Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK

“INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA )”

AJENG RINDANI PUTRI

NIM. 21220001

Dosen Pembimbing: Ayu Dekawaty,S.Kep.,Ns.,M.Kep

INSTITUTE KESEHATAN DAN TEKNOLOGI

MUHAMMADIYAH PALEMBANG

PROGRAM PROFESI NERS

TAHUN 2020-2021
i. MASALAH UTAMA
ISPA
ii. TERJADINYA MASALAH
A. Definisi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA
akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.
Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di bawah lima
tahun karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit.
(Karundeng Y.M, et al. 2016).
ISPA adalah masuknya mikroorganisme ( Bakteri, Virus dan
Riketsia ) ke dalam saluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit
yang dapat berlangsung sampai 14 hari ( Wijayaningsih, 2013 ).

B. Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur.
Bakteri penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus,
pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus
penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus,
pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus. Bakteri dan virus yang paling
sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan
streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan
menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan
hidung ( wijayaningsih, 2013).
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia
dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna.
Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko
serangan ISPA. Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi
terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan,
status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan ( wijayaningsih,
2013).

C. Patofisiologi
Menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014) Perjalanan alamiah penyakit
ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal
akibat pneumonia.

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar


sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang
efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun
partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami
yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan
gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.

Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-
hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia
adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara),
sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau
lebih). Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke
tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan
kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan
menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi setempat yang ada di saluran
nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan
antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti
yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah
terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi
sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan
hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.

D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
Menurut Wijayaningsih, 2013 tanda dan gejala dari penyakit ISPA pada
anak antara lain:
1. Batuk.
2. Pilek biasa.
3. Nafas cepat.
4. Kadang bersin – bersin.
5. Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung.
6. Nyeri abdomen.
7. Sakit kepala.
8. Demam.
9. Nausea.
10. Sekret menjadi kental.
11. Sakit tenggorokan.
12. Muntah.
13. Anoreksia.
14. Diare.

F. Klasifikasi
Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,
saluran pernafasan bagia bawah ( termasuk paru-paru) dan organ
aksesoris saluran pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru
termasuk dalam saluran pernafasan ( Respiratory tract ). Program
pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2 golongan yaitu
( Cahyaningrum,2012 ):
1. ISPA Non- Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah
batuk dan pilek
2. ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri adalah proses infeksi akut yang
mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi
kuman bakteri yang ditandai dengan gejala klinis batuk, disertai
dengan adanya nafas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian
bawah.
Berdasarkan kelompok umur program pemberantasan ISPA (P2
ISPA) Mnegklasifikasikan ISPA sebagai Berikut:
1. Kelompok Umur Kurang dari 2 Bulan, diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia Berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan
yang kuat pada dinding bagian bawah ke dalam dan adanya
nafas cepat, frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih
b. Bukan Pneumonia ( Batuk Pilrk Biasa )
Bila tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada
bagian bawah kedalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi
kurang dari 60 menit
2. Kelompok Umur 2 Bulan -< 5 Tahun, diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia Berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan
dinding dada dan bagian bawah ke dalam.
b. Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya
nafas cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2
-< 12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12
bulan -<5 Tahun.
c. Bukan Pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam,
tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 50 kali atau
lebih pada umur 2 -< 12 bulan dan kurang dari 40 kali per
menit 12 bulan -< 5 Tahun.
G. Penatalaksanaan ISPA
1. Upaya pencegahan
Menurut Wijayaningsih, 2013. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik diantaranya
dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung
cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan
tubuh terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.
2. Keperawatan
Penatalaksanaan meliputi pencegahan, penatalaksanaan keperawatan
meliputi:
a. Istrirahat Total.
b. Peningkatan intake cairan.
c. Memberikan penyuluhan sesuai penyakit.
d. Memberikan kompres hangat bila demam.
e. Pencegahan infeksi lebih lanjut

3. Medis
Penatalaksanaan medis meliputi :
a. Sistomatik.
b. Obat kumur.
c. Antihistamin.
d. Vitamin C.
e. Espektoran.
f. Vaksinasi (Wuandari.D & Purnamasari. L, 2015).
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Wuandari.D & Purnamasari. L, 2015) Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan Darah Rutin.
2. Analisa Gas darah (AGD).
3. Foto rontgen toraks.
4. Kultur virus dilakukan untuk menemukan RSV

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ini yaitu asma. Komplikasi
lain yang dapat timbul yaitu:
1. Otitis media.
2. Croup.
3. Gagal nafas.
4. Sindrom kematian bayi mendadak dan kerusakan paru residu
(Wuandari.D & Purnamasari. L, 2015).

J. Asuhan Keperawata Teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014):
a. Identitas Pasien
b. Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai
anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda
akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut.
c. Jenis kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2
tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki di negara Denmark.
d. Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk
ISPA. Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam
rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun
kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap
tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe
akan mempermudah terjadinya ISPA anak.

