Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa merupakan komponen terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia
tidak akan bisa melanjutkan kelangsungan hidup mereka dengan baik dan teratur
tanpa adanya bahasa. Mereka tidak bisa berinteraksi dengan mudah dan baik jika
mereka tidak menguasai bahasa antara satu sama lain dan dengan tidak adanya
kesinambungan tersebut mereka juga tidak dapat menangkap ekspresi kejiwaan
maupun keinginan yang diutarakan oleh lawan komunikasinya. Hal ini juga yang
menyebabkan adanya sekat dan kurang terkaitnya emosional satu sama lain.
Bisa dikatakan bahwa bahasa sebagai salah satu kebutuhan primer yang
mempunyai peran sebagai pengatur sirkulasi kelanjutan hidup. Bahkan, bahasa juga
dapat dikategorikan sebagai senjata yang paling ampuh untuk membentengi diri dan
negeri dari ancaman-ancaman perpecahan.
Di era globalisasi saat ini penggunaan bahasa sebagai media komunikasi
sangatlah terpengaruh oleh laju perkembangan teknologi dan informasi.  Terdapat
dua pengaruh pada bahasa setelah terkontaminasi dengan adanya laju teknologi dan
informasi yang sangat cepat yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Adapun
pengaruh positif yang dapat diperoleh adalah dimana media teknologi informasi
sangat memperlancar hubungan komunikasi antar sesama. Mereka dapat
menyampaikan segala komunikasi jarak jauh maupun jarak dekat dengan sangat
praktis dan efisien.  Di pandang dari sisi lain, kemajuan teknologi dan cepatnya akses
informasi juga mempunyai dampak negatif yang sangat mempengaruhi kelangsungan
dari bahasa yang telah kita miliki dan kita sepakati untuk menjadi bahasa pemersatu
bangsa serta tanah air yaitu bahasa indonesia. Dapat kita ketahui barsama bahwa,
sekarang ini banyak bahasa pergaulan yang sangat berbeda dengan kaidah-kaidah
kebahasaan. Dengan menurunnya kemampuan berbahasa masyarakat bangsa ini,

1
secara tidak langsung juga akan mengurangi rasa nasionalisme yang tertanam pada
diri mereka. Sehingga benteng perahanan yang selama ini terbangun kukuh akan
lebih mudah untuk diporak-porandakan oleh musuh.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penggunaan ejaan (EYD)?

2. Bagaimana rangkaian huruf dan penulisan kata?

3. Bagaiman penerapan unsur serapan dalam bahasa Indonesia?

4. Bagaimana penggunaan tanda baca dalam kalimat?

5. Bagaimana morfologi?

6. Bagaimana penerapan afiksasi

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Ejaan (EYD)
2. Untuk mengetahui huruf dan penulisan kata
3. Untuk mengetahui unsur serapan
4. Untuk mengetahui penggunaan tanda baca
5. Untuk mengetahui morfologi

6. Untuk mengetahui afiksasi

D. Manfaat
Sebagai wacana bagi pembaca agar lebih memahami bahasa Indonesia dan
meningkatkan rasa nasionalisme yang tertanam dalam diri.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)


Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi
ujaran, bagaimana menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong-motong
suatu kata, dan bagaimana menggabungkan kata-kata.
Pada Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan
pemakaianEjaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57,Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan
buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,
sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972
(Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah
itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut
direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

3
B. Huruf Dan Penulisan Kata
1. Pemakaian Dan Penulisan Huruf
Ejaan Bahasa Indonesia menggunakan 26 huruf di dalam abjadnya dari
A sampai Z. Beberapa di antaranya merupakan usaha memajukan ejaan
bahasa Indonesia sehingga dapat mengikuti perkembangan kosa katanya. 
a. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam bahasa Indonesia terdiri dari huruf berikut :
A a B be C ce D de E e F ef G ge H ha I I J j K ka L el M
em N en O o P pe Q ki R er  S Es T Te U U V Ve W We X
Eks Y Ye Z Zet
b. Huruf Vokal
Huruf vokal adalah huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa
Indonesia terdiri atas huruf a, e, I, o, dan u.
c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas
huruf-huruf b, c, d, f, h, j, k, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
d. Huruf Diftong
Huruf Diftong merupakan dua bunyi vokal yang dirangkap dalam satu
suku kata. Di antara dari huruf-huruf diftong tersebut ialah:

Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata


Diftong Awal Tengah Akhir

Ai Ain Syaitan Pandai

Au Aula Saudara Harimau

4
Oi – Boikot Amboi

Ei – Pleistosen Survei

e. Gabungan Huruf Konsonan


Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang
melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing
melambangkan satu bunyi konsonan.

Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata


Huruf
Awal Tengah Akhir
Konsonan

Kh Khusus Akhir Tarikh

Ng Ngilu Bangun Senang

Ny Nyata Hanyut –

Sy Syarat Isyarat –

f. Pemenggalan Kata 
1) Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut :
a) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu
dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya : ma-in, sa-
at
b) Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan
huruf konsonan, diantara dua buah huruf vokal, pemenggalan
dilakukan sebelum huruf konsonan. Misalnya : ba-pak, ba-rang,
su-lit.

