Anda di halaman 1dari 96

LAPORAN PENDAHULUAN

TB PARU
DI RUANG PERAWATAN ALAMANDA
RSUD POLEWALI MANDAR

OLEH:

NAMA : A. TETTY USMAN


NIM : B0216513

CI LAHAN CI INSTITUSI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
TAHUN 2020

ASUHAN KEPERAWATAN
TB PARU
DI RUANG PERAWATAN ALAMANDA
RSUD POLEWALI MANDAR

OLEH:

NAMA : A. TETTY USMAN


NIM : B0216513

CI LAHAN CI INSTITUSI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
TAHUN 2020

A. PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth,
2002).Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-
paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat
menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes
RI, 2007). Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh
manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di
Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005).
Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar
dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat
penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan
menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya
(Wiwid, 2005). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang
terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke
bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
(Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).

B.  KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN


Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien
digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
b) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada
TB Paru:
a) Tuberkulosis paru BTA positif.
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT (obat anti TBC)
b) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
b) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
a) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b)  Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
d) Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB
lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f) Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

C. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-
0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex
adalah :
1. M. Tuberculosae
2.   Varian Asian
3.   Varian African I
4.   Varian African II
5.   M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari
es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama
bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif
lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni
dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah
kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid (Asril
Bahar,2001).
Cara penularan TB  (Depkes, 2006)
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang
gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.

D. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis
bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan
limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat
infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah
yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya
yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi
primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
Gohn   respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan
terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa
sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila
peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi
mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat
menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran
ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
E. PATHWAY
F.  MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-
macam atau malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama
sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering
dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
demam influenza ini.
2) Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus
pada tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
3) Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah
lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
5) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu
makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala,
meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis TB  menurut Depkes (2006):
1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu, pagi, Sewaktu (SPS).Diagnosis TB Paru pada orang
dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada
program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti
foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
b. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
c. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan
aktifitas penyakit.
d. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek
TB paru.
2.  Diagnosis TB ekstra paru.
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan
lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat
(presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.
Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
3. Diagnosis TB  menurut Asril Bahar (2001):
a. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau
segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus
bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor
paru.
b.  Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga
tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap
darah mulai turun ke arah normal lagi.
2) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan.
3) Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M.
Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses
keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan
data, analisa data dan diagnosa keperawatan. (H. Lismidar, 1990. Hal 1)
a.  Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang
dilakukan yaitu :
1)  Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi
menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1)
2) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4) Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
5) Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk
dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru
yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek. (dr. Hendrawan Nodesul,
1996)
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
c) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam
miksi maupun defekasi
d) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas. (Marilyn. E. Doegoes, 1999)
e) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
(Marilyn. E. Doenges, 1999)
f) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi
dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya. (Marilyn. E. Doenges,
1999)
i) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j)  Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
7) Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
b) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah. (Purnawan
Junadi DKK, th 1982, hal 213)
Palpasi   : Fremitus suara meningkat. (Hood Alsogaff, 1995. Hal
80)
Perkusi      : Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr. 1998. Hal
718)
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring. (Purnawan. J. dkk, 1982, DR. Dr.
Soeparman, 1998. Hal 718)
c) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
(DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
e) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
(DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
f) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan. (Hood Al Sagaff,
1995. Hal 87)
g) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
8) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
2. Pemeriksaan laboratorium
b. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk
menentukan masalah klien. Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas,
batuk, nyeri dada, nafsu makan menurun, aktivitas, lemas, potensial,
penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret kental atau sekret darah
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveoler-kapiler
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN
NYAMAN

I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI NYERI
Menurut Smeltzer & Bare (2008) nyeri adalah apapun yang
menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang
ada kapan pun individu mengatakannya.Asosiasi Internasional untuk
Penelitian Nyeri (International Association for the Study of Pain, IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai “suatu sensori subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam
kejadiankejadian dimana terjadi kerusakan” Nyeri dapat merupakan
faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu
untuk pulih dari suatu penyakit (Potter & Perry, 2007).Nyeri merupakan
keadaan ketika individu mengalami sensasi ketidaknyamanan dalam
merespons suatu rangsangan yang tidak menyenangkan (Lydall
Juall,2012).

B. ISTILAH DALAM NYERI


Adapun istilah istilah yang sering ditemukan saat membicarakan tentang
nyeri antara lain :
1. Nosiseptor adalah serabut saraf yang mentransmisikan nyeri.
2. Non-nosiseptor adalah serabut saraf yang biasanya tidak
mentransmisikan nyeri.
3. Sistem nosiseptif adalah sistem yang terlibat dalam transmisi dan
persepsi terhadap nyeri.
4. Ambang nyeri  adalah stimulus yang paling kecil yang akan
menimbulkan nyeri.
5. Toleransi nyeri adalah intensitas maksimum atau durasi nyeri yang
dapat ditahan oleh individu.
C. RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI
1. Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a. Dilatasi saluran bronchial dan peningkatan respiratory rate
b. Peningkatan heart rate
c. Vasokontriksi perifer, peningkatan blood pressure
d. Peningkatan nilai gula darah
e. Peningkatan kekuatan otot
f. Dilatasi pupil
g. Penurunan motilitas GI
2. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a. Muka pucat
b. Otot mengeras
c. Penurunan Heart Rate dan Blood Pressure
d. Nafas cepat dan irregular
e. Nausea dan Vomitus (mual & muntah)
f. Kelelahan dan keletihan
D. RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI
Respon tingkah laku terhadap nyeri dapat mencakup antara lain:
1. Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak napas, mendengkur).
2. Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir)
3. Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari dan tangan.
4. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada
aktivitas menghilangkan nyeri.
E. FASE NYERI
Menurut Meinhart dan Mc Caffery mendiskripsikan 3 fase
pengalaman nyeri:
1. Fase antisipasi, terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini bukan merupakan fase yang paling penting, karena
fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini
memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat
penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2. Fase sensasi, terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasa nyeri, karena nyeri itu
bersifat subjektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga
berbeda-beda. Toleransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu
orang dengan yang lain. Orang yang mempunyai tingkat toleransi
tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus
kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan
mudah merasa nyeri dengn stimulus nyeri kecil. Klien dengan
tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa
bantuan, sebaliknya orang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah
mencari upaya pencegahan nyeri, sebelum nyeri datang. Keberadaan
enkefalin dan endorphin membantu menjelaskan bagaimana orang
yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama.
Kadar endorphin tiap individu, individu dengan endorphin tinggi
sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorphin
merasakan nyeri lebih besar.
3. Fase akibat (aftermath)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada
fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri
bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala pasca
nyeri. Apabila klien mengalami frekuensi nyeri berulang, maka
respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang
berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
F. KLASIFIKASI NYERI
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit atau
jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar).
Contoh: Terkena ujung pisau atau tergunting.
b. Deep somatic/nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari
ligament, pembuluh darah, tendon dan saraf, nyeri menyebar
dan lebih lama daripada cutaneus. Contoh: Sprain sendi.
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dalam
rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena
spasme otot, ischemia, regangan jaringan.
2. Berdasarkan Penyebabnya
a. Fisik
Bisa terjadi karena stimulus. Contoh: fraktur femur
b. Psikogenik
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah
diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak
disadari. Contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa
nyeri pada dadanya.
3. Berdasarkan lama/ durasi
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakana jaringan yang
aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa(International Association for the Study of Pain,
IASP), Serangan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan-berat dengan akhir yang dapat diantidipasi atau
diprediksi dan berlangsung <6bulan(NANDA,2012)
b. Nyeri kronik
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakana jaringan yang
aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa(International Association for the Study of Pain,
IASP), Serangan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan-berat dengan akhir yang dapat diantidipasi atau
diprediksi dan berlangsung >6bulan(NANDA,2012)

Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis


Karakteristi Nyeri akut Nyeri kronis
k
Tujuan Memperingatkan klien Memberikan alasan
ter-hadap adanya pada klen untuk mencari
cidera atau masalah informasi berkaitan
dengn perawatan
dirinya.
Awitan Mendadak Terus
menerus/intermittent
Durasi Durasi singkat (dari be- Durasi lebih dari 6
berapa detik sampai 6 bulan
bulan)
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Respon Frekuensi jantung Tidak terdapat respon
otonom meningkat. otonom
Volume sekuncup me- Vital sign dalam batas
ningkat normal.
TD meningkat
Dilatasi pupil
meningkat
Tegangan otot
meningkat
Motilitas
gastrointestinal
menurun
Alira saliva menurun
Respon Ansietas Depresi
psikologis Keputusasaan
Mudah
tersinggung/marah
Menarik diri
Respon fisik Menangis/mengerang Keterbatasan gerak
Waspada Kelesuan
Mengerutkan dahi Penurunan libido
Menyeringai Kelelahan/kelemahan
Mengeluh sakit Menegluh sakit hanya
ketika dikaji.ditanyakan

4. Berdasarkan lokasi/letak
a. Radiating pain
Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya
(contoh: cardiac pain).
b. Reffered pain
Nyeri di rasakan pada bagian tubuh tertentu yang
diperkirakan berasal dari jaringan penyebab.
c. Intracable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker
maligna).
d. Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang
(contoh: bagian tubuh yang di amputasi) atau bagian tubuh yang
lumpuh karena injury medulla spinalis.

G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI


1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat
harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus
dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau
meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (2009) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak
berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih
dipengaruhi faktor budaya (extidak pantas kalau laki-laki mengeluh
nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur sosial budaya
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena
mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada
nyeri.
4. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri
dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (2009), perhatian
yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Teknik relaksasi, guided imagery merupakan teknik untuk
mengatasi nyeri.
5. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa
lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih
mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi
nyeri tergantung pengalaman dimasa lalu dalam mengatasi nyeri.
6. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan
seseorang mengatasi nyeri.
7. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan
perlindungan.
8. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat
keparahan pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan
mungkin terasa rinagn, sedang atau bisa jadi merupakn nyeri yang
hebat. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-masing
individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti ditusuk-
tusuk, nyeri tumpul, berdenyut, terbaka dan lain-lain, sebagai contoh
individu yang tersuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda
dengan individu yang terkena luka bakar. (Sigit Nian, 2010).

H. JENIS PENYEBAB NYERI


Jenis penyebab Dasar fisiologis
Mekanik 1. Kerusakan jaringan, iritasi
1. Trauma jaringan (ex: operasi) langsung pada reseptor nyeri,
2. Perubahan jaringan inflamasi.
(ex:oedema) 2. Penekanan pada reseptor
3. Penyumbatan pada saluran nyeri
tubuh 3. Distensi pada lumen
4. Tumor 4. Penekanan pada reseptor
5. Spasme otot nyeri, iritasi ujung saraf.
Termal 5. Stimulasi pada reseptor nyeri.
Panas/ dingin (ex: combustio). 6. Kerusakan jaringan,
Kimia perangsangan pada reseptor
1. Iskemia jaringan karena nyeri.
sumbatan arteri koroner. 7. Perangsangan pada reseptor
2. Spasme otot. nyeri karena akumulasi asam
laktat atau zat kimia lain
seperti asam laktat pada
jaringan.
8. Sekunder terhadap stimulasi
mekanik yang menyebabkan
iskemia jaringan.

I. PATOFISIOLOGI
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor
nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya
terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri
disebut juga nyeri nosiseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri
(nosiseptor) ada yang bermialin dan ada yang tidak bermialin dari saraf
eferen.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut
saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah
satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna
abu-abu di medula spinalis. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks
serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses
informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri. Semua kerusakan selular,
yang disebabkan oleh stimulus internal, mekanik, kimiawi, atau stimulus
listrik yang menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.
Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang
berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan
didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua
komponen, yaitu:
1. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30
m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat
hilang apalagi penyebab nyeri dihilangkan.
2. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi
0,5-2m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri
biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi (Tamsuri, 2010).

J. CARA MENGUKUR INTENSITAS NYERI


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang
berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu
sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2008).
1. Skala Numerik (Numeric Rating Scale)
Digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian. Pasien menilai
nyeri dengan skala 0 sampai 10, angka 0 diartikan tidak merasa
nyeri, angka 10 diartikan nyeri yang paling berat yang pernah
dirasakan (Prasetyo, 2010).

2. Skala Analog Visual


Merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang
terus menurus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap
ujungnya. Skala ini memberi kebebasan pada pasien untuk
mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang ia rasakan. Skala
analog visual merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih
sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada
rankaian, dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka
(Prasetyo, 2010).
3. Skala Nyeri Deskriptif
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri
yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor
Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai
lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri”
sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien
skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri
trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh
nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa
paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien
memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Dalam hal
ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala
paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan
setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai
nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (Prasetyo, 2010).

