Anda di halaman 1dari 9

TUGAS SEJARAH

KETERTARIKAN MANUSIA PURBA


DAN MODERN

Disusun oleh Kelompok 4 :

- Alfinda
- Salsabilla Dewanty
- Dawa Khanam
- Riski Ananda Sembiring
- Gianista Intiyas
- Dwika Afriadi
- Nurul Maryani Suhendra

Kelas X IPS 1

Guru Pembimbing :
..........................................

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


SMA NEGERI 2 MUKOMUKO
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah serta puji syukur kehadirat Allah SWT, yang
mana telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga makalah tentang
“Ketertarikan Manusia Purba dan Modern”.

Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun baik dari Guru Pembimbing
maupun dari para pembaca agar kami dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam
penyusunan makalah yang akan datang.

Ipuh, Februari 2020


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

KETERKAITAN MANUSIA PURBA DAN MANUSIA MODERN .....................


A. Ihwal Manusia Purba........................................................................................
B. Perkembangan Budaya ....................................................................................
C. Rangkuman ......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii
KETERKAITAN MANUSIA PURBA DAN MANUSIA MODERN

A. Ihwal Manusia Purba

Siapakah yang dimaksud dengan manusia purba itu? Seorang pemuda bernama Charles
Darwin tertarik dengan pertanyaan itu dan berniat mencari jawabannya. Dia kemudian
melakukan penelitian. Berdasarkan hasil penelitiannya, Darwin mengungkapkan jawaban
sementara (hipotesis) bahwa jenis makhluk bersel satu semacam protozoa merupakan
penghuni tertua di Planet Bumi. Selanjutnya, dalam proses waktu jutaan tahun timbul
berbagai bentuk makhluk lain dengan organisasi yang makin lama makin kompleks. Pada
perkembangan yang paling akhir, berevolusilah makhluk-makhluk seperti kera dan manusia.
Pendapat Darwin tersebut tercatat dalam bukunya yang terkenal, yaitu On The Origin Of
Species yang terbit pada tahun Pendapat Darwin didukung oleh Thomas H. Huxley. Pada
tahun 1863, Huxley menerbitkan buku berjudul Man s Place in Nature. Dalam bukunya itu,
dia mengungkapkan bahwa dengan membandingkan susunan anatomi manusia dengan kera,
terutama dengan simpanse dan gorila, dia berkesimpulan kedua makhluk tersebut sangat
dekat pertaliannya dengan manusia. Huxley kemudian membuat kesimpulan lanjutan yang
menyatakan bahwa perkembangan evolusi kera dan manusia mirip sekali terjadinya dan
menurut hukum yang sama.

Menyusul bukunya yang pertama, pada tahun 1871 Darwin kembali menulis buku
dengan judul The Descent of Man. Dalam bukunya itu, Darwin mengira bahwa persoalan
manusia purba yang diduga nenek moyang manusia dapat dipecahkan dengan usaha
pencarian untuk menemukan sejenis makhluk yang telah hilang (missing link) yang
merupakan penghubung antara kera dan manusia. Mengenai hal itu, perhatikan gambar di
bawah ini! Pendapat di atas telah menimbulkan salah tafsir, baik Darwin maupun Huxley
seakan memaksakan keyakinan bahwa manusia purba atau nenek moyang manusia adalah
kera. Pendapat itu ditentang oleh anggapan lama yang menyatakan segala jenis makhluk itu
telah ada semuanya sejak Tuhan menciptakan kehidupan di dunia. Anggapan itu seolah tidak
memberi tempat pada penelitian mengenai manusia purba atau nenek moyang manusia yang

1
kemudian kita sebut sebagai manusia yang belum mengenal aksara. Penelitian dan pencarian
guna mengungkap manusia purba atau nenek moyang manusia di bumi terus dilanjutkan.

