kamitsu
9. Mesin penghanian Panon I
10. Mesin penghanian Panon II
11. Mesin penghanian Taya
12. Mesin penghanian She Yang Zhionyi
13. Mesin penghanian Panon III

14. Tempat penyimpanan beam

3.2.3 Proses produksi

Proses produksi adalah suatu usaha atau kegiatan untuk mengolah bahan baku
menjadi bahan siap pakai. Proses produksi di PT X meliputi proses pemintalan
(spinning), persiapan pertenunan (dyeing-sizing), pertenunan (weaving), dan
penyempurnaan (finishing). Proses produksi di PT X berdasarkan sistem
pemasaran yaitu menggunakan sistem pesanan dan lokal. Sistem pesanan di PT
X dimulai dari kesepakatan antara konsumen dan bagian marketing untuk
menentukan corak yang diinginkan. Sistem lokal PT X memiliki standar sendiri
sehingga konsumen dapat memilih sesuai contoh yang sudah ada. Selanjutnya,
bagian marketing memberikan pesanan ke bagian PPC. Setelah itu, bagian PPC
akan memberikan kartu proses kepada setiap bagian sehingga proses produksi

27
bisa berjalan sesuai pesanan tersebut. Urutan proses produksi di PT X untuk
pembuatan kain denim dibagi menjadi 4 bagian produksi yaitu :

- Bagian pemintalan (spinning)

PT X membuat benang lusi dari bahan kapas dan juga campuran kapas dan
rayon. Proses pemintalan terdiri dari pembukaan serat, pengarukan,
pelurusan serat dan pemintalan serat menjadi benang.

- Bagian persiapan pertenunan (dyeing-sizing)

Proses persiapan pertenunan dimulai dengan mempersiapkan benang lusi


dan pakan. Benang lusi dan pakan yang akan ditenun harus dipersiapkan
terlebih dahulu. Proses persiapan pertenunan tersebut terdiri dari
penghanian (warping), pengelosan (rewinding), perangkapan benang
(doubling), merserisasi, benang dan penganjian benang lusi, pencucukan
(drawing in), penyambungan (tying), penggintiran (twisting), dan proses
benang leno.

- Bagian pertenunan (weaving)

Proses pertenunan (weaving) adalah menyilangkan benang lusi yang


membujur dengan benang pakan yang melintang. Pada bagian pertenunan,
benang lusi dan benang pakan yang telah melalui proses persiapan
pertenunan ditenun menggunakan mesin tenun rapier.

- Bagian penyempurnaan (finishing)


Proses penyempurnaan (finishing) adalah proses yang dilakukan untuk
mengubah atau menyempurnakan kain dari tampilan, pegangan atau daya
guna kain. Proses penyempurnaan kain denim di PT X diantaranya
pembakaran bulu, sanforisasi foaming, penghilangan kanji dan pengerjaan
akhir meliputi pemeriksaan kain, pengepakan dan pemberian label/merek.

3.2.3.1 Bagian persiapan pertenunan

Proses persiapan pertenunan bertujuan untuk memperbaiki sebaik mungkin mutu


benang sehingga tidak timbul cacat pada proses selanjutnya. Selain itu, Bagian
persiapan pertenunan harus membuat gulungan benang dengan bentuk dan
volume yang sesuai. Proses persiapan pertenunan benang lusi dan pakan
meliputi proses penghanian (warping), pengelosan (rewinding), perangkapan
benang (doubling), merserisasi, pencelupan dan penganjian benang lusi,

28
pencucukan (drawing in), penyambungan (tying), penggintiran (twisting), dan
proses benang leno. Gambar diagram alir proses pembuatan kain dapat dilihat
pada Gambar 3.3 di halaman 29.

Proses persiapan pertenuan yang dapat dikerjakan dengan mesin dyeing-sizing


yaitu proses pembasahan, merserisasi, pencelupan, pencucian, pengeringan dan
penganjian benang lusi. Adapun proses kain grey hanya dilakukan merserisasi,
pencucian dan penganjian. Untuk skema mesin dyeing-sizing merek Panon
ditunjukan pada Gambar 3.5 di halaman 31. Prinsip kerja mesin dyeing-sizing ini
adalah sebagai berikut :

29
Benang Benang Benang lusi kapas grey (dari
Pakan Pakan Bagian Pemintalan)
Spandex Poliester/K
apas

Penghanian Pengelosan
(Warping)
Benang
Ganda
Twisting

Merserisasi

Pencelupan
Benang Penganjian

Pencucukan Penyambungan

Pertenunan

Pemeriksaan

Penyempurnaan

Pemeriksaan akhir

Packing

Keterangan : KainStretch

KainNon Stretch
Sumber: Bagian PPC PT X, 2019
Gambar 3.3 Diagram alir proses produksi pembuatan kain

30
Sumber: Bagian persiapan pertenunan (dyeing-sizing) PT X, 2019
Gambar 3.4 Skema mesin dyeing–sizing

Keterangan Gambar 3.4 :


1 Gulungan benang pada beam hani 9. Bak oksidasi
.
2 Rol-rol penghantar benang 10. Bak pembilasan
.
3 Bak merserisasi 11. Silinder pengering
.
4 Silinder penegang 12. Bak penganjian
.
5 Bak pembilasan 13. Ruang pengeringan benang
.
6 Bak larutan celup (zat warna 14. Rol-rol penegang benang
. indigo)
7 Rol-rol oksidasi (airing) 15. Bagian pemisahan benang
.
8 Bak larutan celup (zat w\\arna 16. Penggulungan benang pada
. belerang) beam tenun

Cara kerja mesin dyeing-sizing :

Pada mesin ini dillakukan proses secara kontinyu mulai dari proses
merserisasi, pencelupan, pencucian, pengeringan dan penganjian. Setiap
proses pencelupan zat warna akan menentukan urutan pada mesin ini.
Pengelompokan urutan proses berdasarkan zat warna yang dipakai antara
lain :

1. Benang dari gulungan beam hani (1), setelah melewati rol-rol penghantar

31
(2), benang masuk ke dalam bak merserisasi (jika 100% kapas) (3), dan
silinder penegang (4), kemudian dibilas dengan air bersih banyak 3 kali
(5).
2. Benang ditegangkan melalui rol-rol penegang, kemudian masuk ke dalam
7 bak celup untuk zat warna indigo (6).

3. Setelah pencelupan benang dioksidasi dengan cara airing (7).


4. Benang yang telah dicelup kemudian dibilas dengan air bersih sebanyak
3 kali bak (8 dan 9).
5. Setelah itu, benang dikeringkan dengan silinder pengering (11) untuk
kemudian benang masuk ke dalam larutan kanji (12).
6. Setelah penganjian, benang kembali dikeringkan dengan cara dilewatkan
pada ruang silinder pengering (13).

7. Setelah kering, benang tersebut akan melewati bagian rol-rol akumulator


untuk mengatur tegangan (14) yang membantu proses pemisahan
benang (15). Pemisahan benang dilakukan dengan menggunakan batang
rol pemisah dan sisir zig-zag (spliting), kemudian akhirnya digulung pada
beam tenun (16).