4. Skala Nyeri Menurut Bourbannis

5. Wong Baker Faces Pain Rating Scale


Salah satu skala objektif nyeri yang sering digunakan di klinis
adalah Wong Baker Faces Pain Rating Scales dari jurnal penelitian
Wong dan Baker. Skala nyeri ini menggunakan dua cara penilaian
yaitu penilaian mimik wajah terhadap nyeri (Faces Pain Rating
Scale) untuk anak usia 3 tahun ke atas dan penilaian verbal (Verbal
Pain) untuk anak usia diatas 8 tahun (Prasetyo, 2010).
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul.
K. PATHWAY

Trauma jaringan,
infeksi

Kerusakan sel

Pelepasan mediator nyeri Tekanan mekanisme,


(histamine, bradikinin, deformitas, suhu
prostaglandin, serotonin, ekstrim
ion kalium, dll)

Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)

Dihantarkan
serabut tipe A,
dan serabut tipe C

Medulla spinalis

Sistem aktivasi
retikular Sistem aktivasi Area grisea
retikular peraikueduktus
Talamus
Hipotalamus dan
sistem limbik Talamus

Otak
(korteks somatosensoarik)

Persepsi nyeri

Nyeri
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajiannyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan untuk mendapatkan
data dasar, untuk menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, untuk
menyeleksi terapi yang cocok, dan untukmengevaluasi respon klien terhadap
terapi. Walaupun pengkajian nyeri merupakan aktifitas yang paling umum
dilakukan perawat, namun pengkajian nyeri merupakan salah satu yang sulit
untuk dilakukan. Perawat harus mengkaji pengalaman nyeri dari sudut
pandang klien.
a. Identitas Pasien
Berisi identiatas pasien dan penanggungjawab berupa nama pasien,
umur, alamat, pendidikan, pekerjaan,tanggal masik, diagnosa medis, dan
nomor registrasi. Sedangkan biodata penanggung jawab berisi nama,
umur alamat, pendidikan, pekerjaan, dan hubungan dengan pasien.
b. Catatan Masuk
Catatan yang berisi keluhan utama klien pada saat dibawa ke rumah sakit
c. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan riwayat kesehatan klien baik sekarang, dahulu dan
riwayat kesehatan keluarga. Riwayat kesehatan sekarang berisi
keadaan sakit sekarang, keluhan pertama yang dirasakan, cara
mengatasi masalah tersebut, dan efek dari usaha yang dilakukan.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu adalah status penyakit klien
terdahulu, apakah pernah mengalami penyakit yang sama seperti
sekarang ini dan jika iya tindakan apa yang dilakukannya.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Berisi status kesehatan keluarga, apakah ada anggota keluarga yang
pernak mengalahi sakit yang sama. Adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit kronis seperti TBC, DM, dan penyakit jantung
untuk panduan membuat genogram.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik klien untuk
menentukan masalah kesehatan klien. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan
dengan berbagai cara, diantaranya adalah
1. Inspeksi Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat
bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Hasilnya seperti :
Mata kuning (icteric), terdapat struma di leher, kulit kebiruan
(sianosis), dll
2. PalpasiAdalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan
terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya
adanya tumor, oedema, krepitasi (patah/retak tulang), dll.
3. AuskultasiAdalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui
pendengaran. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan
stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara
nafas, dan bising usus.
4. PerkusiAdalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk
bagian tubuh menggunakan tangan atau alat bantu seperti reflek
hammer untuk mengetahui reflek seseorang (dibicarakan khusus).
Juga dilakukan pemeriksaan lain yang berkaitan dengan kesehatan
fisik klien. Misalnya : kembung, batas-batas jantung, batas hepar-
paru (mengetahui pengembangan paru), dll.

Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :


1. Head-to-toe (dari kepala s.d kaki)
2. ROS (Review of System)
3. Pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982)
e. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik digunakan untuk menunjang data klien
saat menegakan diagnosa dan intervensi. Pemeriksaan diagnostik antara
lain hematologi, MRI, CT-Scan dan lainnya yang menunjang data klien
f. Analisis dan Sintesis Data
Analisis data merupakan kemampuan kognitif dalam
pengembangan daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar
belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian
keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan kemampuan
mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori
dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan klien.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa-diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan


gangguan rasa nyaman nyeri :
A. Nyeri akut berhubungan dengan :
a. Agens cedera fisik/trauma
b. Agens cedera kimiawi
c. Agen cedera biologis
B. Nyeri kronis berhubungan dengan
a. Cedera otot
b. Gangguan metabolic
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN NUTRISI

I. KONSEP DASAR NUTRISI


1. DEFINISI NUTRISI
Nutrisi adalah elemen yang dibutuhkan untuk proses dan fungsi
tubuh. Kebutuhan energi didapatkan dari berbagai nutrisi, seperti:
karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin, dan mineral. Makanan terkadang
dideskripsikan berdasarkan kepadatan nutrisi mereka, yaitu proporsi nutrisi
yang penting berdasarkan jumlah kilokalori. Makanan dengan kepadatan
nutrisi yang rendah, seperti alkohol atau gula, adalah makanan yang tinggi
kilokalori tetapi rendah nutrisi. (Potter & Perry, 2010; 274).
Nutrisi adalah salah satu komponen penting yang menunjang
kelangsungan proses tumbuh kembang. Selama masa tumbuh kembang,
anak sangat membutuhkan zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak,
mineral, vitamin, dan air. Apabila kebutuhan tersebut kurang terpenuhi,
maka proses tumbuh kembang selanjutnya dapat terhambat. (AAA, Hidayat,
2006;38).Nutrisi adalah proses pemasukan dan pengolahan zat makanan
oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam
aktivitas tubuh. (AAA, Hidayat, 2006; 52).Gangguan pemenuhan nutrisi
adalah pemenuhan nutrisi yang tidak sesuai dengan kebutuhan metabolic
yang dibutuhakan oleh tubuh. (Lynda Juall,Carpenito,2006).
a. Fungsi zat gizi
1) Menghasilkan energi bagi fungsi organ, gerakan, dan kerja fisik.
2) Sebagai bahan dasar untuk pembentukan dan perbaikan jaringan sel –
sel tubuh dalam tubuh.
3) Sebagai pelindung dan pengatur suhu tubuh.
(Tartowo.Wartonah.2006; 30).
b. Komponen Zat Gizi
1) Karbohidrat
Merupakan sumber energi yang tersedia dengan mudah di setiap
makanan. Karbohidrat harus tersedia dalam jumlah yang cukup sebab
kekurangan karbohidrat sekitar 15% dari kalori yang ada dapat
menyebabkan terjadi kelaparan dan berat badan menurun. Demikian
sebaliknya, apabila jumlah kalori yang tersedia atau berasal dari
karbohidrat dengan jumlah yang tinggi dapat menyebabkan terjadi
peningkatan berat badan (obesitas). Jumlah karbohidrat yang cukup
dapat diperoleh dari susu, padi – padian, buah – buahan, sukrosa,
sirup, tepung, dan sayur – sayuran. (AAA.Hidayat.2011; 42).
2) Lemak
Merupakan zat gizi yang berperan dalam pengangkut vitamin A, D, E,
dan K yang larut dalam lemak. Komponen lemak terdiri atas lemak
alamiah sekitar 98% (diantaranya trigliserida dan gliserol), sedangkan
2%-nya adalah asam lemak bebas (diantaranya monogliserida,
digleserida, kolesterol, serta fosfolipid termasuk lesitin, sefalin,
sfingomielin, dan serebrosid). Lemak merupakan sumber yang kaya
akan energi dan pelindung organ tubuh terhadap suhu, seperti
pembuluh darah, saraf, organ, dan lain lain. Lemak juga dapat
membantu memberikan rasa kenyang (penundaan waktu pengosongan
lambung). Komponen lemakdalam tubuh harus tersedia dalam jumlah
yang cukup sebab kekurangan lemak akan menyebabkan terjadinya
perubahan kulit, khususnya asam linoleat yang rendah dan berat badan
kurang. Namun, apabila jumlah lemak pada anak terlalu banyak dapat
menyebabkan terjadi hiperlipidemia, hiperkolesterol, penyumbatan
pembuluh darah, dan lain – lain. Jumlah lemak yang cukup dapat
diperoleh dari susu, mentega, kuning telur, dagig, ikan, keju, kacang –
kacangan, dan minyak sayur (Pudjiadi, 2001).
3) Protein
Merupakan zat gizi dasar yang berguna dalam pembentukan
protoplasma sel. Selain itu, tersedianya protein dalam jumlah yang
cukup pentig untuk pertumbuhan dan perbaikan sel jaringan dan
sebagai larutan untuk menjaga keseimbangan osmotik plasma. Protein
terdiri atas dua puluh empat asam amino, diantaranya sembilan asam
amino esensial (seperti treonin, valin, leusin, isoleusin, lisin, triptofan,
fenilalanin, metionin, dan histidin) dan selebihnya asam amino
nonesensial. Protein tersebut dalam tubuh harus tersedia dalam jumlah
yang cukup. Jika jumlahnya berlebih atau tinggi dapat memperburuk
insufisiensi ginjal. Demikian juga jika jumlahnya kurang, maka dapat
menyebabkan kelemahan, edema, bahkan dalam kondisi lebih buruk
dapat menyebabkan kwasiorkor dan marasmus. Kwasiorkor terjadi
apabila kekurangan protein dan marasmus merupakan kekurangan
protein dan kalori. Komponen zat gizi protein dapat diperoleh dari
susu, telur, daging, ikan, unggas, keju, kedelai, kacang, buncis, dan
paid – padian. (Pudjiadi, 2001).
4) Air
Air dalam tubuh berfungsi sebagai pelarut untuk pertukaran seluler,
sebagai medium untuk ion, transpor nutrien dan produk buangan, serta
pengaturan suhu tubuh. Sumber air dapat diperoleh dari air dan semua
makanan. (AAA.Hidayat.2011; 43).
5) Vitamin
Vitamin merupakan zat organic yang diperlukan tubuh dalam jumlah
sedikit dan akan menimbulkan penyakit yang khas bila tubuh tidak
memperolehnya dalam jumlah yang mencukupi. (Asmadi.2008;
70).Digunakan untuk mengatalisasi metabolisme sel yang berguna
untuk pertumbuhan dan perkembangan serta pertahanan tubuh.
Vitamin yang dibutuhkan tubuh antara lain sebagai berikut:
a) Vitamin A (retinol) mempunyai pengaruh dalam kemampuan
fungsi mata, pertumbuhan tulang dan gigi, serta pembentukan
maturasi epitel. Vitamin ini dapat diperoleh dari hati, minyak ikan,
susu, kuning telur, margarin, tumbuh – tumbuhan, sayur – sayuran
dan buah – buahan.
b) Vitamin B kompleks (tiamin). Kekurangan vitamin dapat
menyebabkan penyakit beri – beri, kelelahan, anoreksia, konstipasi,
nyeri kepala, insomnia, takikardi, edema, dan peningkatan kadar
asam piruvat dalam darah. Kebutuhan vitamin ini dapat diperoleh
dari hati, daging, susu, padi, biji – bijian, kacang, dan lain- lain.
c) Vitamin B2 (riboflavin) vitamin ini harus tersedia dalam jumlah
yang cukup karena jika tidak akan menyebabkan fotofobia,
penglihatan kabur, dan gagal dalam pertumbuhan. Vitamin ini
dapat diperoleh dari susu, keju, hati, daging, telur, ikan sayur –
sayuran hijau, dan padi.
d) Vitamin B12 (sianokobalamin) kekurangan vitamin ini dapat
menyebabkan anemia. Vitamin ini dapat diperoleh dari daging
organ, ikan telur, susu, dan keju.
e) Vitamin C (asam askornat) kekurangan vitamin ini dapat
menyebabkan lamanya proses penyembuhan luka. Vitamin ini
dapat diperoleh dari tomat, semangka, kubis, dan sayur – sayuran
hijau.
f) Vitamin D, berguna untuk mengatur penyerapan serta
pengendapan kalsium dan fosfor dengan mempengaruhi
permeabilitas membran usus, juga mengatur kadar alkalin fosfatase
serum. Kekurangan vitamin ini akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan osteomalasia. Vitamin ini dapat diperoleh dari
susu, margarin, minyak sayur, minyak ikan, sinar matahari, dan
sumber ultaraviolet lain.
g) Vitamin E berfungsi untuk meminimalkan oksidasi karoten,
vitamin A, dan asam linoleat; disamping menstabilkan membran
sel. Apabila kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan hemolisis
sel darah merah pada bayi prematur dan kehilangan keutuhan sel
syaraf. Vitamin E ini dapat diperoleh dari minyak, biji – bijian dan
kacang – kacangan.
h) Vitamin K berfungsi untuk pembentukan protrombin, faktor
koagulasi II, VII, IX, dan X yang harus tersedia pada tubuh dalam
jumlah yang cukup. Kekurangan vitamin K dapat menyebabkan
pendarahan dan metabolisme tulang yang tidak stabil. Vitamin ini
tersedia dalam sayur – sayuran hijau, daging, dan hati. (Pudjiadi,
2001).
6) Mineral
7) Kalsium
Berguna untuk pengaturan struktur tulang dan gigi, kontraksi otot,
iritabilitas saraf, koagulasi darah, kerja jantung, dan produksi susu.
Kalsium dapat diperoleh dari susu, keju, sayur – sayuran hijau,
kerang, dan lain – lain.
8) Klorida
Berguna dalam pengaturan tekanan osmotik serta keseimbangan asam
dan basa. Klorida dapat diperoleh dari garam, daging, susu, dan telur.
9) Kromium
Berguna untuk metabolisme glukosa dan metabolisme dalam insulin.
Kromium dapat diperoleh dari ragi
10) Tembaga
Berguna untuk produksi sel darah merah, pembentukan hemoglobin,
penyerapan besi, dan lain – lain. Tembaga dapat diperoleh dari hati,
daging, ikan padi, dan kacang – kacangan.
11) Fluor
Berfungsi untuk pengaturan struktur gigi dan tulang sehingga jika
kekurangan fluor dapat menyebabkan karies gigi. Sumber fluor
terdapat dalam air, makanan laut, dan tumbuh – tumbuhan.
12) Iodium
Kekurangan iodium dapat menyebabkan penyakit gondok. Iodium
dapat diperoleh dari garam.
13) Zat besi
Merupakan mineral yang menjadi bagian dari struktur hemoglobin
untuk pengangkutan CO2 dan O2. Kekurangan zat besi dapat
menyebabkan anemia dan osteoporosis, sedangkan kelebihan zat besi
menyebabkan sirosis, gastritis, dan hemolisis. Zat besi dapat diperoleh
dari hati, daging, kuning telur, sayur – sayuran hijau, padi, dan
tumbuh tumbuhan.
14) Magnesium
Berguna dalam aktivasi enzim pada metabolisme karbohidrat dan
sangat penting dalam proses metabolisme. Kekurangan magnesium
menyebabkan hipokalsemia atau hipokalemia. Magnesium dapat
diperoleh dari biji – bijian, kacang – kacangan, daging, dan susu.
15) Mangan
Berfungsi dalam aktivasi enzim. Mangan dapat diperoleh dari kacang
– kacangan, padi, biji – bijian, dan sayur – sayuran hijau.
16) Fosfor
Merupakan unsur pokok dalam pertumbuhan tulang dan gigi.
Kekurangan fosfor dapat menyebabkan kelemahan oto. Fosfor dapat
diperoleh dari susu, kuning telur, kacang – kacangan, padi – padian,
dan lain - lain.
17) Kalium
Berfungsi dalam kontraksi otot dan hantaran impuls syaraf,
keseimbangan cairan, dan pengaturan irama jantung. kalium dapat
diperoleh dari semua makanan.
18) Natrium
Berguna dalam pengaturan tekanan osmotik serta pengaturan
keseimbangan asam, basa, dan cairan. Kekurangan natrium dapat
menyebabkan kram otot, nausea, dehidrasi, dan hipotensi. Natrium
dapat diperoleh dari garam, susu, telur, tepung, dan lain – lain.
19) Sulfur
Membantu proses metabolisme jaringan syaraf. Sulfur dapat diperoleh
dari makanan protein.
20) Seng
Merupakan unsur pokok dari beberapa enzim karbonik anhidrase yang
penting dalam pertukaran CO2. Seng dapat diperoleh dari daging, padi
– padian, kacang – kacangan, dan keju. (AAA.Hidayat.2011; 42 – 46).