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek
dan sakit tenggorokan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
c. Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien tersebut.
d. Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya. (Nursing Student, 2015).

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
c. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala,
apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
d. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
e. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera
ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan
dalam penglihatan
f. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung
serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan
dalam penciuman
g. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah
kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada
gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
h. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan
distensi vena jugularis.
i. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan,
apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.

Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan


a. Inspeksi
 Membran mukosa- faring tamppak kemerahan
 Tonsil tampak kemerahan dan edema
 Tampak batuk tidak produktif
 Tidak ada jaringan parut dan leher
 Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung
b. Palpasi
 Adanya demam
 Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
 Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi
Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru.
j. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah
terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung,
lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan
bising usus/tidak.
k. Gebnetalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna
rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada
kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya
labia minora tertutup oleh labia mayora.
l. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/
tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
m. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta
kelainan bentuk. (Nursing Student, 2015).

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Capernito (2009) adalah:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi saluran
pernafasan
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
mekanis, inflamasi, peningkatan sekresi,nyeri
3. Defisit Volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak
adekuat dan kesulitan menelan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
menurunnya intake (pemasukan) dan menurunnya absorsi makanan
dan cairan, anoreksia.
5. Hipertensi berhubungan dengan proses infeksi

L. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan , dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan
sumber, serta menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak,
atau standar, tetapi dirancang bagi klien tertentu dengan siapa perawat
sedang bekerja (Friedman, 2010).

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Pola nafastidak Noc: Nic:
efektifberhubun 1. Respiratory 1. Posisikan pasien untuk
gan dengan status:ventilation memaksimalkanventilas
proses inflamasi 2. Respiratory .
saluran status:airway patency 2. Pasang mayo bila perlu.
pernafasan 3. Vital sign 3. Lakukan fisioterapi
statussetelah dada jika perlu.
dilakukantindakan 4. Keluarkan sekretdengan
keperawatanselama1 batuk atau suction.
haripasienmenunjukka 5. Auskultasi suara
n keefektifan pola nafas,catat adanya suara
nafas,dibuktikan tambahan
dengan kriteria hasil. 6. Berikan pelembab udara
4. Mendemonstrasikan kassa basah nacl
batuk efektif dan suara lembab
nafasyang bersih, 7. Atur intake untuk cairan
tidak ada sianosis mengoptimalkankeseim
dandyspneu (mampu bangan
mengeluarkan sputum, 8. Monitor respirasi dan
mampubernafas status o2
dgmudah, tidakada 9. Bersihkan mulut,
pursed lips). hidungdansecret trakea
5. Menunjukkan jalan 10. Pertahankan jalan nafas
nafas yang paten yang paten.
(klien tidak merasa 11. Observasi adanya tanda
tercekik, irama nafas, tanda hipoventilasi
frekuensi pernafasan 12. Monitor adanya
dalam rentang normal, kecemasan pasien
tidak ada suara nafas terhadap oksigenasi
abnormal). 13. Monitor vital sign
6. Tanda tanda vital 14. Informasikan pada
dalam rentang normal pasien dan keluarga
(tekanan darah, nadi, tentang tehnik relaksasi
pernafasan) untuk memperbaiki pola
nafas.
15. Ajarkan bagaimana
batuk efektif
16. Monitor pola nafas
2. Bersihan jalan Noc: Nic :
nafas tidak 1. Respiratory status : 1. Pastikan kebutuhan
efektif ventilation oral / tracheal
berhubungan 2. Respiratory status : suctioning
dengan airway patency 2. Anjurkan pasien untuk
obstruksi 3. Aspiration control istirahat dan napas
mekanis, setelah dilakukan dalam
inflamasi, tindakan 3. Posisikan pasien untuk
peningkatan keperawatan selama memaksimalkan
sekresi,nyeri 2 hari pasien ventilasi
menunjukkan 4. Lakukan fisioterapi
keefektifan jalan dada jika perlu
nafas dibuktikan 5. Keluarkan sekret
dengan kriteria hasil dengan batuk atau
4. Mendemonstrasikan suction
batuk efektif dan 6. Auskultasi suara
suara nafas yang nafas, catat adanya
bersih, tidak ada suara tambahan
sianosis dan dyspneu 7. Monitor status
(mampu hemodinamik
mengeluarkan 8. Berikan pelembab
sputum, bernafas udara kassa basah nacl
dengan mudah, tidak lembab
ada pursed lips) 9. Berikan antibiotik :
5. Menunjukkan jalan a. Ambroxol Syrup
nafas yang paten b. Paracetamol Syrup
(klien tidak merasa c. Kotrimoksazol 120
tercekik, irama mg
nafas, frekuensi 10. Atur intake untuk
pernafasan dalam cairan
rentang normal, tidak mengoptimalkan
ada suara nafas keseimbangan
abnormal) 11. Monitor respirasi dan
6. Mampu status o2
mengidentifikasikan 12. Pertahankan hidrasi
dan mencegah faktor yang adekuat untuk
yang penyebab. mengencerkan secret
7. Saturasi o2 dalam 13. Jelaskan pada pasien
batas normal dan keluarga tentang
8. Foto thorak dalam penggunaan
batas normal peralatan : o2, suction,
inhalasi.

