Bab Ii Tinjauan Teoritis A. Konsep Dasar Menua
Bab Ii Tinjauan Teoritis A. Konsep Dasar Menua
TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian Menua
Lansia (lanjut usia) apabila usianya diatas 60 tahun ke atasa (Setianto 2004
dalam Ferry 2009). Lansia bukan suatu penyakit namun merupakan tahap
dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan
tumbuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Pujiastuti 2003 dalam
Ferry effendi 2009). Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress
fisiologis, kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Hawari 2001
dalam Ferry effendi 2009).
10
11
a. Teori Biologi
1) Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)
Menurut Hayflick (1961 dalam Sri Surini Pudjiastuti, 2003), menua
telah terprogram secara genetik untuk spesies- spesies tertentu.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul- molekul atau DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah
mutasi dari sel- sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel).
50% rDNA akan menghilang dari sel jaringan pada usia kira- kira
70 tahun.
suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan
sakit. Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus yang ada pada
usia dewasa berinvolusi dan semenjak itulah terjadilah kelainan
autoimun.
4) Teori Subkultur
Menurut Rose (1962 dalam Noorkasiani, 1992), lansia merupakan
kelompok yang memiliki norma, harapan, rasa percaya dan adat
kebiasaan tersendiri sehingga dapat digolongkan sebagai subkultur.
Akan tetapi, mereka ini kurang terintegrasi pada masyarakat luas
dan lebih banyak berinteraksi antarsesama. Dikalangan lansia,
status lebih ditekankan pada bagaimana tingkat kesehatan dan
kemampuan mobilitasnya, bukan pada hasil pekerjaan, pendidikan,
ekonomi, yang pernah dicapainya. Kelompok- kelompok lansia
seperti ini bila terkoordinasi dengan baik dan dapat menyalurkan
aspirasinya dimana hubungan antargrup dapat meningkatkan proses
penyesuaian pada masa lansia.
b. Sistem Persarafan
1) Cepat menurunkan hubungan persarafan
2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berpikir
3) Mengecilnya saraf pancaindera
4) Berkurangnya pengglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya
saraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan tubuh terhadap dingin.
c. Penglihatan
1) Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
2) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respons terhadap sinar
3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
4) Meningkatnya pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan
lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap
5) Hilangnya daya akomodasi
6) Menurunnya lapang pandang dan berkurangnya luas pandang
18
d. Pendengaran
1) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran)
2) Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit mengerti kata- kata, 50% terjadi pada usia
diatas 65 tahun
3) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otokklerosis
4) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena
meningkatnya kreatin.
f. Peraba
1) Kemunduran dalam merasakan sakit
2) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
g. Perubahan kardiovaskuler
1) Katup jantung menebal dan menjadi kaku
2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% per tahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
4) Kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
(mengakibatkan pusing mendadak)
19
i. Sistem endokrin
1) Produksi hampir semua hormon menurun
2) Pituitary : pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya
ada dipembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH,
TSH, FSH dan LH
3) Menurunnya aktivitas tiroid
4) Menurunnya produksi aldesteron
5) Menurunnya sekresi hormon : progesteron, esterogen, testosteron
6) Defisiensi hormonal dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari
sumsum tulang, serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa
(stress).
20
k. Sistem muskuloskeletal
1) Tulang rapuh
2) Resiko menjadi fraktur
3) Kyphosis
4) Persendian besar dna menjadi kaku
5) Pada wanita lansia > resiko fraktur
6) Pinggang, lutut, jari pergelangan tangan terbatas
7) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tinggi
badan berkurang)
4) Kulit pucat dan ada bintik –bintik hitam akibat menurunnya aliran
darah dan menurnnya sel sel yang memproduksi pigmen
5) Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan
penyembuhan luka kurang baik.
6) Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
7) Pertumbuhan rambut berhenti
8) Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang –kadang
menurun
9) Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang
menurun.
10) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak, rendahnya aktivitas otot.
n. Perubahan sosial
1) Peran : Post power syndrome, single woman, dan single parent.
2) Keluarga (emptiness) : Kesendirian, kehampaan.
3) Teman : Ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan
kapan akan meninggal. Berada di rumah terus-menerus akan cepat
pikun (tidak berkembang).
4) Abuse : Kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan nonverbal
(dicubit, tidak diberi makan).
