Anda di halaman 1dari 10

DAYA DUKUNG SUMBERDAYA AIR SEBAGAI PERTIMBANGAN

PENATAAN RUANG

Chay Asdak dan Hilmi Salim

Abstract
The concept of carrying capacity of water resource is applied as a
management tool for the operationalization of sustainable regional planning.
Carrying capacity of a region, comprising its supportive and assimilative
capacities, is defined as the ability to produce desired outputs from a resource
base to achieve a higher and more equitable quality of life, while maintaining
desired environmental quality. The proposed conceptual model for the
carrying capacity-based planning process considers problems, constraining
and supporting factors, and interrelated systems within a dynamic ecosystem
to arrive at the water resource-based sustainable regional planning.

Kata kunci: dayadukung lingkungan, sumberdaya air, pengelolaan DAS,


penataan ruang, Jawa Barat.

1. PENDAHULUAN tentang mekanisme keterpaduan dan


keselarasan antara sistem produksi, distribusi
Sumberdaya air adalah kehidupan. Air dan konsumsi sumberdaya air dalam satu
memungkinkan bekerjanya ekosistem tempat kesatuan ekosistem. Artinya, pengelolaan
kita hidup, melancarkan jalannya industri, sumberdaya air berkelanjutan dapat dicapai
menumbuhkan makanan yang kita butuhkan, melalui penyusunan rencana pengelolaan
dan menjadikan kehidupan semua mahluk yang didasarkan pada dayadukung
ciptaan Tuhan YME. Sumberdaya air yang sumberdaya air (lingkungan) setempat.
membasahi ekosistem terestrial dalam bentuk Makalah ini tidak akan mendiskusikan secara
hujan dan kemudian mengalir sebagai air menyeluruh dan terinci pengelolaan
permukaan dan air tanah menuju ke laut. sumberdaya air, melainkan memberikan
Daur hidrologi yang menjelajah lautan, arahan kerangka kerja dan kaidah-kaidah
atmosfer dan daratan menyebabkan adanya penataan ruang berbasis dayadukung
kehidupan di planet bumi. Tidak ada sumberdaya air.
kehidupan mahluk yang tidak terkait,
langsung atau tidak langsung, dengan 2. TATA RUANG DAN DAYA DUKUNG
sumberdaya air. Tanpa air, mikroorganisme LINGKUNGAN
yang mendekomposisi bahan organik tidak
akan pernah ada, demikian pula tidak akan Tantangan terbesar pengelolaan
pernah ada daur ulang materi dan energi, dan sumberdaya alam/lingkungan hidup (SDA/LH)
dengan demikian, tanpa air tidak akan pernah adalah menciptakan untuk selanjutnya
ada kompleksitas ekosistem. Sayang sekali, mempertahankan keseimbangan antara
keberadaan sumberdaya air tersebut saat ini pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan
telah terdegradasi pada tingkat yang serius keterlanjutan pemanfaatan dan keberadaan
dan telah mengancam kelangsungan hidup SDA/LH yang adalah juga merupakan sistem
manusia dan mahluk lainnya. penopang kehidupan (life support system).
Oleh karena itu, perencanaan tata Keterlanjutan pengelolaan (pemanfaatan dan
ruang yang diharapkan berkelanjutan konservasi) SDA/LH didefinisikan sebagai
seharusnya mempertimbangkan keterbatasan “suatu proses perubahan dimana
kuantitas dan kualitas sumberdaya air. kesinambungan pemanfaatan dan
Sebagai entitas ekonomi, sumberdaya air perlindungan SDA/LH, arah investasi
harus dikelola sebagai barang ekonomi pemanfaatan SDA/LH, dan perubahan
melalui kaidah-kaidah pengelolaan kelembagaan yang berkaitan dengan
sumberdaya berkelanjutan. Untuk itu, pemanfaatan dan perlindungan SDA/LH
diperlukan pemahaman yang memadai tersebut konsisten dengan sasaran