5
c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan,
pemenggalan dilakukan antara kedua huruf konsonan itu.
Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan. Misalnya :
man-di, som-bong, swas-ta.
d) Jika ditengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih,
pemenggalan dilakukan antar huruf konsonan yang pertama dan
huruf konsonan yang kedua. Misalnya : in-stru-men, ul-tra, bang-
krut.
g. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang
mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanyaa ditulis
serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian
baris. Misalnya : makan-an, me- rasa-kan, mem-bantu.
h. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur
itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat
dilakuakan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan
itu sesuai dengan kaidah1a, 1b, 1c dan 1d di atas. Misalnya :
foto-grafi, fo-to-gr-afi. kilo-meter,ki-lo-me-ter. pasca-panen,pas-ca-
pa-nen.

Dalam penulisan huruf terdapat beberapa klasifikasi, yaitu :


a. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Contoh : Saya membaca buku.
2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh : Adik bertanya, “ Kenapa kita pulang ?”
3) Huruf kapital dipakai sebagi huruf pertama dalam ungkapan yang
berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti
untuk Tuhan.

6
Contoh : Tuhan merahmati hamba- Nya.
4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang di ikuti nama orang. Contoh : Sultan
Hasanuddin, Haji Agus Salim, Nabi Sulaiman, Dia baru saja diangkat
menjadi Sultan.
5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang. Contoh : Presiden Soekarno, Wakil Presiden
Adam Malik.
6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama sebagi nama orang.
Contoh : Muhammad Maulana Rizki, Syarifah Masitoh.
7) Huruf kapital yang dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa. Contoh : bangsa Indonesia, suku Melayu, bahasa
Arab.
8) Huruf kapital yang dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan,
hari raya dan peristiwa sejarah. Contoh : tahun Masehi, bulan Januari,
hari Selasa, hari Lebaran, Proklamasi Kemerdekaan.
9) Huruf kapital sebagai huruf pertama nama khas dalam Geografi.
Contoh ; Peta Sumatra, Danau Toba, Sungai Musi.
10) Huruf kapital sebagai huruf pertama nama badan resmi, lembaga
pemerintahan dan ketatanegaraan serta nama dokumen resmi. Contoh:
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Departemen Luar Negeri, Undang –
Undang Dasar Republik Indonesia.
11) Huruf Kapital dipakai sebagai Huruf pertama nama semua kata
didalam nama buku, majalah, surat kabar, kecuali kata partikel, seperti
di, ke, dari, untuk, dan, yang untuk, yang tidak terletak pada posisi
awal. Contoh: Dari Gajah Mada ke Jalan Gatot Subroto , Gaul
,Analisa.

7
12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam singkatan nama
gelar,pangkat, dan sapaan
Contoh:
Di depan nama :        - Dr. Doktor
- Prof. Profesor
Di belakang nama:   - M.A. Master of Arts
13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak,ibu,saudara,kakak,adik dan paman yang
dipakai sebagai ganti sapaan.
Contoh : Apakah Ibu jadi ke Belawan besok?

b. Huruf Miring
1) Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama
buku,majalah,dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
Contoh : Majalah Bahasa dan Kesusastraan
2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf,bagian kata atau kelompok kata.
Contoh: Huruf pertama kata ajeg ialah a 
3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama
ilmiah atau ungkapan asing , kecuali yang sudah disesuaikan
ejaannya.Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan
dicetak miring diberi garis dibawahnya.
Contoh: Weltarschauung diterjemahkan menjadi “ pandangan hidup”. 

c. Huruf Tebal
1) Menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar
lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran

8
2) Tidak dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian
kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf
miring.
3) Menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang
bilangan yang menyatakan polisemi dalam cetakan kamus.

2. Penulisan Kata
a. Kata dasar. Ditulis sebagai satu kesatuan
b. Kata turunan
1) Ditulis serangkai dengan kata dasarnya: dikelola, permainan
2) Imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya, tapi unsur gabungan kata ditulis terpisah jika hanya
mendapat awalan atau akhiran: bertanggung jawab, garis bawahi
3) Imbuhan dan unsur gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat
awalan dan akhiran sekaligus: pertanggungjawaban
4) Ditulis serangkai jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai
dalam kombinasi: adipati, narapidana
5) Diberi tanda hubung jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf
awalnya adalah huruf kapital: non-Indonesia
6) Ditulis terpisah jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh
kata esa dan kata yang bukan kata dasar: maha esa, maha pengasih

c. Bentuk ulang
Ditulis lengkap dengan tanda hubung: anak-anak, sayur-mayur.
d. Gabungan kata
1) Ditulis terpisah antar unsurnya: duta besar, kambing hitam
2) Dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di
antara unsur yang bersangkutan untuk mencegah kesalahan
pengertian: alat pandang-dengar, anak-istri saya