1. Penghanian (warping)

Pada proses penghanian (warping) dilakukan penggulungan benang dari bentuk


cones yang dipasang pada rak cones kemudian ditarik bersamaan dengan
kecepatan dan tegangan tertentu menjadi bentuk beam lusi dengan panjang,
lebar, dan jumlah lusi yang disesuaikan dengan corak dan konstruksi yang akan
diproduksi. Benang yang telah digulung dalam bentuk beam lusi akan disertai
dengan data proses yang berisi data-data benang grey meliputi jenis benang,
kondisi atau kualitasnya dan cacat-cacat lainya yang ditemukan saat proses
penghanian. Selain itu juga dilengkapi dengan kartu proses yang terdiri dari data-
data benang grey dan urutan proses yang harus dilakukan pada benang tersebut
sehingga akan mempermudah operator dalam bekerja. Syarat-syarat proses
penghanian diantaranya:

- Benang hasil gulungan harus sama panjang


- Letak benang-benang yang digulung harus sejajar
- Lebar gulungan pada beam tenun harus penuh
- Lebar benang yang digulung pada beam tenun harus sama dengan

32
lebar beam tersebut
- Lebar benang pada beam tenun harus lebih lebar dari sisir
- Lebar benang harus lebih dari panjang kain yang akan ditenun
- Permukaan benang hasil gulungan harus rata

Setiap corak mempunyai kebutuhan jumlah benang yang berbeda, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya kontruksi kain yang meliputi jenis
benang lusi, jenis benang pakan, nomor benang, panjang kain, lebar kain,
kerapatan pakan (density), dan anyaman. Corak kain yang diorderkan melalui
order penghanian (warping) ini akan ditulis secara gamblang di kartu proses
penghanian (warping) mengenai data-data corak tersebut, misalnya :

1. Nama mesin warping 6. Lot benang


2. Nomor mesin dyeing 7. Tempat asal material
3. Nama corak 8. Jumlah lusi (Total end)
4. Nomor set order 9. Kontruksi kain
5. Nomor benang

Corak kain yang sering diproduksi PT X adalah corak 1328 BTN. Sebelum
menghitung kebutuhan total benang per corak harus dihitung dulu panjang dan
berat 1 cones.

Misalnya :

Corak : 1328 BTN


Kontruksi : 14s x 27/4 x 74”
Total end : 6336 helai
Panjang : 33.000 meter
Jumlah beam : 12

Benang lusi 14s memiliki berat 1 cones 3 kg, jumlah cones dalam satu karung
terdiri dari 8 cones (1 karung = 8 cones = 24 kg).

Kebutuhan benangnya adalah :


 Menghitung Panjang 1 cones
Panjang (m) = 1693 × berat 1 cones × Ne1
= 1.693 x 3 × 14
= 71.106 m
Bila panjang yang diinginkan 33.000 m, berarti 1 cones bisa digunakan
untuk 2 beam*).

33
 Menghitung Jumlah Cones yang Akan Dipasang
Total Ends
Jumlah Benang Tiap Beam =
Set Beam
6336
=
12
= 528 helai = 528 cones

2. Pengelosan (rewinding)

Pengelosan (rewinding) merupakan proses untuk memperbaiki gulungan. Salah


satu fungsi pengelosan (rewinding) adalah menggulung benang dalam bentuk
dan volume yang sesuai dengan kebutuhan produksi. Proses pengelosan
(rewinding) sendiri dilakukan dengan menyambung sisa-sisa benang penghanian
dalam bentuk cones sampai menjadi suatu gulungan cones dengan berat
tertentu. Biasanya gulungan benang tersebut digunakan sebagai benang lusi
pada proses penghanian (warping) dengan nomor benang yang sama dan corak
yang sama. Selain itu juga bisa digunakan untuk benang pakan, atau benang
pinggiran pada pertenunan, yaitu benang leno.

3. Perangkapan benang (doubling)

Proses perangkapan benang (doubling) ini sama dengan mesin kelos biasa,
teknik kerjanya, bentuknya, hasilnya, dan peralatannya sama dengan mesin
kelos biasa. Perbedaan antara mesin rangkap dengan mesin kelos biasa hanya
pada perlengkapan stop-motion dan pengatur tegangan serta pembersih benang.

4. Penggintiran (twisting)

Penggintiran benang adalah proses penggintiran beberapa helai benang yang


sekaligus diberi puntiran atau twist tertentu pada panjang tertentu. Proses ini
dikerjakan salah satunya adalah pada persiapan benang pakan. Tujuan dari
proses pengintiran ini adalah untuk menambah kekuatan benang sehingga
proses selanjutnya dapat berjalan dengan lancar. Banyaknya benang yang
digintir disesuaikan dengan kebutuhan produksi kain. Untuk menghasilkan kain
denim stretch, jenis benang yang dirangkap adalah benang poliester dan benang
spandex.

34
5. Persepian Penyempurnaan (scouring)

Proses persiapan penyempurnaan adalah proses untuk meningkatkan daya


serap dan kilau benang kapas. Proses persiapan penyempurnaan dilakukan
terhadap 2 jenis benang grey yaitu kapas 100% dan rayon – kapas dan sebelum
benang tersebut dicelup dengan zat warna. Untuk kapas 100% menggunakan
proses merserisasi dengan konsentrasi NaOH yang digunakan oleh PT X untuk
merserisasi ada 2 macam, yaitu NaOH 5oBe yang akan dicelup dengan zat
warna bejana dengan warna biru dan 16oBe untuk kain kapas yang akan dicelup
dengan zat warna belerang larut yang berwarna hitam. Sedangkan untuk rayon –
kapas tidak menggunakan merserisasi tetapi hanya proses penyabunan saja
Proses ini dikerjakan pada mesin dyeing-sizing panon (gambar 3.5 halaman 31)

Resep merserisasi untuk kain kapas yang akan dicelup dengan zat warna
belerang (Sulphol Black) :
NaOH : 16oBe
Temperatur : 30oC (temperatur kamar)
Waktu : 20 detik
(Wet Pick Up) WPU : 70 %

Resep merserisasi untuk kain kapas yang akan dicelup dengan zat warna bejana
(Blue) :

NaOH : 5oBe
Temperatur : 30oC (temperatur kamar)
Waktu : 20 detik
(Wet Pick Up) WPU : 70 %

Fungsi zat merserisasi :

NaOH berfungsi untuk menggelembungkan serat kapas agar mengubah bentuk


serat kapas dari penampang melintangnya berbentuk ginjal menjadi bulat atau
lonjong.

6. Pencelupan (dyeing)
Merupakan proses pemberian warna pada bahan secara merata dan permanen
dengan menggunakan zat warna. Zat warna yang digunakan dalam benang lusi
adalah zat warna bejana biru (indigo Blue) dan zat warna belerang hitam
(Sulphol Black). Zat warna bejana tidak larut dalam air sehingga sebelum
dilakukan proses terlebih dahulu dibuat leuko zat warna yang larut dalam air

35
agar substantif terhadap serat. Leuko zat warna bejana biru dibuat dengan
mereduksikan zat warna bejana dengan Natrium hidrosulfit (Na2S2O4) dan
Natrium hidroksida (NaOH). Zat warna belerang yang dipakai oleh PT X sudah
berbentuk larut sehingga tidak dilakukan proses pembuatan leuko dengan
Natrium sulfida (Na2S) dan Natrium karbonat (Na2CO3).

Proses dengan zat warna bejana dilakukan pada temperatur kamar (30oC)
dengan speed mesin 16-20 m/menit, sedangkan proses dengan zat warna
belerang hitam dilakukan pada temperatur 90oC. Setelah itu dilakukan proses
oksidasi yang bertujuan untuk mengoksidasi zat warna kembali sehingga menjadi
pigmen zat warna yang tidak larut dan berwarna. Oksidasi leuko zat warna
bejana dilakukan dengan cara airing (oksidasi dengan udara), sedangkan untuk
leuko zat warna belerang, dioksidasi dengan cara direndam-peras dalam larutan
oksidator senyawa peroksida (Sky Oxidant) setelah itu dilakukan pembilasan
untuk menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi. Selain itu, terdapat pula
proses topping untuk memperoleh warna biru kehitaman (blue-black). Proses
benang dicelup dengan zat warna indigo biru (pad-airing dengan beberapa kali
perendaman) kemudian dicelup dengan zat warna belerang. Warna hitam
kebiruan (black-blue) awalnya dilakukan celup dengan zat warna belerang
kemudian dioksidasi dan dicuci, setelah itu dicelup dengan zat warna bejana.
Proses ini dikerjakan pada mesin dyeing-sizing Panon pada temperatur kamar
dan speed mesin 16-20 m/menit. Salah satu resep yang digunakan oleh PT X
untuk zat warna bejana corak 1328 BTN adalah sebagai berikut :
 Zat warna bejana blue : 2 g/L
 Na2S2O4 : 6 g/L
 NaOH 48oBe : 5 ml/L
 Zat anti migrasi (Stokovon) : 1 g/L
 Jumlah bak larutan celup : 7 bak (12.800 L)
 Temperatur : 30oC
 Waktu perendaman/bak : 25 detik
 Waktu airing/bak : 75 detik
 Wet Pick Up (WPU) : 70 %
 Speed mesin : 18 – 20 m/menit

Salah satu resep yang digunakan PT X untuk zat warna belerang adalah
sebagai berikut :

36
Fungsi-fungsi zat tersebut di atas adalah:
- Indigo blue adalah zat warna bejana jenis indigo yang memberikan warna
biru pada benang kapas.