Asdak C. dan Salim. H. 2006: Daya Dukung…..J. Tek. Ling P3TL-BPPT. 7.(1): 16 - 25 16
pemanfaatan SDA/LH saat ini dan di masa kerja untuk operasionalisasi pengelolaan
yang akan datang” (1). Definisi ini menegaskan SDA/LH berkelanjutan. Konsep dayadukung
pentingnya interaksi berkelanjutan yang positif awalnya dikembangkan untuk pengelolaan
antara pengelola SDA (manusia) dan SDA/LH satwa secara alamiah. Dalam
(lingkungan alam). perkembangannya, dikenal konsep
Salah satu manifestasi interaksi antara dayadukung buatan/tersubsidi yang
proses-proses alamiah dan aktivitas manusia memerlukan intervensi manusia guna
adalah bentuk pola pemanfaatan lahan yang memungkinkan alam mampu mendukung
dijumpai di tempat berlangsungnya proses kehidupan mahluk hidup (termasuk manusia).
interaksi tersebut. Bentang lahan (landscape) Dayadukung memiliki beberapa
merupakan mosaik-mosaik yang bersifat pengertian sesuai dengan konteksnya,
dinamik sebagai hasil interaksi manusia misalnya, dalam pengelolaan satwa di dalam
dengan lingkungan alamnya dan bervariasi cagar alam, dayadukung lingkungan diartikan
dalam hal ukuran, bentuk, dan sebagai kapasitas ruang (habitat) maksimal
pengaturan(2,3,4). Pemahaman tentang proses yang mampu menghidupi jumlah satwa
berlangsungnya interaksi manusia dengan tertentu dimana pertumbuhan satwa tersebut
lingkungan alamnya, tentang bagaimana tidak mengganggu secara serius habitat yang
kehidupan manusia dipengaruhi oleh produksi ditinggalinya (6). Dengan kata lain, sejumlah
dan fungsi bentang lahan, dan pengaruh satwa dapat hidup sehat meskipun ada
perubahan bentang lahan terhadap intervensi manusia secara minimal. Secara
perubahan proses sosial-ekonomi dan ekologi konseptual, ini adalah dayadukung lingkungan
dapat dimanfaatkan sebagai dasar alamiah. Konsep dayadukung
pemahaman untuk merancang sistem buatan/tersubsidi adalah apabila sumberdaya
pengelolaan SDA/LH berkelanjutan di suatu untuk mencukupi kebutuhan satwa (dalam
wilayah(5). Dengan kata lain, pemahaman konteks dayadukung satwa) lebih ditentukan
menyeluruh atas fungsi dan struktur bentang oleh intervensi manusia melalui
lahan sebagai produk interaksi manusia transfer/subsidi energi dan/atau materi,
dengan lingkungan alamnya, merupakan hal misalnya pemberian pupuk non-organik untuk
yang amat penting untuk terciptanya suatu mempercepat pertumbuhan habitat satwa
pengelolaan SDA/LH terpadu dimana sehingga satwa tersebut dapat
keberadaan manusia dan integritas melangsungkan hidupnya. Konsep
lingkungan alam dipertimbangkan sebagai dayadukung yang terakhir ini dinamakan
satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan. dayadukung tersubsidi (subsidized carrying
Dalam banyak kasus, degradasi lingkungan capacity), yaitu subsidi energi, ilmu
(fisik, biologi, dan sosial) terjadi karena tidak pengetahuan dan teknologi dari luar
atau kurang terjaganya keseimbangan antara ekosistem alamiahnya.
aktivitas manusia dalam menjalankan fungsi Besarnya dayadukung ditentukan oleh
kehidupannya dengan keberadaan kemampuan dayadukung alamiahnya,
komponen-komponen SDA/LH. Tekanan kemampuan menarik subsidi ke dalam
pembangunan nasional kita lebih berorientasi ekosistem (untuk dayadukung tersubsidi) dan
pada pendekatan antroposentris dimana kemampuan dalam menggunakan dan
sumber permasalahan lingkungan berakar memanfaatkan subsidi. Secara umum,
pada peran superior manusia atas mahluk- dayadukung alamiah di Indonesia termasuk
mahluk hidup lainnya. Kedudukan manusia besar, tetapi kemampuan menarik dan
telah menjadi pusat dari segala-galanya memanfaatkan subsidi termasuk kecil
sehingga keberadaan komponen-komponen sehingga dayadukung alamiah juga termasuk
kehidupan lain selain manusia bersifat kecil. Kecilnya dayadukung alamiah ini tidak
instrumen belaka dan bahkan cenderung sesuai dengan besarnya kebutuhan
dikorbankan untuk kepentingan manusia. sumberdaya alamiah yang digunakan untuk
Implikasi dari kecenderungan orientasi aktivitas pembangunan sehingga
antroposentris ini adalah tidak terlanjutkannya menimbulkan degradasi SDA/LH. Sebagai
pengelolaan SDA/LH. perbandingan, Singapura mempunyai
Untuk mewujudkan pengelolaan dayadukung alamiah rendah, tetapi sebagai
sumberdaya berkelanjutan, maka ekosistem tersubsidi, Singapura memiliki
perencanaan pengelolaan sumberdaya harus dayadukung besar. Demikian pula,
berlandaskan pada dayadukung (carrying kemampuan pemerintah dan masyarakat
capacity) ekosistem. Konsep dayadukung dalam memanfaatkan subsidi dan mengelola
seharusnya dimanfaatkan sebagai kerangka dampak yang timbul akibat subsidi tersebut