2. ANATOMI
Sistem yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah sistem
pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan organ asesoris. Saluran
pencernaan dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal, sedangkan
organ asesoris terdiri atas hati, kantong empedu, dan pankreas. Ketiga organ
ini membantu terlaksananya pencernaan makanan secara kimiawi.
(AAA.Hidayat.2006;52).
a. Saluran Pencernaan
1. Mulut merupakan bagian awal dari saluran pencernaan terdiri atas dua
bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang diantara gusi, gigi,
bibir, pipi dan bagian dalam, yaitu rongga mulut. Di dalam mulut,
makanan mengalami proses mekanis melalui pengunyahan yang akan
membuat makanan dapat hancur sampai merata, dibantu oleh enzim
amilase yang akan memecah amilum yang terkandung dalam makanan
menajdi maltosa. (AAA.Hidayat.2006;52).
2. Faring & Esofagus. Faring merupakan bagian saluran pencernaan
yang terletak di belakang hidung, mulut, dan laring. Faring berbentuk
kerucut dengan bagian terlebar di bagian atas hingga vertebra servikal
keenam. Faring langsung berhubungan dengan esofagus, sebuah
tabung yang memiliki otot dengan panjang kurang lebih 20 – 25
sentimeter dan terletak di belakang trakea, di depan tulang punggung,
kemudian masuk melalui toraks menembus diafragma yang
berhubungan langsung dengan abdomen serta menyambung dengan
lambung.Esofagus merupakan bagian yang berfungsi menghantarkan
makanan dari faring menuju ke lambung. Esofagus berbentuk seperti
silinder yang berongga dengan panjang kurang lebih dua sentimeter
dengan kedua ujungnya dilindungi oleh sfingter. Dalam keadaan
normal, sfingter bagian atas selalu tertutup, kecuali bila ada makanan
dilakukan dengan cara peristaltik, yaitu lingkaran serabut otot di
depan makanan mengendor dan yang di belakang makanan
berkontraksi. (AAA.Hidayat.2006;52).
3. Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri atas
bagian atas disebut fundus bagian utama, dan bagian bawah berbentuk
horizontal (antrum pilorik). Lambung berhubungan langsung dengan
esofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan duodenum melalui
orifisium pilorik. Lambung terletak di bawah diafragma dan di depan
pankreas, sedangkan limpa menempel pada sebelah kiri
fundus.Lambung mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi sekresi dan
pencernaan. Fungsi motoris lambung adalah sebagai reservoir untuk
menampung makanan samapi dicerna sedikit demi sedikit dan sebagai
pencampur adalah memecah makanan menjadi partikel – partikel kecil
yang dapat bercampur dengan asam lambung. Fungsi sekresi dan
pencernaan adalah mensekresi pepsin dan HCl yang akan memecah
protein menjadi pepton, amilase memecah amilum menjadi maltosa,
lipase memecah lemak menjadi asam lemak, dan gliserol membentuk
sekresi gastrin, mensekresi faktor intrinsik yang memungkinkan
absorbsi vitamin B12 yaitu di ileum, dan mensekresi mukus yang
bersifat protektif. Makanan berada pada lambung selama 2 – 6 jam,
kemudian bercampur dengan getah lambung (cairan asam bening tak
berwarna) yang mengandung 0,4% HCl untuk mengasamkan semua
makanan serta bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan. Dalam
getah lambung terdapat beberapa enzim, diantaranya pepsin,
dihasilkan oleh pepsinogen serta berfungsi mengubah makanan
menjadi bahan yang lebih mudah larut dan renin, berfungsi mengubah
makanan menjadi bahan yang lebih dari karsinogen yang dapat larut.
(AAA.Hidayat.2006;53).
4. Usus Halusmerupakan tabung berlipat – lipat dengan panjang kurang
lebih 2,5 meter dalam keadaan hidup.Usus halus terdiri atas tiga
bagian, yaiut duodenum dengan panjang kurang lebih 25 cm, jejunum
dengan panjang kurang lebih 2 m, dan ileum dengan panjang kurang
lebih 1 m atau 3/5 akhir dari usus. Lapisan dinding dalam usus halus
menyerupai beludru. Pada permukaan setiap vili terdapat tonjolan
yang menyerupai jari – jari, yang disebut mikrovili.Fungsi usus halus
pada umumnya adalah mencerna dan mengabsorbsi chime dari
lambung. Zat – zat makanan yang telah halus akan diabsorbsi di
dalam usus halus, yaitu pada duodenum, dan disini terjadi absorbsi
besi, kalsium dengan bantuan vitamin D. Vitamin A, D, E, dan K
dengan bantuan empedu dan asam folat. (AAA.Hidayat.2006;53).
5. Usus besar atau juga disebut sebagi kolon merupakan sambungan dari
usus halus yang dimulai dari aktup ileokolik yang merupakan tempat
lewatnya makanan. Usus besar memilki panjang kurang lebih 1,5
meter. Kolon terbagi atas desenden, sigmoid, dan berakhir di rektum
yang panjangnya kira – kira 10 cm dari usus besar, dimulai dari kolon
sigmoideus dan berakhir pada saluran anal. Tempat kolon asenden
membentuk belokan tajam di abdomen atas bagian kanan disebut
fleksura hepatis, sedang tempat kolon transversum membentuk
belokan tajam di abdomen atau bagian kiri disebut fleksura
lienalis.Fungsi utama usus besar adalah mengabsorbsi air (kurang
lebih 90%) elektrolit, vitamin, dan sedikit glukosa. Kapasitas absorbsi
air kurang lebih 5000 cc/hari. Flora yang terdapat pada usus besar
berfungsi untuk menyintesis vitamin K dan B serta memungkinkan
pembusukan sisa – sisa makanan. (AAA.Hidayat.2006;54).
6. Anus bertugas mengeluarkan feses yang sebelumnya telah
dikumpulkan di rektum. Proses ini sering disebut proses defikasi.
Anus bekerja ditopang oleh otot polos yang berada di dalam anus dan
otot lurik yang terletak di luar anus. Otot lurik akan terpicu ketika
feses menyentuh dinding rektum. Pada kondisi ini otot polos
mengendur hingga feses akan keluar tubuh. (Sarwadi & Erwanto.
2014; 37). Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia.Jakarta:Dunia
Cerdas.
b. Organ Asesoris
1. Hati merupakan kelenjar tersbesar di dalam tubuh yang terletak di
bagian paling atas rongga abdomen, di sebelah kanan di bawah
diafragma, dan memiliki berat kurang lebih 1500 gram (kira – kira
2,5% orang dewasa).Hati terdiri atas dua lobus, yaitu lobus kanan dan
kiri yang dipisahkan oleh ligamen falsiformis. Pada lobus kanan
bagian belakang kantong empedu terdapat sel yang bersifat fagositosis
terhadap bakteri dan benda asing lain dalam darah. Fungsi hati adalah
menghasilkan cairan empedu, fagositosis bakteri, dan benda asing
lainnya, memproduksi sel darah merah dan menyimpan glikogen.
(AAA.Hidayat.2006;56).
2. Kantung emepedu merupakan sebuah organ berbentuk seperti kantong
yang terletak di bawah kanan hati atau lekukan permukaan bawah hati
sampai pinggiran depan yang memiliki panjang 8 – 12 cm dan
berkapasitas 40 – 60 cm2. Kantong empedu memilki bagian fundus,
leher, dan tiga pembungkus, yaitu sebelah luar pembungkus
peritoneal, sebelah tengah jaringan berotot tak bergaris, dan sebelah
dalam membran mukosa.Fungsi kantong empedu adalah tempat
menyimpan cairan empedu, memekatkan cairan empedu yang
berfungsi memberi pH sesuai dengan pH optimum enzim – enzim
pada usus halus, mengemulsi garam – garam empedu, mengemulasi
lemak, mengekskresi beberapa zat yang tak digunakan oleh tubuh, dan
memberi warna pada feses, yaitu kuning kehijau – hijauan (dihasilkan
oleh pigmen empedu). Cairan empedu mengandung air, garam,
empedu, lemak, kolesterol, pigmen fosfolipid, dan sedikit protein.
(AAA.Hidayat.2006;55).
3. Pankreas meupakan kelenjar yang strukturnya sama seperti kelenjar
ludah dan memilki panjang kurang lebih 15 cm. Pankreas terdiri atas
tiga bagian, yaitu bagian kepala pankreas yang paling lebar, badan
pankreas yang letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra
lumbalis pertama, serta bagian ekor pankreas yang merupakan bagian
runcing di sebelah kiri dan menyentuh limpa.Pankreas memilki dua
fugsi, yaitu fungsi eksokrin yang dilaksanakan oleh sel sekretori yang
membentuk getah pankreas berisi enzim serta elektrolit dan fungsi
endokrin yang tersebar di antara alveoli pankreas.
(AAA.Hidayat.2006;56).
3. FISIOLOGI
Dalam sistem pencernaan, terjadi proses pencernaan untuk menyediakan
nutrisi tubuh. Proses tersebut meliputi ingesti, digesti, absorbsi,
metabolisme, dan eksresi. (Asmadi.2008; 74).
a. Ingesti
Ingesti adalah proses masuknya makanan dan cairan dari
lingkungan ke dalam tubuh melalui proses menealn baik melalui
koordinasi gerakan volunter dan involunter. Tahap pertama pada proses
ingesti ini adalah koordinasi otot lengan dan tangan membawa makanan
ke mulut. Makanan di mulut terjadi proses mengunyah yaitu proses
penyederhanaan ukuran makanan yang melibatkan gigi, kontrol volunter
otot mulut, gusi, dan lidah. Proses mengunyah ini dilakukan secara sadar
dan diatur oleh sistem saraf pusat. Proses mengunyah ini dilakukan untuk
memudahkan makanan masuk ke dalam esofagus dan tidak
mengiritasinya. Dalamproses mengunyah ini, terjadi pencampuran
makanan dengan saliva. Bercampurnya saliva ini bukan hanya
menyebabkan terjadi pemecahan ukuran makanan di mulut, melainkan
juga terjadi proses digesti. Hal tersebt disebabkan terdapatnya kandungan
enzim ptialin dalam saliva, yang dapat mengubah amilum menjadi
maltosa. Saliva juga membuat proses menelan lebih mudah sebab
mengandung banyak air yang berfungsi sebagai pelumas.Tahap
selanjutnya makanan dikunyah adalah proses menelan. Menelan
merupakan bergeraknya makanan dari mulut ke esofagus menuju ke
lambung. Proses menaln ini terjadi secara refleks akibat penekanan pada
bagian faring. (Asmadi.2008; 75).
b. Digesti
Digesti merupakan rangkaian kegiatan fisik dan kimia pada
makanan yang dibaea ke dalam lambung dan usus halus. Pada proses
digesti ini terjadi penyederhanaan ukuran makanan sampai dapat
diabsorbsi oleh intestinal. Organ pencernaan yang berperan pada proses
ini diantaranya adalah mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, dan
kolon. (Asmadi.2008; 75).
c. Absorbsi
Absorbsi merupakan proses nutrien diserap usus melalui saluran
darah dan getah bening menuju ke hepar. Proses absorbsi ini tidak merata
di tiap bagian saluran pencernaan. Misalnya, di lambung hanya terjadi
proses absorbsi alkohol, pada usus halus terjadi proses absorbsi yang
paling utama yaitu 90% dari nutrien yang sudah dicerna dan sedikit
absorbsi air. Secara spesifik, absorbsi yang dilakukan pada usus halus
adalah sebagai berikut: pada usus halus bagian atas mengabsorbsi
vitamin yang larut dalam air, asam lemak, dan gliserol, natrium, kalsium,
Fe, serta klorida. Usus halus bagian tengah mengabsorbsi monosakarida,
asam amino, dan zat lainnya. Sedangkan usus halus bagian bawah
mengabsorbsi garam empedu dan vitamin B12. Absorbsi air paling
banyak dilakukan di kolon. (Asmadi.2008; 77).
d. Metabolisme
Metabolisme adalah proses akhir penggunaan makanan dalam
tubuh yang meliputi semua perubahan kimia yang dialami zat makanan
sejak diserap oleh tubuh hingga dikeluarkan oleh tubuh sebagai sampah.
Proses metabolisme terjadi berbeda – beda berdasarkan jenis nutrien.
(Asmadi.2008; 78).
Metabolisme zat nutrisi terdiri atas tiga proses utama, yaitu:
a) Katabolisme glikogen menjadi glukosa, karbon dioksida, dan air
(glikogenolisis).
b) Anabolisme glukosa menjadi glikogen yang akan disimpan
(glikogenesis).
c) Katabolisme asam amino dan gliserol menjadi glukosa untuk
energi (glukoneogenesis). (Potter & Perry.2010; 281).

