Anda di halaman 1dari 50

USULAN PENELITIAN

PERAN KADER SIAGA BENCANA DALAM


KESIAPSIAGAAN TERHADAP BENCANA BANJIR DI
KABUPATEN GRESIK

OLEH :
WELLY SEREVIA NOVIATA
NIM: 091724753001

PROGRAM STUDI MAGISTER


MANAJEMEN BENCANA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA

i
2020
USULAN PENELITIAN

PERAN KADER SIAGA BENCANA DALAM RESPON


MEDIK BENCANA BANJIR DI KABUPATEN
GRESIK

OLEH :
WELLY SEREVIA NOVIATA
NIM: 091724753001

PROGRAM STUDI MAGISTER


MANAJEMEN BENCANA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020

ii
USULAN PENELITIAN INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL: MEI 2020

Oleh

Pembimbing Ketua:

Dr. Christrijogo, dr., Sp.AnK.AR.


NIP. 196008051990021001

Pembimbing:

Dr. Sulistiawati, dr., M.Kes


NIP.196502281990032002

Mengetahui
Koordinator Program Studi
Magister Manajemen Bencana
Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga,

Dr. Christrijogo Sumartono W., dr., Sp.An., KAR


NIP: 196008051990021001

iii
Usulan Penelitian Tesis ini telah diuji dan dinilai
oleh Panitia Penguji pada Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga
Pada tanggal: Mei 2020

PANITIA PENGUJI USULAN PENELITIAN TESIS

Ketua : Dr. Christrijogo, dr., Sp.AnK.AR

Anggota :
1. Dr. Christrijogo, dr., Sp.AnK.AR
2. Dr. Sulistiawati dr., Mkes
3. Prof. Dr. Anwar Ma’ruf, drh., M.Kes
4. Dr.Teguh Sylvaranto, dr., Sp.AnK.IC 

iv
Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : WELLY SEREVIA NOVIATA


NIM : 091724753001
Program Studi : Magister Manajemen Bencana
Judul Usulan Penelitian : Peran Kader Siaga Bencana Dalam
Respon Medik Bencana Banjir di
Kabupaten Gresik.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Usulan Penelitian Tesis saya ini adalah
asli (hasil karya sendiri) bukan merupakan hasil peniruan etau penjiplakan
(Plagiarism) dari karya orang lain. Usulan Penelitian Tesis ini belum pemah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik.
Dalam usulan penelitian tesis ini tidak terdapat pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan di dalam
daftar pustaka. Demikian, pemyataan ini dibuat tanpa adanya paksaan dari pihak
manapun, apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku di Universitas Airlangga.

Surabaya, Mei 2020

WELLY SEREVIA NOVIATA


NIM: 091724753001

v
DAFTAR ISI

Hal
Sampul Depan................................................................................................... i
Sampul Dalam................................................................................................... ii
Persetujuan........................................................................................................ iii
Penetapan Panitia Penguji Usulan Penelitian Tesis ......................................... iv
Pernyataan......................................................................................................... v
Daftar Isi .......................................................................................................... vi
Daftar Tabel...................................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 4
1.3 Tujuan....................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Bencana ..................................................................... 6
2.1.1 Definisi Bencana Alam .............................................. 6
2.1.2 Klasifikasi Bencana Alam............................................. 8
2.1.3 Fase-Fase Bencana …………………………………… 9
2.1.4 Macam-macam Bencana Alam……………………….. 10
2.1.5 Kapasitas/Kemampuan……………………………….. 10
2.2 Konsep Mitigasi ………………………………..................... 14
2.2.1 Pengertian Mitigasi Bencana…………………………. 14
2.2.2 Jenis-jenis Mitigasi Bencana…………………………. 15
2.2.3 Tujuan dilakukan Mitigasi Bencana…………………... 24
2.2.4 Pertimbangan dan Penyusunan Program Mitigasi… 19
2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengauhi Mitigasi…………… 20
2.2.6 Langkah-langkah yang dilakukan dalam Mitigasi…….. 22
2.3 Konsep Dasar Kader Siaga Bencana ……………………… 25
2.3.1 Pengertian Kader Siaga Bencana……………………… 25
2.3.2 Manajemen Bencana……………………………………. 26
2.3.3 Jalan Keluar Kader Siaga Bencana …………………... 27
2.4 Kerangka Teori ………………………………....................... 27
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITI, DEFINISI OPERASIONAL
dan HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep..................................................................... 28
3.2 Definisi Operasional................................................................ 29
3.3 Hipotesis Penelitian…………………………………………… 30
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian……………………………………………. . 31
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………. 31
4.3 Populasi dan Sampel dan Kriteria Inkusi ................................ 31
4.3.1 Populasi....................................................................... 31

vi
4.3.2 Sampel......................................................................... 31
4.4 Instrumen Penelitian……………………………………………. 32
4.5 Teknik Pengumupulan dan Pengelolaan Data………………… 32
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 35

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Alur Manajemen Bencana ..................................................... 26


Tabel 2.2 Kerangka Teori Mitigasi Bencana ……………..................... 27
Tabel 3.1 Variabel Independen …………….......................................... 29
Tabel 3.2 Variabel Dependen ……………............................................ 30

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden


Lampiran 2 Lembar Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4 Lembar Kuesioner Tahap

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, menyebutkan bahwa bencana alam adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angina topan, dan tanah
longsor, maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis. Kerugian yang disebabkan oleh bencana alam sangat besar,
sehingga dibutuhkan upaya penanggulangan bencana yang baik. Upaya
penanggulangan bencana dapat berupa kegiatan penanganan/tanggap darurat.
Kegiatan penanganan merupakan kegiatan yang dilakukan segera untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan bencana, mencakup kegiatan
penyelamatan masyarakat terkena bencana, harta benda, evakuasi, serta
pemulihan sarana prasarana sehingga dampak bencana alam dapat
diminimalkan (Bondjers et al, 2018).
Terdapat dua tahap kegiatan penanggulangan pada saat terjadi
bencana yaitu masa tanggap darurat dan pemulihan. Manajemen kedaruratan
adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada
faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan
pengungsi secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat
terjadinya bencana. Tanggap darurat bencana merupakan serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Dalam masa tanggap darurat
terdapat kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana (BNPB, 2014).