17 Asdak C. dan Hilmi Salim 2006: Daya Dukung…..J. Tek. Ling P3TL-BPPT. 7.(1): 16 -25
juga besar sehingga Singapura memiliki 3. PERMASALAHAN PERENCANAAN
dayadukung (tersubsidi) besar. Pengertian TATA RUANG
lain dari dayadukung lingkungan alamiah
adalah jumlah manusia yang dapat bertahan 3.1. Permasalahan Proses Penyusunan
hidup di suatu wilayah tertentu. Dalam hal ini, Tata Ruang
pengertian dayadukung adalah kemampuan
lingkungan melayani laju konsumsi (manusia) Perencanaan tata ruang bersifat multi-
maksimal atas sumberdaya serta limbah yang dimensi dan multi-konsekuensi, dan oleh
dihasilkan secara berkelanjutan dengan tidak karenanya, harus dirumuskan dan
mengganggu integritas ekologi lingkungan diimplementasikan secara partisipatif (multi-
alamiah tersebut(7). Konsep dayadukung pihak). Kenyataannya, salah satu kelemahan
sumberdaya air sebagai pertimbangan dalam penyusunan rencana tata ruang adalah belum
penataan ruang yang ramah lingkungan, pada dilaksanakan secara partisipatif. Meskipun
prinsipnya mengacu pada kaidah-kaidah pembangunan yang bersifat partisipatif telah
tersebut di atas. menjadi kesepakatan dunia (a.l., melalui
Uraian di atas menunjukkan bahwa Agenda 21 Nasional/Lokal), dalam prakteknya
dayadukung terdiri atas dayadukung alamiah masih jauh dari harapan. Hal ini dapat dilihat
dan dayadukung tersubsidi. Untuk dengan masih terjadinya pengingkaran
dayadukung tersubsidi agar mampu terhadap hak masyarakat adat/lokal dalam
mendukung kehidupan secara memadai perencanaan pengelolaan sumberdaya. Pada
ditentukan oleh kemampuan menarik subsidi banyak kasus, mereka juga tidak menikmati
dari luar ekosistem dan kemampuan hasil pengelolaan sumberdaya dan tidak
menggunakan dan memanfaatkan subsidi mempunyai suara dalam menentukan
tersebut, misalnya energi listrik dan BBM, kebijakan yang menyangkut sumberdaya
pupuk non-organik, ilmu pengetahuan dan yang ada di sekitarnya. Demikian pula, hak
teknologi. Kebanyakan wilayah Indonesia masyarakat untuk berpartisipasi, dalam
umumnya masih bersifat agraris, industri berbagai kebijakan pengelolaan sumberdaya
(mandiri) belum berkembang dan SDM masih belum/tidak dicantumkan secara tegas.
belum memadai (untuk menarik dan Apabila telah tercantum, tidak dilaksanakan
memanfaatkan subsidi dari luar ekosistem) secara kosekuen dan konsisten. Dengan
sehingga masih tergantung pada dayadukung demikian, masyarakat sulit berpartisipasi
alamiah. Kondisi ini diperberat, tidak hanya dalam pembuatan kebijakan maupun
oleh pola pembangunan ekonomi yang tidak implementasi dan pengawasan atas
efisien dan tidak ramah lingkungan, tetapi kebijaksanaan yang dihasilkan oleh
juga cenderung mengurangi lahan agraris, pemerintah.
misalnya pembangunan infrastruktur fisik Sejak awal tahun 1998 telah muncul
(jalan tol, waduk skala besar) dan kawasan berbagai kebijakan baru dalam pengelolaan
industri/bisnis, sehingga menurunkan sumberdaya. Kebijakan-kebijakan tersebut
dayadukung alamiah (sumberdaya berbasis sebagian memuat beberapa hal yang
lahan). Khusus untuk pembangunan waduk mencerminkan perubahan menuju perbaikan,
skala besar, meskipun akan menurunkan tetapi secara struktural belum berubah
dayadukung alamiah berbasis lahan, tetapi banyak, baik secara substansial maupun
dapat meningkatkan dayadukung tersubsidi proses pembuatan kebijakan. Demikian pula
sumberdaya air (a.l. pertanian irigasi, sistem nilai yang dianut, berbeda dengan
perikanan, hydro-power, dst.). Namun yang dianut oleh masyarakat lokal/adat dan
demikian, perlu ditekankan bahwa belum sesuai dengan kriteria environmental
pembangunan infrastruktur fisik hanya dapat governance yang diajukan oleh UNDP(8).
meningkatkan dayadukung ekosistem jika Proses pembuatan kebijakan seringkali
kemampuan memanfaatkan infrastruktur tidak transparan karena diatur oleh wewenang
dapat ditingkatkan, antara lain, dengan negara, sehingga mempersempit ruang untuk
meningkatkan kemampuan SDM dan perbedaan pendapat. Proses pembuatan
teknologi. keputusan masih bersifat sentralistik dan
hirarkis sehingga seringkali mengabaikan
masyarakat lokal/daerah. Walaupun sejak
tahun 1990-an beberapa LSM mulai dilibatkan
dalam pembuatan kebijakan, seringkali
pelibatannya tidak murni, dalam arti
pandangannya didengar tetapi belum tentu