- Na2S2O4 adalah reduktor yang digunakan untuk mereduksi zat warna indigo
sehingga larut dalam air.

- NaOH sebagai alkali kuat yang digunakan untuk proses reduksi dalam
pembentukan zat warna indigo dan belerang yang larut (leuko).

- Zat pendispersi (Stokovon) adalah zat anti migrasi yang berfungsi untuk
mencegah bermigrasinya zat warna indigo yang telah tercelup pada saat
padding.

Salah satu resep yang digunakan PT X untuk zat warna belerang adalah
sebagai berikut :

Resep :

 Zat warna belerang (Sulphol black) : 80 g/L


 NaOH 48oBe : 30 ml/L
 Reduction DP : 10 g/L
 Zat pendispersi (Teramol SF) : 2 g/L
 Zat anti migrasi (Solarine) : 2 g/L
 Jumlah bak larutan celup : 2 bak (± 3.600 L)
 Temperatur : 90oC
 Wet Pick Up (WPU) : 70 %

 Speed mesin : 16 – 18 m/menit

Resep Oksidasi :

 Senyawa peroksida (Sky Oxidant) : 20 ml/L


 Asam asetat 98 % (CH3COOH) : 15 ml/L
 Jumlah bak larutan oksidasi : 1 bak (± 1.800 L)
 Temperatur : 600C
 Waktu perendaman/bak : 25 detik
 Waktu airing /bak : 75 detik
 Wet Pick Up (WPU) : 70 %

 Speed mesin : 16 – 18 m/menit

37
Fungsi-fungsi zat tersebut di atas adalah:

- Sulphol black adalah zat warna belerang larut yang digunakan untuk
memberikan warna hitam pada benang kapas.

- Na2S2O4 adalah reduktor yang digunakan untuk mereduksi zat warna indigo
sehingga larut dalam air.

- NaOH sebagai alkali kuat yang digunakan untuk proses reduksi dalam
pembentukan zat warna indigo dan belerang yang larut (leuko).

- Zat pendispersi (Stokovon) adalah zat anti migrasi yang berfungsi untuk
mencegah bermigrasinya zat warna indigo yang telah tercelup pada saat
padding.

- Reduction DP berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi dini (premature


oxidation) dan reduktor zat warna belerang larut, zat ini berperan sebagai
reduktor lemah untuk menjaga kelarutan zat warna belerang larut.

- Zat anti migrasi (Solarine) adalah zat anti migrasi yang berfungsi untuk
mencegah bermigrasinya zat warna belerang yang telah tercelup pada saat
padding.

- Zat anti migrasi (Teramol SF) adalah zat pendispersi yang berfungsi untuk
mendispersikan zat warna dalam larutan celup secara merata (sebagai zat
perata).

- Senyawa peroksida (Sky Oksidant) adalah oksidator yang digunakan untuk


mengoksidasi zat warna belerang. Selain sebagai zat oksidator, Sky
Oksidant digunakan untuk mengoksidasi zat warna belerang menjadi pigmen
zat warna belerang yang tidak larut dan berwarna, juga dimaksudkan untuk
menghilangkan belerang bebas (efek bronzing).

- Asam asetat (sky acid) berfungsi untuk menetralisir sisa alkali pada benang
(setelah ) sehingga kondisi benang tidak terlalu alkalis.

7. Penganjian
Proses penganjian benang lusi bertujuan meningkatkan daya tenun sehingga
akan menghasilkan benang yang kuat dan tidak mudah putus terhadap gesekan-
gesekan pada saat dilakukan proses pertenunan. Proses penganjian ini
menggunakan kanji alam, dalam hal ini digunakan kanji alam yaitu kanji tapioka
yang sudah dimodifikasi. Selain kanji, ditambah pula wax / lilin untuk mengurangi

38
kekakuan benang hasil penganjian. Proses ini dilakukan pada temperatur 90 oC
dengan kecepatan mesin 16 – 20 m/menit dan konsentrasi 7-9 % (diukur dengan
menggunakan refactometer). Konsentrasi larutan kanji disesuaikan dengan
nomor dan ukuran benang yang digunakan.

Resep penganjian yang digunakan pada nomor corak 1328 BTN adalah :

- Kanji Tapioka (Vektor PB 01 B) : 75 g/L


- Wax/lilin (Terawax) : 4 g/L
- Wet Pick Up (WPU) : 70 %
- Kecepatan mesin dan suhu : 20 m/menit pada suhu 90oC
- Viskositas (laju alir) : 8 detik
- Refracto : 8%

Fungsi zat-zat tersebut, yaitu:

- Vektor PB 01 B merupakan modifikasi kanji tapioka, berfungsi untuk


membentuk lapisan film pada benang, agar dapat melindungi serat yang ada
pada permukaan benang agar tidak berbulu dan kekuatan benangnya
meningkat.
- Terawax merupakan wax/lilin untuk menjadikan permukaan licin pada
lapisan kanji.

Proses penganjian dilakukan langsung setelah proses pencelupan pada mesin


dyeing-sizing dengan sistem pengeringan menggunakan silinder pengering
(cylinder dryer) pada suhu 100℃ . Yang skemanya bisa dilihat di Gambar 3.5 di
halaman 31.

8. Pencucukan (drawing in)

Sebelum benang lusi pada beam ditenun, diperlukan proses pencucukan. Proses
pencucukan dipengaruhi oleh anyaman kain yang dibuat, alat pembentuk mulut
lusi pada tenun, dan jenis mesin tenun yang digunakan. Proses pencucukan
terdiri dari proses pemasukan benang lusi pada dropper, pemasukan benang lusi
pada gun-gun, dan pemasukan benang lusi pada sisir tenun. Kain yang memiliki
anyaman yang sama dengan anyaman yang diproduksi sebelumnya dan masih
terpasang di mesin, maka benang lusi yang tersisa di mesin cukup disambung
dengan benang lusi yang baru.

9. Penyambungan (Tying)

39
Penyambungan (tying) adalah proses menyambung benang lusi hasil proses
penganjian dengan benang lusi sisa hasil proses pertenunan sebelumnya yang
masih tercucuk pada dropper, mata gun, dan lubang sisirnya. Penyambungan
atau tying ini dilakukan jika kontruksi kain yang akan ditenun sama dengan
kontruksi kain yang sudah diproses pada mesin tenun, dengan kata lain
anyamannya tidak berubah dan pada corak yang sama. Proses penyambungan
dalam satu corak dapat menghabiskan waktu selama 90 menit.

10. Benang leno

Proses penyambungan (winding) benang leno bertujuan untuk mengubah bentuk


gulungan benang ke bentuk gulungan leno yang digunakan sebagai benang
pinggir pada pertenunan. Dinamakan benang leno karena benang tersebut
membentuk anyaman leno pada pinggiran kain. Pada benang leno jenis
anyamannya plat (polos) sehingga pinggiran kain lebih kuat dan lebih kencang.

3.2.3.2 Bagian pertenunan (weaving)

Setelah dilakukan persiapan terhadap benang lusi, maka dilakukan proses


pertenunan (weaving). Pertenunan (weaving) adalah proses pembuatan kain
dengan bahan baku benang, dengan cara menyilangkan benang yang membujur
(benang lusi) dengan benang pakan yang melintang. Mesin tenun yang
digunakan adalah mesin tenun rapier yang peluncuran benang pakannya
menggunakan suatu alat yang berbentuk pipih yang digerakkan secara kontinyu
dan mempunyai kait atau penjepit pada ujung bilahnya tersebut.

