A. PENDAHULUAN
B. PEMBAHASAN
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Undang-undang ini menggantikan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun
2014, urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
dibedakan atas dua jenis. Dalam Pasal 9 disebutkan: (1) Urusan Pemerintahan
terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren,
danurusan pemerintahan umum; (2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat; (3) Urusan pemerintahan konkuren
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi
antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota; (4)
Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar
pelaksanaan Otonomi Daerah; (5) Urusan pemerintahan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yangmenjadi kewenangan
Presiden sebagai kepala pemerintahan. Urusan pemerintah absolut sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 10 ayat 1, terdiri atas politik luar negeri, pertahanan dan
keamanan, yustisi, moneter, fiskal dan agama. Namun, Pemerintah Pusat dapat
melimpahkan kewenangannya kepada instansi vertikal dan wakil pemerintah
pusat di daerah yakni gubernur yang berdasarkan asas dekonsentrasi. Dengan
demikian, urusan pemerintah absolut memang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat dan tak berkaitan dengan pemerintah kota dan kabupaten yang
mengedepankan asas desentralisasi serta bukan perwakilan pemerintah pusat.
[2]
Dilihat dari isinya, undang-undang ini lebih seimbang dalam arti tidak
terlalu ke model desentralisasi juga tidak terlalu sentralisasi. Tapi dalam
praktiknya, ternyata terjadi tarik menarik kepentingan antara pemerintah pusat
dan daerah. Karena Indonesia sebagai Negara kesatuan, upaya pemerintah pusat
untuk selalu memegang kendali atas berbagai urusan pemeruntahan sangat jelas.
C. KESIMPULAN
Ruang lingkup hubungan pusat dan dasrah tidak hanya mencakup hubungan
keuangan saja, akan tetapi juga mencakup berbagai segi seperti hubungan
pelayanan public, hubungan kewenangan, hubungan pengawasan dan hubungan
keorganisasian.
Menurut Dennis Kavanagh ada dua model utama dalam hubungan pusat dan
daerah dilihat dari kedudukan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat yaitu
Model Pelaksanaan (Agency Model) dan Model Kemitraan (Partnership Model).
Secara konstitusional, UU di Indonesia bersifat dualisme dalam hal ini. Ini
dapat dibuktikan dengan adanya UU Nomor 5 Tahun 1974 yang lebih condong
pada model agency dan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang cenderung ke model
kemitraan (partnership).
Menurut saya, model terbaik untuk hubungan pusat dan daerah di Indonesia
adalah model partnership dengan batasan-batasan tertentu. Ini sesuai dengan prinsip
desentralisasi dan dekosentrasi dalam otonomi daerah. Dimana model partnership
digunakan sebagai wadah untuk mengupayakan kesejahteraan bersama berdasarkan
kemampuan dan lokalitas daerah-daerah di Indonesia, namun masih dalam
pembatasan secara konstitusional seperti kebijakan politik, agama, pendidikan dan
pertahanan-keamanan. Ini semata-mata dilakukan agar tidak terjadi ketimpangan
sosial dan gerakan separatisme antar daerah sehingga keleluasaan wewenang
daerah dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita nasional sebagai bangsa
Indonesia.
D. REFERENSI
[1] Aries Djaenuri dan Enceng, 2020. Hubungan Pusat dan Daerah (BMP).
Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.
[2] http://harryuban.blogspot.com/2014/12/review-uu-no-23-tahun-2014-
tentang.html diakses tanggal 24 Oktober 2020
[3] http://ejournal.umm.ac.id/index.php/bestari/article/download/2961/3633 diakses
tanggal 24 Oktober 2020