Asdak C. dan Salim. H. 2006: Daya Dukung…..J. Tek. Ling P3TL-BPPT. 7.(1): 16 - 25 18
diintegrasikan dalam rumusan akhir. Setelah menunjukkan bahwa pemanfaatan air tanah
kebijakan dibuat, pelaksanaanya diserahkan untuk kebutuhan rumah tangga dan industri
kepada para birokrat, tanpa ada mekanisme jauh lebih besar daripada air permukaan.
bagi masyarakat untuk mengajukan keberatan Kondisi yang apabila berlanjut akan
dan/atau alternatif lain. Akibatnya, partisipasi mengancam keberadaan air tanah karena
masyarakat tidak berjalan dengan baik. daerah resapan di Bandung Utara dan
Karena partisipasi tidak berjalan, maka tidak Selatan sebagian besar telah terganggu.
ada kontrol masyarakat sehingga mengarah Potensi air permukaan di Propinsi
kepada lemahnya akuntabilitas Jawa Barat dan Banten rata-rata per tahun
penyelenggaraan pemanfaatan sumberdaya. adalah 66,18 milyar m3/tahun(11). Potensi
Tidak memadainya proses penyusunan sumberdaya air tersebut terdiri dari S.
tata ruang dan rendahnya partisipasi Ciujung-Ciliman 5,98 milyar m3/tahun, S.
masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya Cisadane-Ciliwung 7,75 milyar m3/tahun, S.
telah meningkatkan penyimpangan RTRW di Cisadea-Cikaengan 13,68 milyar m3/tahun, S.
kebanyakan daerah di Indonesia. Di Jawa Citarum 13,07 milyar m3/tahun, S. Ciwulan
Barat, penggunaan lahan yang tidak sesuai 14,27 milyar m3/tahun, S. Cimanuk-
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Cisanggarung 6,10 milyar m3/tahun, dan S.
(RTRW) dari tahun ke tahun persentasenya Citanduy 5,33 milyar m3/tahun. Sementara,
semakin meningkat. Pada tahun 1995, kebutuhan air untuk pertanian diperkirakan
penyimpangan terhadap RTRW adalah 13%. sebesar 26 milyar m3/tahun, air bersih
Pada tahun 1997, angka penyimpangan perkotaan dan industri 5 milyar m3/tahun dan
tersebut meningkat dua kali menjadi 27% dari penggelontoran kota sebesar 3,3 milyar
total wilayah Jawa Barat (9). Penyimpangan m3/tahun. Dengan demikian, kebutuhan air
pemanfaatan ruang terhadap RTRW yang total di Jawa Barat sekitar 34,3 milyar
terjadi pada 2002 dilaporkan sebesar 35%(10). m3/tahun. Tampak, bila dibandingkan antara
Tampaknya, penyimpangan implementasi ketersediaan (66,18 milyar m3/tahun) dan
RTRW akan terus berlanjut apabila kebutuhan air (34,3 milyar m3/tahun),
penyusunan RTRW tidak dilaksanakan secara kebutuhan air masih lebih kecil daripada air
partisipatif dan realistik serta konsistensi yang tersedia. Artinya, dayadukung
pemerintah dalam melaksanakan rencana sumberdaya air di Jawa Barat relatif masih
pembangunan termasuk penegakan hukum mencukupi, terutama apabila potensi air tanah
masih rendah. juga dipertimbangkan.
Namun demikian, potensi sumberdaya
3.2. Permasalahan Distribusi dan air yang relatif masih cukup besar tersebut
Konsumsi Sumberdaya Air juga tidak bebas masalah. Masalahnya
adalah bahwa ketersediaan (distribusi) air
Pada tahun 1990 dan 2000 kebutuhan tersebut sepanjang tahun tidak sama
air rumah tangga di Pulau Jawa sebesar jumlahnya, sehingga sumberdaya air yang
3.169 juta m³ dan 6.114 juta m³. Proyeksi dapat dimanfaatkan hanyalah 6,8% (4,5
untuk tahun 2015 adalah 8.903 juta m³. Berati milyar m3 ditambah sebagian air tanah),
terjadi kenaikan penggunaan air pada periode sisanya terbuang ke laut pada musim hujan
waktu 1990-2000 sebesar 10% dan pada dan terjadi kekurangan air pada musim
periode waktu 2000 – 2015 sebesar 6,67% kemarau. Selain itu, apabila ketimpangan
per tahun. Kecenderungan kenaikan distribusi dan konsumsi sumberdaya air
konsumsi air ini juga terjadi di daerah lain di seperti di Cekungan Bandung tersebut di atas
Indonesia dengan kemungkinan kenaikan tidak disikapi dengan redistribusi
lebih besar mengingat masih besarnya laju pemanfaatan air yang lebih proporsional,
pertumbuhan penduduk dan aktivitas maka kekhawatiran akan terjadinya krisis air
pembangunan yang menyertainya. Oleh pada tahun 2010 dapat menjadi kenyataan.
karenanya, potensi sumberdaya air yang
besar di kebanyakan wilayah Indonesia perlu 3.3. Permasalahan Pencemaran
direncanakan dengan baik pemanfaatan dan Sumberdaya Air Sebagai
konservasinya. Di Cekungan Bandung (2001), Eksternalitas Proses Produksi
pemanfaatan air untuk rumah tangga adalah
260 juta m³ (73% air tanah dan 27% air Ketersediaan air dapat memacu
permukaan). Sedang kebutuhan air untuk pertumbuhan ekonomi. Bersamaan dengan
industri adalah 201 juta m³ (76% air tanah dan dukungan lain seperti tenaga kerja dan
24% air permukaan). Angka-angka tersebut jaringan transportasi, ketersediaan air telah