Prinsip kerja peluncuran benang pakan pada mesin tenun rapier adalah benang
pakan yang berada pada mesin satu sisi mesin tenun ditarik oleh rapier
pembawa dan dibawah ketengah kemudian dipindahkan benang pakan tersebut
ke rapier penerima kemudian rapier penerima bergerak mundur yang membawa
benang pakan kesisi mesin lainnya dan gerakan rapier bolak balik. Kelancaran
proses pertenunan sangat tergantung pada proses persiapan pertenunan,
apabila proses persiapan pertenunan menghasilkan benang dengan mutu yang
baik, maka pada proses pertenunan kemungkinan besar akan menghasilkan
hasil tenun yang baik pula.

3.2.3.3 Penyempurnaan (finishing)

Proses penyempurnaan (finishing) adalah pengerjaan akhir terhadap bahan

40
tekstil untuk mendapatkan nilai tambah atau memperbaiki sifat-sifat bahan
tersebut, sehingga didapat kain yang lebih baik dari proses sebelumnya. Proses
penyempurnaan untuk kain denim meliputi pembakaran bulu dan
penyempurnaan anti mengkeret (sanforisasi). Diagram alir proses
penyempurnaan kain denim dapat dilihat pada Gambar 3.6 di halaman 40.

41
Kain Denim
(Dari Pertenunan)

Pemeriksaan Awal (Inspecting)

Pembakar Bulu (Singeing)

Pelemasan Kain

Pemengkeretan Kain

Pemeriksaan Akhir

Penggulungan
dan
Pengepakan

Sumber: Bagian penyempurnaan (finishing) PT X, 2019


Gambar 3.5 Diagram alir proses penyempurnaan kain denim

a. Pembakaran Bulu

Pembakaran bulu merupakan proses penghilangan bulu-bulu yang terdapat pada


permukaan kain. Tujuan pembakaran bulu ini adalah untuk menghilangkan bulu-
bulu yang muncul pada permukaan kain sebagai akibat dari gesekan-gesekan
mekanik, regangan-regangan pada proses pertenunan, sehingga didapatkan
kain yang benar-benar rata, bersih dan kenampakan yang baik.

Proses pembakaran bulu dilakukan dengan cara melewatkan kain pada api
dengan besar nyala api tertentu, tergantung jenis kain yang dilewatkan. Nyala api
yang digunakan untuk proses pembakaran bulu tergantung pada bahan benang
pakan pada kain yang akan diproses. Apabila benang pakannya kapas maka
nyala api tajam dan pinggiran kain disemprot dengan spray, sedangkan apabila
benang pakannya poliester maka nyala api tidak tajam.

Kecepatan proses pembakaran bulu disesuaikan dengan konstruksi dan jenis


kain yang akan diproses. Berdasarkan SOP mesin bakar bulu yang terdapat di
bagian finishing PT X, kain yang terbuat dari benang lusi kapas dan benang
pakan kapas diproses dengan kecepatan 60 meter/menit, sedangkan kain yang

42
terbuat dari benang lusi kapas dan benang pakannya poliester diproses dengan
kecepatan 80 meter/menit.

Berdasarkan konstruksi kainnya, ada kain plat, kain anyaman keper (twill), dan
kain anyaman satin. Kain plat dilakukan pembakaran pada dua sisi yaitu atas
dan bawah, sedangkan konstruksi kain dengan anyaman twill dan satin
pembakaran bulu hanya pada bagian permukaan kain saja. Skema jalannya kain
pada mesin bakar bulu dapat dilihat pada Gambar 3.7 di bawah ini.

Sumber: Bagian Finishing PT X, 2019


Gambar 3.6 Skema jalannya kain pada mesin bakar bulu (Osthoff-senge

Keterangan Gambar 3.6 :


1. Kain yang akan proses 7. Tungku api (Burner)
2. Cloth guider 8. Ruang penyikat II
3. Rol-rol penegang (Tension 9. Rol penyikat
10. Rol-rol penegang (Tension roll)
roll)
11. Plaiter
4. Ruang penyikat I 12. Kain yang telah diproses
5. Rol penyikat
6. Ruang pembakaran
Cara kerja mesin bakar bulu adalah sebagai berikut :

- Kain dari gulungan kain (1) akan ditarik dan dibuka oleh cloth guider (2) yang
berfungsi mencegah lipatan pada kain, kain yang sudah dibuka oleh cloth
guider akan dilewatkan pada rol pengatur tegangan kain (3), kemudian
masuk ke dalam ruang penyikat I (4) dan akan diproses dengan rol penyikat
(5) yang berfungsi untuk membersihkan kotoran yang masih menempel pada
permukaan hasil proses tenun (weaving) dan membuat bulu berdiri pada
permukaan kain sehingga mudah terbakar.
- Selanjutnya kain masuk ke ruang pembakaran bulu (6) yang terdiri dari 2
buah tungku api (7) sehingga bulu-bulu pada kedua permukaan kain

43
terbakar. Jika pembakaran bulu hanya dilakukan pada satu permukaan,
maka salah satu pembakarannya dapat di-non-aktifkan.
- Kain dilewatkan ke ruang penyikat II (8) dan akan diproses dengan rol
penyikat (9) untuk membersihkan sisa-sisa pembakaran yang masih
menempel pada permukaan kain sehingga kain menjadi lebih bersih.

- Selanjutnya kain dilewatkan pada rol-rol penegang (10), melewati plaiter (11)
kemudian kain sudah siap dilakukan proses selanjutnya (12).

b. Pelemasan Kain

Proses pelemasan bertujuan untuk mengurangi kekakuan, memberikan


pegangan yang tebal, lembut, kilau pada kain, mengatur lebar kain, dan
memberikan kelembaban pada kain untuk mempermudah proses sanforisasi.
Proses ini dilakukan setelah kain melalui proses pembakaran bulu karena pada
umumnya setelah dilakukan proses pembakaran bulu kain menjadi kaku.

Proses pelemasan kain di PT X ada 2 proses, yaitu dilakukan secara simultan


dengan proses sanforisasi menggunakan media busa dan menggunakan media
air pada mesin stenter. Mekanisme pelemasan dengan media busa adalah kain
dilewatkan diantara silinder dan selimut karet (blanket) yang telah dilapisi busa
pelemas sehingga busa pelemas (proses foaming) akan berpindah ke kain
dengan adanya tekanan, kemudian kain melewati uap panas yang dihasilkan
oleh rol steamer sehingga busa dapat meresap pada kain. Skema jalannya kain
pada proses pelemasan dengan media busa ditunjukan pada Gambar 3.9
halaman 45, sedangkan mekanisme pelemasan dengan media air adalah kain
dilewatkan pada bak yang berisikan zat pelemas lalu diperas dengan rol padder
sehingga zat pelemas meresap pada kain. Skema jalannya kain pada proses
pelemasan dengan media air di mesin stenter ditunjukan pada Gambar 3.8

halaman 44 .

44
Sumber : Bagian Penyempurnaan (Finishing) PT X, 2019

Gambar 3.7 Skema jalannya kain di mesin stenter (Bianco Monfortex)

Keterangan Gambar 3.7 :


1. Kain yang akan diproses
2. Cloth guider
3. Bak saturator
4. Padder
5. Rol karet
6. Rol diagonal
7. Tension roll
8. Klep stenter
9. Chamber
10. Plaiter
11. Kain setelah proses

Resep pelemasan dengan media busa (foam) yang digunakan di PT X pada


mesin sanforisasi adalah :

Pembasah (Galafon) : 12 g/L


Softener (Galasoft) : 2 g/L
Larutan : 500 liter
Temperatur : 30 0C
WPU : 80%

c. Penyempurnaan Anti Mengkeret (Sanforisasi)

Proses penyempurnaan anti mengkeret (sanforisasi) pada kain denim dilakukan


secara mekanik. Tujuan dari proses penyempurnaan ini adalah membuat kain
memiliki daya mengkeret yang sesuai dengan keinginan konsumen sehingga
stabilitas dimensi kain menjadi lebih baik dan tidak akan menyusut kembali
setelah proses pencucian.