3. Defisit Volume Noc: Nic :


cairan 1. Fluid balance 1. Pertahankan catatan
berhubungan Hydration intake dan output yang
dengan asupan 2. Nutritional status : akurat
cairan yang food and fluid intake 2. Monitor status hidrasi
tidak adekuat setelah dilakukan ( kelembaban
dan kesulitan tindakan membran mukosa,
menelan. keperawatan selama nadi adekuat, tekanan
1 hari Defisit volume darah ortostatik ), jika
cairan teratasi diperlukan
dengan kriteria hasil: 3. Monitor hasil lab yang
a. Mempertahankan sesuai dengan retensi
urine output cairan (bun , hmt ,
sesuai dengan osmolalitas urin,
usia dan bb, bj albumin, total
urine normal protein )
b. Tekanan darah, 4. Monitor vital sign
nadi, suhu tubuh setiap 15menit – 1 jam
dalam batas 5. Kolaborasi pemberian
normal cairan iv
c. Tidak ada tanda 6. Monitor status nutrisi
tanda dehidrasi, 7. Berikan cairan oral
elastisitas turgor 8. Berikan penggantian
kulit baik, nasogatrik sesuai
membran output (50 –
mukosa lembab, 100cc/jam)
tidak 9. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
4. kurang dari Noc: Nic:
kebutuhan tubuh 1. Nutritional status: 1. Kaji adanya alergi
berhubungan adequacy of nutrient makanan
dengan 2. Nutritional status : 2. Kolaborasi dengan
menurunnya food and fluid intake ahli gizi untuk
intake 3. Weight control menentukan jumlah
(pemasukan) setelah dilakukan kalori dan nutrisi yang
dan menurunnya tindakan dibutuhkan pasien
absorsi makanan keperawatan selama 3. Yakinkan diet yang
dan cairan, 1 hari nutrisi kurang dimakan mengandung
anoreksia. teratasi dengan tinggi serat untuk
indikator: mencegah konstipasi
a. Albumin serum 4. Ajarkan pasien
b. Pre albumin seru bagaimana membuat
c. Hematokrit catatan makanan
d. Hemoglobin harian.
e. Total iron 5. Monitor adanya
binding capacity penurunan bb dan gula
f. Jumlah limfosit darah Monitor
lingkungan selama
makan
6. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, hb dan kadar
ht
9. Monitor mual dan
muntah
10. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
11. Monitor intake
nuntrisi
12. Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat
nutrisi
13. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti ngt/
tpn sehingga intake
cairan yang adekuat
dapat dipertahankan.
14. Atur posisi semi
fowler atau fowler
tinggi selama makan
15. Anjurkan banyak
minum
16. Pertahankan terapi iv
line

5. Hipertermi Noc: thermoregulasi Nic :


berhubungan setelah dilakukan 1. Monitor suhu sesering
dengan proses tindakan keperawatan mungkin
infeksi selama 1 hari pasien 2. Monitor warna dan
menunjukkan : suhu suhu kulit
tubuh dalam batas normal 3. Monitor tekanan
dengan kreiteria hasil: darah, nadi dan RR
1. Suhu 36 – 37c 4. Monitor penurunan
2. Nadi dan rr dalam tingkat kesadaran
rentang normal 5. Monitor wbc, hb, dan
3. Tidak ada hct
perubahan warna 6. Monitor intake dan
kulit dan tidak ada output
pusing, merasa 7. Selimuti pasien
nyaman 8. Berikan cairan
intravena
9. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
10. Tingkatkan sirkulasi
udara
11. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
12. Monitor td, nadi, suhu,
dan RR
13. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
14. Monitor hidrasi seperti
turgor kulit,
kelembaban membran
mukosa)
DAFRTAS PUSTAKA

Amalia Nurin,dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan ISPA.


Poltekes Kemenkes Riau : DIIIKeperawatan.
Cahyaningrum, P. F. (2012). Hubungan Kondisi Faktor Lingkungan dan Angka
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta Pasca Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010. Universitas Negeri
Yogyakarta, Yogyakarta.
Carpenito, L. J. 2009. Diagnosa Keperawatan. Aplikasi pada Praktek Klinis.
Edisi: IX. Dialihbahasakan: Kusrini Sumarwati Kadar. Jakarta: EGC.
Friedman, Marilyn M dkk. 2010. Buku Ajar : Keperawatan Keluarga Riset, Teori
& Praktik. Jakarta : EGC.
Wijayanngsih, 2013. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Trans Info Media.
Wulandari D & Purnamasari L. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Indonesian Journal On Medican
Science. Vol: 2 No:2

Anda mungkin juga menyukai