19 Asdak C. dan Hilmi Salim 2006: Daya Dukung…..J. Tek. Ling P3TL-BPPT. 7.(1): 16 -25
mendongkrak pertumbuhan industri maupun perhatian. Sumber konflik antar pemerintah
perumahan khususnya di perkotaan. Tetapi, daerah (kabupaten/kota), antar sektor, dan
perkembangan industri tersebut seringkali antara masyarakat dengan pemerintah
menimbulkan pencemaran perairan oleh daerah dan/atau kalangan industri seringkali
pembuangan limbah dan sampah industri. Hal terkait dengan masalah konsumsi dan
ini akan menurunkan kualitas air di hilir sungai distribusi air. Sedangkan produksi air
dan menyebabkan kerugian ekonomi terutama menimbulkan persoalan dalam hal
langsung maupun tidak langsung dalam kekurangan pasokan air pada musim
bentuk penurunan produksi dan/atau kemarau. Oleh karena itu, agar dapat
peningkatan biaya untuk mendapatkan air melakukan upaya pencegahan dan
bersih. Selain itu, semakin sering dilaporkan penyelesaian konflik yang terkait dengan
adanya ribuan ekor ikan mati karena pengelolaan sumberdaya air secara efektif,
lingkungan airnya telah tercemar. Tampak maka diperlukan pemahaman tentang
bahwa pencemaran perairan telah pendekatan ekosistemik dalam pengelolaan
memberikan dampak negatif terhadap proses sumberdaya air.
produksi sektor lainnya (pertanian, perikanan, Pengertian pengelolaan sumberdaya air
dan kegiatan ekonomi lain yang melalui pendekatan ekosistem, secara umum
memanfaatkan sumberdaya air). Dengan bersifat:
demikian, potensi terjadinya konflik
meningkat, terutama antara sektor industri 1. Menjelaskan bagaimana komponen-
dengan petani, peternak (termasuk komponen suatu sistem lingkungan
peternakan ikan), dan pemanfaat air lainnya hidup, termasuk di dalamnya
di daerah hilir. sumberdaya air dan manusia,
berinteraksi.
4. MODELKONSEPTUAL 2. Holistik, komprehensif, dan lintas
PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR ilmu/sektor serta bersifat menjelaskan
dinamika sistem, misalnya melalui
Optimasi pengelolaan sumberdaya air konsep stabilitas dan umpan balik.
secara berkelanjutan memerlukan suatu 3. Membatasi ekosistem secara alamiah,
pendekatan yang bersifat komprehensif dan misalnya batas hidrologis, bio-region atau
terpadu. Dengan kata lain, optimasi eco-region serta menempatkan
pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya air pada berbagai tingkatan
sumberdaya air secara berkelanjutan tidak struktur, proses, dan fungsinya.
dapat dipisahkan dari keberhasilan 4. Berorientasi pada prinsip-prinsip
pengelolaan sumberdaya di daerah manajemen serta memasukkan dan/atau
tangkapan air (DTA) masing-masing wilayah mempertimbangkan dinamika faktor-
pengembangan sumberdaya air (daerah faktor manusia dan kelembagaan ke
aliran sungai, DAS). Artinya, untuk dapat dalam proses analisis.
terlaksananya optimasi pemanfaatan dan 5. Memanfaatkan proses-proses
pengembangan sumberdaya air secara perencanaan dan penelitian yang
berkelanjutan memerlukan pra-syarat antisipatif, lentur dan adaptif. Model
dilakukannya pengelolaan DTA secara tepat. konseptual pengelolaan sumberdaya air
Stabilitas sumberdaya air (kuantitas dengan menggunakan pendekatan
dan kualitas) di DTA terkait erat dengan ekosistem dapat dilihat pada Gambar 1.
kondisi biofisik di DTA masing-masing wilayah
pengembangan sumberdaya air. Oleh karena Pendekatan ekosistemik menempatkan
itu, seperti telah dikemukakan di atas, untuk komponen-komponen kajian dalam konteks
memperoleh jaminan bahwa sumberdaya air keterkaitan antar komponen dalam
dimanfaatkan dan dikembangkan secara keseluruhan sistem pengelolaan sumberdaya
optimal dan berkelanjutan, maka pendekatan air. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya
pengelolaan yang harus dilakukan adalah air berkelanjutan, pendekatan ekosistemik
melalui pendekatan ekosistem (Gambar 1). seperti tersebut pada Gambar 1 menunjukkan
Konsep pengelolaan sumberdaya air tiga sub-sistem yang harus menjadi
berkelanjutan melalui pendekatan ekosistem perhatian. Ketiga sub-sistem tersebut adalah
(DAS) ini penting untuk mencegah timbulnya sub-sistem produksi, sub-sistem konsumsi,
konflik dalam pemanfaatan air. Melalui dan sub-sistem distribusi.
konsep ini, keselarasan antara produksi, Sub-sistem produksi merupakan sistem
konsumsi, dan distribusi air menjadi fokus alam dalam bentuk daerah aliran sungai

