PENDAHULUAN
2.5.2 Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016,
pengolahan sediaan farmasi di apotek meliputi :
1. Perencanaan
Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
4. Penyimpanan
a. Semua obat atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya
b. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
c. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In Firs Out).
5. Pemusnahan dan penarikan
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan.
b. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran.
7. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolahan sediaan farmasi
yang di sesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan digunakan untuk mengetahui kebutuhan manajemen apotek,
dan untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan dan pelaporan lainnya ( Permenkes RI No. 73/2016 ).
2.6 Pelayanan Apotek
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 adalah sebagai
berikut:
1. Pengelolahan sumber daya
a. Sumber daya manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolahan apoteker senantiasa
harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang
baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar
profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner,
kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier,
dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk
meningkatkan pengetahuan (Kemenkes RI. No 1027/2004).
b. Sarana dan prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis
kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota
masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang
terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini
berguna untuk menunjukan intergritas dan kualitas produk serta mengurangi
resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung
dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari
hewan pengerat, serangga atau pest. Apotek memiliki suplai listrik yang
konstan, terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki :
1) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
2) Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur atau materi informasi
3) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan
meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien
4) Ruang racikan
5) Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak
penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi,
terlindungi dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta
diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan
(Kemenkes RI. No 1027/2004).
c. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem
FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out).
1) Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu
diperhatikan sebagai berikut:
a) Pola penyakit
b) Kemampuan masyarakat
c) Budaya masyarakat.
2) Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan
sediaan farmasi harus jalur resmi.
3) Penyimpanan
a) Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
b) Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan
menjamin kestabilan bahan (Kemenkes RI. No 1027/2004).
d. Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi:
1) Administrasi umum
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Administrasi pelayanan
Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan
hasil monitoring penggunaan obat (Kemenkes RI. No 1027/2004).
2. Pelayanan
a. Pelayanan resep
1) Skrining resep
2) Penyiapan obat
b. Promosi dan edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus
berpartisipasi secara efektif dalam promosi dan edukasi.
c. Pelayanan residensial
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya
(Kemenkes RI. No 1027/2004).