9
3) Ditulis serangkai untuk 47 pengecualian: acapkali, adakalanya,
akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali,
bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada,
darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang,
kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala,
manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra,
peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan,
saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi,
sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam

e. Suku kata - Pemenggalan kata


1) Kata dasar
a) Di antara dua vokal berurutan di tengah kata (diftong tidak pernah
diceraikan): ma-in.
b) Sebelum huruf konsonan yang diapit dua vokal di tengah kata: ba-
pak.
c) Di antara dua konsonan yang berurutan di tengah kata: man-di.
d) Di antara konsonan pertama dan kedua pada tiga konsonan yang
berurutan di tengah kata: ul-tra.
2) Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau sebelum akhiran: me-rasa-kan.
3) Gabungan kata: Di antara unsur pembentuknya: bi-o-gra-fi.

f. Kata depan. di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,
kecuali daripada, kepada, kesampingkan, keluar, kemari, terkemuka.

g. Partikel
1) Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya: betulkah, bacalah

10
2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya: apa pun,
satu kali pun
3) Partikel pun ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya untuk
adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun,
kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun.

h. Singkatan dan akronim


1) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat
diikuti dengan tanda titik: A.S. Kramawijaya, M.B.A.
2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas
huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan
tanda titik: DPR, SMA
3) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu
tanda titik: dst., hlm.
4) Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf diikuti tanda titik pada
setiap huruf: a.n., s.d.
5) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan
mata uang tidak diikuti tanda titik: cm, Cu
6) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital: ABRI, PASI
7) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf
kapital: Akabri, Iwapi
8) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku
kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil: pemilu, tilang.

11
i. Angka dan lambang bilangan.
Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor yang
lazimnya ditulis dengan angka Arab atau angka Romawi.
1) Fungsi
a) Menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan
waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas,
b) Melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada
alamat,
c) Menomori bagian karangan dan ayat kitab suci,
2) Penulisan
a) Lambang bilangan utuh dan pecahan dengan huruf
b) Lambang bilangan tingkat
c) Lambang bilangan yang mendapat akhiran –an
d) Ditulis dengan huruf jika dapat dinyatakan dengan satu atau dua
kata, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara
berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan
e) Ditulis dengan huruf jika terletak di awal kalimat. Jika perlu,
susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal
kalimat
f) Dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca bagi bilangan
utuh yang besar
g) Tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi
h) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat.

12
j. Kata ganti
1) Ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya: kusapa,
kauberi
2) Ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya:
bukuku, miliknya.

k. Kata sandang
si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya: sang Kancil, si
pengirim.

C. Unsur Serapan
Masalah pemakaian atau penulisan unsur serapan dalam Bahasa Indonesia sangat
runyam. Dikatakan demikian sebab pemakaian Bahasa Indonesia sering begitu saja
menyerap unsur asing tanpa memperhatikan situasi dan kondisinya.
Penyerapan unsur asing dalam pemakaian Bahasa Indonesia dibenarkan apabila:
1. Konsep yang terdapat dalam unsur itu tidak ada dalam Bahasa Indonesia,
atau
2. Unsur itu merupakan istilah teknis sehingga tidak atau kerang layak dipakai
unsur Indonesianya.

Tidak ada dua bahasa yang sama persis apalagi bahasa yang berlainan rumpun.
Dalam proses penyerapan dari bahasa pemberi pengaruh kepada bahasa penerima
pengaruh akan terjadi perubahan-perubahan.
1. Ada proses penyerapan yang terjadi secara utuh, ada proses penyerapan
yang terjadi dengan beberapa penyesuaian itu akan terjadi, pergeseran baik
dalam ucapan maupun  ejaan antar bahasa pemberi dan penerima pengaruh
maupun pergeseran sistematis.

13
2. Bunyi bahasa dan kosakata pada umumnya merupakan unsur bahasa yang
bersifat terbuka, dengan sendirinya dalam kontak bahasa akan terjadi saling
pengaruh, saling meminjam atau menyerap unsur asing. Peminjaman ini
dilatar belakangi oleh berbagai hal antara lain kebutuhan, pretise, kurang
paham terhadap bahasa sendiri atau berbagai latar belakang yang lain.
3. Sebuah huruf tertentu akan berubah menjadi huruf lainnya begitu kosakata
asing itu kita serap menjadi kosakata Indonesia, sebagian lainnya tidak
berubah.
Contoh : jika ‘ (ain arab) diikuti dengan (a)  menjadi (‘a). dalam kaidah
bahasa Indonesia diserap menjadi (a) saja. Seperti kata (manfa’ah) diserap
dalam bahasa Indonesia, ejaan kata serapannya menjadi (manfaat). (‘asr)
diserap dalam bahasa Indonesia, ejaan kata serapannya menjadi (asar).
(sa’ah) diserap dalam bahasa Indonesia, ejaan kata kata serapannya menjadi
(saat).

Proses penyerapan itu dapat dipertimbangkan jika salah satu syarat di bawah ini
terpenuhi, yaitu:
1. Istilah serapan yang dipilih cocok konotasinya
2. Istilah yang dipilih lebih singkat dibandingkan dengan terjemahan
Indonesianya
3. Istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika
istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya.

Secara umum kata serapan itu masuk ke dalam bahasa Indonesia dengan empat cara,
yaitu :
1. Adopsi, terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata
asing itu secara keseluruhan, contoh : supermarket, plazza, mall.