Asdak C. dan Salim. H. 2006: Daya Dukung…..J. Tek. Ling P3TL-BPPT. 7.(1): 16 - 25 20
(DAS). Sistem ini juga umum dikenal sebagai Sub-sistem ketiga dari keseluruhan sub-
sistem tata air. Besarnya produksi air selain sistem yang harus dipertimbangkan dalam
tergantung pada besarnya curah hujan juga pengelolaan sumberdaya air berkelanjutan
akan ditentukan oleh karakteristik dan kondisi adalah sub-sistem distribusi. Persoalan
biofisik DAS. Dalam banyak kasus, produksi distribusi air dan sumberdaya lain sangat erat
air dalam suatu ekosistem DAS telah kaitannya dengan: (1) jaminan akses
mengalami gangguan yang bersifat masyarakat kurang mampu dalam
antropogenik, utamanya terkait dengan memperoleh atau memanfaatkan
perubahan fungsi lahan dari yang bersifat sumberdaya air, dan (2) penentuan prioritas
meresapkan air ke dalam tanah menjadi distribusi air untuk berbagai keperluan. Kedua
kurang/tidak meresapkan air. Dalam konteks hal ini, apabila tidak dipertimbangkan secara
daerah tangkapan air suatu DAS, terjadinya sungguh-sungguh dalam perencanaan
gangguan tata air terkait dengan pengelolaan sumberdaya, dapat
meningkatnya kerusakan hutan karena menimbulkan konflik antar pemanfaat
perubahan alih fungsi lahan, perambahan sumberdaya air.
hutan dan penebangan hutan secara illegal, Uraian di atas menunjukkan
dan kebakaran hutan. Oleh karena itu, pentingnya menempatkan ketiga sub-sistem
permasalahan lingkungan hidup dalam tersebut dalam satu kesatuan menyeluruh
bentuk meningkatnya debit aliran pada dan terkait ketika menyusun rencana
musim hujan dan terjadinya kekurangan air pengelolaan sumberdaya air. Perlu
pada musim kemarau menjadi semakin besar ditekankan di sini bahwa keterkaitan antar
skalanya. ketiga sub-sistem tersebut di atas selain
Sub-sistem konsumsi atau tata guna air bersifat horisontal (antar sektor), juga
pada dasarnya adalah pemanfaatan seharusnya bersifat vertikal/spasial (hulu-
sumberdaya air permukaan dan barang/jasa hilir). Selain itu, untuk mendukung
lain. Persoalan umum yang sering dijumpai tercapainya pengelolaan sumberdaya air
dalam pemanfaatan sumberdaya air adalah berkelanjutan diperlukan dua pra-syarat: (1)
tidak terkaitnya pemanfaatan sumberdaya air dihasilkannya Rencana Tata Ruang Wilayah
tersebut di atas dengan sistem produksi atau (RTRW) yang telah mempertimbangkan
tata air. Untuk dapat mewujudkan aspek lingkungan dan RTRW tersebut
pengelolaan (pemanfaatan dan konservasi) dilaksanakan secara konsisten, dan (2)
sumberdaya air berkelanjutan, maka pola dihasilkannya tata kelembagaan yang telah
konsumsi air harus terkait dengan sistem mempertimbangkan berbagai aspek seperti
produksi (sumberdaya air). tersebut dalam Gambar 1.