Glukosa yang merupakan hasil akhir digesti karbohidrat akan


mengalami proses oksidasi dan menghasilkan kalori, energi, dan zat
buangan seperti karbondioksida. Bila glukosa ini tidak dipakai sebagai
sumber energi, maka glukosa akan mengalami proses glikogenesis dan
menghasilkan glikogen yang kemudian disimpan di hepar dan otot.
Bila sewaktu – waktu glukosa kurang, maka glikogen diubah kembali
menjadi glukosa (glikolisis). (Asmadi.2008; 78).
Protein oleh tubuh digunakan untuk aktivitas dalam tubuh,
sistem imun dan normalisasi pertumbuhan, memproduksi enxim,
memelihara sel, perbaikan jaringan, dan menjadi keseimbangan cairan
tubuh. Bila kekurangan protein, maka dapat menyebabkan terjadinya
edema, asites, dan gangguan pertumbuhan. (Asmadi.2008; 78).
Jenis Metabolisme:
a) Metabolisme Karbohidrat
Metabolisme karbohidrat yang berbentuk monosakarida
dan disakarida diserap melalui mukosa usus. Setelah proses
penyerapan (di dalam pembuluh darah), semua berbentuk
monosakarida. Bersama – sama dengan darah, karbohidrat ini di
bawa ke hati.
Monosakarida (fruktosa, galaktosa, serta glukosa) yang
masuk bersama – sama darah dibawa ke hati. Di hati, ketiga
monosakarida ini diubah menjadi glukosa dan dialirkan melalui
pembuluh darah ke otot untuk dibakar, membentuk glikogen
melalui proses glikoneogenesis. (AAA.Hidayat.2006; 64).
b) Metabolisme Lemak
Lemak diserap dalam bentuk gliserol asam lemak. Gliserol
larut dalam air sehingga dapat diserap secara pasif, lagsung
memasuki pembuluh darah dan dibawa ke hati. Melalui beberapa
proses kimiawi, gliserol diubah menjadi glikogen, selanjutnya
mengikuti metabolisme hidrat arang sampai menghasilkan tenaga.
Jadi, gliserol diubah menjadi tenaga melewati proses yang
dilakukan oleh karbohidrat. Asam lemak yang telah membentuk
emulsi setelah melewati dinding usus halus memasuki pembuluh
limpa. Bersama – sama dengan getah bening emulsi, lemak dibawa
ke dalam darah. Pertemuan pembuluh darah bening dengan
pembuluh darah terjadi pada vena porta.
Bersama – sama dengan darah, sebagian emulsi asam
lemak dibawa ke hati dan dibentuk menjadi trigliserida yang akan
dialirkan kembali ke dalam pembuluh darah. Trigliserida yang
dialirkan kembali ke dalam pembuluh darah tersebut adalah
lipoprotein. Metabolisme lemak menghasilkan tenaga berbentuk
ATP dengan sisanya hidrogendioksida dan karbondioksida. Lemak
akan dibakar mempunyai hasil sampingan yang disebut kolesterol.
(AAA.Hidayat.2006; 64).
c) Metabolisme Protein
Pada umumnya protein diserap dalam bentuk asam amino
dan bersama – sama dengan darah di bawah ke hati, kemudian
dibersihkan dari toksin. Proses masuknya asam amino dapat
dikatakan tidak bersifat dinamis dan selalu diperbarui. Asam amino
yang masuk tidak sebanding dengan jumlah asam amino yang
diperlukan untuk menutupi kekurangan amino yang dipakai oleh
tubuh. (AAA.Hidayat.2006; 65).
e. Ekskresi
Ekskresi yaitu proses pembuangan zat – zat sisa metabolisme dalam
tubuh untuk menjaga homeostatis. Caranya melalui defekasi, miksi,
diaforesis, ekspirasi. Defekasi ialah mengekskresi sisa metabolisme
berupa fese melalui saluran cerna. Miksi membuang sisa metabolisme
dalam bentuk urin yang dikeluarkan oleh urogenitalia. Diaforesis
merupakan mengeluarkan air dan karbondioksida. (Asmadi.2008; 78).

4. BATASAN KARAKTERISTIK
a. Mayor (harus terdapat)
1. Pasien yang tidak puasa mengeluhkan atau mendapat : asupan
makanan yang tidak adekuat, kurang dari angka kecukupan gizi
(recommended daily allowance,RDA), dengan atau tanpa disertai
penurunan berat badan atau
2. Kebutuhan metabolic aktual atau potensial dalam asupan yang
berlebihan.
b. Minor (mungkin terdapat)
1. Berat badan 10% sampai 20% atau lebih di bawah berat badan
ideal berdasarkan tinggi dan kerangka tubuh
2. Lipasan kulit triseps, lingkar lengan dan lingkar otot lengan kurang
dari 60% ukuran standar
3. Kelemahan otot dan nyeri tekan
4. Konfusi atau iritabilitas mental
5. Penurunan albumin serum
6. Penurunan transferin serum atau penurunan kapasitas ikatan-besi
7. Fontanel bayi cekung (Lynda Juall,Carpenito,2002,345)
5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
a. Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat
mempengaruhi pola konsumsi makan.
b. Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi
tinggi dapat mempengaruhi status gizi seseorang.
c. Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap
makanan tertentu juga dapat mempengaruhi status gizi
d. Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat
mengakibatkan kurang variasi makanan, sehingga tubuh tidak
memperoleh zat-zat yang dibutuhkan secara cukup.
(AAA.Hidayat.2006;69).
e. Ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi karena
penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak
sedikit. (AAA.Hidayat.2006;70).
f. Peningkatan basal metabolism rate.
g. Aktivitas tubuh
h. Faktor usia
i. Suhu lingkungan
j. Penyakit atau status kesehatan. (Tartowo.Wartonah.2006; 30).

6. KLASIFIKASI NUTRISI
a. Kurang dari Kebutuhan Nutrisi
Kondisi ketika individu, yang tidak puasa, mengalami atau berisiko
mengalami ketidakadekuatan asupan atau metabolisme nutrien untuk
kebutuhan metabolisme dengan atau tanpa disertai penurunan berat
badan. (Carpenito, LJ.2012; 346).
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik. (Wilkinson Judith, 2011; 503).
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang
dalam keadaan tidak berpuasa (normal) atau resiko penurunan berat
badan akibat ketidakcukupan asupan nutrisi kebutuhan matabolisme.
(AAA.Hidayat. 2006; 67).
Tanda klinis :
a) Berat badan 10-20% dibawah normal
b) Tinggi badan dibawah ideal
c) Lingkar kulit trisep lengan tengah kurang dari 60% ukuran standar.
d) Adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot
e) Adanya penurunan albumin serum
f) Adanya penurunan transferin
Kemungkinan penyebab :
a) Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna
kalori akibat penyakit infeksi atau kanker
b) Disfagia karena adanya kelainan
c) Penurunan absrobsi nutrisi akibat penyakit crohn atau intoleransi
laktosa.
d) Nafsu makan menurun. (AAA.Hidayat. 2006; 67).
b. Lebih dari Kebutuhan Nutrisi
Kondisi ketika individu mengalami atau berisiko mengalami
kenaikan berat badan yang berhubungan dengan asupan yang melebihi
kebutuhan metabolik. (Carpenito, LJ.2012; 360).
Asupan nutrisi yang melebihi kebutuhan metabolik. (Wilkinson
Judith M, 2011; 512).Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan
yang dialami seseorang yang mempunyai resiko peningkatan berat
badan akibat asupan kebutuhan metabolisme secara berlebih.
Tanda klinis :
a) Berat badan lebih dari 10% berat ideal
b) Obesitas (lebih dari 20% berat ideal).
c) Lipatan kulit trisep lebih dari 15 mm pada pria dan 25 mm pada
wanita
d) Adanya jumlah asupan yang berlebihan
e) Aktivitas menurun atau monoton.
Kemungkinan penyebab :
a) Perubahan pola makan
b) Penurunan fungsi pengecapan dan penciuman.
(AAA.Hidayat.2006; 67).
c. Obesitas
Obesitas merupakan masalah peningkatan berat badan yang
mencapai lebih dari 20% berat badan normal. (AAA.Hidayat.2006;
68).
Perubahan pola makan normal yang mengakibatkan perubahan berat
badan. (Taylor, M, 2010; 235).
Munculnya resiko perubahan pola makan normal yang
mengakibatkan peningkatan berat badan (Taylor, M, 2010; 237).
d. Malnutrisi
Kurang nutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan
kekurangan zat gizi pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai
masalah asupan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Gejala umumnya adalah berat badan rendah dengan asupan makanan
yang cukup atau asupan kurang dari kebutuhan tubuh, adanya
kelemahan otot, dan penurunan energi, pucat pada kulit, membrane
mukosa , konjungtiva, dan lain – lain. (AAA.Hidayat.2006; 68).
e. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang
ditandai dengan adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat
kekurangan insulin atau penggunaan karbohidrat secara berlebihan.
(AAA.Hidayat.2006; 68).
f. Hipertensi
Hipertensi merupakan gangguan nutrisi yang juga disebabkan oleh
berbagai masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti penyebab dari
adanya obesitas serta asupan kalsium, natrium, dan gaya hidup yang
berlebihan. (AAA.Hidayat.2006; 68).
g. Jantung Koroner
Penyakit jantung coroner merupakan gangguan nutrisi yang
disebabkan oleh adanya peningkatan kolesterol darah dan merokok.
Saat ini, penyakit jantung koroner sering dialami karena adanya
perilaku atau gaya hidup yang tidak sehat, obesitas dan lain-lain.
(AAA.Hidayat.2006; 68).
h. Kanker
Kanker merupakan gangguan nutrisi yang disebabkan
pengkonsumsian lemak secara berlebihan. (AAA.Hidayat.2006; 68).
i. Anoreksia Nervosa
Merupakan penurunan berat badan secara mendadak dan
berkepanjangan, ditandai dengan adanya konstipasi, pembengkakan
badan, nyeri abdomen, kedinginan, letargi, dan kelebihan energi.
(AAA.Hidayat.2006; 69).

7. PENATALAKSANAAN
a. Pemberian Nutrisi melalui oral
b. Pemberian Nutrisi melalui pipa penduga/Lambung
c. Pemberian Nutrisi melalui Parenteral.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan terhadap masalah kebutuhan nutrisi
dapat meliputi pengkajian khusus masalah nutrisi dan pengkajian fisik
secara umum yang berhubungan dengan kebutuhan nutrisi:
a. Identitas
Melakukan pengkajian yang meliputi nama pasien, jenis kelamin,
umur, status perkawinan, pekerjaan, alamat, pendidikan terakhir,
tanggal masuk, nomer register, diagnosa medis, dan lain-lain.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat makanan meliputi informasi atau keterangan tentang pola
makanan, tipe makanan yang dihindari ataupun diabaikan, makanan
yang lebih disukai, yang dapat digunakan untuk membantu
merencanakan jenis makanan untuk sekarang dan rencana makanan
untuk masa selanjutnya.
c) Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien saat dilakukan
pengkajian
d) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien bercerita tentang riwayat penyakit, perjalanan dari rumah
ke rumah sakit
e) Riwayat Penyakit Dahulu
Data yang diperoleh dari pasien, apakah pasien mempunyai
penyakit di masa lalu maupun sekarang
f) Riwayat Penyakit Keluarga
Data yang diperoleh dari pasien maupun keluarga pasien, apakah
keluarga ada yang memiliki riwayat penyakit menurun maupun
menular.
g) Tingkat Aktifitas sehari-hari
Pola Istirahat /Tidur
1) Waktu tidur
Waktu tidur yang dialami pasien pada saat sebelum sakit dan
dilakukan di rumah, waktu tidur yang diperlukan oleh pasien
untuk dapat tidur selama di rumah sakit
2) waktu bangun
waktu yang diperlukan untuk mencapai dari suatu proses NERM
ke posisi yang rileks, waktu bangun dapat dikaji pada saat pasien
sebelum sakit dan pada saat pasien sudah di rumah sakit
3) masalah tidur
apa saja masalah-masalah tidur yang dialami oleh pasien pada
saat sebelum sakit dan pada saat sudah masuk di rumah sakit
4) hal-hal yang mempermudah tidur
hal-hal yang dapat membuat pasien mudah untuk dapat tidur
secara nyenyak
5) hal-hal yang mempermudah pasien terbangun
hal-hal yang menyangkut masalah tidur yang menyebabkan
pasien secara mudah terbangun. (Stuart dan Sunden, 1995)
Pola Eliminasi
1) Buang Air Kecil
Berapa kali dalam sehari, adakah kelainan, berapa banyak,
dibantu atau secara mandiri
2) Buang Air Besar
Kerutinan dalam eliminasi alvi setiap harinya, bagaimanakah
bentuk dari BAB pasien (encer, keras, atau lunak)
3) Kesulitan BAK / BAB
Kesulitan-kesulitan yang biasanya terjadi pada pasien yang
kebutuhan nutrisinya kurang, diet nutrisi yang tidak adekuat
4) Upaya mengatasi BAK / BAB
Usaha pasien untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pola
eliminasi
Pola Makan dan Minum
1) Jumlah dan jenis makanan
Seberapa besar pasien mengkonsumsi makanan dan apa saja
makanan yang di konsumsi
2) Waktu pemberian makanan
Rentang waktu yang diperlukan pasien untuk dapat
mengkonsumsi makanan yang di berikan
3) jumlah dan jenis cairan
berapakah jumlah dan apasajakah cairan yang bisa dikonsumsi
oleh pasien yang setiap harinya di rumah maupun dirumah sakit
4) waktu pemberian cairan
waktu yang di butuhkan pasien untuk mendapatkan asupan cairan
5) masalah makan dan minum
masalah-masalah yang dialami pasien saat akan ataupun setelah
mengkonsumsi makanan maupun minuman
Kebersihan Diri / Personal Hygiene
1) pemeliharaan badan
kebiasaan pasien dalam pemeliharaan badan setiap harinya mulai
dari mandi, keramas, membersihkan kuku dan lain-lain
2) pemeliharaan gigi dan mulut
rutinitas membersihkan gigi, berapa kali pasien menggosok gigi
dalam sehari
3) pola kegiatan lain
kegiatan yang biasa dilakukan oleh pasien dalam pemeliharaan
badan
Data Psikososial
1) pola komunikasi
pola komunikasi pasien dengan keluarga atau orang lain, orang
yang paling dekat dengan pasien
2) dampak di rawat di Rumah Sakit
dampak yang ditimbulkan dari perawatan di Rumah Sakit
Data Spiritual
1) ketaatan dalam beribadah
2) keyakinan terhadap sehat dan sakit
3) keyakinan terhadap penyembuhan

a. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Composmentis, somnolen, koma, delirum
2. Kesadaran
3. Tanda-tanda vital
Ukuran dari beberapa criteria mulai dari tekanan darah, nadi,
respirasi, dan suhu
4. Pemeriksaan Kepala
Pada kepala yang dapat kita lihatadalah bentuk kepala,
kesimetrisan, penyebaran rambut, adakah lesi, warna, keadaan rambut
5. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi : adakah sianosis, bentuk dan struktur wajah
6. Pemeriksaan Mata
Pada pemeriksaan mata yang dapat dikaji adalah kelengkapan dan
kesimetrisan
7. Pemeriksaan Hidung
Bagaimana kebersihan hidung, apakah ada pernafasan cuping
hidung, keadaan membrane mukosa dari hidung
8. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi : Keadaan telinga, adakah serumen, adakah lesi infeksi
yang akut atau kronis
9. Pemeriksaan Leher
Inspeksi : adakah kelainan pada kulit leher
Palpasi : palapasi trachea, posisi trachea (miring, lurus, atau
bengkok), adakah pembesaran kelenjar tiroid, adakah
pembendungan vena jugularis
10. Pemeriksaan Integumen
Bagaimanakah keadaan turgor kulit, adakah lesi, kelainan pada
kulit, tekstur, warna kulit
11. Pemeriksaan Thorax
Inspeksi dada, bagaimana bentuk dada, bunyi normal
12. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi dan Palpasi : mendeteksi letak jantung, apakah ada
pembesaran jantung
Perkusi : mendiagnosa batas-batas diafragma dan abdomen
Auskultasi : bunyi jantung I dan II
13. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: bagaimana bentuk abdomen (simetris, adakah luka,
apakah ada pembesaran abdomen)
Auskultasi: mendengarkan suara peristaltic usus 5-35 dalam 1
menit
Perkusi: apakah ada kelainan pada suara abdomen, hati (pekak),
lambung (timpani)
Palpasi: adanya nyeri tekanan atau nyeri lepas saat dilakukan
palpasi.
14. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi: keadaan rambut pubis, kebersihan vagina atau penis,
warna dari kulit disekitar genetalia
Palpasi: adakah benjolan, adakah nyeri saat di palpasi
15. Pemeriksaan Anus
Lubang anus, peripelium, dan kelainan pada anus
16. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Kesimetrisan otot, pemeriksaan abdomen, kekuatan otot, kelainan
pada anus
17. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran atau meninggal ringan, syaraf otak, fungsi
motorik, fungsi sensorik
18. Pemeriksaan Status Mental
Tingkat kesadaran emosi, orientasi, proses berfikir, persepsi dan
bahasa, dan motivasi
19. Pemeriksaan Tubuh Secara Umum
Kebersihan, normal, postur
20. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah pemeriksaan albumin serum,
Hemoglobin, glukosa, elektrolit, dan lain-lain.
(AAA.Hidayat.2006; 70 – 71).

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual dan muntah
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan gangguan absorbs
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN OKSIGENASI
A. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Oksigenasi
1. Pengertian
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
mendasar.Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan
unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh ( Andarmoyo, sulistyo,
2012).Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh
sel tubuh. Oksigen akan digunakan dalam metabolisme sel membentuk
ATP (Adenosin Trifosfat) yang merupakan sumber energi bagi sel tubuh
agar berfungsi secara optimal.Terapi oksigen merupakan salah satu terapi
pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen
adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah
sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada
miokardium( Potter & Perry, 2006).
2. Anatomi Pernapasan
a. Hidung
Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di belakang
hidung eksterna. Hidung eksterna terdiri dari tulang kartilago sebelah
bawah dan tulang hidung di sebelah atas ditutupi bagian luarnya
dengan kulit dan pada bagian dalamnya dengan membran
mukosa.Rongga hidung memanjang memanjang dari nostril pada
bagian depan ke apertura posterior hidng, yang keluar ke nasofaring
bagian belakang.Septum nasalis memisahkan kedua rongga hidung.
Septum nasalis merupakan struktur tipis yang terdiri dari tulang
kartigo, biasanya membengkok ke satu sisi atau salah satu sisi yang
lain, dan keduanya dilapisi oleh membran mukosa. Dinding Lateral
dari rongga hidung sebagian dibentuk oleh maksila, palatum dan os
sphenoid.Konka superior, Inferior dan media (turbinasi hidung)
merupakan tiga buah tulang yang melengkung lembut melekat pada
dinding lateral dan menonjol ke dalam rongga hidung. Ketiga tulang
tersebut tertutup oleh membran mukosa. Sinus paranasal merupakan
ruang pada tulang kranial yang berhubungan melalui ostium ke dalam
rongga hidung. Sinus tersebut ditutupi oleh membran mukosa yang
berlanjut dengan rongga hidung. Ostium ke dalam rongga hidung.
Lubang hidung, sinus sphenoid, diatas konkha superior.
b. Faring,
Faring atau tenggorok merupakan struktur sperti tuba yang
menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Adenoid atau
tonsil faring terletk dalam langit-langit nasofaring . Fungsi faring
adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiration dan
digestif(Brunner & Suddarth. 2002)
c. Laring
Laring merupakan pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang
rawan yamg dilengkapi dengan otot, membrane, jaringan ikat, dan
ligamentum . Sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi
epiglottis, lipatan dari epiglottis ariteroid dan piat intararitenoid, dan
sebelah tepi bawah kartilago krikoid. Fugsi laring sebagai vokalalisasi
yang menilabtaknsistem pernapasan yang meliputi pusat khusus
pengaturan bicara dalam kortek serebri, pusat respirasi di dalam batang
otak, artikulasi serta resonansi dari mulut dan rongga hidung
d. Trakea
Trakea adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk
oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak di
antara vertebrae servikalis VI sampai ke tepi bawah ketilago krikoidea
vertebra torakalis V. Panjangnya kira-kira 13 cm dan diameter 2,5 cm
dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding fibroealitis yang tertanam
dalam balok-balok hialin yang mempertahankan trakea tetap terbuka.
e. Bronkus
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur
sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan
trakea dan berjalan ke bawah kearah tumpuk paru. Bagian bawah
trakea mempunyai cabang 2, kiri dan kanan yang dibatasi oleh garis
pembatas.
f. Pulmo (Paru-paru)
Pulmo atau paru merupakan salah satu organ pernapasan yang
berada didalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan
pleura viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastic, dan berada dalam
rongga torak. Sifatnya ringan dan terapung di dalam air. Paru berwarna
biru keabu-abuan dan berbintik-bintik karena partikel-partikel debu
yang masuk termakan oleh fagosit. Fungsi utama paru-paru adalah
untuk pertukaran gas antara udara atmosfer dan darah. Dalam
menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa mekanik yang
berfungsi ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru
(inspirasi) dan mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh
(ekspirasi). ( Syafudin, 2011)
3. Fisiologi Pernafasan
Ada tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni : ventilasi, perfusi
dan difusi( Potter & Perry, 2006).
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas kedalam dan
keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan
throak yang elastic dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan yang
utama adalah diagfragma(Potter & Perry, 2006). Ventilasi adalah
proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar
500 ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi kare.na adanya
perbedaan tekanan antara intrapleural lebih negative (752 mmHg)
daripada tekanan atmofer (760 mmHg) sehingga udara akan masuk ke
alveoli.
1. Kerja Pernapasan
Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk
mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja
pernafasan ditentkan oleh tingkat kompliansi paru, tahanan jalan
nafas, keberadaan ekspirasi yang aktif, dan penggunaan otot-otot
bantu pernafasan.
Kompliansi menurun pada penyakit, seperti edema pulmonar,
interstisial, fibrosis pleura, dan kelainan struktur traumatic, atau
congenital seperti kifosis atau fraktur iga.
Tahanan jalan nafas dapat mengalami peningkatan akibat
obstruksi jalan nafas, penyakit di jalan nafas kecil (seperti asma),
dan edema trakeal. Jika tahanan meningkat, jumlah udara, jumlah
udara yang melalui jalan nafas anatomis menurun. Ekspirasi
merupakan proses pasif normal yang bergantung pada property
recoil elastic dan membutuhkan sedikit kerja otot atau tidak sama
sekaliVolume Paru
Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi
pulmonary. Spirometer mengukur volume paru yang memasuki
atau yang meninggalkan paru-paru. Variasi volume paru dapat
dihubungkan dengan status kesehatan, seperti kehamilan, latihan
fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif. Jumlah
surfaktan, tingkat kompliansi, dan kekuatan otot bantu pernafasan
mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru.
2. Tekanan
Gas bergerak ke dalam dan keluar paru karena ada
perubahan tekanan. Tekanan intrapleura bersifat negative atau
kurang dari tekanan atmosfer yakni 760 mmHg pada permukaan
laut. Supaya udara mengalir ke dalam paru-paru, maka tekanan
intrapleura harus lebih negative dengan gradient tekanan antara
atmosfer dan alveoli
b. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru
untuk dioksigenasi, di mana pada sirkulasi paru adalah darah
dioksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dri ventrikel
kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut
serta dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kapiler
dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung.
Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume
darah yang besar sehingga dapat dipergunakan jika sewaktu-waktu
terjadi penurunan volume atau tekanan darah sistemik.
c. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan
konsentrasi yang lebih tinggi kedaerah degan konsentrasi yang lebih
rendah. Difusi gas pernafasan terjadi di membrane kapiler alveolar
dan kecepatan difusi dapat dipegaruhi oleh ketebalan
membrane(Potter & Perry, 2006).
4. Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi
Keadekuatan sirkulasi, ventelasi, perfusi, dan transport gas – gas
pernapasan kejaringan dipengaruhi oleh empat tipe factor :
a. Faktor fisiologis
Tabel 1. Proses Fisiologis yang Mempengaruhi Oksigenasi (Potter &
Perry, 2006)

PROSES PENGARUH PADA


OKSIGENASI

Anemia Menurunkan kapasitas darah yang


membawa oksigen

Racun inhalasi Menurunkan kapasitas darah yang


membawa oksigen

Obstruksi jalan nafas Membatasi pengiriman oksigen


yang diinspirasi ke alveoli

Dataran tinggi Menurunkan konsentrasi oksigen


inspirator karena konsentasi
oksigen atmosfer yang lebih
rendah.
Demam Meningkatkan frekuensi
metabolism dan kebutuhan
oksigen di jaringan.

Penurunan pergerakan dinding Mencegah penurunan diafragma


dada (kerusakan muskulo) dan menurunkan diameter
anteroposterior thoraks pada saat
inspirasi, menurunkan volume
udara yang diinspirasi.

Adapun kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada :


1. Kehamilan
Ketika fetus mengalami perkembangan selama kehamilan, maka
uterus maka uterus yanb berukuran besar akan mendorong isi
abdomen ke atas diagfragma.
2. Obesitas
Klien yang obese mengalami penurunan volume paru. Hal ini
dikarenakan thorak dan abdomen bagian bawah yang berat.
3. Kelainan musculoskeletal
Kerusakan muskulosetal di region thorak menyebabkan penurunan
oksigenasi.
4. Konfigurasi structural yang abnormal
5. Trauma
6. Penyakit otot
7. Penyakit system persarafan
8. Perubahan system saraf pusat
9. Pengaruh penyakit kronis.
10. Faktor Perkembangan
a) Bayi Prematur
Bayi premature : berisiko terkena penyakit membrane
hialin, yang diduga disebabkan defisiensi surfaktan.
b) Bayi dan Todler
Bayi dan toddler : berisiko mengalami infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) hasil pemaparan dari anak-anak lain
dan pemaparan asap dari rokok. Selain itu, selama proses
pertumbuhan gigi, beberapa bayi berkembang kongesti nasal
yang memungkinkan pertumbuhan bakteri dan meningkatkan
potensi terjadinya ISPA. ISPA yang sering doalami adalah
nasofaringitis, faringitis, influenza, dan tonsillitis.
c) Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi
pernapasan dan factor-faktor resiko pernafasan, misalnya asap
rokok dan merokok.
d) Dewasa muda dan dewasa pertengahan
Individu pada usia pertengahan dan dewasa muda terpapar
pada banyak factor resiko kerdiopulmonar seperti diet yang
tidak sehat, kurang latihan fisik, obat-obatan.
e) Lansia
Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia yang
berhubungan dengan osteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan
kosta. Otot – otot pernapasan melemah dan sirkulsi pemubuluh
darah pulmonar menurun.
b. Faktor Perilaku
a) Nutrisi
Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam beberapa
cara. Klien yang mengalami kekurangan gizi mengalami
kelemahan otot pernafasan. Kondisi ini menyebabkan kekekuatan
otot dan kerja pernapasan menurun.
b) Latihan Fisik
Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolism tubuh dan
kebutuhan oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan
meningkat, memampukan individu untuk mengatasi lebih banyak
oksigen dan mengeluarkan kelebihan karbondoksida.
c) Merokok
Dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung,
penyakit paru obstrukti kronis, dan kanker paru.
d) Penyalahgunaan Substansi
Penggunaan alcohol dan obat-obatan secara berlebihan akan
menggganggu oksigenasi jaringan. Kondisi ini sering kali memiliki
asupan nutrisi yang buruk.Kondisi ini menyebabkan penurunan
asupan makanan kaya gizi yang kemudian menyebabkan
penurunan prosuksi hemoglobin.
c. Faktor Lingkungan
Abestosis merupakan penyakit paru yang memperoleh di tempat
kerja dan berkembang setelah individu terpapar asbestosis.
1) Ansietas
Keadaan yang terus-menerus pada insietas beat akan meningkatkan
laju metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen akan
meningkat(Potter & Perry, 2006).
5. Patofisologi
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang
masuk ke dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa
faktor (kondisi anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan
berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi.
Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel
vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin,
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis
tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan
oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat
sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis, (3)
otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis. Setalah
pelapasan toksik yang mengakibatkan regitasi otot rangka, sehingga
menurunkan ekspansi dada yang mengakibatkan peningkatan RR sehingga
terjadi gangguan oksigenasi.
Trauma pada tulang rangka yang multiple yang menyebabkan hail
chest sehingga menyebabkan pernapsan paradoksal terjadi gangguan
oksigenasi jika tidak terasai maka akan terjadi hipoksia tubuh
mengonpensasi dengan perpasan yang dalam dan freakuensi yang cepat
serta dipnea.