14
2. Adaptasi, terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing
itu, sedangkan ejaan atau penulisannya disesuaikan dengan ejaan bahasa
Indonesia, contoh : pluralization – pluralisasi, acceptabilitu – akseptabilitas.
3. Penerjemahan, terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang
terkandung dalam bahasa asing itu, kemudian kata tersebut dicari padanannya
dalam bahasa Indonesia, contoh : overlap :tumpang tindih, try out :uji coba,
psychologist – ahli psikolog.
4. Kreasi, terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yang
ada dalam bahasa Indonesia. Cara ini mirip dengan cara penerjemahan, akan
tetapi memiliki perbedaan. Cara kreasi tidak menuntut bentuk fisik yang mirip
seperti penerjemahan. Boleh saja kata yang ada dalam bahasa aslinya ditulis
dalam dua atau tiga kata, sedangkan bahasa Indonesianya hanya satu kata
saja, contoh :
Effective – berhasil guna, spare part – suku cadang

D. Tanda Baca
Untuk memahami sebuah kalimat dengan sempurna kita perlu memperhatikan
tanda baca yang digunakan di dalamnya. Ada beberapa tanda baca yang dipakai
dalam Bahasa Indonesia yaitu :
1) Tanda Baca Titik (.)
Ada beberapa kaidah dalam penggunaan tanda baca titik (.) yaitu :
a) Tanda baca titik (.) digunakan untuk mengakhiri kalimat yang bukan
yang bukan berupa kalimat tanya atau kalimat seruan.
Contoh : – Saya beragama islam
– Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia.
b) Tanda baca titik (.) digunakan dibelakang angka atau huruf dalam suatu
bagan, ikhtisar atau daftar.
Contoh : – 4.1 Pembahasan

15
– Lampiran 2. Calon jamaah haji
c) Tanda baca titik (.) digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan
detik yang menunjukan jangka waktu.
Contoh :– pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
d) Tanda baca titik (.) digunakan diantara nama penulis, judul tulisan yang
tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam
daftar pustaka.
Contoh : – Lesatariningrum, Dwi. 1989. Teknik Menjahit. Malang: Intan.

2) Tanda Baca Koma (,)


Kaidah-kaidah penggunaan tanda baca koma (,) adalah sebagai berikut:
a) Tanda baca koma (,) digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu
perincian.
Contoh:Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
b) Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan kalimat setara, apabila
kalimat setara berikutnya diawali kata tetapi atau melainkan.
Contoh: – Semua pergi, tetapi dia tidak.
- Dia bukan kakakku, melainkan adikku.
c) Tanda baca koma (,) digunakan apabila anak kalimat mendahului induk
kalimat.
Contoh: Jika hari ini tidak hujan, saya akan dating.
d) Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan anak kalimat jika
anak kalimatnya itu mendahului induk kalimatnya.
Contoh: Saya akan memaafkan, jika ia bertobat.
e) Tanda baca koma (,) digunakan di belakang ungkapan penghubung antar
kalimat yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh: Dia malas belajar. Oleh karena itu, dia tidak naik kelas.

16
3) Tanda Baca Titik Koma (;)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut :
a) Digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis atau
setara.
Contoh: Matahari hamper terbenam; sinarnya yang kemerah-merahan;
memantul di atas permukaan laut; indah sekali pemandangan ketika itu.
b) Digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat
majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh: Sore itu kami sekeluarga sibuk dengan pekerjaan masing-
masing. Ayah sedang membaca Koran; ibu menjahit baju; saya asyik
membersihkan taman di depan rumah.

4) Tanda Baca Titik Dua (:)


Kaidah penggunaannya sebagai berikut:
a) Digunakan sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan perincian.
Contoh:
Ketua : Ahmad Wijaya,
Sekretaris : Imam Tantowi
Bendahara: Siti Khotijah
b) Digunakan di anatara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat
di dalam kitab suci, di antara judul dan sub judul, serta nama kata dan
penerbit buku acuan.
Contoh:
Tempo, I (1971). 34:7
Surat Yasin:19
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah
terbit.

17
5) Tanda Hubung (-)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut :
a) Digunakan untuk merangkaikan se-dengan kata berikutnya yang di
dimulai dengan huruf capital, ke- dengan angka, angka dengan- an,
singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan nama jabatan
rangkap.
Contoh: Se-Indonesia, hadiah ke-2, tahun 50-an, Menteri-Sekretaris-
Negara, sinar-X, Men-PHK-kan
b) Digunakan untuk merangkai bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
Contoh: di-smash, di-drill, mem-beckup, di-carge.

6) Tanda Pisah (–)


Tanda pisah (–) digunakan di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti
“sampai ke“ atau “sampai dengan”. Penulisan tanda baca pisah (–) dinyatakan
dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
Contoh: 1920–1945, Tanggal 15—10 April 1997, (Samsudin), 1999:25—34,
Samsudin (1999:25—34).

7) Tanda Elipsis (…)


Tanda ini digunakan untuk menunjukan bahwa dalam suatu kalimat atau
naskah ada bagian yang hilang.
Contoh: Sebab-sebab kemerosotan akhlak dikalangan mahasiswa…atau
diteliti lebih lanjut.