1
Pada saat tanggap darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational
Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan
atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya. Sedangkan Pada
tahap pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan)
yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada
pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk
mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan
petunjuk/pedoman mekanisme penanggulangan pascabencana (BNPB, 2014).
Indonesia berada di area yang memiliki risiko bencana tinggi.
Berdasarkan data pada 2004 dan 2013, dilaporkan 41,2% atau 1.690 kejadian
terjadi di kawasan Asia-Pasifik. Di wilayah Asia Tenggara terutama
Indonesia dan Filipina, merupakan negara yang paling banyak insiden
bencana alaman dengan lebih dari 350.000 yang akibat dari 500 lebih insiden.
Bencana yang muncul seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, angin topan,
dan lain-lain. Hal ini dipertegas dengan bencana- encana alam yang sering
kita temui sehari-hari. Beberapa bencana alam yang cukup besar terjadi di
Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu gempa bumi di Padang
pada 30 September 2009, gempa bumi di Mentawai wilayah Sumatera Barat
pada tanggal 26 Oktober 2010, kejadian gunung Meletus seperti gunung
Krakatau, gunung Merapi, dan lain-lain. Hampir seluruh wilayah di Indonesia
berisiko terjadinya bencana alam, tidak hanya karena aktivitas pergerakan
lempeng bumi yang mengakibatkan gempa dan tsunami maupun aktivitas
gunung berapi, namun juga bencana alam akibat perubahan ekosistem alam,
seperti longsor, banjir, kebakaran hutan, dan kerusakan alam yang lain
(BNPB, 2019).
Jawa Timur sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki risiko
terjadinya bencana alam. Jawa Timur memiliki delapan belas daerah
kabupaten/kota yang merupakan Kawasan aglomerasi ekonomi namun risiko
terjadinya bencana adalah tinggi. Menurut laporan badan penganggulan bencana
daerah (BPBD) Jawa Timur, dalam kurun waktu tiga tahun terkahir terjadi
kenaikan bencana 32% yang banyak disebabkan oleh perubahan iklim cuaca,

2
degradasi lingkungan, sungai kritis, dan aspek tata ruang yang belum
menyinggung aspek-aspek kebencanaan. Kejadian yang sering muncul yaitu
tanah longsor, banjir dan angina puting beliung. Oleh sebab itu, pemerintah Jawa
Timur menggalakan perubahan pardigma penanganan bencana dari penangan
yang reaktif atau responsif menjadi penanganan yang preventif yaitu membuka
ruang yang lebih luas terhadap kegiatan pengurangan risiko bencana yang
berbasis masyarakat (BPBD Jawa Timur, 2018).
Salah satu tindakan promotif dan preventif yang bisa dilakukan secara
komprehensif dan kolaboratif lintas sectoral adalah mempersiapkan kader siaga
bencana. Kader Siaga Bencana (KSB) adalah masyarakat yang berfungsi
untuk mencegah gawat darurat dan bencana meliputi kesiagaan masyarakat,
pencegahan dan mitigasi atau penjinakan kejadian gawat darurat dan bencana,
serta berfungsi pula untuk reaksi cepat penanganannya di bidang kesehatan.
Kader Siaga Bencana merupakan organisasi Safe Community yaitu keadaan
aman dan sehat yang tercipata oleh peran aktif masyarakat termasuk swasta,
profesi dan pemerintah yang bersinergi dalam penanggulangan
kegawatdaruratan dan bencana. Hakekat Safe Community adalah upaya oleh
masyarakat, dari masyarakat, dan untuk masyarakat didorong oleh pemerintah
sebagai fasilitator menuju terciptanya kondisi sehat dan aman.
Menurut berita yang ada di kompas.com. Bedasarkan data dari BPBD
kabupaten Gresik, di kecamatan Gresik sendiri ada 8 desa kecamatan
Balopanggang Gresik yang terpendam selain Desa Wotansari. Genangan air
dengan dengan ketinggian bervariasi antara 10-30 sentimeter juga sempat
merendam Des Banjaragung, Sekarputih, Pucung, Mojogede serta
Kedungpring. Sementara di kecamatan Benjeng, air merendam Desa
Sedapurklagen, Deliksumber, Kedungkurem, Munggugjanti, Munggugebang,
Kalipadang, Lundo dan juga Bulorejo. Meluapnya Kali Lamong bukan
pertama ini dirasakan oleh warga di dua kecamatan tersebut, lantaran bencana
yang sama terus berulang setiap tahun , bahkan setiap kali musim penghujan
datang.
Kabupaten Gresik sebagai salah satu kabupaten di wilayah Jawa Timur

3
yang memiliki aktivitas masyarakat utama pada bidang perindustrian, masih
perlunya kewaspadaan terhadap bencana alam. Kabupaten Gresik juga memiliki
faktor-faktor lingkungan yang dapat menjadi penyebab munculnya bencana
alam. Namun, fakta ini masih perlu dukungan secara menyeluruh dari berbagai
pihak, baik pemerintah maupun non pemerintah. Sehingga berdasarkan latar
belakang tersebut, peneliti bermaksud untuk melakukan kajian peran kader siaga
bencana dalam mitigasi bencana di Kabupaten Gresik.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana peran akut respon medis kader siaga bencana pada mitigasi
bencana di Kabupaten Gresik tahun 2020

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui peran akut respon medis dalam mitigasi
bencana di Kabupaten Gresik
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui karakteristik kader siaga bencana di Kabupaten
Gresik tahun 2020.
2. Mengetahui keterlibatan Lembaga pemerintahan dan non
pemerintahan dalam pemberdayaan kader siaga bencana.
3. Mengetahui jumlah kader siaga bencana yang aktif di Kabupaten
Gresik tahun 2020.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan Peran kader siaga bencana dalam mitigasi bencana
masyarakat kabupaten Gresik serta dapat digunakan sebagia acuan
dalam penelitian selanjutnya.
1.4.2 Manfaat praktisi

4
1.4.2.1 Bidang Akademik.
Dapat memberikan masukan dan tambahan pengetahuan
bagi lingkungan akademik khususnya mahasiswa program
magister tentang peran kader siaga bencana dalam mitigasi
bencana masyarakat di Kabupaten Gresik
1.4.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan atau sumber data untuk peneliti berikutnya
dan mendorong bagi yang berkepentingan untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
1.4.2.3 Klien/ Keluarga Klien
Dapat memperoleh pengetahuan tentang peran kader siaga
bencana dalam mitigasi bencana masyarakat pesisir dan pengalaman
sekurang-kurangnya menolong diri sendiri atau keluarga jika terjadi
penyakit bencana alam di daerah sekitarnya.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Bencana