Pathway :

Invasi Clostridium Trauma


Tetani

Fraktur tulang rangka mutiple

Pelepasan
tetanuspasmik Fail Chest
dan tetanolisin

Px mengalami pernapasan
Rigiditas paradoksal
otot
pernafasan
Gangguan Oksigenasi
Penurunan ekspansi
dada
Penurunan kadar oksigen
yang diinspirasi, penurunan
kadar hemoglobin dan
RR meningkat, ,
ketidakmampuan jaringan
penggunaan otot bantu
untuk mengambil oksigen
pernafasan

Hipoksia

Ketidakefektipan Peningkatan Frekuensi


pola nafas dan kedalaman Dipsnea
pernapasan
6. Perubahan Fungsi Pernapasan
Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan
kondisi-kondisi yang mempengaruhi ventelasi dan transport oksigen.
a. Hiperventilasi
Hiperventilasi meerupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebihan
yang dibutuhkan untuk mengeleminasi kerbondioksida normal di vena
yang diproduksi melalui metabolism seluler. Hieprventilasi bisa
disebabkan oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan
asam-basadan hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau syok.
Hiperventilasi juag dapat ketika tubuh berusaha mengompensasi
asidosis metabolic dengan memproduksi alkalosis repiratorik. Tanda
dan gejala hiperventilasi adlaah takikardi, nafas pendek, nyeri dada,
pusing, disorientasi, tinnitus dan penglihatan yang kabur.
b. Hipoventilaasi
Tertjai ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon dioksida secara adekuat.
Tanda dan gejala hipoventilasi adalah pusing, nyeri kepala, letargi,
disorientasi, koma dan henti jantung. Terapi umtuk penanangan
hiperventilasi dan hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab
yang mendasaro gangguan tersebut, kemudian ditingkatkan oksigenasi
jaringan, perbaikan fungsi ventilasi, dan upaya keseimbangan asam
basa.
c. Hipoksia
Hipoksia adalah oksigenasi yang tidak adekuat pada tingkat
jaringan Kondisi ini terjadi akibat defesiensi pengahantaran oksigen
atau penggunaan oksigen diseluler. Hipoksia disebabkan oleh
penuruanan kadar hemoglobin dan penuruna kapasitas darah yang
membawa oksigen, penuruan konsentrasi oksigen yang diinspirasi,
ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah seperti
terjadi pada kasus keracunan sianida. Penurunan difusi oksigen dari
alveoli ke darah, seperti terjadi pada pada kasus
Pneumonia, perfusi darah yang mengandung oksigen jaringan
yang buruk, sperti pada syok dan keruskan vemtilasi. Tanda dan gejala
hipoksia termsuk rasa cemas, gelisah, tidak mampu berkonsentrasi,
penurunan tingkat kesadaran, pusing perubahan prilaku, pucat dan
sianosis.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Saat melakukan inspeksi perawat melakukan oservasi dari ujung
kepala sampai kaki klien untuk mengkaji kulit dan warna membarn
mukosa, penampilan umum, tingkat kesadaran, keadekuatan sirkulasi
sistemik, pola pernapasan dan gerakan dinding dada.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan palpasi,
jenis dan jumlah kerja thorak, daearah nyeri, tekan dapat diketahui dan
perawat dapat mengidentifikasi taktil fremitis, getaran dada, angkatan
dada dan titik impuls maksimal.
c. Perkusi
Perkusi adalah tindakan mengetuk-ngetuk suatu objek untuk
menentukan adanya udara, cairan, atau benda padat di jaringan yang
berada di bawah objek tersebut.
d. Auskultasi
Penggunaan auskultasi memampukan perawat mengidentifikasi bunyi
paru dan jantung yang normal maupun yang tidak normal.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektrokardiogram
Elektrokardiogram ( EKG ) menghasilkan rekaman grfaik aktivitas
listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas
secara efisien.
c. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane
kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
d. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
e. Pemeriksaan sinar x dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
f. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel
sputum/benda asing yang menghambat jalan nafas.
6. Tindakan Penanganan
a. Penatalaksanaan medis
1. Pemantauan Hemodinamika
2. Pengobatan bronkodilator
3. Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh
dokter, misal: nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu
pemberian oksigen jika diperlukan.
4. Penggunaan ventilator mekanik
5. Fisoterapi dada
b.      Penatalaksanaan keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
a.   Pembersihan jalan nafas
b. Latihan batuk efektif
c. Pengisafan lender
d. Jalan nafas buatan
2. Pola Nafas Tidak Efektif
a. Atur posisi pasien ( semi fowler )
b. Pemberian oksigen
c. Teknik bernafas dan relaksasi
3. Gangguan Pertukaran Gas
a. Atur posisi pasien ( posisi fowler )
b. Pemberian oksigen
c. Pengisapan lender
7. Komplikasi
a. Penurunan Kesadaran
b. Hipoksia
c. Cemas dan gelisah
8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul
a. Pola napas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Bersihan jalan napas tidak efektif
d. Intoleransi Aktivitas
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

REKAMAN ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN AWAL KEPERAWATAN UMUM


DIRUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH
A. IDENTITAS

Nama : Tn. A Ruang Rawat : Alamanda

Umur : 71 thn No. Rekam Medik : 000855

Pendidikan : SD Tgl/Jama Masuk : 11/11/2020, 02.30 wita

Pekerjaan : wiraswasta Tgl/Jam Pengambilan Data : 16/11/2020, 12.45 wita

Suku : Mandar Diagnosa Masuk : Susp. TB Paru

Agama : Islam Cara masuk : ()Berjalan () Kursi Roda ( √) Brankar

Status perkawinan : Menikah Pindahan Dari : PKM WONO

Alamat : Campurjo

Sumber Informasi : Klien dan Keluarga


B. RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan : Sesak Nafas

Utama : Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 16/11/20, Pukul 12.45 wita di

Keluhan saat Ruang Perawatan Alamanda klien mengatakan batuk berdahak, sesak nafas,

ini nyeri dada jika saat batuk,nyeri dan edema pada ekstremitas bawah nyeri terasa

tertusuk-tusuk dengan durasi tidak menentu, klien mengatakan susah tidur dan

klien tidak pernah mandi selama dirawat dirumah sakit, keluarga klien

mengatakan makanan dihabiskan sepiring tergantung menu makanannya.


() Tidak pernah opname (√) Pernah opname dengan sakit : TB Paru Di RS : RSUD Polewali

Mandar

Pernah mendapat pengobatan : ( ) Tidak (√) Ya

BB Sebelum Sakit : 56Kg Pernah Operasi : (√) Tidak () Pasca Operasi Hari Ke :
C. KEADAAN UMUM

Kesadaran : (√) CM ( ) Somnolen ( ) Apatis ( ) Soporos Koma ( ) Koma

Pasien Mengerti Tentang Penyakitnya : (√) Tidak () Ya


D. KEBUTUHAN DASAR
RASA NYAMAN NYERI
- Suhu : 36 0C () Gelisah ( √) Nyeri ( √ ) Skala Nyeri : 4 (Sedang) (0-10)

- Gambaran nyeri :Nyeri seperti tertusuk tusuk

- Lokasi Nyeri : Dada Frekuensi : Sewaktu-waktu/Kadang-Kadang Durasi : Tidak

menentu

- Respon Emosional : Baik Lain-lain : Klien tampak meringis


Masalah Keperawatan :

( √ ) Nyeri ( ) Hipertermia ( ) Hipotermia

NUTRISI KEBERSIHAN PERORANGAN


- TB : 168Cm BB : 56kg - Kebiasaan mandi :2 x/hari dengan tissue basah
IMT : 19.8 - Cuci rambut : tidak pernah selama dirawat di
- Kebiasaan makan :3x/hari Teratur ( ) RSUD
Tidak teratur (√) - Kebiasaan gosok gigi :1x/hari
- Keluhan saat ini : - Kebersihan badan : (√) Bersih () Kotor
(√ ) TAK () Tidak Nafsu makan () - Keadaan rambut : (√) Bersih () Kotor
Mual ( ) Muntah - Keadaan kulit kepala : (√) Bersih () Kotor
() Sukar/Sakit Menelan ( ) Sakit gigi ( ) - Keadaan kuku : (√) Pendek () panjang ( √)Bersih
Stomatitis ()Kotor
( ) Nyeri ulu hati/salah cernah, yang - Keadaan vulva/perineal : () Bersih ( ) Kotor :
berhubungan dengan pasien telat - Keluhan saat ini : (√ ) TAK ( ) Eritema ( ) gatal-
makan gatal ( ) luka
- Di sembuhkan dengan : - Integritas kulit : (√ ) TAK ( ) Jaringan parut ( )
- Pembesaran tiroid : Tidak ada kemerahan
- Penampilan lidah : kotor/ coated tongue ( ) laserasi ( ) userasi ( ) ekimosis ( ) lepuh ( )
- Bising Usus : 24x/menit Drainase
(√)terpasangInfus - Luka bakar :
(dimulai tgl : 11/11/20 (Derajat/Persen)
Jenis cairan: RL, 16 tpm - Tandai lokasi dengan menggambar bentuk depan
Dipasang di : Tangan Kiri dan belakang tubuh
- Porsi makan yang di habiskan : - Keadaan Luka: ( ) Bersih ( ) Kotor
Dihabiskan (Sepiring) tergantung menu - Lain-lain
makanannya.
- Makanan yang di sukai : semua jenis
makanan
- Diet : makanan berminyak dan
berlemak tinggi.
- Lain-lain : klien mengatakan nafsu
makan baik, BAB lancar.

Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan :


() Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari ( √)Penurunan Rawat diri
kebutuhan ( ) Gangguan integritas kulit
( ) Ketidak seimbangan nutrisi lebih dari
kebutuhan
CAIRAN AKTIVITAS & LATIHAN
- Kebisaan minum : ±2000 cc/hari - Aktivitas waktu luang : Tirah Baring
Jenis : Air Putih mineral hangat Aktivitas/Hoby : -
- Turgor kulit : () Kering () Tidak elastic - Kesulitan bergerak : () Tidak (√) Ya
( √) Baik
- Punggung kuku : Terlihat Bersih
Warna: Merah Jambu (D) (S)
Pengisian kapiler :<2 detik - Kekuatan otot : 5 5
- Mata cekung : (√) Tidak () Ya : Ka/Ki
4 4
- Konjungtiva : Anemis
- Sklera : berwarna putih - Tonus otot :
- Edema : () Tidak (√ - Keluhan saat ini : Klien mengatakan nyeri dan
- ) Ya : Ka/Ki bengkak pada ekstremitas bawah: () Tidak (√)Ya
- Terpasang infuse : () Tidak (√) Ya: ( √)Nyeri Otot () Kaku otot (√) Lemah Otot
26tts/menit () Kelelahan ( ) Amputasi ( ) Deformitas
- di ; tangan kiri cairan : RL Kelainan bentuk ekstremitas : edema pada
- Lain-lain : ekstremitas bawah
- Pelaksanaan aktivitas : ( ) Mandiri (√) Parsial ( )
Total
- Jenis aktifitas yang perlu dibantu : berjalan ke toilet.
- Lain-lain :

Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan


()Penurunan volume cairan (√) Hambatan mobilitas fisik
()Kelebihan volume cairan
ELIMINASI OKSIGENIASI

- Kebisaan BAB : 1x/hari BAK : 7x/hari - Nadi : 85 x/menit Pernafasan : 26x/menit


- Menggunakan laxsan : (√) tidak ( ) ya. - TD : 150/80mmHg Bunyi Nafas : wheezing
Jenis : - Sirkulasi oksigenasi : ( √)TAK ( )Pusing ( )
- Menggunakan diuretik : (√) tidak ( ) ya. Sianosis
Jenis : (√) akral dingin ( ) clubbing finger
- Keluhan BAK Saai ini : tidak ada - Dada : ( ) TAK ( ) retraksi dada (√) nyeri dada
( ) Retensi urin ( ) inkontinensia urin ( ( ) berdebar-debar ( )defisiensi trackhea ( √)bunyi
) disuria jantung Normal (frekwensi : x/m( )Mur-mur ( )
( ) Keseringan ( ) Urgensi ( ) gallop
Nocturia - Riwayat penyakit : ( )bronchitis ( )Asma
- Peristaltik usus : 24x /menit (√ )Tuberkulosis ( )Empisema () hipertensi ( )
( ) tidak ada peristaltik ( ) demam rematik ( ) flebitis () kesemutan
Hiperperistaltik - Lain-lain : klien terpasang O2 nasal kanul
- Keluhan BAB saat ini : tidak ada 3liter/menit, klien tampak batuk dan sesak nafas.
( ) Belum pernah BAB selama di RS
- Abdomen : -
Lunak/keras : lunak
Massa : tidak ada masaa Ukuran/lingkar
Abdomen : 78
- Terpasang kateter urine : (√) Tidak () ya
(dimulai tgl : di :
- Pengguna alkohol :
Jumlah/frekwensi :
- Lain-lain :

Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah keperawatan


( ) Diare ( ) Konstipasi ( ) Inkontinen ( ) (√)Bersihan jalan nafas tidak efektif
Retensi urin () Intoleran aktifitas( √)Pola nafas tidak efektif
( ) Inkontinen Urin ( ) Disuria ( ) Keseringan()Ggn pertukarn gas ( )Penurunan Curah Jantung
( ) Urgensi ( )Risikoganguan perfusi jaringan.......................