Mekanisme proses sanforisasi di PT X adalah kain dilembabkan dengan busa


pelemas yang mengandung zat pembasah sehingga keadaan serat
mengembang, setelah itu kain dilewatkan pada steamer untuk meratakan zat
pada kain dan juga sebagai pengatur kelembaban kain, kain dilewatkan pada rol
diagonal untuk diatur kemiringan kainnya dan dilewatkan pada klep stenter untuk
mendapatkan lebar kain yang sesuai dengan permintaan, kemudian kain
dilewatkan di antara selimut (rubber belt) dan silinder panas yang akan
menyebabkan kain mengalami penyusutan pada arah lusi dan pakan. Setelah

45
itu, kain dimasukkan ke dalam alat pengering kalender palmer agar mengkeret
yang sudah dialami oleh kain tersebut tetap stabil. Skema jalannya kain pada
proses penyempurnaan sanforising ditunjukan pada Gambar 3.8 di halaman 44.

Sumber: Bagian finishing PT X, 2019

Gambar 3.8 Skema jalannya kain pada mesin sanforisasi

Keterangan Gambar 3.9 :


1. Kain yang diproses 10. Padder I & II
2. Cloth guider 11. Rol diagonal
3. Tension roll 12. Klep stenter
4. Doctor knife 13. Silinder pemanas
5. Busa pelembab dan pelemas kain 14. Rubber belt
6. Selimut foaming 15. Selimut calendaring
7. Silinder foaming 16. Silinder pengering Palmer
8. Dancing roll 17. Pengatur pelipatan kain (plaiter)
9. Steamer 18. Kain hasil proses sanforisasi

Cara kerja mesin sanforisasi adalah sebagai berikut :

- Kain yang telah diproses bakar bulu (1) dilewatkan pada rol-rol pengantar
dan juga dilewatkan pada cloth guider (2) yang berfungsi untuk membuka
kain, lalu dilewatkan pada tension roll (3) yang merupakan rol pengatur
tegangan kain.

- Kain dilewatkan pada selimut foaming (6) dan digulung pada silinder foaming
(7) agar zat pelemas yang terdapat pada busa meresap pada kain.

- Kain dilewatkan pada steamer (9) untuk meratakan zat pada kain dan juga
sebagai pengatur kelembaban kain.

- Kain dilewatkan pada padder (10), lalu dilewatkan pada rol diagonal (11)
untuk mengatur kemiringan kain dan selanjutnya dilewatkan pada klep
stenter (12) untuk mendapatkan lebar yang diinginkan.
- Kain dilewatkan diantara silinder panas (13) dan rubber belt (14) untuk

46
memengkeretkan kain ke arah lusi dan pakan.
- Kain dikeringkan dengan melewatkan kain pada selimut pengering (15),
selanjutnya dilipat dengan pengatur pelipat kain (plaiter) (17)

Untuk skema unit pemengkeretan kain pada mesin sanforisasi yang ditunjukan
pada Gambar 3.9 di bawah ini.

Sumber: Bagian Finishing PT X, 2019

Gambar 3.9 Skema unit pemengkeretan kain pada mesin sanforisasi monfortex

d. Penghilangan Kanji

Proses penghilangan kanji bertujuan untuk menghilangkan kanji yang ada pada
kain sehingga kain denim tidak kaku. Dalam proses penghilangan kanji tersebut
digunakan enzim sebagai zat penghilang kanji. Enzim penghilang kanji ini
termasuk dalam jenis amilase. Prinsip kerja enzim amilase dalam menghilangkan
kanji adalah dengan jalan menghidrolisa amilosa atau amilopektin pada kanji
menjadi glukosa yang larut dalam air.

Proses penghilangan kanji di PT X hanya dilakukan pada skala laboratorium


untuk kain sampel sebagai contoh bagi konsumen dengan mesin rotary washer,
tetapi kadang-kadang proses ini juga dilakukan pada skala produksi sesuai
dengan permintaan pembeli menggunakan mesin washing seperti pada Gambar
3.10. Setelah proses penghilangan kanji selesai, kain dibilas dengan air bersih,
diperas, kemudian dikeringkan.

Resep yang digunakan pada proses penghilangan kanji skala produksi di PT X


adalah sebagai berikut:

 Enzim (Terrazym 110) : 12 g/L

47
 Pembasah (Perlavin NSA) : 4 g/L
 Suhu : 50-60 oC
 Kecepatan Mesin : 40-45 m/menit
 Larutan : 500 Liter (stock per tangki)
 WPU : 80%

Fungsi zat- zat tersebut adalah sebagai berikut:

 Enzim (Terrazym 110) yaitu enzim jenis amilase yang digunakan untuk
menghilangkan kanji pada kain denim.

 Pembasah (Perlavin NSA) digunakan untuk menurunkan tegangan


permukaan antara larutan dan bahan sehingga enzim dapat masuk ke
dalam serat.

Sumber: Bagian Finishing PT X, 2019

Gambar 3.10 Mesin penghilang kanji (Desizing)

Cara kerja mesin penghilang kanji (Desizing) adalah sebagai berikut :

 Kain yang akan diproses (1) dilewatkan pada rol-rol pengantar dan tension
roll (2) yang merupakan rol pengatur tegangan kain, kemudian kain
dilewatkan pada cloth guider (3) yang berfungsi untuk membuka kain agar
kain tidak terlipat

 Kain dilewatkan ke dalam bak pertama yang berisi enzim dan pembasah
(4a) untuk menghilangkan kanji yang terdapat pada kain

 Setelah itu, kain dilewatkan ke rol bengkok (5a) agar kain terbuka

 Kain diperas dengan cara melewatkan kain ke rol padder (6)

 Lalu kain dilewatkan ke bak kedua (4b) dan bak ketiga (4c) yang berisi enzim

48
dan pembasah, lalu kain diperas menggunakan rol padder

 Kemudian kain dibilas sebanyak 6 kali dengan cara melewatkan kain ke


dalam bak yang berisi air (7)

 Kain dikeringkan dengan melewatkan kain ke silinder pengering (8) dan


melewati dancing roll (9) yang berfungsi sebagai penyeimbang untuk
menstabilkan jalannya mesin

 Selanjutnya kain dilipat dengan pengatur pelipat kain (plaiter) (11)

e. Penggulungan

Kain hasil pemeriksaan di mesin inspeksi, kemudian diukur panjangnya untuk


menentukan jarak pemotongan kain tiap helai sesuai dengan standar yang
diminta oleh pemesan. Standar ukuran panjang kain tiap helai adalah 100 yard.
Setelah itu, kain digulung dengan menggunakan mesin penggulung (rolling).
Gulungan kain tersebut kemudian diberi label dan selanjutnya dikemas ke dalam
plastik. Kain hasil pengepakan ini dikirim ke gudang dan akhirnya dikirim ke
pemesan.

3.2.4 Sarana penunjang produksi

Sarana penunjang produksi yang dibutuhkan oleh perusahaan tekstil diantaranya


adalah tenaga listrik, tenaga uap, pengolahan air proses dan limbah,
laboratorium, dan gudang.

3.2.4.1 Tenaga listrik

Untuk melancarkan pelaksanaan proses produksi, salah satu sarana penunjang


yang tidak bisa ditinggalkan yaitu kebutuhan tenaga listrik. Tenaga listrik yang
dibutuhkan untuk mesin-mesin produksi dan operasional PT X berasal dari
perusahaan listrik negara (PLN) dan generator dengan rincian penggunaan
energi listrik pada tabel 3.7 di bawah ini

Tabel 3.7 penggunaan energi di PT X

Sumber
Jenis Pemakaian/bul
No Kapasitas Terpasang (Perum/Captiv
Energi an
e)
1. Listrik PLN MS : 1.110 kVA 423.400 kWh PT PLN
(Persero)
BN I : 555 kVA 79.320 kWh
BN II : 555 kVA 152.600 kWh

49
BU : 1.385 kVA 606.000 kWh

2. Listrik 2 x 500 kVA Cadangan Sendiri


Generator

Sumber: Bagian utility PT X, 2019

Keterangan:
- kVA = kilo Volt Ampere
- kWh = kilo Watt hour

3.2.4.2 Tenaga uap

Mesin-mesin produksi terutama pada bagian persiapan pertenunan (dyeing-


sizing) dan bagian penyempurnaan (finishing) memerlukan energi panas.
Perincian ketel uap seperti pada Tabel 3.8 di bawah ini:
Tabel 3.8 Data ketel uap PT X

Tekanan Uap
No Merek Mesin Bahan Bakar Kapasitas (kg/jam)
(kg/cm2)
1 Omnical Batu Bara 10.000 6–7
2 Standar Kessel Batu Bara 3.250 6–7
Sumber: Bagian Utility PT X, 2019

3.2.4.3 Pengolahan air proses dan limbah

Air proses di PT X diambil dari dua sumber air yaitu dari air sumur dengan
menghasilkan air sebanyak 1.000 m3/hari dan air Sungai Cigugur dengan
menghasilkan air sebanyak 4.000 m3/hari, sehingga keseluruhan air yang
dihasilkan sebanyak 5000 m3/hari. Skema distribusi air di PT X dapat dilihat
dalam gambar 3.11 di bawah ini.