2.1.1 Definisi Bencana Alam
Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana
didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis. Bencana adalah peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat
sehingga menyebabkan korban jiwa serta kerugian yang meluas pada
kehidupan manusia baik dari segi materi, ekonomi maupun
lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk
mengatasi menggunakan sumber daya yang dimiliki (IDEP, 2007).
Berdasarkan penyebabnya, bencana dapat dikatagorikan menjadi
tiga, yaitu bencana alam, bencana sosial dan bencana campuran.
Bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh
kejadian – kejadian alamiah, seperti gempa bumi, tsunami, gunung
berapi, dan angin topan. (IDEP, 2007) Menurut UU No. 24 Tahun
2007, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan longsor (UU No. 24 Tahun 2007).
Menurut Priambido (2009) bencana alam adalah bencana
yang disebabkan oleh perubahan kondisi alamiah alam semesta
(angin : topan, badai, putting beliuang; tanah : banjir, tsunami,

6
kekeringan, perembesan air tanah; api : kebakaran, letusan gunung
api). Bencana alam juga didefenisikan sebagai peristiwa yang
terjadi akibat kerusakan atau ancaman ekosistem dan terjadi
kelebihan kapasitas yang terkena dampaknya. Dapat dijumpai
terputusnya alat penunjang kehidupan (lifeline) dan tidak
berfungsinya institusi medis (Zailani. Dkk, 2009)
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
definisi bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang
mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia
serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang
bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.
Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO
adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan
ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat
kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang
memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang
terkena.
Definisi konvensional dari frasa bencana alam ialah
“bencana yang ditimbulkan oleh alam‟. Penderitanya manusia,
korbannya berupa harta benda dan nyawa. Sekarang, pengertian
bencana alam tidak selalu seperti itu. Ada definisi tambahan untuk
bencana alam, yaitu „bencana yang disebabkan oleh manusia‟.
Penderitanya (pada tahap pertama) justru alam, korbannya berupa
kerusakan ekosistem alam. Derita yang dialami oleh alam
kemudian, pada gilirannya, dialami pula oleh manusia.
Bencana alam adalah konsekwensi dari kombinasi aktivitas
alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa
bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena
ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen
keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang
keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang

7
dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau
menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini
berhubungan dengan pernyataan: "bencana muncul bila ancaman
bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan". Dengan demikian,
aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di
daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di
wilayah tak berpenghuni.
Konsekuensinya, pemakaian istilah "alam" juga ditentang
karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka
tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga
tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran,
yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan
meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat
bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan
(vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang
hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan
terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana
merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-
infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-
tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah
tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika
diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.
2.1.2 Klasifikasi Bencana Alam
Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bencana Alam Geologis
Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal
dari dalam bumi (gaya endogen). Yang termasuk dalam bencana
alam geologis adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, dan
tsunami.

8
2. Bencana Alam Klimatologis
Bencana alam klimatologis merupakan bencana alam yang
disebabkan oleh faktor angin dan hujan. Contoh bencana alam
klimatologis adalah banjir, badai, banjir bandang, angin puting
beliung, kekeringan, dan kebakaran alami hutan (bukan oleh
manusia). Gerakan tanah (longsor) termasuk juga bencana alam,
walaupun pemicu utamanya adalah faktor klimatologis (hujan),
tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi geologis (jenis dan
karakteristik tanah serta batuan dan sebagainya).
3. Bencana Alam Ekstra-Terestrial
Bencana alam ekstra-terestrial adalah bencana alam yang
terjadi di luar angkasa, contoh : hantaman/impact meteor. Bila
hantaman benda- benda langit mengenai permukaan bumi maka
akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk
bumi.
2.1.3 Fase-fase Bencana
Menurut Barbara Santamaria Dalam Mundakir (2009), ada
3 fase dalam terjadinya suatu bencana, yaitu fase preimpact, fase
impact dan fase postimpact.
1. Fase preimpact merupakan warning phase, tahap awal
dari bencana.Informasi didapat dari badan satelit dan
meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase inilah segala
persiapan dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga, dan
warga masyarakat.
2. Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari
bencana. Inilah saat- saat dimana manusia sekuat tenaga
mencoba untuk bertahan hidup (survive). Fase impact ini
terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan-bantuan
darurat dilakukan
3. Fase postimpact adalah saat dimulainya perbaikan dan
penyembuhan dari fase darurat, juga tahap dimana

9
masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi komunitas
normal. Secara umum dalam fase postimpact ini para korban
akan mengalami tahap respon psikologis mulai penolakan,
marah, tawar-menawar, depresi hingga penerimaan.
2.1.4 Macam – macam Bencana Alam
1. Abrasi
a. Pengertian Abrasi
Abrasi merupakan istilah untuk menggambarkan
pengikisan daerah pantai yang terjadi karena gelombang
dan arus laut destruktif. Pengikisan yang demikian
menyebabkan berkurangnya daerah pantai mulai dari yang
paling dekat dengan air laut karena menjadi sasaran
pertama pengikisan. Jika dibiarkan, abrasi akan terus
menggerogoti bagian pantai sehingga air laut akan
menggenangi daerah-daerah yang dulunya dijadikan tempat
bermain pasir ataupun pemukiman penduduk dan wilayah
pertokoan di pinggir pantai.
b. Penyebab Abrasi
1) Abrasi bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai
dari faktor alam hingga faktor manusia. Fenomena-
fenomena alam yang menyebabkan abrasi di
antaranya adalah pasang surut air laut, angin di atas
lautan yang menghasilkan gelombang serta arus laut
yang berkekuatan merusak. Sementara itu, faktor-
faktor yang menyebabkan abrasi dari ulah manusia di
antaranya adalah Ketidakseimbangan ekosistem laut
misalnya terjadi akibat eksploitasi besar-besaran
terhadap kekayaan laut mulai dari ikan, terumbu
karang dan lain sebagainya sehingga arus dan
gelombang laut secara besar-besaran mengarah ke
daerah pantai dan berpotensi menyebabkan abrasi.