8) Tanda Kurung ((…))


Tanda ini digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:

18
a) Digunakan untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Contoh: Dalam buku KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Bab
II pasal 10.
b) Digunakan untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian
integral pokok pembicaraan.
Contoh: Aku (sebuah puisi karangan Chairul Anwar) adalah puisi
angkatan 45.

9) Tanda Tanya (?)


Tanda tanya (?) digunakan pada akhir kalimat tanya, yakni kalimat yang
membutuhkan jawaban.
Contoh: Siapa yang membawa tas saya ?

10) Tanda Seru (!)


Tanda ini digunakan sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan
atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau
emosi yang kuat.
Contoh: Alangkah seramnya peristiwa itu!, Ambilkan buku itu!, Duduklah!,
Dasar mata keranjang!.

11) Tanda Kurung Siku ( [ ] )


Tanda ini digunakan untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang
sudah bertanda kurung. Contoh: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya
dibicarakan dalam Bab II [lihat halaman 67-89]).

12) Tanda Petik (“…..”)


Tanda petik digunakan untuk mengakhiri petikan langsung .

19
Contoh: Kata Toto,”Saya juga berpuasa.”, “Hakikat pendidikan adalah
memanusiakan manusia”(Imran,1998).
13) Tanda Petik Tunggal (‘…’)
Tanda ini digunakan untuk mengapit makna, terjemahan, dan penjelasan kata
atau ungkapan asing.
Contoh: Mastery Learning ‘belajar tuntas’, Reformasi ‘perubahan’, Keplicuk
‘dalam Bahasa Indonesia disebut terkilir’, Islami ‘bernuansa islam’.

14) Tanda Garis Miring (/)


Tanda garis miring digunakan dalam menulis nomor surat, nomor pada
alamat, dan penandaan masa satu tahun yang tebagi dalam dua tahun
takwim.Contoh: 14/YPU-i/12/99, Jalan Kramat III/10 Jakarta, Tahun
Anggaran 1985/19986.

15) Tanda Apostrof (‘)


Tanda ini berfunsi untuk penyingkat suatu kata yang digunakan untuk
menunjukan penghilangan bagian suatu kata atau bagian angka tahun.
Contoh: malam ‘lah tiba (‘lah = telah), 1 Januari ’88 (’88 = 1988).

E. MORFOLOGI
1. Morfem
a. Pengertian Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung
bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun
maknanya. (Bloomfield, 1974: 6).
Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam
tutur suatu bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan

20
dengan konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh Hockett
itu, tergolong  ke dalam satuan gramatik yang paling kecil.
Morfem, dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata
dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia
morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua
morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar
penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
(http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa
morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna,
baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai berikut :
mem–perbesar, per-besar. Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar
masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan
besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar,
dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain,
seperti mem- dan per-, dinamakan morfem terikat. Contoh memperbesar
di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem
terikat  mem- dan per- serta satu morfem bebas, besar.

b. Prinsip-prinsip Pengenalan Morfem


Untuk mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia,
diperlukan petunjuk sebagai pegangan. Ada enam prinsip yang saling
melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem (Lihat Ramlan,
1980), yakni sebagai berikut:
1) Prinsip Pertama
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis dan arti atau
makna yang sama merupakan satu morfem.

21
Contoh:
baca                                                   ke-an
pembaca                                          kecepatan
bacaan                                              kedutaan
membacakan                                 kedengaran
2) Prinsip Kedua
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonolis yang berbeda,
merupakan satu morfem apabila bentuk-bentuk itu mempunyai arti
atau makna yang sama, dan perbedaan struktur fonologisnya dapat
dijelaskan secara fonologis. Perubahan setiap morf itu bergantung
kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
Contoh:
mem –             :  membawa
meN-
men  –              :  menulis
meny  –            :   menyisir
meng  –            :   menggambar
me-                   :   melempar
Perubahan setiap morf itu bergantung kepada fonem awal morfem
yang dilekatinya.
3. Prinsip Ketiga
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur ontologis yang berbeda,
sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih
dapat dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai makna yang
sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer. Perhatikan
contoh berikut:
ber-       :  berkarya, bertani, bercabang
bel-        :  belajar, belunjur

22
be-         :  bekerja, berteriak, beserta
Kedudukan afiks ber- yang tidak dapat bertukar tempat itulah yang
disebut distribusi komplementer.
4. Prinsip Keempat
Apabila dalam deretan struktur, suatu bentuk berpararel dengan suatu
kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang
disebut morfem zero.
Misalnya:
Rina membeli sepatu
Rina menulis surat

Semua kalimat itu berstruktur SPO. Predikatnya tergolong ke dalam


verba aktif transitif. Lau pada kalimat a, b. c, dan d, verba aktif
transitif tersebut ditandai oleh meN-, sedangkan pada kalimat e dan f
verba aktif transitif itu ditandai kekosongan (meN- tidak ada),
kekosongan itu merupakan morfem, yang disebut morfem zero.

5. Prinsip Kelima
Bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang sama
mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem
yang berbeda. Apabila bentuk yang mempunyai struktur fonologis
yang sama itu berbeda maknanya, maka tentu saja merupakan fonem
yang berbeda.
Contoh:
Jubiar membeli buku
Buku itu sangat mahal
Juniar membaca buku
Juniar makan buku tebu

23
Satuan buku pada kalimat 1. a dan 1. b merupakan morfem yang sama
karena maknanya sama. Satuan buku pada kalimat kalimat 2. a dan 2.
b bukanlah morfem yang sama karena maknanya berbeda.

