Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak setiap warga negara Indonesia sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dan yang dimaksud
dengan kesehatan itu sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis (UU No. 36 Tahun 2009). Dimana kesehatan ini
merupakan bagian penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas untuk menunjang pembangunan nasional.
Salah satu wujud pembangunan nasional adalah pembangunan kesehatan yang
bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa sehingga tercapai kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk
hidup sehat. Pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut semua segi
kehidupan, baik fisik, mental maupun sosial ekonomi. Untuk mencapai
pembangunan kesehatan yang optimal dibutuhkan dukungan sumber daya
kesehatan, sarana kesehatan, dan sistem pelayanan kesehatan yang optimal. Salah
satu sarana penunjang kesehatan yang berperan dalam mewujudkan peningkatan
derajat kesehatan bagi masyarakat adalah apotek, termasuk didalamnya pekerjaan
kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
(Agatha, 2012).
Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memiliki peranan
penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat yang harus mampu
menjalankan fungsinya dalam memberikan pelayanan kefarmasian dengan baik
yang berorientasi langsung dalam proses penggunaan obat pada pasien. Selain
menyediakan dan menyalurkan obat serta perbekalan farmasi, apotek juga
merupakan sarana penyampaian informasi mengenai obat atau persediaan farmasi
secara baik dan tepat, sehingga dapat tercapai peningkatan kesehatan masyarakat
yang optimal dan mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan
(KEPMENKES, 2002).
Disamping berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan dan unit bisnis,
apotek juga merupakan salah satu tempat pengabdian dan praktik tenaga teknis
kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PP No. 51 Tahun 2009).
Semua aspek dalam pekerjaan kefarmasian tersebut dapat disebut juga sebagai
pelayanan kefarmasian. Dimana suatu sistem pelayanan kesehatan dikatakan baik
bila struktur dan fungsi pelayanan kesehatan dapat menghasilkan pelayanan
kesehatan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu : tersedia, adil dan
merata, tercapai, terjangkau, dapat diterima, wajar, efektif, efisien, menyeluruh,
terpadu, berkelanjutan, bermutu, dan berkesinambungan (Azwar, 1996).
Pelayanan kefarmasian semula berfokus pada pengelolaan obat sebagai
commodity menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Namun seiring berjalannya waktu dan
semakin mudahnya informasi tentang obat yang diperoleh masyarakat, maka saat
ini terjadi perubahan paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented
menjadi patient oriented yang mengacu pada pharmaceutical care yang
mengharuskan pharmacist untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan
pasien maupun dengan tenaga kesehatan lainnya. Selain itu seorang farmasi juga
harus mengetahui mengenai sistem manajemen di apotek (KEPMENKES, 2004).
1.2 Tujuan PPKL Apotek
Tujuan PPKL meliputi:
a. Memperkenalkan mahasiswa pada dunia usaha.
b. Menumbuhkan dan meningkatkan sikap profesional yang diperlukan
mahasiswa untuk memasuki dunia usaha.
c. Meningkatkan daya kreasi dan produktifitas terhadap mahasiswa sebagai
persiapan dalam menghadapi atau memasuki dunia usaha yang sesungguhnya.
d. Meluaskan wawasan dan pandangan mahasiswa terhadap jenis-jenis pekerjaan
pada tempat dimana mahasiswa melaksanakan Pengantar Praktek Kerja
Lapangan (PPKL).
1.3 Manfaat PPKL Apotek
Adanya PPKL ini diharapkan dapat mencapai beberapa manfaat, yaitu:
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Meningkatkan wawasan keilmuan mahasiswa tentang situasi dalam dunia
kerja.
1.3.2 Bagi Program Studi
a. Dapat menjadi tolak ukur pencapaian kinerja program studi khususnya
untuk mengevaluasi hasil pembelajaran oleh instansi tempat PKL.
b. Dapat menjalin kerjasama dengan instansi tempat PKL.
1.3.3 Bagi Instansi Tempat PKL
Dapat menjadi bahan masukan bagi instansi untuk menentukan kebijakan
perusahaan dimasa yang akan dating berdasarkan hasi; pengkajian dan
analisis yang dilakukan mahasiswa selama PKL.