Ga m ba r 1 . Pe nde k a ta n Ek os is te m ik da la m Pe nge lola a n Sum be r da y a A ir (A s da k , 2004)

KRP
(– )
In p u t: C H T an ah , V eg etasi, e tc. O u tp u t
[D A S , C eku n g an A ir (+)
T an ah ]
T a t a A ir

R eg . In st. S takeh o ld er s SDM A ir P er m u kaan A ir T an ah


D an a In fr astr u ktu r
T a t a K e le m b a ga a n

KRP KRP
T a t a K e lo la T a t a G un a A ir

KRP
Ta ta R ua ng

21 Asdak C. dan Hilmi Salim 2006: Daya Dukung…..J. Tek. Ling P3TL-BPPT. 7.(1): 16 -25
yang didasarkan pada dayadukung
5. PENATAAN RUANG BERBASIS lingkungan, dengan demikian, merupakan
DAYADUKUNG SDA/LH integrasi harapan masyarakat dan
dayadukung ekologi. Model konseptual
Penyusunan rencana tata ruang dengan proses perencanaan tata ruang berdasarkan
kendala utama dayadukung dayadukung lingkungan dapat dilihat pada
mempersyaratkan bahwa untuk Gambar 2. Gambar tersebut menunjukkan
melaksanakan aktivitas kehidupannya secara bahwa proses perencanaan tata ruang
memadai, manusia memerlukan kapasitas berlandaskan dayadukung lingkungan secara
produktif suatu ekosistem, dan dengan eksplisit menekankan pentingnya distribusi
demikian, tingkat minimum tertentu dari ruang dan waktu serta peran penopang
integritas ekosistem menjadi faktor penting. kehidupan dari sumberdaya dan media
Dalam konteks ekologi, aktivitas lingkungan hidup.
pembangunan ekonomi apa saja sepanjang Konsep proses perencanaan tata
tidak melampaui dayadukung lingkungan ruang berbasis dayadukung lingkungan
adalah kompatibel dengan kaidah-kaidah adalah jalan menuju terwujudnya pengelolaan
pembangunan berkelanjutan. Menyadari sumberdaya berkelanjutan. Prakiraan
bahwa kehidupan manusia tergantung pada besarnya supportive capacity dan assimilative
proses-proses ekologi dan sumberdaya capacity memungkinkan kita mengidentifikasi
(alam) untuk menopang kehidupannya, maka kendala-kendala yang harus ditangani dalam
faktor dayadukung (alamiah) sangat perencanaan tata ruang untuk
ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya pengembangan sosial-ekonomi yang adil
alam. dengan menekan dampak negatif sekecil
Dayadukung lingkungan dapat diartikan mungkin. Studi eksploratif dan investigatif
sebagai kemampuan lingkungan dalam terhadap kapasitas lingkungan dalam
memproduksi barang dan jasa yang penyediaan SDA dan daya tampung limbah
diinginkan dari sumberdaya (alam) yang yang dihasilkannya memungkinkan untuk
terbatas. Pada saat bersamaan diharapkan mengenali secara komprehensif potensi SDA
mampu menjaga sumberdaya cadangan yang tersedia. Dengan demikian, SDA
termasuk menjaga kualitas sumberdaya. tersebut dapat dialokasikan (melalui penataan
Untuk suatu sistem yang terbuka, maknanya ruang) untuk memperoleh manfaat optimal
adalah bahwa sistem tersebut mampu dengan dampak negatif minimal. Hasil proses
menyediakan sumberdaya (bahan mentah, perencanaan tata ruang seperti ditunjukkan
barang dan jasa) dan mampu pula dalam Gambar 2 adalah blue print rencana
menghasilkan produk dan menampung limbah pengelolaan sumberdaya air tersebut dalam
hasil proses produksi. Gambar 3.
Penyusunan rencana tata ruang
berkelanjutan mensyaratkan dilakukannya DAFTAR PUSTAKA
trade off pada tingkat produksi dan konsumsi
melalui eksploitasi kapasitas penyediaan SDA 1. WCED. 1987. Our common future.
(supportive capacity) dan kualitas lingkungan Oxford University Press, Oxford,
di dalam kapasitas tampung limbah England.
(assimilative capacity) ekosistem regional. 2. Urban, D.L., R.V. O’Neill, and H.H.
Kapasitas tampung limbah adalah muatan Shugart. 1987. Landscape ecology.
limbah maksimum yang dapat ditampung oleh Bio-Science (37):119-127.
lingkungan tanpa menimbulkan gangguan 3. Naiman, R.J., H. Decamps, J. Pastor,
lingkungan hidup yang signifikan. and C.A. Johnston. 1988. The potential
Pemanfaatan dayadukung SDA/LH, oleh importance of boundaries to fluvial
karenanya, memerlukan beberapa ecosystems. Journal of the North
penyesuaian untuk menyelaraskan beberapa American Benthological Society
kepentingan yang berbeda dalam proses (7):289-306.
perencanaan tata ruang. Untuk menyesuaikan 4. Turner, M.G. 1989. Landscape
dengan konsep dayadukung, perbaikan ecology: the effect of pattern on
kualitas lingkungan dimungkinkan apabila process. Annual Review of Ecology
pola dan tingkat aktivitas produksi dan and Systematics (20):171-197.
konsumsi SDA kompatibel dengan kapasitas 6. Odum, E.P. and M.G. Turner. 1990.
SDA (lingkungan alam) dan sesuai dengan The Georgia landscape: a changing
keinginan masyarakat. Proses perencanaan resource. In I.S. Zonneveld and R.T.T.