22
o. Perubahan psikologis
Dalam psikologi perkembangan, lansia dan perubahan yang dialaminya
akibat proses penuaan digambarkan oleh hal-hal berikut :
1) Masalah- masalah umum yang sering dialami pada lansia
a) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus
bergantung pada orang lain
b) Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan
untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola
hidupnya
c) Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status
ekonomi dan kondisi fisik
d) Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang
telah meninggal atau pergi jauh dan atau cacat
e) Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang
yang semakin bertambah
23
2. Etiologi
Gangguan metabolic dengan meningkatnya konsentrasi asam urat ini
ditimbulkan dari penimbunan kristal di sendi oleh monosodium urat
(MSU, gout dan kalsium pirofosfat dihidrat CPPD, pseudogout), dan
pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan sendi.
Klasifikasi gout dibagi menjadi 2 yaitu (Chairuddin, 2003).
a. Gout Primer : dipengaruhi oleh faktor genetik. Terdapat produksi/
sekresi asam urat yang berlebihan dan tidak diketahui
penyebabnya.
b. Gout Sekunder
26
3. Faktor Pedisposisi
a. Umur
b. Jenis kelamin lebih sering terjadi pada pria
c. Iklim
d. Herediter dan keadaan- keadaan yang menyebabnya timbulnya
hiperurikemia.
27
4. Patofiologi
Peningkatan Asam urat dalam
Diet tinggi purin serum
pemecahan sel
Penyakit ginjal
Asam urat dalam Kemampuan ekskresi (glomerulonefritis
serum meningkat asam urat terganggu/ dan gagal ginjal )
(hiperuresemia) menurun
Hipersaturasi asam
Peningkatan asam
urat dalam plasma Konsumsi alkohol
laktat sebagai produk
dan garam urat di
sampingan
cairan tubuh
metabolisme
Terjadi
Di ginjal Dijaringan lunak fagositosis
dan persendian oleh leukosit
Penumpukan dan
pengendapan MSU Penumpukan dan Terbentuk
pengendapan MSU fagolisosom
Pembentukan
batu ginjal Pembentukan tophus Merusak selaput
asam urat protein kristal
Respon inflamasi
Proteinuria, meningkat Membran lisosom
hipertensi ringan, robek, terjadi
urin asam & pelepasan enzyme
pekat dan oksida radikal
kesitoplasma
Resiko ketidakseimbangan (synovial)
volume cairan
Peningkatan
Hipertermi kerusakan
Pembesaran & jaringan
penonjolan sendi
5. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 stadium perjalanan klinis gout yang tidak diobati :
(Silvia A. Price).
a. Stadium pertama dalah hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium
ini asam urat serum laki- laki meningkat dan tanpa gejala selain
dari peningkatan asam urat serum.
b. Stadium kedua arthritis gout akut terjadi awitan mendadak
pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu
jari kaki dan sendi metatarsofalangeal.
c. Stadium ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis.
Tidak terdapat gejala- gejala pada tahap ini, yang dapat
berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang
yang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang dari
1 tahun jika tidak diobati.
d. Stadium keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam
urat yang terus meluas selama beberapa tahun jika pengobatan
tidak dimulai. Peradangan kronik akibat kristal- kristal asam urat
mengakibatkan nyeri, sakit, kaku, pembesaran dan penonjolan
sendi bengkak.
6. Komplikasi
Penyakit Asam Urat jika tidak segera ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi, yaitu :
a. Tophi : komplikasi asam urat yang paling umum yang ditandai
dengan penumpukan kristal- kristal dibawah permukaan kulit.
b. Deformitas Sendi : adanya perubahan pada bentuk persendian
c. Batu Ginjal : faktanya kristal dapat menumpuk dan memicu batu
ginjal.
d. Sakit Ginjal Kronis : jika ginjal rusak maka tubuh jadi kehilangan
kemampuan untuk menyaring zat- zat pembuangan tadi dan lama-
kelamaan memicu sakit ginjal kronis.
29
Obat yang menurunkan kadar asama urat serum ( allopurinol dan obat
urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon ) tidak boleh
digunakan pada serangan akut.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium
Ditemukan kadar asam urat meningkat dalam darah (>6 mg%)
b. Kadar asam urat serum meningkat.
c. Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat.
d. Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat (500 mg %
/liter per 24 jam)
e. Analisis cairan sinovial dari sendi terinflamasi atau tofi
menunjukkan kristal urat monosodium yang membuat diagnosis.
f. Sinar X sendi menunjukkan massa tofaseus dan destruksi tulang
dan perubahan sendi.