6. Prinsip Keenam
Setiap bentuk yang tidak dapat dipisahkan merupakan morfem. Ini
berarti bahwa setiap satuan gramatik yang tidak dapat dipisahkan lagi
atas satuan-satuan gramatik yang lebih kecil, adalah morfem.
Misalnya, satuan ber– dan lari pada berlari, ter– dan tinggi pada
tertinggi tidak dapat dipisahkan lagiatas satuan-satuan yang lebih
kecil. oleh karena itu, ber-, lari, ter, dan tinggi adalah morfem.

c. Klasifikasi Morfem
1) Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat.
Dikatakan morfem bebas karena ia dapat berdiri sendiri, dan dikatakan
terikat jika ia tidak dapat berdiri sendiri.
Misalnya:
1. Morfem bebas – “saya”, “buku”, dsb.
2. Morfem terikat – “ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”,
dsb.
2) Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental
Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau
susunan fonem segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat
dianalisis ke dalam segmen-segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h].
Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem segmental. oleh karena
itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis morfem segmental.
Morfem supra segmental adalah morfem  yang terjadi dari fonem
suprasegmental. Misal, jeda dalam bahasa Indonesia.

24
Contoh:
bapak wartawan               bapak//wartawan
ibu guru                               ibu//guru
3) Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal
Morfem yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi
terbentuknya kata. morfem yang bermakna leksikal itu merupakan
leksem, yakni bahan dasar yang setelah mengalami pengolahan
gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika. Contoh:
morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.
Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem
imbuhan, seperti {ber-}, {ter-}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut
baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu}
berarti ‘memakai sepatu’.
4) Morfem Utuh dan Morfem Terbelah
Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya
bersambungan secara langsung. Contoh: {makan}, {tidur}, dan
{pergi}.
Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi
satu keutuhan. morfem-morfem itu terbelah oleh morfem yang lain.
Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau
{ke….an} dan imbuhan ber-an atau {ber….an}. contoh lain adalah
morfem{gerigi} dan {gemetar}. Masing-masing morfem memilki
morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak pada morfnya,
tidak terletak pada morfemnya itu sendiri. morfem itu direalisasikan
menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem sisipan
{-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.

25
5) Morfem Monofonemis  dan Morfem Polifonemis
Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu
fonem. Dalam bahasa Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i}
kata datangi atau morfem{a} dalam bahasa Inggris pada seperti pada
kata asystematic.
Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua,
tiga, dan empat fonem. Contoh, dalam bahasa Inggris morfem {un-}
berarti ‘tidak’ dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-} berarti ‘satu,
sama’.
6) Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif
Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan.
kata-kata yang mengalami afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-
contoh berikut merupakan kata-kata yang terbentuk dari morfem aditif
itu.
1. mengaji       2.  childhood
berbaju            houses
Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian.
dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat morfem penggantian yang
menandai jamak. Contoh: {fut} à {fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk
dari hasil pengurangan terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf
yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa Perancis.

2. Proses Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-
satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-
beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap
golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa

26
morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-
perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
(http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie
berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe
berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara
morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang
digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu,
kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi
ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang
muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata
itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi.
Selain mempelajari bentuk kata, morfologi juga mempelajari proses
pembentukan kata atau bisa juga disebut sebagai proses morfologi.
Pembentukan kata bisa dilakukan melalui beberapa proses, di antaranya
adalah: penciptaan kata baru (coinage), biasanya kata tersebut muncul dari
suatu produk di pasar, lalu digunakan untuk mengacu pada produk lain yang
serupa, misalnya kata Aqua untuk mengacu pada air minum kemasan lain.
Proses morfologi lainnya adalah pemimjaman kata (borrowing) yaitu
meminjam kata dari bahasa lain misalnya kata sofa yang berasal dari bahasa
Arab. Proses lainnya adalah kata majemuk, yaitu proses pembentukan kata
dengan menggabungkan dua kata atau lebih misalnya kata meja hijau, dan
proses lain yang merupakan proses pembentukan kata yang kerap digunakan
adalah afiksasi (affixation), yaitu proses penambahan morfem terikat ke
morfem bebas untuk menambah makna lexical atau grammatikal.