Air dari sumur bor ini digunakan untuk kebutuhan ketel uap (boiler) dan rumah
tangga (pabrik dan penduduk sekitar). Penggunaan air sumur bor untuk
kebutuhan rumah tangga pabrik (non produksi) dan masyarakat sekitar hanya
ditampung dalam bak penampungan kemudian langsung dipergunakan,
sedangkan untuk kebutuhan boiler, air dari sumur tersebut diproses kembali
sehingga mempunyai tingkat kesadahan 0° dH. Proses pelunakan kesadahan air
ini menggunakan zat penukar ion yaitu zeolit.

50
Sumber air permukaan di PT X digunakan untuk kebutuhan air proses. Sebelum
digunakan, air permukaan ini harus diolah secara kimia dan fisika terlebih dahulu
agar memenuhi syarat air proses.

Sumber: Bagian utility PT X, 2019


Gambar 3.11 Distribusi penggunaan air di PT X

Proses pengolahan air permukaan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Proses pengambilan air dari sungai dengan menggunakan pompa yang


selanjutnya dialirkan pada bak pengolahan air setelah melewati penyaringan.

2. Proses penetralan air dengan menambahkan natrium karbonat (Na 2CO3)


untuk menetralkan air sungai, tetapi bila pH air sudah netral (pH 6-7) maka
penambahan Na2CO3 tersebut tidak diperlukan lagi.

3. Proses pengendapan dilakukan setelah air tersebut dinetralkan. Air dialirkan


ke bak-bak pengendapan dimana partikel-partikel padat dan kotoran yang
terbentuk akan mengendap. Pada bak koagulasi ini dimasukkan koagulan
yaitu aluminium sulfat (Al2(SO4)3) yang berfungsi untuk memisahkan zat-zat
yang tidak dibutuhkan dalam penggunaan air bersih, kemudian dilakukan
pengadukan dengan kecepatan putaran tinggi (100 rpm). Di bak terakhir
ditambahkan kuriflok sebagai zat flokulan dengan kecepatan putaran rendah
(20 rpm).

4. Hasil pengolahan air proses tersebut disalurkan dari menara air melalui pipa
yang digunakan untuk keperluan produksi antara lain: dyeing-sizing,
sanforisasi dan lain-lain.

Skema proses pengolahan air sungai untuk keperluan proses produksi dapat
dilihat dalam gambar 3.12 di bawah ini:

Air sungai

Penyaringan
51

Penetralan
Pengendapan

Bak penampungan air Air untuk keperluan


bersih produksi

Sumber: Bagian utility PTX, 2019


Gambar 3.12 Diagram alir proses pengolahan air sungai untuk keperluan proses
produksi di PT X

3.2.4.4 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Pengolahan air limbah adalah suatu proses penghilangan atau penguraian zat
pencemar yang terkandung dalam air limbah sehingga air buangan tersebut
aman bagi lingkungan. Pengolahan air limbah yang dilakukan di PT X ditujukan
untuk mengolah air bekas proses produksi dan limbah domestik. Air proses
produksi dan limbah domestik diproses sampai siap untuk dibuang dan tidak
mengganggu serta mencemari lingkungan hidup.

Tahap awal yang dilakukan air bekas produksi sebelum dibuang ke Sungai
Cigugur limbah cair tersebut harus diolah dahulu untuk mengurangi beban
pencemaran bagi lingkungan. Tujuan dibangun IPAL PT X adalah agar air
buangan dari saluran pabrik tidak mencemari lingkungan, tidak mengganggu
kesehatan, kenyamanan dan kesejahteraan karyawan serta masyarakat sekitar
pabrik. Pengolahan air limbah yang dilakukan PT X adalah pengolahan secara
fisika dan kimia. Pengolahan fisika yaitu dengan penyaringan dan pengendapan.
Pengolahan kimianya dengan cara koagulasi dan flokulan. Tahapan proses pada
pengolahan limbah PT X yaitu:

- Bak penyaring

Bak yang pengerjaannya dengan cara menyaring berfungsi memisahkan


serat-serat, plastik, mencegah terjadinya penyumbatan pipa-pipa dan
pompa-pompa, penyumbatan sistem penyambungan, pengumpulan serta
penggarukan.

52
- Bak ekualisasi

Air buangan hasil dari keseluruhan proses produksi ditampung dalam


sebuah bak ekualisasi untuk menghomogenkan air buangan sehingga dapat
mengurangi beban organik.

- Tangki koagulasi

Dalam tangki koagulasi ini terjadi penambahan bahan kimia Fero sulfat
(FeSO4) dan kapur (CaO) sebagai koagulan, kemudian dilakukan
pengadukan putaran mixer berkecepatan tinggi. Di bak terakhir,
ditambahkan polimer kuriflok sebagai zat flokulan dengan kecepatan
putaran rendah.

- Bak pengendapan

Flok-flok yang terbentuk dibiarkan mengendap pada bak pengendapan.


Lumpur yang terbentuk dialirkan dari bak pengendapan ke bak
penampungan lumpur setiap 1 jam sekali pada keadaan normal. Pengaliran
lumpur ini disesuaikan dengan kondisi air buangan pada bak pengendapan
maupun kondisi bak penampungan lumpur, apabila bak penampungan
lumpur dalam kondisi penuh maka lumpur tidak dapat dialirkan, tetapi bila
lumpur di bak pengendapan terlalu tinggi, lumpur harus segera dialirkan.

- Bak penyaringan II

Air hasil pengolahan sebelum dialirkan ke penampungan air, maka harus


disaring menggunakan empat lapisan filter. Lapisan pertama yaitu batu
kerikil, kedua yaitu lapisan pasir aktif, ketiga yaitu kain tipis (kelambu) dan
lapisan terakhir adalah lapisan pasir karbon aktif.

- Bak kontrol pH

Air hasil penyaringan kemudian diukur derajat asam atau basa (pH) untuk
mencapai nilai 6,0 – 9,0.

a. Bak penampungan akhir

Overflow dari air buangan selanjutnya dialirkan menuju kolam akhir sebelum
dibuang ke sungai.

b. Pengolahan lumpur.

Pada bak penampungan lumpur terjadi pengadukan dan pengentalan lumpur

53
dengan menggunakan baling-baling pengaduk sebelum lumpur dialirkan ke
sistem pengolahan lumpur berikutnya. Lumpur-lumpur tersebut dikeringkan
dan dipadatkan. Lumpur padat dimasukkan ke dalam karung kemudian
ditampung di lahan kosong yang kedap air (di sebelah IPAL), untuk
selanjutnya ditangani oleh pihak pengolahan limbah B3.