Para peneliti kemudian mengajukan dugaan berikut, Jika benar adanya missing link itu,
maka ia tak mungkin ada di daerah yang jarang dihuni manusia, seperti daerah kutub atau
gurun. Ia mesti ada di daerah tropis yang tak banyak terjadi perubahan iklim sepanjang
sejarahnya. Indonesia sebagai salah satu daerah tropis menjadi fokus contoh daerah yang
diteliti. Terlebih berbagai jenis kera masih banyak hidup di Indonesia saat itu. Manusia Purba
Indonesia dan Dunia dengan manusia modern dalam fisik dan budaya Pada tahun 1889,
seorang Belanda yang tengah mencari marmer di Wajak Tulungagung menemukan sebuah
tengkorak. Tengkorak itu kemudian dikirimkan kepada seorang dokter bernama Eugene
Dubois di Belanda. Temuan itu telah menarik minat Dubois untuk datang sendiri ke
Indonesia guna melakukan penyelidikan lebih lanjut. Mula-mula, dia datang ke Sumatera
Barat. Di sana dia hanya menemukan tulang-tulang hewan. Selanjutnya, dia mengarahkan
penelitiannya ke Pulau Jawa hingga pada tahun 1891 ditemukan olehnya fosil atap tengkorak
di daerah Trinil yang kemudian diberi nama sebagai tengkorak Pithecanthropus Erectus
(pithe = kera; anthropos = manusia; erectus = tegak, jadi artinya kera manusia yang berjalan
tegak).

Temuan ini menggemparkan dunia sains dan penelitian. Mengapa? Karena penemuan
itu, seakan membuktikan bahwa makhluk missing link yang selama ini disebut dan dicari
oleh para penganut teori Evolusi Darwin, sungguh benar adanya. Temuan hasil penyelidikan
tersebut semakin menarik para ahli peneliti dan ahli purbakala dunia. Kemudian mereka
datang secara berkelompok melakukan penelitian. Pada tahun , sekelompok ahli purbakala di
bawah pimpinan Selenka menemukan fosil-fosil hewan dan tumbuh-tumbuhan yang memberi
petunjuk mengenai lingkungan hidup Pithecanthropus Erectus. Antara tahun , kelompok
peneliti di bawah pimpinan Ter Haar menemukan satu seri tengkorak dan tulang kering
Pithecanthropus di Ngandong, Blora. Sebelumnya, pada tahun 1926 Tjokrohandojo yang
bekerja untuk Duyfjes menemukan fosil tengkorak anakanak di Perning, sebelah utara
Mojokerto.

Penyelidikan selanjutnya dilakukan di daerah Sangiran, Surakarta berlangsung antara


tahun von Koenigswald pimpinan penyelidikan itu menemukan rahang bawah yang mirip
rahang manusia pada umumnya dan rahang gorila. Fosil itu karena luar biasa besarnya
kemudian diberi nama Meganthropus Palaeojavanicus (mega = besar; anthropos= manusia;
palaeo = tua; javanicus = Jawa, artinya manusia raksasa dari Jawa zaman kuno). Perang
Dunia ke-2 menghentikan kegiatan para peneliti fosil. Sementara itu, temuan fosil telah
menjadi silang pendapat hingga saat ini. Ada ahli yang mendukung, ada pula yang
menyangkal bahwa fosil-fosil itu berasal dari satu makhluk yang kemudian berevolusi. Ada
anggapan bahwa fosil itu tak lebih dari seekor monyet raksasa yang telah punah. Sementara
yang lainnya menerangkan bahwa itu jenis manusia purba. Berikut, karakteristik jenis
manusia berdasarkan urutan waktu dilihat berdasarkan fisik biologisnya: Meganthropus
Paleojavanicus Perawakan Meganthropus Paleojavanicus diperkirakan tegap. Mukanya
diperkirakan masif dengan tulang pipi tebal. Tonjolan kening yang mencolok dan tonjolan
belakang kepala yang tajam serta tempat pelekatan yang besar bagi otot-otot tengkuk yang

2
kuat. Dengan geraham yang besar maka permukaan kunyah banyak kerutan dengan gigi yang
sangat kuat.