TIDUR DAN ISTIRAHAT PENCEGAHAN TERHADAP BAHAYA


- Kebiasaan tidur : (√) Malam (√) Siang - Refleksi : (√) TAK ( ) kelumpuhan
- Lama Tidur : Malam: 3 Jam Siang : - Penglihatan : (√) TAK () masalah:
2 jam - Pendengaran: (√) TAK ( ) masalah :
- Kebiasaan tidur : Siang Hari - Penciuman : (√) TAK ( ) masalah :
- Kebiasaan tidur : (√) tidak () Ya, - Perabaan : (√) TAK ( ) masalah :
- dipengaruhi oleh faktor : nyeri pada - Lain-lain :
ekstremitas
- Lain-lain :

Masalah Keparawatan Masalah Keparawatan : Tidak ada


( √)gangguan pola tidur () Resiko Injury( )Resiko trauma
( )Gannguan presepsi sensorik
NEOROSENSORIS KEAMANAN
Status Mental : Baik Alergi/sensitivitas : Tidak ada

Kesadaran :CM (√) mengantuk ( ) letargi Perubahan system imun sebelumnya: Menurun

( ) stupor Penyebab: Terinfeksi Mikrobakterium Tuberkolosis

( ) koma ( ) kooperatif ( ) menyerang ( Riwayat penyakit hubungan seksual (tanggal/tipe) :

) delusi Perilaku resiko tinggi : periksa :

( ) halusinasi afek (gambarkan) : Transfuse darah/jumlah : tidak pernah

- Memori : saat ini : (√) yang lalu : Kapan :

ya Gambaran reaksi :

- Kaca mata: tidak Riwayat cedera kecelakaan :

- kontak lensa : Tidak Masalah punggung : tidak pernah


- Alat bantu dengar : (√) tidak ( ) ya di : Pembesaran nodus : tidak ada

- Ukuran/reaksi pupil : tidak dikaji mm Kekuatan umum : Sedang

ka/ki : isokor/an isokor Cara berjalan : Normal

- Facial drop : (√) tidak ( ) kaku kuduk ( )

tidak ( ) ya

- Genggaman tangan/lepas : ka/ki : baik

postur :

- Koordinasi :............. refleks patella

ka/ki :baik

- Refleks tendom dalam bisep/trisep : baik

- Kernig sign : (√ ) tidak ( ) ya

- Babinsky : ( √ ) tidak ( ) ya

- Chaddock : ( √ ) tidak ( ) ya

- Brudinsky : (√ ) tidak ( ) ya
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan : Tidak ada

( ) Gangguan perfusi jaringan cerebral ( )Resiko injury b/d penurunan absorpsi VitK

( √) Risti perluasan infeksi (sepsis/serangan infeksi

oportunistik baru).
SEKSUALITAS
- Aktif melakukan hubungan seksual : (√) Pria

tidak () ya - Gangguan Prostat : tiidak

- Penggunaan kondom : tidak dikaji - Sirkumsisi : (√) tidak () ya Vasektomi : (√) Tidak

- Masalah-masalah/kesulitan seksual : tidak ( ) Ya

dikaji - Payudara/testis :

- Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat Tanda ( Obyektif) : tidak dikaji

: tidak dikaji Pemeriksaan :

Wanita payudara/Penis/Testis :

- Usia menarke : Kulit genetalia/Lest :

- Thn, lamanya siklus :

- Durasi :

- Periode menstruasi terakhir :

- Perdarahan antar periode


Masala Keperawatan : Tidak ada ( )Perdarahan ( )Gangguan citra tubuh ( √ )

Disfungsi seksualitas

( ) Gangguan pemenuhan kebutuhan seksualitas

KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN RESIKO SERTA INTERAKSI SOSIAL


- Lama perkawinan : tidak diingat oleh - Sosiologis : (√) TAK ( ) menarik diri
klien () komunikasi lancar () komunikasi tidak lancar
- , hidup dengan: Anak ( ) afasia ( ) isolasi diri ( ) amuk
- Masalah-masalah kesahatan/stress : Tidak - Perubahan bicara : Tidak Ada
ada - Adanya laringektomi :
- Cara mengatasi stress : Kumpul Dengan - Komunikasi verbal/nonverbal dengan keluarga/orang
Keluarga terdekat lain : Baik
- Orang Pendukung Lain : Anak dan cucu - Spiritual : ( ) TAK
- Peran Dalam Struktur Keluarga : Kakek - Kegiatan keagamaan :
- Masalah-masalah Yang berhubungan - Lain-lain : klien tidak pernah melaksanakan ibadah
Dengan Penyakit/Kondisi : selama dirawat.
- Psikologis : (√)Tak ()gelisah ( )Takut
( )Sedih( )Rendah diri ( )Hiperaktif ()
acuh tak acuh
()Marah ()Mudah Tersinggung
( ) Merasa Kurang sempurna ( ) Eurofik
( ) tidak Sabar
- Lain-lain : klien menerima kondisi nya
saat ini.

Masalah keperawatan : Tidak ada ( )kecemasan( )ketakutan ( ) koping individu tidak efektif
( ) isolasi diri
( ) hambatan komunikasi verbal ( ) spiritual distress ( ) resiko merusak diri ()
harga diri rendah
E. PENYULUHAN DAN PEMBELAJARAN
1. Bahasa dominan (khusus) : Bahasa Mandar dan Indonesia
( ) Buta huruf : ÔKetidakmampuan belajar khusus :
( ) Keterbatasan kognitif :
2. Informasi yang telah disampaikan :
(√ ) pengaturan jam besuk () hak dan kewajiban klien ( ) tim / petugas yang merawat
Ô lain-lain : informasi tentang sakit yang di derita
3. Masalah yang telah dijelaskan :
Ô perawatan diri dirumah sakit (√) obat-obatan yang diberikan Ô lain-lain :
Obat yang diresepkan (lingkari dosis yang terakhir) :
Riwayat pengobatan, obat tanpa resep / obat-obatan bebas :
Obat-obatan jalanan / jamu : Tidak Ada
Pemeriksaan fisik lengkap terakhir : Baik, Ku sedang
4. Factor resiko keluarga (tandai hubungan) :
Ô diabetes mellitus √ tuberculosis Ô penyakit jantung Ô stroke Ô TD
tinggi
Ô epilepsy Ô penyakit ginjal Ô kanker Ô penyakit jiwa Ô
lain-lain

F. DATA GENOGRAM

G1

G2

G3
71

Keterangan:

= Laki-laki

= Perempuan

= Garis perkawinan

= Garis keturunan

= Tinggl dalam satu rumah


= Pasien

= Perempuan meninggal

= Laki-laki meninggal

Keterangan:
1. Generasi I : Meninggal dunia akibat suatu sebab yang tidak diketahui
2. Generasi II : Orang tua pasien meninggal akibat suatu sebab yang tidak
diketahui
3. Generasi III : Pasien anak ke enam dari 6 bersaudara,saudara pasien
yang masih hidup 4 orang, dan yang sudah meninggal 1 orang, istri
klien sudah meninggal, pasien berusia 71 tahun tinggal bersama 3 orang
anaknya.

G. DATA PEMERIKSAAN PENUNJANG (diagnostic & laboratorium)

uParameter Hasil Unit Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Hematologi Lengkap
Darah Rutin
WBC 11.7 10^3/ ul 4.0 – 10.0
RBC L 5.98 10^6/ uL 4.20 – 5.40
HB L 12.0 g/dL 13. 0 – 17.0
HCT L 39.8 40.1– 51.0
MCV L 66.6 fL 79.0 – 92.2
MCH L 20.1 Pg 25. 6 – 32.2
MCHC L 30.2 g/L 32.3 – 36.5
PLT 279 10^3/ ul 150 – 400
RDW-SD L 18.0 fL 37 – 54
PDW Negatif fL 10. 0 – 18.0
MPV L 8.5 fL 9.0 – 13.0
P-LCR Negatif 13.0 – 43.0
Hitung Jenis
Neutrofil H 77.1 50 – 70
Limfosit L 16.8 20 – 40
MXD 6.1 4.0 – 10. 0
KIMIA DARAH
Kolesterol total mg/dL ˂ 200
Glukosa Sewaktu mg/dL ˂ 140
Ureum Darah mg/dL 16-48
Kreaatinin Darah mg/dL 0.67-1.17

Obat Dosis Waktu Diminum Tujuan


secara teratur

Methylpredni
5 mg 24 jam Intravena
solon

Ceftriaxone 5g 12 Jam Intravena Obat antibiotik untuk mengatasi


berbagai infeksi bakteri yg terjadi pada
tubuh.
Omeprazole 40 mg 12 jam Injeksi Omeprazole Termasuk golongan obat
Intravena proton pump inhibitor ( PPI ) yang
menghambat produksi asam lambung.
Farbivent 2.5 ml 8 jam Nebulizer Terapi untuk bronkospasme yg
berhubungan dengan penyakit paru
obsstrukssi kronik.
Falmicort 1 ampul 12 jam Nebulizer Obat inhaler digunakan untuk
meredakan dan mencegah gejala
serangan asma, seperti mengi, sesak
nafas.
Acetylcystein 200 mg 8 jam Oral Untuk mengobati overdosis
e paracetamol dan mengencerkan secret
yg mengental.
Furosemide 40 mg 24 jam Oral Obat golongan diuretik yg bermanfaat
untuk mengeluarkan kelebihan cairan
dari dalam tubuh melalui urine.
Amlodipine 10 mg 24 jam Oral Antihipertensi,untuk melemaskan
dinding pembuluh darah yg akan
mempelancar aliran darah menuju
jantung. Selain itu amlodipine juga
berperan meredakan gejala nyeri dada/
angina pectoris pada penyakit jantung.
Hidroklorotia 25 mg 24 jam Oral Obat diuretik digunakan untuk
zid menangani tekanan darah tinggi dan
edema karna penimbunnan cairan.
Valsartan 8 mg 24 jam Oral Obat antihipertensi dan gagal jantung
dan biasa digunaan setelah serangan
jantung.
Azitromycin 500 mg 24 jam Oral Untuk mengobatti infeksi bakteri
diberbagai organ seperti saluran
pernafasan, mata, kulit, dan alat
kelamin
DATA FOKUS

Nama Pasien : Tn. A Dx. Medik : Tuberkulosis


Umur : 71 tahun Ruangan : P. Alamanda
Jenis Kelamin :Laki-laki Tanggal : 16 November 2020

Data Subjektif Data Objektif


a. Klien mengatakan nyeri pada a. Klien tampak meringis
ekstremitas bawah b. Klien tampak sesak
b. Klien mengatakan sesak nafas c. Badan klien tercium bau keringat
c. klien mengatakan belum d. Kuku klien tampak panjang dan
pernah mandi sejak dirawat kotor
dirumah sakit. e. Klien terdengar batuk berdahak
d. Klien mengatakan batuk f. Klien terpasang O2 nasal kanul 4
berdahak liter/menit
e. Klien mengatakan nyeri terasa g. Skala nyeri 4 ( sedang)
tertusuk-tusuk dengan durasi h. TB : 168cm / BB : 56kg
tidak menentu i. IMT : 19.8
f. Klien mengatakan sulit tidur j. TTV
a. TD : 150/80 mmHg
b. N : 85x/m
c. RR : 26x/m
d. S : 36ᵒC

ANALISA DATA

Nama Pasien : Tn. A Dx. Medik : Tuberkulosis


Umur : 71 tahun Ruangan : P. Alamanda
Jenis Kelamin :Laki-laki Tanggal : 16 November 2020

No. Data Masalah Keperawatan


1. DS : Ketidakefektifan bersihan jalan
a. Klien mengatakan batuk nafas
berdahak
b. Klien mengatakan sesak nafas
DO :
c. Klien tampak sesak
d. Klien terdengar batuk berdahak
e. Klien terpasang O2 nasal kanul 4
liter/menit
f. TTV
a) TD : 150/80 mmHg
b) N : 85x/m
c) RR : 26x/m
d) S : 36ᵒC

2. DS : Nyeri Akut
a. Klien mengatakan nyeri pada
ekstremitas bawah
b. Klien mengatakan nyeri terasa
tertusuk-tusuk dengan durasi
tidak menentu
DO :
c. Klien tampak meringis
d. Skala nyeri 4 ( sedang)
e. TTV
a. TD : 150/80 mmHg
b. N : 85x/m
c. RR : 26x/m
d. S : 36ᵒC
3. DS : Pola nafas tidak efektif
a. Klien mengatakan sesak nafas

DO :

a. Klien terpasang O2 nasal kanul 4


liter/menit
b. TTV
a) TD : 150/80 mmHg
b) N : 85x/m
c) RR : 26x/m
d) S : 36ᵒC

4. DS : Defisit perawatan diri


a. klien mengatakan belum pernah
mandi sejak dirawat dirumah
sakit.
DO :

b. Badan klien tercium bau keringat


c. Kuku klien tampak panjang dan
kotor
d. TTV
a. TD : 150/80 mmHg
b. N : 85x/m
c. RR : 26x/m
d. S : 36ᵒC

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. A Dx. Medik : Tuberkulosis


Umur : 71 tahun Ruangan : P. Alamanda
Jenis Kelamin :Laki-laki Tanggal : 16 November 2020

No Tanggal
Diagnosa Keperawatan Tanggal Teratasi
. Ditemukan
1 Ketidakefektifan bersihan jalan 16 November -
nafas b.d penumpukan sekret. 2020
DS :
a. Klien mengatakan batuk
berdahak
b. Klien mengatakan sesak
nafas

DO :
c. Klien tampak sesak
d. Klien terdengar batuk
berdahak
e. Klien terpasang O2
nasal kanul 4 liter/menit
f. TTV
a) TD : 150/80
mmHg
b) N : 85x/m
c) RR : 26x/m
d) S : 36ᵒC

2 Nyeri Akut b.d penurunan 16 November


sirkulasi darah balik. 2020
DS :
a. Klien mengatakan nyeri
pada ekstremitas bawah
b. Klien mengatakan nyeri
terasa tertusuk-tusuk
dengan durasi tidak
menentu
DO :
c. Klien tampak meringis
d. Skala nyeri 4 ( sedang)
e. TTV
a. TD : 150/80
mmHg
b. N : 85x/m
c. RR : 26x/m
d. S : 36ᵒC
3 Pola nafas tidak efektif b.d 16 November -
gangguan pertukaran gas. 2020
DS :
b. Klien mengatakan sesak
nafas

DO :

c. Klien terpasang O2
nasal kanul 4 liter/menit
d. TTV
a) TD : 150/80
mmHg
b) N : 85x/m
c) RR : 26x/m
d) S : 36ᵒC
4. Defisit perawatan diri b.d 16 November -
kurangnya kemampuan merawat 2020
diri
DS :
a. klien mengatakan
belum pernah mandi
sejak dirawat dirumah
sakit.