2) Kebutuhan mobilitas
a) Pengertian mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu
untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna
mempertahankan kesehatannya (Aziz azimul, 2014 ).
b) Jenis mobilitas
Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang
untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat
melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari- hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf
motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol
seluruh area tubuh seseorang.
Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang
untuk bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan safar motorik dan sensorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cidera atau
patah tulang dengan pemasanagan traksi. Pasien
paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada
ekstermitas bawah karena kehilangan control motoric
dan sensorik.
Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma
reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya
adanya dislokasi sendi dan tulang.
Mobilitas sebagian permanen, merupaka kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem
38
b) Karakteristik istirahat
Menurut Maslow terdapat enam kondisi seseorang dapat
beristirahat : merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi,
merasa diterima, mengetahui apa yang terjadi, sejumlah
kepuasan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan,
mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan (Asmdi,
2008).
40
2. Kebutuhan dasar yang terganggu pada klien dengan Asam Urat (Gout)
a. Kebutuhan rasa aman nyaman
Kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu
kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang
sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Pada klien menderita
Asam Urat (Gout) akan mengeluh nyeri pada bagian tubuh tertentu
(misalnya : jari- jari, dengkul, tumit, pergelangan tangan, jari
tangan dan siku) hal ini dikarenakan terjadi pembengkakan pada
sendi saat klien melakukan aktifitas misal : bangun tidur,
melakukan kegiatan tertentu dan menjelang tidur maka terjadi
gesekan pada sendi maka akan menimbulkan rasa nyeri di
persendian sehingga mengganggu kebutuhan aktivitas sehari- hari
untuk kebutuhan rasa nyaman.
41
D. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Klien
Konsep keperawatan Asam Urat (Gout) meliputi :
a. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian
tentang masalah- masalah klien sehingga dapat memberikan arah
terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terdiri atas :
1) Pengumpulan data (anamnesa)
a) Data demografis
Identitas klien : meliputi nama, jenis kelamin, umur, lamat,
agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, riwayat pekerjaan, tanggal masuk panti,
diagnosa medis.
Pada umumnya keluhan utama pada lansia dengan Asam
Urat (Arthritis Gout) adalah nyeri sendi dan bengkak pada
pagi hari atau malam hari, terasa hangat, merah dengan
gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah,
kecemasan, palpitasi (feokromositoma), episode lemah otot
(aldosteronisme).
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan :
Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
Quality of pain : seperti apa rasanya nyeri yang ditusuk-
tusuk, terbakar, berdenyut dan tertimpa benda berat.
Region : radiation, relief, apakah sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit
terjadi.
Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan oleh klien, bisa berdasarkan rasa nyeri atau
42
4) Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari- hari
baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Cemas dan
takut untuk melakukan aktivitas & Tidak berdaya gangguan
aktivitas ditempat kerja.
43
i. Interaksi sosial
- Gejala : kerusakan interaksi dan keluarga / orang lain : perubahan
peran : isolasi.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Hambatan mobilitas
c. Resiko ketidakseimbangan volume cairan
d. Hipertermia
e. Gangguan rasa nyaman
f. Intoleransi aktifitas
g. Gangguan pola tidur
h. Kerusakan integritas jaringan
i. Kurang pengetahuan
4. Intervensi Keperawatan
Menurut NANDA NIC- NOC 20015
Tujuan utama untuk pasien mencakup pemahaman tentang proses
penyakit dan terapinya, partisipasi dalam programkeperawatan diri dan
tidak mengalami komplikasi.
5. Implementasi Keperawatan
Impementasi keperawatan merupakan langkah keempat dalam tahap
proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi
keperawatan yang telah di rencanakan dalam intervensi keperawatan.
Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya
bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi,
kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak
dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan
pasien.Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan terdapat dua jenis
tindakan yaitu tindakan keperawatan mandiri atau yang dikenal dengna
45
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara melakukan indentifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat
seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai serta kemampuan dalam
menhubungankan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. (A.Aziz
Alimul Hidayat, 2009).