1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PPKL


1.4.1 Waktu pelaksanaan PPKL
PPKL dilakukan dari tanggal 3 Desember 2020-31 Desember 2020. PPKL
dilakukan dari hari senin-sabtu dimulai pukul 08.00-22.00 WITA yang
dibagi menjadi 3 waktu shift yaitu shift pagi 08.00-13.00 WITA, shift
middle pukul 13.00-18.00 WITA, dan shift malam pukul 17.00-22.00
WITA.
1.4.2 Tempat Pelaksanaan PPKL
Apotek Kimia Farma Batulicin.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Pengertian Apotek


Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh Apoteker. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung. jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien (PERMENKES, 2016). Maka dapat dikatakan bahwa apotek
adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang diharapkan dapat membantu
mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, dan juga sebagai
tempat mengabdi dan praktek profesi Apoteker dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian (Hartini dan Sulasmono, 2006).

2.2 Tugas dan Fungsi Apotek


Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 menyebutkan tugas dan fungsi apotek
adalah:
1. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
2. Sebagai sarana farmasi tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian.
3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi
antara lain obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetika.
4. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya
kepada tenaga kesehatan lain dan masyarakat, termasuk pengamatan dan
pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat.
5. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,
6. pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (DEPKES RI,
2009).

Peraturan Menteri Kesehatan no. 9 Tahun 2017 tentang Apotek Pasal 16


menjelaskan bahwa apotek menyelenggarakan fungsi sebagai pengelola sediaan
farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi
klinik termasuk di komunitas.

2.3 Tujuan Apotek


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 Tahun
2017, tujuan apotek adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian diapotek.
2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kefarmasian di apotek.
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan
pelayanan kefarmasian di apotek ( Permenkes RI No.9/2017 )

2.4 Persyaratan Apotek


Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA).
Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik
sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek disuatu tempat tertentu.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan – persyaratan
apotek adalah :
1. Untuk mendapat izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang
lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar
sediaan farmasi.

2.5 Pengelolaan Apotek


Pengolahan apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan
seorang apoteker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan
apotek.
2.5.1 Pengolahan apotek berdasarkan Peraturan Meteri Kesehatan
No.922/MENKES/Per/1993 Pasal 10 dan 11, pengolahan apotek meliputi:
1. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan, dan penjualan obat atau bahan obat.
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, yang meliputi informasi
obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan kepada dokter, tenaga
kesehatan lainnya, maupun masyarakat (Bogadenta A, 2013).

2.5.2 Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016,
pengolahan sediaan farmasi di apotek meliputi :
1. Perencanaan
Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
4. Penyimpanan
a. Semua obat atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya
b. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
c. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In Firs Out).
5. Pemusnahan dan penarikan
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan.
b. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran.
7. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolahan sediaan farmasi
yang di sesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan digunakan untuk mengetahui kebutuhan manajemen apotek,
dan untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan dan pelaporan lainnya ( Permenkes RI No. 73/2016 ).
2.6 Pelayanan Apotek
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 adalah sebagai
berikut:
1. Pengelolahan sumber daya
a. Sumber daya manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolahan apoteker senantiasa
harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang
baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar
profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner,
kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier,
dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk
meningkatkan pengetahuan (Kemenkes RI. No 1027/2004).
b. Sarana dan prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis
kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota
masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang
terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini
berguna untuk menunjukan intergritas dan kualitas produk serta mengurangi
resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung
dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari
hewan pengerat, serangga atau pest. Apotek memiliki suplai listrik yang
konstan, terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki :
1) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
2) Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur atau materi informasi
3) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan
meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien
4) Ruang racikan
5) Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak
penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi,
terlindungi dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta
diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan
(Kemenkes RI. No 1027/2004).
c. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem
FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out).
1) Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu
diperhatikan sebagai berikut:
a) Pola penyakit
b) Kemampuan masyarakat
c) Budaya masyarakat.

2) Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan
sediaan farmasi harus jalur resmi.

3) Penyimpanan
a) Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
b) Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan
menjamin kestabilan bahan (Kemenkes RI. No 1027/2004).
d. Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi:
1) Administrasi umum
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Administrasi pelayanan
Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan
hasil monitoring penggunaan obat (Kemenkes RI. No 1027/2004).

2. Pelayanan
a. Pelayanan resep
1) Skrining resep
2) Penyiapan obat
b. Promosi dan edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus
berpartisipasi secara efektif dalam promosi dan edukasi.
c. Pelayanan residensial
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya
(Kemenkes RI. No 1027/2004).

3. Evaluasi mutu pelayanan


Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
a. Tingkat kepuasaan konsumen
Dilakukaan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung.
b. Dimensi waktu
Lama pelayanan diukur dengan waktu.
c. Prosedur tetap
Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan
(Kemenkes RI. No 1027/2004).

2.7 Pengaturan Perundang-undangan Bidang Apotek


2.7.1 Undang – undang terkait Apotek
1. UU Obat Keras (St. No.419 tgl 22 Desember 1949)
2. UU 3 Th 1953 tentang Pembukaan Apotek (Lembaran Negara Th 1953 No
18);
3. UU No 7 Th 1963 tentang Farmasi (LN Th 1963 No. 81, Tambahan LN
No2580)
4. UU No. 23 Th 1992 Tentang : Kesehatan (mencabut UU No 3 th 1953 dan
UU No 7 th 1963)
5. UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
6. UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika
7. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
8. UU No. 29 Tahun 2004 tentang: Praktik Kedokteran
9. UU No. 36 Th 2009 Tentang : Kesehatan (mencabut UU 23 th 1992)

2.7.2 Peraturan Pemerintah


1. PP No. 20 Tahun 1962 tentang: Lafal Sumpah/JanjiApoteker
2. PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotik
3. PP No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang
Apotik
4. PP No. 32 Tahun 1996 tentang: Tenaga Kesehatan
5. PP No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
6. PP No.51 tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian
2.7.3 Peraturan Menteri Kesehatan
1. Kepmenkes No.278/Menkes/SK/V/1981 tentang Persyaratan Apotik
2. Kepmenkes No.279/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Perizinan Apotik
3. Kepmenkes No.280/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pengelolaan Apotik
4. Kepmenkes No.347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik
5. Kepmenkes No. 1176/ Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar OWA No. 3
6. Kepmenkes No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tttg: Registrasi dan Praktik
Bidan
7. Kepmenkes No.1191/Menkes/PSK/IX/2002 ttg Perubahan atas Kepmenkes
No.918/Menkes/Per/X/1993 ttg Pedagang Besar Farmasi
8. Kepmenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002 ttg Perubahan atas Permenkes No.
922/ Menkes/Per/X/1993 ttg Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik
9. Kepmenkes No.: 679/MENKES/S/IV/2003 ttg: Registrasi dan Izin Kerja
Asisten Apoteker
10. Reglement D.V.G. (St. 1882 No.97, sebagaimana dirobah terakhir menurut
St.1949 No.228) tentang Menjalankan Peracikan Obat
11. Permenkes No.28/Menkes/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika
12. Permenkes No.26/Menkes/Per/I/1981 tentang Pengelolaan dan Perizinan
Apotik
13. Permenkes No.244/Menkes/Per/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik
14. Permenkes No. 918/ Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
15. Permenkes No. 919/ Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat Yang Dapat
Diserahkan Tanpa Resep
16. Permenkes No. 922/ Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik
17. Permenkes No. 924/ Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar OWA No.2
18. Permenkes No. 925/ Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan Golongan
Obat No. 1
19. Permenkes No. 688/Menkes/PER/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika
20. Permenkes No. 284 tahun 2007 ttg APOTEK RAKYAT
21. Permenkes No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 Ttg PEDAGANG BESAR
FARMASI
22. Permenkes No 889 thn 2011 ttg Registrasi Ijin Kerja, Ijin Praktek Tenaga
Kefarmasian

Anda mungkin juga menyukai