10
c. Masalah Kesehatan dan Kerugian yang Mungkin Timbul
1) Penyusutan area pantai
2) Rusaknya hutan bakau
3) Hilangnya tempat berkumpul ikan perairan pantai
2. Gempa Bumi
a. Pengetian Gempa Bumi
Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang
disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan
aktif, aktivitas gunung api atau runtuhan batuan. Gempa bumi
merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan
dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba
tiba. Priambodo (2009) mendefinisikan gempa bumi sebagai
getaran sesaat, bersifat tidak menerus, akibat terjadinya
pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran ini
terjadi karena adanya sumber kekuatan (force) sebagai
penyebabnya
b. Penyebab Gempa Bumi
Menurut Primbodo (2009) gempa bumi disebabkan
oleh :
1) Aktivitas tektonik.
Merupakan proses alamiahbumi yang
disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik.
2) Aktivitas vulkanik
Merupakan proses alamiahbumi yang
disebabkan oleh aktivitas gunung api.
c. Masalah kesehatan dan bahaya yang sering timbul
Menurut Sukandarrumidi (2010), beberapa masalah
kesehatan yang sering timbul mengikuti bahaya
tektonik dan vulkanik adalah :
1) Keracunan makanan.

11
2) Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA).
3) Gangguan pernapasan.
4) Kematian dan luka.
5) Penyakit psikis karna trauma.
3. Tsunami
a. Defenisi Tsunami
Tsunami adalah ombak yang sangat besar yang
menyapu daratan akibat adanya gempa bumi di laut,
tumbukan benda besar/cepat di laut, angin ribut, dan lain
sebagainya (Rahayu, 2009). Menurut IDEP (2007) Tsunami
adalah gelombang besar yang diakibatkan oleh pergeseran
bumi di dasar laut.
b. Penyebab Tsunami
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang
menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti
letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor
yang jatuh ke bumi. Namun 90% tsunami di akibatkan oleh
gempa bumi dibawah laut.
c. Masalah kesehatan yang mungkin timbul.
Zailani. dkk (2009) mengatakan Tsunami
mengakibatkan bangunan roboh. Reruntuhan bangunan
yang menimpa manusia dapat menyebabkan kecacatan dan
kematian. Tsunami juga dapat menimbulkan beberapa
masalah kesehatan lainnya, antara lain :
1) Gangguan pernapasan.
2) Keracunan makanan.
3) Korban meninggal akibat tenggelam.
4. Angin Siklon Tropis
a. Pengertian

12
Dalam meteorologi, siklon tropis (atau hurikan,
angin puyuh, badai tropis, taifun, atau angin ribut
tergantung pada daerah dan kekuatannya) adalah sebuah
jenis sistem tekanan udara rendah yang terbentuk secara
umum di daerah tropis. Sementara angin sejenisnya bisa
bersifat sangat merusak atau destruktif tinggi, siklon tropis
adalah bagian penting dari sistem sirkulasi atmosfer, yang
memindahkan panas dari daerah khatulistiwa menuju garis
lintang yang lebih tinggi.
Daerah pertumbuhan siklon tropis paling subur di
dunia adalah Samudra Hindia dan perairan barat Australia.
Sebagaimana dijelaskan Biro Meteorologi Australia,
pertumbuhan siklon di kawasan tersebut mencapai rerata 10
kali per tahun. Siklon tropis selain menghancurkan daerah
yang dilewati, juga menyebabkan banjir.
Australia telah mengembangkan peringatan dini
untuk mengurangi tingkat risiko ancaman siklon tropis
sejak era 1960-an.
b. Penyebab
Badai tropis terjadi karena adanya perbedaan tekanan yang
ekstrim dalam sirkulasi udara (atmosfer), yang memindahkan
panas dari daerah katulistiwa menuju garis lintang yang lebih
tinggi. Angin paling kencang berpusar sampai radius ratusan
kilometer di sekitar daerah yang bertekanan sangat
rendah.Setiap tahunnya badai tumbuh di atas perairanluas di
setiap samudera yang ada di permukaan bumi. Ia bisa tumbuh
ketika suhu muka laut berada di atas 27 oC dan bisa dideteksi
kemungkinan tumbuhnya sejak tiga hari sebelumnya. Karena
bertambahnya faktor kekasaran permukaan dan kehilangan
sumber kelembabannya, badai akan melemah ketika masuk ke
daratan.

13
c. Kerugian yang mungkin timbul.
Karena ukurannya yang sangat besar serta angin kencang
dan gumpalan awan yang dimilikinya, siklon tropis
menimbulkan dampak yang sangat besar pada tempat-tempat
yang dilaluinya. Dampak ini bisa berupa angin kencang, hujan
deras berjam-jam, bahkan berhari- hari yang dapat
mengakibatkan terjadinya banjir, gelombang tinggi, dan
gelombang badai (storm surge). Siklon tropis di laut dapat
menyebabkan gelombang tinggi, hujan deras dan angin kencang,
mengganggu pelayaran internasional dan berpotensi untuk
menenggalamkan kapal. Siklon tropis dapat memutar air dan
menimbulkan gelombang laut yang tinggi. Di daratan, angin
kencang dapat merusak atau menghancurkan kendaraan,
bangunan, jembatan dan benda-benda lain, mengubahnya
menjadi puing-puing beterbangan yang mematikan. Gelombang
badai (storm surge) atau peningkatan tinggi permukaan laut
akibat siklon tropis merupakan dampak yang paling buruk yang
mencapai daratan.

2.2 Konsep Mitigasi


2.2.1 Pengertian Mitigasi
Mitigasi didefinisikan sebagai "Upaya yang ditujukan untuk
mengurangi dampak dari bencana baik bencana alam. bencana ulah
manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau
masyarakat." Mitigasi bencana yang merupakan bagian dari
manajemen penanganan bencana, menjadi salah satu tugas
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian
rasa aman dan perlindungan dari ancaman bencana yang mungkin
dapat terjadi. Ada empat hal penting dalam rnitigasi bencana,
yaitu:

14
1. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap
jenis bencana.
2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim di
daerah rawan bencana.
3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta
mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
4. Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk
mengurangi ancarnan bencana.

Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis


bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural
disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia
(man-made disaster).