27
F. AFIKSASI
1. Pengertian Afiksasi
Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan
mengimbuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar
tunggal maupun kompleks. Misalnya mengimbuhahkan ber- pada bentuk
dasar komunikasi menjadi berkomunikasi, buat menjadi berbuat,
tanggungjawab menjadi bertanggung jawab, bekas menjadi berbekas, sepeda
motor menjadi bersepeda motor. Pengimbungan meN- pada bentuk dasar
coba menjadi mencoba, adu menjadi mengadu, pertanggungjawabkan
menjadi mempertanggungjawabkan.
Afiksasi atau pengimbuhan sangat produktif dalam pembentukan kata,
hal tersebut terjadi karena bahasa indonesia tergolong bahasa bersistem
aglutinasi.  Sistem aglutinasi adalah proses dalam pembentukan unsur-
unsurnya dilakukan dengan jalan menempelkan atau menambahkan unsur
selainnya.
Afiksasi merupakan unsur yang ditempelkan dalam pembentukan kata
dan dalam lingistik afiksasi bukan merupakan pokok kata melainkan
pembentukan pokok kata yang baru. Sehingga para ahli bahasa merumuskan
bahwa, afiks merupakan bentuk terikat yang dapat ditambahkan pada awal,
akhir maupun tengah kata (Richards, 1992). Ahli lain mengatakan, afiks
adalah bentuk terikat yang apabila ditambahkan ke bentuk lain akan
mengubah makna gramatikalnya (Kridalaksan, 1993). Dasar yang dimaksud
pada penjelasan tersebut adalah bentuk apa saja, baik sederhana maupun
kompleks yang dapat diberi afiks apapun (Samsuri, 1988).
Kombinasi morfem adalah gabungan antara morfem bebas dan morfem
terikat atau morfem bebas dan morfem bebas sebagai bentuk kompleks.
Misalnya, kata menembak, kata tersebut terdiri atas dua unsur langsung,
yaitu tembak yang merupakan bentuk bebas, dan meN- yang merupakan

28
bentuk terikat. Kata tembak disebut bentuk bebas karena kata tersebut bisa
berdiri sendiri pada kata “tembak ayam itu” tembak memiliki makna sendiri
dalam gramatikal kata, sedangkan afiks semuanya disebut dengan bentuk
terikat karena tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatis selalu melekat
pada bentuk lain.

2. Jenis-Jenis Afiks
Dalam linguistik dikenal bermacam-macam afiks dalam proses
pembentukan kata. Robins (1992) mengatakan, afiks dapat dibagi secara
formal menjadi tiga kelas utama sesuai dengan posisi yang didudukinya
dalam hubungannya dengan morfem dasar, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks.
Sedangkan dari segi penempatannya, afiks-afiks tersebut dapat dibedakan
menjadi beberapa kelompok. Jenis afiks tersebut adalah sebagai berikut.
a. Prefiks (awalan), yaitu afiks yang diletakkan di depan kata dasar.
Contoh: ber-, meN-, se-, per-, pe-, dan ter-.
b. Infiks (sisipan), yaitu afiks yang diletakkan di dalam bentuk dasar.
Contoh: -el-, -er-, -em-, dan -in-.
Sufiks (akhiran), yaitu afiks yang diletakakan di belakang bentuk dasar.
Contoh: -an, -kan, -i.
c. Simulfiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri segmental
yang dileburkan pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia, simulfiks
dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk
dasar, dan fungsinya ialah membentuk verba atau memverbakan nomina,
adjektiva, atau kelas kata lainnya. Contoh berikut terdapat dalam bahasa
Indonesia nonstandar: kopi menjadi ngopi, cabit menjadi nyabit, soto
menjadi nyoto, santai menjadi nyantai, satai menjadi nyatai.
d. Konfiks, yaitu afiks yang terdiri atas dua unsur, yaitu di depan dan di
belakang bentuk dasar. Konfik berfungsi sebagai suatu morfem terbagi.

29
Konfiks harus dibedakan dengan kombinasi afiks (imbuhan gabung).
Konfiks adalah satu morfem dengan satu makna gramatikal, sedangkan
kombinasi afiks adalah gabungan dari beberapa morfem.
Greenberg menggunakan istilah ambifiks untuk konfiks. Istilah lain
untuk gejala tersebut adalah sirkumfiks. Istilah dan konsep konfiks sudah
lama dikenal dalam linguistik dan pernah diperkenalkan oleh Knbloch
(1961) dan Achmanova (1966) dalam Putrayasa (1998). Contoh konfiks
dalam bahasa Indonesia adalah ke-an, peN-an, per-an, dan ber-an.
Contoh: keadaan yang berasal dari bentuk dasar ada dan mendapat
imbuhan ke-an. Pengiriman, persahabatan, kepandaian, dan
berpandangan.
e. Kombinasi afiks (imbuhan gabung), yaitu kombinasi dari dua afiks atau
lebih yang bergabung dengan bentuk dasar. Afiks tersebut bukan jenis
afiks khusus dan hanya merupakan gabungan beberapa afiks yang
mempunyai bentuk dan makna gramatikal sendiri, atau dengna kata lain
masing-masing menjaga intensitasnya sendiri, muncul secara bersamaan
pada bentuk dasar, tetapi berasal dari dalam proses yang bertahap atau
berlainan.
Perhatikan contoh dalam tabel.

Bentuk dasar Afiks Hasil


Kenal Sufiks –kan Kenalkan
Kenalkan Prefiks per- Perkenalkan
Perkenalkan Prefiks meN- Memperkenalkan

Kombinasi afiks dalam bahasa Indonesia adalah meN-kan, meN-I,


memper-kan, memper-i, ber-kan, ter-kan, per-kan, peN-an dan se-nya.