Di Indonesia hanya ada reflikanya yang tersimpan, antara lain di Museum Geologi
Bandung. Pithecanthropus Erectus Fosil Pithecanthropus Erectus paling banyak ditemukan di
Indonesia. Tinggi badannya diperkirakan antara cm dengan tubuh dan anggota badan yang
tegap. Mukanya memiliki tonjolan kening yang kuat, hidung melebar dengan belakang kepala
menyudut. Isi tengkorak berkisar antara cm. Perhatikan gambar (rekonstruksi)
Pithecanthropus Erectus sebagaimana dibuat oleh Dubois Menurut para ahli Paleontologi,
jenis tertua dari fosil itu yaitu Pithecanthropus Mojokertensis dan yang belakangan ialah
Pithecanthropus Soloensis. Selain di Indonesia, jenis fosil tersebut ditemukan pula di Cina
Selatan yang diberi nama Pithecanthropus Lautianensis dan di Cina Utara di sebut
Pithecanthropus Pekinensis. Di luar Asia, jenis itu ditemukan di Afrika, yaitu di Tanzania,
Kenya, dan Aljazair. Di Eropa sisanya ditemukan di Jerman Barat dan Jerman Timur
(dahulu), Perancis, Yunani, dan Hongaria.

Homo Sapiens Jenis Homo Sapiens memiliki ciri yang lebih maju dibanding dengan
Pithecanthropus Erectus. Berjalan dan berdiri tegak serta sudah lebih sempurna. Tinggi
badannya antara cm. Mukanya datar dan lebar, akar hidung lebar dan bagian mulutnya agak
sedikit menonjol. Dahi membulat serta tinggi, sementara bagian belakang tengkorak juga
membulat dengan rahang dan gigi mengecil dan tidak terlalu menonjol ke bagian depan.
Volume tengkorak rata-rata antara cm.

B. Perkembangan Budaya

Menurut ilmu antropologi, perkembangan budaya manusia purba berlangsung sebagai


akibat adanya perubahan dalam fisik biologis manusia. Perubahan fisik utama yang
mendorong hal itu adalah sikap tubuh dan cara bergerak. Sikap tubuh yang dimaksud adalah
sikap tegak yang dimulai dari duduk tegak, kemudian berlari tegak, berjalan tegak, dan
terakhir berdiri tegak. Sikap-sikap tersebut membawa perubahan pada tulang belakang,
berpindahnya titik berat badan pada anggota badan bagian bawah serta menguatnya anggota
badan bagian bawah dalam menopang seluruh berat badan ketika bergerak. Perubahan
tersebut membuat perubahan dalam bentuk fisik tubuh dari membungkuk (horizontal)
menjadi tegak (vertikal) yang mengakibatkan bagian dada menjadi lebih pipih dalam arah
muka belakang dan lebar. Hal itu terjadi karena rongga dada tidak lagi menampung berat
tubuh seperti ketika badan dalam posisi membungkuk (horizontal). Selanjutnya bagian
panggul menjadi besar demikian pula otot-ototnya menjadi menguat. Perubahan itu berakibat
pula pada proses peredaran darah dalam tubuh. Perubahan fisik itu terus berlanjut dengan
proses menguatnya tulang-tulang tungkai, bertambah panjang dan kuatnya tulang paha,
bertambah besarnya tulang kening serta jari kaki yang mengalami reduksi sebagai akibat
tidak lagi dipakai untuk menggenggam.
Di samping itu, terjadi perubahan pada tangan yang semula sebagai penunjang badan
kini menjadi terbebas dari fungsi itu dan berganti fungsi untuk melakukan berbagai jenis
pekerjaan dengan cermat. Dalam proses selanjutnya berbagai pekerjaan yang dilakukan