Tabel 3.9 Hasil pengolahan air limbah PT X

Hasil
No Parameter Satuan Outle Baku Mutu*
Inlet
t
1. pH - 10 7,1 6,0 – 9,0
2. Total Padatan
mg/L 90 35 50
Tersuspensi (TSS)
3. BOD5 mg/L 96 40 60
4. COD mg/L 376 124 150
5. Fenol mg/L 0,02 Ttd 0,5
6. Krom Total (Cr) mg/L 1,5 Ttd 1,0
7. Amonia Total (NH3-N) mg/L 0,5 0,3 8,0
Tabel 3.9 Hasil pengolahan air limbah PT X (lanjutan)

8. Sulfida mg/L 0,03 Ttd 0,3


9. Minyak mg/L 0,2 Ttd 3,0
Sumber: Bagian utility PT X, 2019

Keterangan :
Ttd : Tidak terdeteksi * : SK Gubernur Jawa Barat No 6 tahun 1999
Untuk diagram alir proses pengolahan air buangan dari produksi akan
dtampilkanpada Gambar 3.13 di bawah ini.

54
Sumber: Bagian utility PT X, 2019

Gambar 3.13 Diagram alir proses pengolahan air buangan PT X

3.2.4.5 Laboratorium

Laboratorium di PT X salah satu aktivitasnya adalah untuk mengetahui kualitas


kain denim apabila diproses lebih lanjut (biasanya proses tersebut dilakukan di
industri garmen). Pengerjaan di laboratorium ini hanya dilakukan dalam jumlah
kecil (sekitar dua yard), karena hasilnya hanya digunakan sebagai contoh bagi
konsumen. Proses-proses yang dilakukan meliputi penghilangan kanji
menggunakan enzim, bio washing, pencucian danpembilasan.

PT X tidak memiliki fasilitas penandingan warna yang menggunakan mesin


Computer Colour Matching sehingga proses pencarian warna dilakukan secara
visual. Hasil proses pelusuhan yang disepakati oleh konsumen akan menjadi
resep standar Bagian R & D.

55
c. Laboratorium pengujian benang

Laboratorium pengujian benang berfungsi untuk menguji karakteristik benang


hasil proses pemintalan sebelum dikirim ke bagian pertenunan (weaving). Mesin
yang ada di laboraturium Bagian Pemintalan PT X adalah mesin kekuatan tarik
benang (Asano).

d. Laboratorium pengujian penghilangan kanji

Proses penghilangan kanji bertujuan untuk menghilangkan kanji yang ada pada
kain sehingga kain denim tidak kaku. Dalam proses penghilangan kanji tersebut
digunakan enzim sebagai zat penghilang kanji. Enzim penghilang kanji ini
termasuk dalam jenis amilase. Prinsip kerja enzim amilase dalam menghilangkan
kanji adalah dengan jalan menghidrolisa amilosa atau amilopektin pada kanji
menjadi glukosa yang larut dalam air.

Proses penghilangan kanji di X hanya dilakukan pada skala laboratorium untuk


kain sampel sebagai contoh bagi konsumen. Proses pengerjaanya dilakukan
pada mesin rotary washer. Setelah proses penghilangan kanji selesai, kain
dibilas dengan air bersih dan diperas, kemudian dilakukan pengujian kemiringan
kain denim.

e. Bio washing

Proses bio washing bertujuan untuk acuan kepada konsumen yang mendapatkan
efek kain denim yang mempunyai sifat seperti sudah dicuci berulang-ulang, efek
lusuh, pegangan lembut dan tebal, tetapi tidak keras dan kaku. Efek warna lusuh
yang diperoleh pada proses Bio Washing adalah akibat dari proses degradasi
enzimatik dengan jalan menghidrolisa serat selulosa (pada bagian
permukaannya).

Pada pengerjaan Bio washing menggunakan enzim selulase. Penggunaan enzim


dikerjakan pada suhu 55oC dan pH 5,0 – 6,0 (pengaturan pH dilakukan dengan
penambahan asam asetat 98 %) dengan waktu 35-55 menit. Pengerjaan dengan
waktu 30 menit untuk kain denim yang berwarna hitam, sedangkan pengerjaan
dengan waktu 55 menit untuk kain denim yang berwarna biru karena mempunyai
ketahanan luntur yang baik. Contoh resep yang digunakan pada proses bio
washing menggunakan enzim selulase untuk corak 1328 BTN adalah sebagai
berikut :

 Enzim Selulase (BIO) : 2 g/L

56
 Asam Asetat 98 % : pH 5
 Suhu : 55oC
 Waktu : 45 menit
 Vlot : 1 : 10

Fungsi zat yang digunakan pada proses bio washing adalah :

 Enzim selulase merupakan enzim tipe asam yang berfungsi untuk


menghidrolisa permukaan serat selulosa sehingga menghasilkan efek
lusuh pada kain denim.
 Asam asetat berfungsi sebagai pemberi suasana asam pada pelusuhan
kain denim. Prosesnya dilakukan pada mesin rotary washer. Setelah
proses bio washing selesai, kain dibilas dengan air bersih, diperas lalu
dikeringkan.

3.2.4.6 Pergudangan

Gudang merupakan salah satu tempat yang menunjang kebutuhan produksi


yang dapat digunakan untuk menyimpan bahan baku, bahan pembantu serta
untuk menyimpan produk jadi (kain denim) yang siap dikirim kepada konsumen.

PT X memiliki empat macam gudang, antara lain:

- Gudang bahan baku yaitu berfungsi untuk menyimpan bahan baku produksi
seperti benang kapas, benang poliester dan benang spandex.

- Gudang suku cadang yaitu berfungsi untuk menyimpan suku cadang (spare
part) mesin-mesin produksi, mesin-mesin penunjang produksi atau mesin-
mesin yang lama sudah tidak berproduksi serta pelumas mesin.

- Gudang zat kimia yaitu tempat menyimpan zat-zat kimia dan zat warna yang
dipergunakan dalam proses produksi.

- Gudang jadi yaitu berfungsi untuk menyimpan kain (hasil produksi) sebelum
selanjutnya dipasarkan atau dikirim ke pemesan.

3.3 Pemeliharaan dan perbaikan mesin

3.3.1 Pemeliharaan mesin

Pemeliharaan mesin di PT X dilakukan oleh 2 bagian yaitu:

57
- Bagian utility yang bertugas memeriksa, memelihara dan memperbaiki
peralatan yang menunjang proses produksi seperti pengolahan air untuk
produksi, ketel uap, pendingin (air conditioner), dan segala yang berkaitan
dengan listrik.
- Bagian perawatan (maintenance) yang bertugas memeriksa, memelihara, dan
memperbaiki peralatan pada mesin-mesin produksi, terutama dalam mekanika
mesin.

Pemeliharaan mesin antara lain bertujuan untuk:


- Mencegah kerusakan mendadak saat mesin sedang berjalan.
- Menjaga dan memelihara agar efisiensi mesin tetap tinggi.

Pemeliharaan yang dilakukan di PT X yaitu Pemeliharaan Pencegahan


(Preventive Maintenance) yang merupakan pemeliharaan yang bersifat
pencegahan, untuk menghindari kerusakan mesin, kegiatan ini meliputi
pembersihan (cleaning), pelumasan (oiling), dan scouring yang merupakan
kegiatan pembersihan secara menyeluruh yang meliputi pembersihan,
pemeriksaan, dan penyetelan mesin.

3.3.2 Perbaikan mesin

Perbaikan mesin di PT X dilakukan jika terjadi kerusakan pada mesin dan harus
diganti suku cadangnya oleh yang baru dan yang rusak akan dibawa ke bengkel
untuk diperbaiki. Perbaikan mesin di perusahaan ini meliputi :
- Perbaikan setelah kerusakan (corrective maintenance)
Kegiatan ini meliputi perbaikan dan pengantian bagian yang rusak pada
mesin, apabila terjadi kerusakan.
- Pembongkaran mesin (overhaul)
Kegiatan dimana seluruh bagian mesin dibuka, dibersihkan, dan bagian yang
rusak diperbaiki atau diganti, diberi pelumas dan diatur kembali untuk
mengembalikan kondisi mesin dalam keadaan normal.