2.2.2 Jenis-Jenis Mitigasi Bencana


Secara umum, dalam prakteknya mitigasi dapat
dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural dan mitigasi non
struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha
pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural
antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan disesuaikan
dengan kerentanan wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law
enforcement) pembangunan. Dalam kaitan itu pula, kebijakan
nasional harus lebih memberikan keleluasan secara substansial
kepada daerah-daerah untuk mengembangkan sistem mitigasi
bencana yang dianggap paling tepat dan paling efektif-efisien untuk
daerahnya
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia
merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang
sangat tinggi. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah
gempabumi, tsunami, banjir, letusan gunung api, tanah Iongsor,
angin ribut, kebakaran hutan dan lahan, letusan gunung api. Potensi

15
bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi
kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan
potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama
(main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi
bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia
adalah wilayah dengan zona - zona gempa yang rawan, peta potensi
bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api,
peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan
lain- lain.
Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa
Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency)
yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi
negara Indonesia. Di samping tingginya potensi bahaya utama,
Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan (collateral hazard
potency) yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
indicator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat
dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya.
Potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) ini sangat tinggi
terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase
bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh
perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan
indikator di atas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan
potensi bencana yang sangat tinggi
1. Mitigasi Struktural
Mitigasi strukural merupakan upaya untuk
meminimalkan bencana yang dilakukan melalui
pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan
pendekatan teknologi, seperti pembuatan kanal khusus
untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung
berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early
Warning System yang digunakan untuk memprediksi

16
terjadinya gelombang tsunami. Mitigasi struktural adalah
upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability)
terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan
tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan
dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa
sehingga bangunan tersebut mampu bertahan atau
mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila
bencana yang bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah
prosedur perancangan struktur bangunan yang telah
memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.
2. Mitigasi Non-Struktural
a. Mitigasi non –struktural adalah upaya mengurangi
dampak bencana selain dari upaya tersebut diatas. Bisa
dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti
pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang
Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-
struktural di bidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh
lainnya adalah pembuatan tata ruang kota, capacity
building masyarakat, bahkan sampai menghidupkan
berbagai aktivitas lain yang berguna bagi penguatan
kapasitas masyarakat, juga bagian dari mitigasi ini. Ini
semua dilakukan untuk, oleh dan di masyarakat yang
hidup di sekitar daerah rawan bencana.
b. Kebijakan non struktural meliputi legislasi,
perencanaan wilayah, dan asuransi. Kebijakan non
struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang
bertujuan untuk menghindari risiko yang tidak perlu
dan merusak. Tentu, sebelum perlu dilakukan
identifikasi risiko terlebih dahulu. Penilaian risiko fisik
meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang

17
kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang
mungkin ditimbulkannya.
c. Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun
yang bersifat non struktural harus saling mendukung antara
satu dengan yang lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk
memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi risiko
terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan penciptaan
dan penegakan perangkat peraturan yang memadai yang
didukung oleh rencana tata ruang yang sesuai. Sering
terjadinya peristiwa banjir dan tanah longsor pada musim
hujan dan kekeringan di beberapa tempat di Indonesia pada
musim kemarau sebagian besar diakibatkan oleh lemahnya
penegakan hukum dan pemanfaatan tata ruang wilayah yang
tidak sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Teknologi
yang digunakan untuk memprediksi, mengantisipasi dan
mengurangi risiko terjadinya suatu bencana pun harus
diusahakan agar tidak mengganggu keseimbangan
lingkungan di masa depan.

2.2.3 Tujuan Dilakukannya Mitigasi Bencana


Tujan dari strategi mitigasi adalah untuk mengurangi
kerugian- kerugian pada saat terjadinya bahaya di masa mendatang.
Tujuan utama adalah untuk mengurangi resiko kematian dan cedera
terhadap penduduk. Tujuan-tujuan sekunder mencakup
pengurangan kerusakan dan kerugian- kerugian ekonomi yang
ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik dan mengurangi
kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap
infrastruktur sector publik dan mengurangi kerugian-kerugian
sector swasta sejauh hal-hal itu mungkin mempengaruhii
masyarakat secara keseluruhan. Tujuan-tujuan ini mungkin
mencakup dorongan bagi orang-orang untuk melindungi diri

18
mereka sejauh mungkin. Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi
Bencana adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana
khususnya bagi penduduk, seperti korban jiwa (kematian),
kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber
daya alam.
2. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan
pembangunan.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness)
dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko
bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja
dengan aman (safe).

2.2.4 Pertimbangan Dan Penyusunan Program Mitigasi Bencana


Beberapa Pertimbangan Dalam Menyusun Program
Mitigasi, Khususnya Di Indonesia adalah :
1. Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses
pembangunan
2. Fokus bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga
pendidikan, pangan, tenaga kerja, perumahan dan kebutuhan
dasar lainnya.
3. Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi
setempat
4. Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan
kapasitas masyarakat untuk membuat keputusan, menolong diri
sendiri dan membangun sendiri.
5. Menggunakan sumber daya dan daya lokal (sesuai prinsip
desentralisasi).
6. Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi
golongan masyarakat kurang mampu, dan pilihan subsidi biaya
tambahan membangun rumah.

19
7. Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.
8. Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat
yang tinggal di daerah yang rentan bencana dan kerugian, baik
secara sosial, ekonomi, maupun implikasi politik.
9. Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat

2.2.5 Faktor – Faktor yang mempengaruhi mitigasi


Menurut santamaria (2014) faktor – faktor yang
mempengaruhi mitigasi adalah sebagai berikut :
1. Sikap
Adalah respon terhadap stimulus atau objek tertentu yang
sudah melibatkan faktor pendapat emosi yang bersangkutan
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju baik-tidak baik dan
sebagainya). Dapa dikatakan juga bahwa sikap itu melibatkan
pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.
Newcomb adalah salah seorang ahli psikologis sosial
menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, dan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Dalam kata lain uji sikap belum merupakan tindakan (reaksi
terbuka) atau aktifitas, akan tetapi merupakan perdisposisi
perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup
2. Pengetahuan

Adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu


seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya
(mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya
pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh inensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan diperoleh
melalui indra penglihatan (mata).

20
3. Kepercayaan
Adalah kemampuan seseorang untuk bertumpu pada orang
lain dimana kita memiliki keyakinan kepadanya. Kepercayaan
merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi
seseorang dan konteks sosialnya.
4. Budaya
Adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari berbagai unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, prakasa, pakaian, bangunan dan karya seni.
5. Tokoh masyarakat
Adalah orang yang memiliki pengaruh kuat kepada
warga masyarakat.Pengaruh itu berupa dipatuhinya perintah
atau anjuran mereka oleh orang-orang disekitarnya. Seseorang
yang menjadi tokoh masyarakat bias didapatkan dengan
cara formal atau informal. Seseorang bisa memperoleh status
jabatan tokoh masyarakat bila memenuhi berbagai macam
syarat kualifikasi tertentu. Mereka memiliki kekuasaan dan
wewenang tertentu dalam lingkup wilayahnya.
6. Leluhur
Leluhur adalah asal muasal kita sebagai manusia yang
dalam kamus bahasa Bali - Indonesia disebutkan leluhur berarti
kawitan dimana dalam siklus kehidupan. merupakan nama yang
normalnya dikaitkan pada orang tua maupun orang tua leluhur
(seperti kakek nenek, canggah, dan seterusnya). Menurut teori
evolusi, spesies yang memiliki leluhur yang sama disebut
sebagai turunan bersama.
7. Kearifan local

21
Segala bentuk kebijaksanaan yang didasari oleh nilai-nilai
kebaikan yang dipercaya, diterapkan dan senantiasa dijaga
keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama
(secara turun-temurun) oleh sekelompok orang dalam
lingkungan atau wilayah tertentu yang menjadi tempat tinggal
mereka.

