Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi
merupakan penyebab utama jantung, stroke, gagal ginjal (Brunner& Suddart, 2002).
Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah
arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode. Hipertensi menambah beban kerja
jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan
pembuluh darah (Udjianti, 2010).
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah tinggi secara
terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg, tekanan diastolik 90 mmHg
atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan suatu keadaan peredaran
darah meningkat secara kronis. Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih cepat
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh (Koes
Irianto, 2014).

B. KLASIFIKASI
Saat ini, kriteria terbaru di Amerika Serikat berdasarkan kriteria JNC 7 (Aziza, 2007)
yaitu:

Klasifikasi Sistolik TD (mmHg) Diastolik TD (mmHg)


Normal <120 <80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi stadium 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stadium 2 >160 >100

C. ETIOLOGI
Menurut Udjiati (2010) penyebab dari Hipertensi yaitu :
a. Hipertensi primer atau essensial 90 % belum diketahui penyebabnya, beberapa faktor
yang berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini :
1) Genetik Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko
tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
2) Jenis kelamin dan usia Laki – laki berusia 35 – 50 tahun dan wanita pasca
menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
3) Diet Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder Penggunaan pil kontrasepsi, penyakit ginjal akut, stress,
pielonefritis atau radang ginjal, glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi
renovaskuler, kimmelt stiel-wilson.
(Ismudiati dkk, 2004).

D. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan Gejala hipertensi yang timbul menurut Kowalak (2011) adalah:
1. Nyeri kepala oksipital yang bisa semakin parah saat bangun di pagi hari karena terjadi
peningkatan tekanan intrakranial
2. Epistaksis yang mungkin terjadi karena kelainan vaskuler akibat hipertensi
3. Bruits (bising pembuluh darah yang dapat terdengar di daerah aorta abdominalis atau
arteri karotis, arteri renalis dan femoralis). Bising pembuluh darah ini disebabkan oleh
stenosis atau aneurisma
4. Perasaan pening, bingung, dan keletihan yang disebabkan oleh penurunan perfusi darah
akibat vasokonstriksi pembuluh darah

E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi
F. PATHWAY
G. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana hipertensi meliputi non farmakologis dan farmakologis. Tatalaksana non
farmakologis meliputi modifikasi gaya hidup, upaya ini dapat menurunkan tekanan darah
atau menurunkan ketergantungan penderita hipertensi terhadap pengguanaan obat-obatan.
Sedangkan tatalaksana farmakologis umumnya dilakukan dengan memberikan obat-obatan
antihipertensi di Puskesmas. Apabila upaya non farmakologis dan farmakologis belum
mampu mencapai hasil yang diharapkan, Puskesmas bisa merujuk pasien ke pelayanan
kesehatan sekunder yaitu Rumah Sakit.
Dalam menangani Hipertensi, perlu juga dikelola faktor risiko kardiovaskuler lainnya,
kerusakan organ target dan penyakit penyerta, penanganan ini umumnya dikerjakan di
fasilitasi pelayanan kesehatan sekunder atau tesier. Komplikasi organ target yang mungkin
terjadi antara lain : Penyakit jantung koroner dan stroke, gagal jantung, gagal ginjal,
penyakit vaskular perifer dan kerusakan pembuluh darah retina yang mengakibatkan
gangguan penglihatan.
a. Pengaturan Diet
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada klien
hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi
sistem renin- angiostensin sehingga sangata berpotensi sebagai anti hipertensi.
Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6
gram garam per hari.
2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya belum
jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang
dipercaya dimediasi oleh oksidanitat pada dinding vaskular.
3) Diet kaya buah sayur.
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.

b. Penurunan berat badan Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara
menurunkan berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan
mengurangi beban kerja jantung dan voume sekuncup. Pada beberapa studi
menunjukan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan hipertrofi
ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah hal yangs angat efektif untuk 18
menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan (1 kg/minggu) sangat dianjurkan.
Penurunan berat badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian
khusus karenan umumnya obat penurunan penurunan berat badan yang terjual bebas
mengandung simpasimpatomimetik, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah,
memperburuk angina atau gejala gagal jantung dan terjadinya eksaserbasi aritmia.
c. Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kedaan jantung.. olahraga isotonik dapat
juga meningkatkan fungsi endotel, vasoldilatasin perifer, dan mengurangi
katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu
minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan
kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
d. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara berhenti merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi efek jangka oanjang hipertensi
karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
e. Penatalaksanaan Farmakologis
1) Terapi oksigen
2) Pemantauan hemodinamik
3) Pemantauan jantung
4) Obat-obatan :
Diuretik : Chlorthalidon, Hydromax, Lasix, Aldactone, Dyrenium Diuretic bekerja
melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan mendorong
ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya. Sebagai diuretik (tiazid) juga dapat
menurunkan TPR. Penghambat enzim mengubah angiostensin II atau inhibitor
ACE berfungsi untuk menurunkan angiostenin II dengan menghambat enzim yang
diperlukan untuk mengubah angiostenin I menjadi angiostenin II. Kondisi ini
menurunkan darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara tidak
langsung dengan menurunakan sekresi aldosterne, yang akhirnya meningkatkan
pengeluaran natrium.
H. KOMPLIKASI

Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam jangka
panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh sampai organ yang mendapat
suplai darah dari arteri tersebut.

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu , (Aspiani, 2014) :

a. Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di otak dan akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan darah tinggi.
b. Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila membentuk 12 trombus yang bisa
memperlambat aliran darah melewati pembuluh darah. Hipertensi kronis dan hipertrofi
ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yang menyebabkan infark. Sedangkan hipertrofi ventrikel dapat
menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel terjadilah disritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
c. Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi. Penderita hipertensi,
beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang
elastisitasnya, disebut dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa,
banyak cairan tertahan diparu yang dapat menyebabkan sesak nafas (eudema) kondisi
ini disebut gagal jantung.
d. Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Merusak sistem
penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat membuat zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan dalam
tubuh.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(visikositas)
dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti: Hipokoagulabilitas,
anemia.
- BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
- Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
- Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada
DM.
2. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3. EKG : Dapat menunjukan pada regangan, dimana luas, peninggian gelombang P pada
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP : Mengindentifikasikan penyebab hipertensi, seperti: Batu ginjal,Perbaikan ginjal
5. Photo Dada: Menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC.

NANDA Internatinal. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta : EGC.

Tim Pokja.2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta:PPNI.

Tim Pokja.2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta:PPNI.

Tim Pokja.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta:PPNI.

Anda mungkin juga menyukai