3
dengan tangan semakin beragam. Sekali-kali tangan masih dipakai untuk membantu
menumpu badan pada saat yang lain tangan digunakan untuk membuat dan menggunakan
berbagai peralatan; mencari, membawa, mempersiapkan dan memasukkan makanan;
memelihara kebersihan badan; mempertahankan diri; dan mengasuh anak-anak. Sampai pada
penjelasan ini nyatalah perbedaan antara primat dan manusia. Primat banyak menggunakan
mulut untuk melakukan pekerjaan, sementara manusia banyak menggunakan tangannya
untuk mengerjakan pekerjaan. Dalam pandangan ilmu antropologi dijelaskan bahwa evolusi
tangan sangat berpengaruh bagi evolusi budaya. Membuat, membawa, dan memakai berbagai
peralatan dimungkinkan karena perkembangan dalam fungsi tangan seperti diuraikan di atas.
Perubahan fisik biologis lain yang mendorong perkembangan budaya manusia adalah evolusi
kepala.
Termasuk ke dalam evolusi kepala ini adalah perubahan dalam tengkorak muka dan
otak. Tengkorak muka berevolusi dari tengkorak primat yang menonjol pada bagian kening
dan tulang pipi ditambah rahang yang kuat dan menonjol sebagai bukti lebih besarnya fungsi
mulut daripada tangan menjadi seperti kita sekarang. Hilangnya moncong rahang bagian
depan dan mengecilnya rahang bagian belakang sebagai akibat berkurangnya fungsi mulut
yang hanya digunakan untuk mengunyah makanan. Sementara itu, perubahan dalam
tengkorak otak juga semakin mendorong perkembangan budaya manusia awal. Perubahan
terutama terjadi pada besar volume otak serta struktur otak. Perubahan pada tengkorak otak
mendorong terjadinya peristiwa istimewa, yaitu beberapa bagian organisme, seperti
tenggorokan, rongga mulut, lidah dan bibir berevolusi menjadi sedemikian rupa. Perubahan
itu dapat membuat variasi suara yang makin lama makin banyak dan kompleks sehingga
terjadi bahasa. Dengan demikian, perubahan dalam tengkorak otak membuat lahirnya bahasa,
sementara bahasa juga menyebabkan lebih berkembangnya otak (Koentjaraningrat, 1981:
83).
Karena kesimpulan itu, Teuku Jacob beranggapan bahwa akal dan bahasa merupakan
unsur dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan yang memungkinkan kebudayaan
berevolusi. Selanjutnya, seluruh perubahan fisik biologis itu mendorong perkembangan
biososial manusia. Dalam posisi ini, ada tiga hal penting yang mempercepat perkembangan
budaya, pembuatan alat, organisasi sosial dan komunikasi dengan bahasa. Kepandaian
membuat berbagai peralatan sebagai akibat dari terbebasnya tangan dari tugas menumpu
badan serta adanya koordinasi antara otot-otot tangan dan mata.
Perkembangan pada otak menimbulkan perubahan dalam mencari dan mengolah
makanan. Perubahan yang dimaksud adalah adanya kemungkinan dimulainya masa berburu
berbagai jenis binatang, kemungkinan berbagi makanan dalam suatu kelompok, bahkan
menyimpannya untuk sementara atau membawanya ke pangkalan tempat tinggalnya. Berburu
binatang seperti tersebut di atas hanya dapat dilakukan oleh suatu kelompok perburuan.
Dalam prosesnya, pengaturan siasat bersama serta penggunaan isyarat-isyarat sangat
diperlukan untuk berkoordinasi antara satu dan yang lainnya dalam kelompok. Dengan
koordinasi itu timbullah komunikasi. Komunikasi menjadi sangat penting untuk keperluan
tertentu dan meneruskan kepandaian tertentu pada generasi berikutnya. Kehidupan berburu
membuat kelompok manusia purba ini berpindah-pindah tempat dari satu daerah ke daerah
yang lain untuk menyesuaikan dengan sumber makanan dan musim tertentu. Setiap
perpindahan ke daerah-daerah baru, diduga mereka selalu memiliki daerah pangkalan tempat