Asdak C. dan Salim. H. 2006: Daya Dukung…..J. Tek. Ling P3TL-BPPT. 7.(1): 16 - 25 22
Forman (eds.): Changing landscapes: 10. Harian Pikiran Rakyat, 28 Agustus
an ecological perspective. Springer- 2002, hal 6.
Verlag, New York, USA. 11. WJEMP. 2004. Strategi Pengelolaan
Lingkungan Propinsi Jawa Barat. IBRD
6. Seidl, I. and C.A. Tisdell. 1999. Loan 4612-IND/IDA Credit 3519-IND.
Carrying capacity reconsidered: from DHV Consultants, Jakarta.
Malthus’s population theory to cultural 12. Asdak, C. 2004. Kajian Lingkungan
carrying capacity. Ecological Strategik: Instrumen Pengelolaan
Economics (31): 395-408. Lingkungan Lintas Wilayah
7. Khanna, P., P.R. Babu and M.S. Berkelanjutan. Makalah Policy
George. 1999. Carrying capacity as a Dialoque “Kajian Lingkungan Strategik
basis for sustainable development: A Kawasan Bodebek”, Bandung, 15-16
Case Study of National Capital Region Desember 2004.
in India. Progress in Planning (52):
101-163. RIWAYAT PENULIS
8. Hempel, L.C. 1996. Environmental
governance: The global challenge. 1. Chay Asdak, S3 di bidang Forest
Island Press. Washington, D.C. Hydrologist, saat ini bekerja sebagai
Covelo, California. Sekretaris di Lembaga Penelitian
9. Harian Pikiran Rakyat, 7 Agustus 1997, Universitas Padjajaran dan Peneliti di
hal 4. Lembaga Ekologi Universitas
Padjajaran.

2. Hilmi Salim, S2 di bidang Water


Resource Management, saat ini
bekerja di Lembaga Penelitian
Universitas Padjajaran dan Peneliti di
Lembaga Ekologi Universitas
Padjajaran.

23 Asdak C. dan Hilmi Salim 2006: Daya Dukung…..J. Tek. Ling P3TL-BPPT. 7.(1): 16 -25
+ Baseline- + Media Specific + Resource
Economy and + Environment Analysis
Environment Quality + Structural
+ Response Modelling Modelling
Structure

Study of Regional System Studies Assimilative Capacity Supportive Capacity • Hot Spots
Existing Scenario 1992 - 94 Assesment Studies Assesment Studies • Limiting Resource

Short Term Scenario 2001 Control of Hot Spots Environmental Management


Bussiness As Usual Plans
Extrapolation
Techniques Preferred Scenario 2001

Long Term Scenario 2021


Bussines As Usual Estimation of QOL, Resources Quantity and Quality, Limiting and Critical Factor
Environmental Status Indicators

Consequence
Citizens Modelling –
Experts, GIS-RDBMS-
Planners and Preference Mix Neural
Decision Network Model
Makers Sustainable Criteria:
+ Equitable QOL
Alternate Scenarios for + Environmental status
degradation
Long Term - 2021
+ Ecological loading
SWOT, Brain
Storming, and Technology and
Delphi Policy Mix
Methods Preferred Scenario 2021 Detailing of Preferred Scenario

Gambar 2. Conceptual model for carrying-capacity-based planning process (Khanna et al., 1999)

Asdak. C. dan Salim. H.2006: Daya Dukung………….J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 7. ( 1 ): 16 –25 24
WATER ENVIRONTMENT
MANAGEMENT PLAN

Quantitative Aspects
Qualitative Aspects

Demand Management and


Conservation

Enabling regulatory Technological


legislative measure Interventions
Irrigation use Industrial Domestic Use Resource
commercial augmentation
use
Inter-state sharing of Cleaner technologies of
Sprinkle/Drip Adoption of realistic Intra/Interstate
Cleaner water resources industrial production
irrigation per capita supply transfer within
technologies of NCR
production Regulation of ground Installation of
Use of liquid
Waste reduction in Import from water abstraction wastewater treatment
fertilizers
Installation of distribution system outside NCR system
cooling towers
Preservation of
Change of in thermal
traditional tanks/ponds Technology
cropping power plants Use of low volume
pattern flushing systems upgradation/
augmentaion meet
Compulsory recycle and prescribe effluent
Recycling
reuse by bulk standards
reuse of
consumers
treated
effluents Cost-effective
technologies for
defluoridation/desalinati
on
Conjunctive use of Realistic Ground Consumer education
ground and Pricing of Water awarenesss through In-stream aeration to
surface water water recharge media and NGOs improve water quality

Gambar 3. Water resource management plan [Khanna et al., 1999]

25 Asdak. C. dan Salim. H.2006: Daya Dukung………….J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 7. ( 1 ): 16 -25

Anda mungkin juga menyukai