3.4 Pengendalian mutu

Pengendalian mutu adalah semua aktivitas yang diperlukan untuk mencapai


tujuan jangka panjang yang efisien dan ekonomis. Pengendalian mutu menurut
M. Juran meliputi empat (4) fungsi yaitu Plan-Do-Check-Action dimana Plan
merupakan perencanaan yang menyatakan tujuan yang jelas dan item apa yang

58
akan dikontrol. Do merupakan menjalankan pengopersian sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Check merupakan pemeriksaan apakah target
telah mencapai mutu. Action merupakan apabila terjadi penyimpangan dilakukan
tindakan perbaikan. Adapun tindakan yang meliputi action pada pengendalian
mutu adalah sebagai berikut :

3.4.1 Raw material

Seiring meningkatnya permintaan pembuatan kain diantaranya kain denim, maka


untuk memperlancar ketersediaan bahan baku untuk proses produksi yaitu
benang kapas yang digunakan sebagai benang lusi, PT X mendirikan bidang
pemintalan (spinning) 1 dengan bahan baku rayon-kapas dan pemintalan
(spinning) 2 dengan bahan baku kapas, sedangkan benang pakan dibeli dari
perusahaan lain di dalam negeri. Benang pakan yang digunakan adalah
polyester, spandex, campuran polyester-spandex, campuran kapas-polyester
dan kapas-spandex.
Pengendalian mutu untuk benang dilakukan pengujian di laboratorium pengujian
benang yang berfungsi untuk menguji karakteristik benang hasil proses
pemintalan sebelum dikirim ke bagian pertenunan (weaving). Mesin yang ada di
laboratorium bagian pemintalan (spinning) PT X yaitu mesin kekuatan tarik
benang (Asano).

3.4.2 Proses
Pengendalian mutu yang dilakukan di PT X dilakukan dalam 3 tahapan yaitu:
- Sebelum produksi
Setelah menerima kepastian produk yang akan dibuat, maka bagian
perencanaan produksi segera menetapkan garis-garis besar proses produksi
yang akan dilaksanakan.

- Saat produksi
Untuk mendapatkan mutu yang sesuai dengan spesifikasi pemesan, maka
proses produksi harus dikontrol, usaha untuk mengontrol proses produksi
tersebut adalah :
 Menjalankan produksi sesuai dengan order kerja (perencanaan
produksi) yang telah disusun oleh bagian PPC.
 Setiap proses selalu disertai dengan kartu proses produksi agar tidak
terjadi kesalahan proses.

59
 Setiap kepala shift yang menangani proses produksi wajib mengisi dan
menyerahkan laporan kerja harian kepada kepala bagian.
 Pengawasan terhadap proses produksi meliputi pengawasan proses,
dan pengamatan warna akhir pada setiap beam akhir dilakukan oleh
kepala regu, kepala shift atau langsung oleh kepala bagian.
 Jika terjadi masalah yang berpengaruh terhadap hasil produksi maka
langsung diatasi ditempat kejadian oleh operator atau pengawas bagian
mesin yang bersangkutan.
 Bila operator atau pengawas mesin tidak dapat mengatasi masalah
maka harus segera melaporkannya ke atasan menurut jenjang
jabatannya.
 Himbauan keselamatan kerja bagi operator ditempel pada tiap-tiap
mesin dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kecelakaan.

- Setelah produksi

Setelah semua proses dilewati, sebelum kain denim diserahkan kepada


pemesan, maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh Bagian
Inspecting terhadap cacat produk pada seluruh bagian kain dan
pengelompokan kain berdasarkan poin cacat. Tindak lanjut dari pemeriksaan
ini dibedakan menjadi 2, di antaranya:
 Bila cacat tersebut disebabkan oleh bagian mesin yang rusak atau
bagian operator yang kurang baik, maka bagian pemeriksaan akan
melapor ke bagian produksi dan bagian perawatan mesin.

 Bila cacat tersebut kecil, maka kain tersebut diperbaiki bila


memungkinkan, sedangkan bila cacat tersebut telalu besar atau tidak
dapat diperbaiki, maka diberi tanda untuk diperbaiki pada proses
penyempurnaan atau dipotong.

 Pada proses ini dilakukan analisa data terhadap kartu produksi dan
laporan-laporan. Hasil evaluasi dan surat harian kerja yang berupa kartu
proses dan resep produksi yang sudah dipakai dijadikan arsip.

3.4.3 Produk

Proses pemeriksaan kain di PT X dilakukan 2 kali, yaitu pemeriksaan awal yang

60
bertujuan untuk memeriksa dan menentukan grade kain grey (hasil pertenunan)
sebelum dilakukan proses penyempurnaan dan pemeriksaan akhir (final
Inpecting) yang memeriksa serta menentukan grade kain setelah melalui proses
penyempurnaan akhir. Setelah proses pemeriksaan kain, maka diperoleh grade
serta menjaga mutu kain yang akan dikemas dan dikirim kepada pembeli
(konsumen). Dari pemeriksaan tersebut terdapat beberapa cacat yang
disebabkan oleh bahan baku, pertenunan dan pencelupan.

Jenis-jenis cacat yang diperiksa meliputi:

- Cacat benang, misalnya pakan besar atau kecil tidak teratur, lusi besar atau
kecil dan sebagainya.
- Cacat karena persiapan, misalnya noda kanji, kanji kasar, pakan kendor,
kanji lengket, lusi kendor, lusi belang, dan sebagainya.

- Cacat karena pertenunan, misalnya lusi kurang, pakan rapat, pakan kosong,
pakan carang, pakan double, stopmark, ring tample, salah masuk sisir
(SMS), dan sebagainya.

- Cacat karena penyempurnaan, misalnya belang bekas air, bekas lipatan


kain keriput, masih terdapat bulu pada kain, dan sebagainya.

Penilaian cacat kain berdasarkan panjang cacat, seperti terlihat pada Tabel 3.10
sebagai berikut :

Tabel 3.10 Penilaian cacat kain berdasarkan panjang cacat

Panjang cacat (inchi)


1 0–3
2 4–6
3 7–9
4 Lebih dari 9
Sumber: Bagian inspecting PT X, 2019

Aturan tambahan :

- Point 4 hanya boleh 4 kali dalam 120 yard kain denim arah lusi dan arah
pakan, jika lebih dari 4 kali maka kain denim tersebut termasuk grade B.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, kain dikelompokkan berdasarkan grade atau


golongan. Penentuan golongan kain ini berdasarkan jumlah cacat yang ada.
Setelah nilai cacat yang ada dijumlahkan (untuk setiap panjang 120 yard)
berdasarkan rumus :

61
total poin
Grade=
panjang kain( yard )

Penentuan grade kain berdasarkan jumlah cacat, seperti terlihat pada Tabel
3.11 pada dibawah ini.
Tabel 3.11 Penentuan grade kain berdasarkan jumlah cacat

Grade kain Nilai (point)/yard Keterangan


A 0 – 0,4 Sangat baik

Table 3.11 penentuan grade kain berdasarkan jumlah cacat (lanjutan)

B 0,41 – 0,61 Baik


C 0,62 – 0,8 Cukup
BS Lebih dari 0,8 Below Standar (gagal)

Sumber: Bagian inspecting PT X, 2019

Untuk gambar mesin inspecting akan ditunjukan di bawah ini :

Sumber: Bagian inspecting PT X, Tahun 2019


Gambar 3.14 Skema mesin inspecting

Keterangan Gambar 3.14 :


1. Kain yang akan diperiksa
2. Tombol pengatur kain
3. Counter
4. Meja inspeksi
5. Lampu neon
6. Motor penggerak
7. Pelipat kain

62
8. Kain yang telah diperiksa

Setelah kain melewati proses finishing, maka kain akan masuk ke bagian
packing. Pada bagian packing, dilakukan pemeriksaan kembali karena setelah
proses finishing, kualitas kain pun akan berubah, bisa menjadi lebih baik atau
lebih buruk.
Apabila terdapat cacat kain, maka kain akan diperbaiki sesuai dengan cacat yang
ditemukan. Kain yang telah diperbaiki tersebut kualitasnya dapat naik ataupun
menurun, maka dari itu perlu adanya grade kualitas kain untuk melihat kualitas
kain denim tersebut. Standar penilaian menentukan grade kain di bagian packing
sama dengan yang dipakai oleh bagian inspecting.

63

Anda mungkin juga menyukai