2.2.6 Langkah-Langkah Yang Dilakukan Dalam Mitigasi Bencana


1. Abrasi
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana banjir antara
lain:
a. Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan
lokasi untuk menempatkan fasilitas vital yang rentan
terhadap abrasi pada daerah yang aman.
b. Penanaman dan pemeliharaan pohon bakau
c. Melestarikan terumbu karang
d. Melarang pertambangan pasir pantai
e. Pembangunan tembok laut sepanjang pantai yang rawan
badai atau tsunami akan sangat membantu untuk
mengurangi bencana banjir.
f. Pembuatan tembok penahan dan tembok pemecah ombak
untuk mengurangi energi ombak jika terjadi badai atau
tsunami untuk daerah pantai.
g. Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan
pemecah gelombang untuk daerah teluk.
2. Bencana Gempa Bumi
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gempa
Bumi antara lain :
a. Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi
tahan getaran/gempa.

22
b. Mernastikan perkuatan bangunan dengan mengikuti
standard kualitas bangunan.
c. Pembangunan fasilitas umum dengan standard kualitas
yang tinggi
d. Memastikan kekuatan bangunan-bangunan vital yang telah
aria.
e. Rencanakan penempatan pemukiman untuk
mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan
bencana
f. Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan
penggunaan lahan.
g. Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap
gempa bumi.
h. Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi.
i. Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi goncangan
gempa bumi.
j. Sumber api, barang-barang berbahaya lainnya harus
ditempatkan pada tempat yang aman dan stabil.
k. Ikut serta dalam pelatihan program upaya
penyelamatan dan kewaspadaan masyarakat
terhadap gempa bumi.
l. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan
pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.
m. Persiapan alat pemadam kebakaran,
peralatan penggatian, dan peralatan perlindungan
masyarakat lainnya.
n. Rencana kontingensi/kedaruratan untuk melatih anggota
keluarga dalarn menghadapi gempa bumi.
3. Bencana Tsunami
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara
lain:

23
a. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap
bahaya tsunami.
b. Pendidikan kepada masyarakat tentang karakteristik dan
pengenalan bahaya tsunami.
c. Pembangunan tsunami Early Warning System.
d. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai
yang beresiko.
e. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang
garis pantai meredam gaya air tsunami.
f. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman di sekitar
daerah pemukiman.
g. Tempat/ bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah
diakses untuk menghidari ketinggian tsunami.
h. Pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami,
khususnya di Indonesia.
i. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.
j. Mengenali karaktenstik dan tanda-tanda bahaya tsunami di
lokasi sekitarnya.
k. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda
tsunami.
l. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam
menghadapi tsunami.
m. Memberikan laporan sesegera mungkin jika mengetahui
tandatanda akan terjadinya tsunami kepada petugas yang
berwenang Kepala Desa. Polisi, Stasiun radio, SATLAK
PB dan lain-lain.
n. Melengkapi diri dengan alat komunikasi.

4. Bencana Angin Siklon Tropis


Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara
lain:

24
a. Mernastikan struktur bangunan yang memenuhi syarat
teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin.
b. Penerapan aturan standar bangunan yang
memperhitungkan beban angin khususnya di daerah
yang rawan angin topan.
c. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting
pada daerah yang terlindung dari serangan angin topan.
d. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam
gaya angin.
e. Pembangunan bangunan umum yang cukup luas yang
dapat digunakan sebagai tempat penampungan
sementara bagi orang maupun barang saat terjadi
serangan angin topan.
f. Pembangunan rumah yang tahan angin.
g. Pengamanan/perkuatan bagian-bagian yang mudah
diterbangkan angin yang dapat membahayakan diri atau
orang lain disekitarnya.
h. Meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi
angin topan, mengetahui bagaimana cara
penyelamatan diri.
i. Pengamanan barang-barang disekitar rumah agar
terikat/dibangun secara kuat sehingga tidak
diterbangkan angin.
j. Mensosialisasikan kepada nelayan agar supaya
menambatkan atau mengikat kuat kapal-kapalnya.

2.3 Konsep Dasar Kader Siaga Bencana


2.3.1 Pengertian Kader Siaga Bencana
Kader Siaga Bencana adalah masyarakat yang berfungsi
untuk mencegah gawat darurat dan bencana meliputi kesiagaan
masyarakat, pencegahan dan mitigasi atau penjinakan kejadian

25
gawat darurat dan bencana, serta berfungsi pula untuk reaksi cepat
penanganannya di bidang kesehatan. Latar belakang dari
dibentuknya KSB antara lain adalah kenyataaan bahwa selama ini
aktivitas penanggulangan bencana oleh Departemen Kesehatan
dilakukan oleh unit kerja yang sudah ada sebagai salah satu dari
sekian banyak tugas yang lain, sehhingga tidak tertangani secara
optimal. KSB diharapkan dapat melakukan tugas khususnya di
bidang penanggulangan bencana, dan dapat mendukung
pelaksanaan gawat darurat bencana secara mandiri.
Kader Siaga Bencana merupakan organisasi Safe
Community yaitu keadaan aman dan sehat yang tercipata oleh
peran aktif masyarakat termasuk swasta, profesi dan pemerintah
yang bersinergi dalam penanggulangan kegawatdaruratan dan
bencana. Hakekat Safe Community adalah upaya oleh masyarakat,
dari masyarakat, dan untuk masyarakat didorong oleh pemerintah
sebagai fasilitator menuju terciptanya kondisi sehat dan aman.
2.3.2 Manajemen Bencana
Sesuai dengan pemaparan terkait dengan bencana di atas,
maka dibutuhkan suatu manajemen yang tepat, dinamis, terpadu,
dan berkelanjutan terkait dengan penanggulangan bencana. Adapun
demikian, untuk lebih jelasnya digambarkan sebagai berikut:

26
Mitigasi Kesiapan Bencana Bencana Terjadi

Penyelamatan dan bencana

Rekonstruksi dan Rehabilitasi


Penataan Kembali

Bagan 2.1 Alur Manajemen Bencana

Keterangan:

1. Mitigasi adalah proses pengumpulan dan analisa data bencana


sebagai upaya untuk meminimalisir kerentanan dan bahaya
terhadap negara.
2. Kesiapan Bencana adalah upaya memprediksi ataupun pemantauan
fenomena alam yang terjadi, guna persiapan tanda bahaya,
berkaitan dengan sistem evakuasi, serta sosialisasi kepada
masyarakat.
2.3.3 Jalan Keluar Kader siaga Bencana Menjumpai Kesulitan
Jika kader sedang kesulitan dalam melaksanakan
tugasnya, kader dapat menghubungi: bidan desa, petugas

27
LKMD, RT, RW, kepala desa (lurah), tokoh masyarakat, tim
penggerak PKK (Depkes RI, 1999) dalam Mahdaniar (2014).

2.4 Kerangka Teori

Peran Kader Siaga Bencana Dalam Dalam Mitigasi Bencana

Masyarakat Kabupaten Gresik tahun

Mitigasi
Mitigasi Struktural
Peran Kader bencana
Siaga Bencana
Mitigasi Non
Struktural

Bagan 2.2 Kerangka Teori

28
BAB III

Kerangka Konsep Penelitian, Defenisi Operasional dan Hipotesis

3.1 Kerangka Konsep

Penanggulangan Bencana

Persiapan Menghadapi Penyelamatan dalam Proses


Bencana ( Pra) Bencana ( Intra) Penanggulangan
Bencana (post)

Mitigasi Bencana
Tanggap Darurat Bencana Rehabilitasi dan
Rekontruksi

Kader Siaga Bencana

Evaluasi penyebab
Kesiapsigaan bencana Pemulihan
dan pemicu bencana
kondisi sosial
-ekonomi –
Lingkungan
Pengurangan Resiko
Keterangan:
Bencana

Respon Akut Medis


29
: Variabel yang di teliti

: Variabel yang tidak di telitii


3.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional, alat ukur, hasil ukur, dan skala ukur dari masing-

masing variabel yang akan diteliti pada tabel di bawah ini.

Tabel. 3.1 Variabel Independen

No Variabel
Defenisi Opera Sional Alat Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Peran Kader seperangkat tingkah lakuKuisi 1. Kurang Ordinal
baik bila
yang diharapkan dimilikioner
< Nilai mean
oleh Kader yang
2. Baik bila
berkedudukan dalam
≥ Nilai
masyarakat pada saat
mean
berinteraksi
dengan klien yang di
sertai kecenderungan
untuk bertindak
meliputi :
- Respon Kader
- Perilaku Kader
- Hubungan antar Manusia

30
Tabel 3.2 Variabel Dependen
No Variabel Defenisi Operasional Alat UkurHasil Ukur Skala
1 Mitigasi Upaya yang ditujukan KuesionerPerbandinga Ordinal
untuk mengurangi n antara
dampak dari bencana Skor
Alam Harapan
Dengan
kenyataan
0.Kurang
Baik bila <
Nilai Mean
1.Baik bila
≥ Nilai
Mean

3.3 Hipotesis

Terdapat pengaruh tingkat pengetahuan kader siaga bencana terhadap

kesiapsiagaan medis dalam menghadapi bencana banjir di kabupaten Gresik.

BAB IV

30
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan melihat


hubungan peran kader siaga bencana dengan pengetahuan mitigasi bencana

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gresik kurun waktu mei – juni 2020.

4.3 Populasi dan Sampel dan kriteria inkusi

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh kader siaga bencana di wilayah


Kabupaten Gresik berdasarkan data BPBD Kabupten Gresik.

2. Sampel

Untuk mendapatkan sampel penelitian ini, peneliti menerapkan


kriteria inklusi dan eksklusi yaitu:

a. Kriteria inklusi
1. Bersedia menjadi responden
2. Laki-Laki atau Perempuan Berusia > 20 tahun
3. Sehat Jasmani dan Rohani
4. Kader Siaga Bencana
b. Kriteria Eksklusi
1. Kader yang menolak untuk menjadi responden dan tidak bersedia
mengikuti seluruh kegiatan penelitian.
2. Sulit ditemui
31
3. Sedang tidak berada di wilayah Kabupaten Gresik

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini


adalah consecutive sampling, yaitu peneliti mengambil sampel berdasarkan
ketersediaan jumlah kader siaga bencana yang terjangkau, dari segi waktu
dan tempat untuk dilakukan pelatihan. Minimal jumlah kader yang
berpartisipasi dalam pelatihan adalah 30 kader siaga bencana

4.4 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik dalam arti lebih cepat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah
diolah (Arikunto, 2010). Instrumen yang digunakan adalah kuesioner.
Kuesioner digunakan untuk mengetahui Peran Kader kader siaga bencana.
Kuesioner yang digunakan pertanyaan, dimana bentuk pertanyaan
tertutup dengan menyediakan dua alternatif jawaban dan responden harus
mengisi dua jawaban ketentuan benar atau salah yang sesuai dengan
pendapatnya.. Kuisioner yang telah diisi oleh responden kemudian hasil data
dikumpulkan dan diolah melalui komputerisasi.

4.5 Teknik Pengumpulan dan Pengelolaan Data


1. Sumber Data

Data primer penelitian ini adalah tentang peran kader siaga


bencana dalam mitgasi bencana didapatkan melalui kuisioner untuk
menilai Peran Kader dalam mitigasi bencana kader siaga bencana.

2. Cara Pengumpulan Data

32
1) Peneliti melakukan konsultasi, studi pustaka, dan survey awal
terkait data-data yang diperlukan dalam penelitian ini.
2) Melakukan uji kelayakan etik penelitian di Universitas Airlangga.
3) Mengurus perijinan penelitian di BPBD Kabupaten Gresik
4) Melakukan sampling berdasarkan jumlah dan sebaran kader siaga
bencana di Kabupaten Gresik.
5) Melakukan pengambilan data melalui survei kuisioner pada kader
siaga bencana.
6) Pengumpulan dan pengolahan data
7) Uji analisis
8) Pelaporan hasil penelitian
3. Teknik Pengelolaan Data
Data yang terkumpul diolah dengan sistem computerisasi
melalui beberapa tahap :
a. Pemeriksaan Data (Editing)

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian


lembar ceklis yang mencangkup kelengkapan, kejelasan, relevansi
dan konsistensi jawaban. Hal ini di kerjakan dengan melihat tiap
lembar kuesioner

b. Pengkodean Data ( Coding)


Data yang telah di peroleh di beri kode untuk memudahkan
pengolahan data yang di peroleh.
c. Memasukkan Data (Inputing)
Setelah data di kumpulkan kemudian di proses dengan
komputer untuk di analisis.
d. Pengecekan dan Pembersihan data (Checking dan cleaning data)

33
Pembersihan data di lakuakan untuk mengkoreksi jika ada
kesalahan pengolahan data sehingga dapat perbaiki.
4. Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini akan dilakukan uji


statistik berupa uji t-test berpasangan (dependent t-test) yang dibantu
dengan SPSS Statistic.