4
para perempuan, anak-anak dan orang tua tinggal karena tidak ikut serta dalam proses
perburuan. Para perempuan, anak-anak, dan orang tua itu diduga hanya bertugas
mengumpulkan makanan dari dari daerah sekeliling mereka yang dekat dengan tempat
mangkalnya. Sesuatu yang dikumpulkan mungkin berupa hewan-hewan kecil, buah-buahan,
biji-bijian, umbiumbian, dan dedaunan. Dengan begitu sangat mungkin mulai terjadi
pembagian tugas pekerjaan dalam kelompok, terutama pembagian tugas antara kaum
perempuan dan laki-laki. Dalam proses perburuan, asosiasi dan ingatan sangat penting.
Demikian pula kemampuan bertindak cepat dan gotong royong. Semua itu semakin membuat
pentingnya bahasa dan komunikasi. Selanjutnya, penemuan dan pemakaian serta
pemeliharaan api dapat membuat kegiatan sosial masyarakat purba itu bisa diteruskan
sesudah matahari terbenam. Hal itu disebabkan karena api menjadi alat penerang, pemanas,
dan penangkal terhadap kehadiran binatang buas. Bahasa dan otak terus meningkat, demikian
pula dengan kebudayaan masyarakat terus meningkat dan berlanjut. Demikianlah rupanya
bagaimana terjadinya perkembangan biologis dan budaya manusia dan masyarakat paling
awal di Indonesia.
Akal budi manusia memiliki kesanggupan menghasilkan budaya. Gagasan, tingkah laku
dan segala benda yang dibuat dan digunakan manusia merupakan wujud dan hasil budaya
yang abstrak, tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi bisa dimengerti. Tingkah laku dapat dilihat
dan diamati karena terpraktikan dalam kehidupan sehari-hari dalam situasi masyarakat pada
masanya. Jika masyarakatnya telah tiada, tingkah laku sangat sulit diamati. Karenanya
kenampakan tingkah laku masyarakat masa lalu hanya merupakan tafsiran dari orang yang
sedang melakukan penelitian. Sementara berbagai bentuk budaya yang konkret dapat
memberi petunjuk mengenai kehidupan sosial tertentu. Perkakas dari batu dan tulang
merupakan benda budaya khas yang dihasilkan manusia purba. Kayu dan bambu atau jenis
lain mungkin juga telah dimanfaatkan manusia saat itu, tetapi karena tidak kuat bertahan di
alam, benda-benda itu tidak sampai kepada kita atau peneliti.
Pembuatan perkakas bukan sekedar untuk mempertahankan hidup, melainkan untuk
meningkatkan kesejahteraan dirinya. Selain kebudayaan material seperti tersebut, manusia
sebelum mengenal tulisan juga telah melahirkan budaya spiritual seperti pengaturan
masyarakat dan kepercayaan.

C. Rangkuman
Penelitian tentang manusia purba Indonesia dan Dunia memiliki kaitan erat dengan
dugaan-dugaan tentang siapa nenek moyang umat manusia sebagaimana diajukan oleh
Darwin dan para pendukungnya. Manusia purba Indonesia dan dunia terdiri dari 3 jenis
yakni, Megantropus Palaeojavanicus, Phitechantropus Erectus, dan Homo Sapiens.

5
DAFTAR PUSTAKA

https://docplayer.info/33880887-B-kegiatan-pembelajaran-keterkaitan-antara-manusia-purba-
indonesia-dan-dunia-dengan-manusia-modern-dalam-fisik-dan-budaya.html

Anda mungkin juga menyukai