30
f. Suprafiks atau superfiks adalah afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-
ciri suprasegmental atau afiks yang berhubungan dengan morfem
suprasegmenta. Afiks jenis ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia.
Afiks jenis ini dapat dijumpai dalam bahasa Batak Toba, misalnya kata
guru (nomina) dengan tekatan pada guru, sedang guru (adjektiva)
penekanannya para bagian “ru” saja.
g. Interfiks, yaitu jenis afiks yang muncul di antara dua unsur. Dalam
bahasa Indonesia, Interfiks terdapat dalam kata-kata bentuk baru,
misalnya interfiks -n- dan -o- pada gabungan Indonesia dan logi menjadi
Indonesianologi.
h. Transfiks, yaitu jenis infiks yang menyebabkan bentuk dasar menjadi
terbagi. Bentuk tersebut terdapat pada bahasa-bahasa Afro-Asiatika,
antara lain bahasa Arab. Misalnya akar ktb dapat diberi transfiks a-a, l-a,
a-l, dan lain sebagainya menjadi katab (ia menulis), kitab (buku), katib
(penulis).
Berdasarkan asalnya, afiks dalam bahasa indonesia dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu:
1) Afiks asli, yaitu afiks yang bersumber dari bahasa Indonesia. Misalnya,
meN-, ber-, ter-, -el-, -em-, -er-, -I, -kan, dan lainnya.
2) Afiks serapan, yaitu afiks yang bersumber dari bahasa asing ataupun
bahasa daerah. Misalnya, -man, -wan, -isme, -isasi, dan lain-lain.

Perhatikan tabel di bawah ini.


Kombinasi
Prefiks Infiks Sufiks Komfiks
afiks
Asli Serapan Asli Asli Serapan Asli Asli
meN- pra- -el- -an -man me-I ber-an
ke- maha- -em- -i -wan di-i ber-kan
ber- non- -er- -kan -wati me-kan ke-an
di- swa- -nya -a memper- pe-an

31
peN- tuna- -i diper- per-an
per- inter- -at memper-kan se-nya
ter- anu- -in diper-kan
se- dwi- -isme ber-an
anti- ber-kan
a- ke-an
auto- per-kan
hetero- per-i
homo- keber-an
epi- kese-an
mikro- keter-an
super- pember-an
pemer-an
penye-an
perse-an
perseke-an

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
1. Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
2. Penulisan kata.
3. Penulisan tanda baca.

32
4. Penulisan singkatan dan akronim.
5. Penulisan angka dan lambang bilangan.
6. Penulisan unsur serapan

Proses morfologis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan


menghubungkan morfem yang satu dengan morfem  yang lain yang merupakan
bentuk dasar (Cahyono, 1995: 145). Dalam proses morfologis ini terdapat tiga
proses yaitu: pengafiksan, pengulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau
penggabungan.

Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan


mengimbuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal
maupun kompleks. Misalnya mengimbuhahkan ber- pada bentuk dasar
komunikasi menjadi berkomunikasi, buat menjadi berbuat, tanggungjawab
menjadi bertanggung jawab, bekas menjadi berbekas, sepeda motor menjadi
bersepeda motor. Pengimbungan meN- pada bentuk dasar coba menjadi
mencoba, adu menjadi mengadu, pertanggungjawabkan menjadi
mempertanggungjawabkan. Afiks dapat dibagi secara formal menjadi tiga kelas
utama sesuai dengan posisi yang didudukinya dalam hubungannya dengan
morfem dasar, yaitu prefiks, infiks, dan sufiks.

33
B. Saran

Kita ketahui bersama bahwa kemajuan teknologi dan cepatnya akses


informasi juga mempunyai dampak negatif yang sangat mempengaruhi
kelangsungan dari bahasa yang telah kita miliki dan kita sepakati untuk menjadi
bahasa pemersatu bangsa serta tanah air yaitu bahasa indonesia. Untuk itu kita
harus meningkatkan rasa nasionalisme yang tertanam dalam diri dan berusaha
untuk lebih memahami kaidah-kaidah kebahasaan.
Demikianlah isi dari makalah ini. Untuk selanjutnya kami mengharap
apresiasi berupa saran maupun kritik dari pembaca, Supaya makalah ini bisa
menjadi lebih lengkap dan lebih sempurna. Semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi setiap orang yang membacanya, Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Syafi’ie, Dr. Imam. 1990. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: IKIP Malang

Tim Pustaka Widyatama. 2009. EYD Lengkap. Malang: Pustaka Widyatama

http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penulisan_tanda_baca.html pada 22
September 2012 pukul 11.30

https://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/EYD

34
http://www.materikelas.com/contoh-afiksasi-sufiks-prefiks-konfiks-infiks-dan-
kombinasi-afiks/

http://www.semuaikan.com/menurut-para-ahli-penjelasan-yang-benar-tentang-
pengertian-morfologi-dan-klasifikasi/

https://susandi.wordpress.com/seputar-bahasa/morfologi-2/

http://linguistikid.com/pengertian-ruang-lingkup-morfologi/

http://www.kelasindonesia.com/2015/04/contoh-kata-serapan-dan-pengertiannya-
adopsi-adaptasi-pungutan.html

http://ahmadrasulfikri.blogspot.co.id/2014/04/unsur-serapan-bahasa-indonesia.html

https://fatihalqurba.wordpress.com/2013/04/05/ejaan-tanda-baca-dan-jenis-jenis-
ejaan/

35

Anda mungkin juga menyukai