34
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, L. 2015. Peran Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Alam Di


Kota Palopo. Tesis
Pristanto, AI. 2010. Upaya Peningkatan Pemahaman Masyarakat Tentang Mitigasi
Bencana Gempa Bumi Di Desa Tirtomartani Kecamatan Kalasan Kabupaten
Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis
Fatah, A. 2014. Mitigasi Dampak Abrasi Air Laut Pada Masyarakat Petani Tambak
Di Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang.Tesis
Rahman, AZ. 2015. Kajian Mitigasi Bencana Tanah Longsor Di Kabupaten
Banjarnegara. Banjarnegara Gema Publica
Susilowati, AR. Supriyadi, AB, Mulyani, SES. 2012. Mitigasi Bencana Alam
Berbasis Pembelajaran Bervisi Science Environment Technology And Society
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitiaa. Jakarta: Renika Cipta.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2019. Definisi
Bencana. http://www.bnpb.go.id/website/asp/content.asp?id=30.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2019. Data & Informasi
Bencana Indonesia. (Online),(http://dibi.bnpb.go.id. )
Bondjers, K. Willebrand, M. Arnberg, FA. 2018. Similarity in symptom patterns of
posttraumatic stress among disaster-survivors: a three-step latent profile
analysis. European journal of psychotraumatology. VoL. 9, 1546083
BPBD Provinsi Jawa Timur. (2018). Gambaran umum resiko bencana di Provinsi
Jawa Timur dan upaya penanggulangannya. Surabaya: BPBD Jawa Timur.
Cuthbertson, J. Rodriguez-Llanes, JM. Robertson, A. Archer, F. 2019. Current and
Emerging Disaster Risks Perceptions in Oceania: Key Stakeholders
Recommendations for Disaster Management and Resilience Building. Int. J.
Environ. Res. Public Health 2019, 16, 460; doi:10.3390/ijerph16030460

35
Wardyaningrum, D. 2014. Perubahan Komunikasi Masyarakat Dalam Inovasi
Mitigasi Bencana Di Wilayah Rawan Bencana Gunung Merapi
Karnawati, D. 2004. Bencana Gerakan Massa Tanah/ Batuan Di Indonesia; Evaluasi
Dan Rekomendasi, Dalam Permasalahan, Kebijakan Dan Penanggulangan
Bencana Tanah Longsor Di Indonesia. Jakarta: P3-Tpslk Bppt Dan Hsf.
Notoatmodjo. 2010 Metode Peneitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Saryono. 2010. Kumpulan Instrumen Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Nurjannah. 2012. Manajemen Bencana. Bandung: Alfabeta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana
Ramli, S. 2010. Manajemen Bencana. Jakarta: Dian Rakyat.
Ramdhany, RR. Makalew, AD. 2016 Perencanaan Lanskap Pantai
Pangandaran Berbasis Mitigasi Bencana Tsunami Ciamis. Laporan penelitian
Sutikno. 1997. Pendekatan Geomorfologi Untuk Mitigasi Bencana Alam Akibat
Gerakan Massa Tanah/ Batuan Proceeding Seminar Nasional Mitigasi Bencana
Alam Ugm, 16-17 September 1994: U53- U65. Yogyakarta: Bada Penerbit
Fakultas Geografi Ugm.
Smith, K. 2001. Environmental Hazards :Assessing Risk And Reducing Disaster.
Routledge. London. Undp-Undro. 1991. Mitigation Strategies In Disaster Mitigation
Un Disaster Management Training Program.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24. (2007). Tentang Penanggulangan
Bencana. Jakarta: Pemerintah RI
Setyowati, W. 2009 Strategi Manajemen Sebagai Faktor Mitigasi Terhadap
Penerimaan Opini Going Concern.

36
lampiran

PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Kepada Yth Kader Siaga Bencana


di-
Kabupaten Gresik

Dengan hormat,
Bersama ini kami mohon kesediaan Bapak/ibu untuk menjadi responden dalam
penelitian saya yang berjudul “Peran Respon Kader Siaga Bencana dalam dalam
Respon Medik Bencana Banjir di Kabupaten Gresik”.
Selain itu juga kami informasikan hasil yang akan diperoleh adalah sebagai data
untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program pendidikan Magister
Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
Segala sesuatu hal dalam penelitian ini sehubungan dengan informasi yang
Bapak/ibu berikan menjadi tanggung jawab saya untuk menjaga kerahasiaan dan
tidak akan saya sebarluaskan di luar kepentingan penelitian. Demikian kami
sampaikan, atas kerjasama bapak/ibu kami ucapkan terima kasih.

Gesik,
Hormat saya,

Welly Serevia Noviata


091724753001

37
PERNYATAAN BERSEDIA UNTUK MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk turut

berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program

Studi Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga

yang berjudul “Peran Respon Kader Siaga Bencana dalam dalam Respon Medik

Bencana Banjir di Kabupaten Gresik”.

Tanda tangan saya menunjukkan bahwa saya diberi informasi dan memutuskan

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Gresik,

(…………………………...)

38
INFORMED CONSENT
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :…………………………………….

Alamat :…………………………………….

Dengan sesungguhnya (setuju/tidak setuju)* untuk berpartisipasi dalam


penelitian yang akan dilakukan oleh Welly Serevia Noviata dari mahasiswa
Program Studi Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga
Surabaya, dengan judul “Peran Respon Kader Siaga Bencana dalam dalam Respon
Medik Bencana Banjir di Kabupaten Gresik”.
Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan merugikan atau berakibat
negatif bagi saya/keluarga saya, sehingga saya akan berpartisipasi dengan baik
sebagai responden penelitian serta memberikan jawaban sebenar-benarnya dalam
pengisian kuesioner.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Gesik,
Peneliti Responden,

Welly Serevia Novita ( )


Mengetahui,
Saksi

( )

39
40

Anda mungkin juga menyukai