Anda di halaman 1dari 1

Reading Assignment

Tanggal : 21 Desember 2020 (Senin Pagi)


Oleh : Nisrina Tache
Pembimbing : Dr. dr. Risa Miliawati, N.H., SpKK(K)
dr. Lies Marlysa Ramali, SpKK(K)

ANTIJAMUR
Ghannoum M, Salem I, Christensen L, penyunting.
Fitzpatrick dermatology. Edisi ke-9.
New York: McGraw-Hill; 2019. hlm. 3436-50.

Infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh dermatofita dan ragi


merupakan salah satu infeksi yang paling sering terjadi. Secara epidemiologi,
infeksi jamur superfisial memengaruhi lebih dari 25% populasi di seluruh dunia.
Obat antijamur saat ini sering diberikan dan digunakan secara luas untuk
mengobati infeksi jamur superfisial. Terapi antijamur dibagi menjadi antijamur
topikal dan sistemik. Pilihan terapi membutuhkan pertimbangan sejumlah faktor
seperti luasnya infeksi, lokasi infeksi, efek samping, biaya, dan kemudahan
pengobatan.
Secara umum, terapi antijamur topikal menjadi pilihan untuk mengatasi
sebagian besar infeksi jamur. Terapi antijamur topikal memiliki beberapa
keuntungan dibandingkan terapi antijamur sistemik yaitu murah, mudah dijangkau
tanpa menggunakan resep, mudah digunakan, mencapai kepatuhan pasien yang
tinggi, dan memiliki efek antibakterial serta antiinflamasi.
Obat antijamur sistemik tetap menjadi pilihan terbaik untuk mengobati tinea
kapitis, onikomikosis, dan infeksi jamur superfisial yang bersifat ekstensif,
rekuren, dan rekalsitran terhadap terapi topikal. Namun, pada beberapa kasus
kedua pilihan terapi tersebut dapat digunakan.
Secara umum target utama obat antijamur, baik topikal maupun sistemik,
adalah ergosterol. Ergosterol merupakan komponen yang dibutuhkan oleh
membran sel jamur dalam mempertahankan integritas dan keutuhan struktur serta
permeabilitas membran sel.
Terdapat tiga kelompok obat-obat antijamur utama yang menjadikan ergosterol
sebagai target kerja utama, yaitu alilamin, benzilamin, azol (imidazol dan triazol),
dan polien. Golongan alilamin, benzilamin, dan azol bekerja dengan cara
menghambat sintesis ergosterol. Golongan polien bekerja dengan cara membentuk
saluran sepanjang membran sel sehingga menyebabkan kebocoran sel dan
berujung pada kematian sel jamur. Golongan azol lebih efektif mengobati infeksi
ragi dibandingkan dengan golongan alilamin, tetapi kurang efektif mengobati
infeksi dermatofita. Selain itu, terdapat terapi antijamur lain yaitu siklopiroks,
amorolfin, tavaborol, dan griseofulvin.
Terapi antijamur topikal dan sistemik, keduanya memiliki efek samping.
Meskipun demikian, terapi antijamur topikal lebih banyak memiliki keuntungan
dibandingkan terapi antijamur sistemik. Efek samping terapi antijamur topikal
yang paling umum antara lain reaksi hipersentivitas ringan, bersifat sementara dan
terlokalisir, sedangkan efek samping antijamur sistemik menunjukan berbagai
derajat toksisitas organ dan kemungkinan interaksi obat yang serius.

Anda mungkin juga menyukai