DO :

b. Badan klien tercium bau


keringat
c. Kuku klien tampak
panjang dan kotor
d. TTV
a. TD : 150/80
mmHg
b. N : 85x/m
c. RR : 26x/m
d. S : 36ᵒC
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. A Dx. Medik : Tuberkulosis


Umur : 71 tahun Ruangan : P. Alamanda
Jenis Kelamin :Laki-laki Tanggal : 16 November 2020

Perencanaan keperawatan
N Diagnosa
Intervensi
o keperawatan Tujuan & kriteria hasil
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway Management
bersihan jalan keperawatan selama 3x24 Action:
nafas jam di harapkan bersihan 1. Posisikan pasien
jalan nafas efektif (sudah untuk
tidak ada penumpukan memaksimalkan
sekret) ventilasi
Kriteria hasil : 2. Keluarkan sekret
1. Mendemonstrasikan dengan batuk
batuk efektif dan efektif.
suara nafas yang 3. Auskultasi suara
bersih, tidak ada nafas, catat adanya
sianosis dan dyspneu suara tambahan
(mampu 4. Atur intake untuk
mengeluarkan cairan
sputum, mampu mengoptimalkan
bernafas dengan keseimbangan.
mudah, tidak ada 5. Monitor respirasi
pursed lips) dan status O2
2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(klien tidak merasa
tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan
dalam rentang
normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
3. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management
keperawatan selama 3x24 Action :
jam diharapkan nyeri dapat 1. Kaji nyeri secara
teratasi dengan komprehensif
kriteria hasil : termasuk lokasi,
1. Mampu mengontrol karakteristik, durasi
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas
nyeri,ia mampu nyeri.
menggunakan tehnik 2. Gunakan teknik
nonfarmakologi untuk komunikasi
mengurangi nyeri, terapeutik untuk
mencari bantuan) mengetahui
2. Melaporkan bahwa pengalaman nyeri
nyeri berkurang pasien
dengan menggunakan 3. Pilih dan lakukan
manajemen nyeri penanganan nyeri
3. Mampu mengenali (farmakologi, non
nyeri (skala, farmakologi dan
intensitas, frekuensi inter personal)
dan tanda nyeri) 4. Ajarkan tentang
4. Menyatakan rasa teknik non
nyaman setelah nyeri farmakologi
berkurang 5. Tingkatkan
5. Tanda vital dalam istirahat
rentang normal 6. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
analgetik

3. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Airway


efektif b.d keperawatan selama 3x24 Manaagement
gangguan jam diharapkan pola nafas 1. Posisikan klien
pertukaran gas. tidak efektif dapat teratasi untuk
dengan memaksimalka
Kriteria Hasil : n ventilasi
1. Mendemostrasikan 2. Identifikai klien
btuk efektif dan suara perlunya
nafas yang bersih, pemasangan
tidak adaa sianosis alat jalan nafas
dan dyspnea. bantuan
2. Menunjukkan jalan 3. Monitor
nafas yang paten respirasi dan
3. Ttv dalam rentang status O2
normal. Terapi Oksigen
4. Pertahankan
jalan nafas yg
paten
5. Aatur peralatan
oksigenasi
6. Monitor aliran
oksigen
7. Pertahankaan
posisi klien
8. Observasi
adanya tanda-
tanda
hipoventilasi
Vital sign
9. Monitor
frekuensi dan
irama
pernafasan
10. Monitor pola
nafas abnormal
11. Monitor
sianosis perifer.
4. Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan Self-Care Assistance:
diri b.d kurangnya keperawatan selama 3x24 Bathing / Hygiene
kemampuan jam diharapkan defisit Action:
merawat diri perawatan diri dapat teratasi 1. Pertimbangkan
dengan. budaya dan usia
Kriteria Hasil: pasien ketika
1. Perawatan diri : mempromosikan
Aktivitas kehidupan aktivitas perawatan
sehari-hari (ADL) diri.
mampu untuk 2. Menentukan jumlah
melakukan aktivitas dan jenis bantuan
perawatan fisik dan yang dibutuhkan
pribadi secara 3. Memfasilitasi diri
mandiri atau dengan mandi pasien,
alat bantu sesuai
2. Perawatan diri 4. Memantau
Mandi : mampu untuk kebersihan tubuh
membersihkan tubuh (kuku,rambut,
sendiri secara mandiri mulut, kulit )
dengan atau tanpa alat 5. Memantau
bantu integritas kulit
3. Perawatan diri pasien
hygiene : mampu 6. Memberikan
untuk bantuan sampai
mempertahankan pasien sepenuhnya
kebersihan dan dapat
penampilan yang rapi mengasumsikan
secara mandiri perawatan diri.
dengan atau tanpa alat 7. Ajarkan kepada
bantu kelurga cara
4. Perawatan diri memandikan
Hygiene oral : pasien,jika perlu
mampu untuk
merawat mulut dan
gigi secara mandiri
dengan atau tanpa alat
bantu
5. Mampu
mempertahankan
mobilitas yang
diperlukan untuk ke
kamar mandi dan
menyediakan
perlengkapan mandi
6. Membersihkan dan
mengeringkan tubuh
7. Mengungkapkan
secara verbal
kepuasan tentang
kebersihan tubuh dan
hygiene oral
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. A Dx. Medik : Tuberkulosis


Umur : 71 tahun Ruangan : P. Alamanda
Jenis Kelamin :Laki-laki Tanggal : 16 November 2020
No. Jam
Diagnos Implementasi Evaluasi
a
1 13.00 Memonitor bunyi nafas Tanggal 16 November 2020
tambahan pukul 13.05 wita
Hasil: bunyi nafas wheezing
S:keluarga pasien mengatakan
adanya penumpukan secret.

O: bunyi nafas wheezing

A: bersihan jalan nafas tidak


efektif

P: Lanjutkan Intervensi:
1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
2. Keluarkan sekret dengan
batuk efektif.

II 13.06 Kaji nyeri secara komprehensif Tanggal 16 November 2020


pukul 13.15 wita
termasuk lokasi, karakteristik,
durasi frekuensi, kualitas nyeri. S: klien mengatakan nyeri hebat
dirassakan pada ekstremitas
Hasil : nyeri pada ekstremitas
bawah.
bawah, nyeri seperti tertusuk-
O: klien terlihat kesakitan
tusuk,durasi tak menentu,
frekuensi sering, nyeri hebat. A: nyeri akut

P: Lanjutkan Intervensi:
2. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi

III 13.16 Identifikai klien perlunya Tanggal 16 November 2020


pemasangan alat jalan nafas pukul 13.20 wita
bantuan
S: klien mengatakan sesak nafas
Hasil : terpasang O2 dengan
nasal kanul 4 liter/menit. O: terpasang O2 nasal kanul 4
liter/menit

A: pola nafas tidak efektif

P: Lanjutkan Intervensi:
3. Monitor respirasi dan
status O2
4. Pertahankan jalan nafas
yg paten
IV 13.21 Pertimbangkan budaya dan usia Tanggal 16 November 2020
pasien ketika mempromosikan pukul 13.25 wita
aktivitas perawatan diri.
S: klien mengatakan belum
Hasil : klien mengatakan tidak ingin memotong kuku karena
sakit.
ingin memotong kuku karena
masih sakit. O: kuku klien terlihat panjang
dan kotor

A: defisit perawatan diri

P: Lanjutkan Intervensi:
5. Memantau integritas
kulit pasien

7.Ajarkan kepada kelurga


cara memandikan
pasien,jika perlu

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. A Dx. Medik : Tuberkulosis


Umur : 71 tahun Ruangan : P. Alamanda
Jenis Kelamin :Laki-laki Tanggal : 16 November 2020
No. Jam
Diagnos Implementasi Evaluasi
a
1 13.00 Posisikan pasien untuk Tanggal 17 November 2020
pukul 13.10 wita
memaksimalkan ventilasi
Hasil : klien nyaman S: Klien mengatakan masih batuk
berlendir
dengan posisi
semifowler. O: Klien tampak membaik
Keluarkan sekret dengan
A: Masalah belum teratasi
batuk efektif
P: pertahankan intervensi.
Hasil : klien mampu
1. Posisikan pasien untuk
batuk efektif dan
memaksimalkan ventilasi
mengeluarkan dahak.
2. Keluarkan sekret dengan
batuk efektif.
II 13.11 Gunakan teknik komunikasi Tanggal 17 November 2020
pukul 13.16 wita
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien. S: Klien mengatakan nyeri masih
dirasakan
Hasil : klien
mengatakan nyeri O: Klien tampak meringis
sangat mengganggu
A: Masalah belum teratasi
sehingga klien gelisah.
P: pertahankan intervensi.
Ajarkan tentang teknik non
4.Anjurkan teknik non
farmakologi farmakologi
Hasil : klien mampu
menerapkan teknik
relaksasi jika nyeri
dirasakan.
III 13.17 Monitor respirasi dan status Tanggal 17 November 2020
pukul 13.20 wita
O2
Hasil : klien masih S: Klien mengatakan masih sesak
sesak nafas 26x/menit
O: terpasang O2 nasal kanul 4
Pertahankan jalan nafas yg liter/menit
paten
A: Masalah belum teratasi
Hasil : terpasang O2
P: pertahankan intervensi.
nasal kanul 4 liter/menit
4.Pertahankan jalan nafas yg
dengan posisi
semifowler. paten
7.Pertahankaan posisi klien

IV 13.21 Memantau integritas kulit Tanggal 17 November 2020


pasien pukul 13.26 wita

Hasil : kulit elastis, tidak S: Klien mengatakan mengerti


ada lesi. tentang informasi yg disampaikan.

Ajarkan kepada kelurga cara O: keluarga klien


memandikan pasien,jika melaksanakannya dengan benar.
perlu
A: Masalah belum teratasi
Hasil : keluarga klien
membersikan badan klien P: pertahankan intervensi.
dengan tissue basah. 7.Anjurkan kepada kelurga
untuk membersihkan badan
klien setiap hari.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien : Tn. A Dx. Medik : Tuberkulosis
Umur : 71 tahun Ruangan : P. Alamanda
Jenis Kelamin :Laki-laki Tanggal : 16 November 2020
No. Jam
Diagnos Implementasi Evaluasi
a
1 13.00 Posisikan pasien untuk Tanggal 18 November 2020
pukul 13.10 wita
memaksimalkan ventilasi
Hasil : klien nyaman S: Klien mengatakan masih batuk
berlendir
dengan posisi
semifowler. O: Klien tampak membaik
Keluarkan sekret dengan
A: Masalah belum teratasi
batuk efektif
P: pertahankan intervensi.
Hasil : klien mampu
1. Posisikan pasien untuk
batuk efektif dan
memaksimalkan ventilasi
mengeluarkan dahak.
2. Keluarkan sekret dengan
batuk efektif.
II 13.11 Ajarkan tentang teknik non Tanggal 18 November 2020
pukul 13.16 wita
farmakologi
Hasil : klien mampu S: Klien mengatakan nyeri masih
dirasakan
menerapkan teknik
relaksasi jika nyeri O: Klien tampak meringis
dirasakan.
A: Masalah belum teratasi

P: pertahankan intervensi.
4.Anjurkan teknik non
farmakologi

III 13.17 Pertahankan jalan nafas yg Tanggal 18 November 2020


pukul 13.20 wita
paten
Hasil : terpasang O2 S: Klien mengatakan masih sesak
nasal kanul 4 liter/menit
O: terpasang O2 nasal kanul 4
liter/menit
Pertahankaan posisi klien
A: Masalah belum teratasi
Hasil ; posisi semifowler
dan duduk membungkuk P: pertahankan intervensi.
4.Pertahankan jalan nafas yg
paten
7.Pertahankaan posisi klien

IV 13.21 Ajarkan kepada kelurga cara Tanggal 17 November 2020


memandikan pasien,jika pukul 13.26 wita
perlu
S: Klien mengatakan mengerti
Hasil : keluarga klien tentang informasi yg disampaikan.
membersikan badan klien
dengan tissue basah setiap O: keluarga klien
pagi dan sore. melaksanakannya dengan benar.

A: Masalah teratasi

P: pertahankan intervensi.
7.Anjurkan kepada kelurga
untuk membersihkan badan
klien setiap hari.

Anda mungkin juga menyukai