Pneumothorax
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. ZainoelAbidin Banda Aceh
Disusun oleh:
ARIKA ANGGRAINI
1607101030188
Pembimbing:
dr. Maimunah, Sp.P(K)
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas laporan kasus yang
berjudul “Pneumothorax”. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi
RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada dr.
Maimunah, Sp.P (K) yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing
penulis dalam penulisan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil
sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, Amin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
BAB V KESIMPULAN....................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
3
DAFTAR TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Seaton dkk. Melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami
komplikasi pneumotoraks sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas paru, komplikasi
meningkat lebih dari 90%.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Batuk, nyeri dada kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak napas. Sesak dirasakan sejak 5
hari SMRS. Sesak timbul tiba-tiba, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca
maupun makanan dan tidak disertai suara mengi. Nyeri dada kanan juga
dikeluhkan pasien, nyeri dada memberat saat pasien batuk. Pasien juga
mengeluhkan batuk sejak 8 bulan yang lalu. Batuk berdahak dengan dahak
berwarna putih kekuningan dan mudah dikeluarkan. Riwayat batuk darah 2 bulan
yang lalu. Demam juga dikeluhkan oleh pasien sejak 2 bulan yang lalu, demam
hilang timbul dan dirasakan memberat saat malam hari. Selain demam, pasien
mengeluhkan keringat saat malam hari. Terdapat riwayat penurunan berat badan
dan penurunan nafsu makan. BAK dan BAB pasien normal tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama sebelumnya, alergi &
asma tidak ada. Riwayat Diabetes Melitus sejak 3 bulan dan Hipertensi.
7
Riwayat Penggunaan Obat
- Insulin
- Pengobatan TB Paru (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.
Riwayat asma, hipertensi, diabetes mellitus dan alergi obat disangkal.
8
Palpasi
Atas Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Perkusi
Atas Hipersonor Sonor
Tengah Hipersonor Sonor
Auskultasi
vesikuler (+), rhonki (-), wheezing
Atas vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)
(-)
Thoraks posterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : Normochest
Dinamis : Simetris, pernapasan thoraco abdominal, retraksi interkostal (-/-),
jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Bawah Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular (+) bising (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, organomegali (-), nyeri tekan (-) epigastric
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
9
Ekstremitas :
Ekstremitas superior: sianosis (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), CRT <2”
Ekstremitas inferior: sianosis (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), CRT <2”
10
b) Foto Thorax
18 Mei 2017
Kesan:
Pneumothorax dextra
20 Mei 2017
Foto thorax 20 Mei 2017
Kesan:
Pneumothorax dextra serta kolaps
paru dextra
11
24 Mei 2017
Kesan:
Pneumothorax dextra
Emfisema subkutis di regio
hemithorax kanan
29 Mei 2017
Kesan:
Pneumothorax dextra
Emfisema subkutis di regio
hemithorax kanan
12
c) USG Thorax
20 Mei 2017
Foto thorax 20 Mei 2017
Kesimpulan: Pnuemothorax
dextra
e) Genexpert
Pada tanggal 22 Mei 2017
Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat bakteri M. Tuberculosis yang
tinggi.
2.6 Diagnosa Banding
1) Pneumothorax spontan sekunder ec dd:
-TB Paru
13
-Pneumonia
2.7 Diagnosa
Pneumothorax spontan sekunder ec. TB Paru
2.8 Tatalaksana
O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
IVFD Ringer Laktat 10 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
Codein 3x1
Paracetamol 3x500mg
Vectrin 3x1
Curcuma 3x1
2.9 Planning
USG thorax
Pemasangan WSD
Sputum BTA 3 x SPS
Genexpert
Periksa darah, KGD puasa, KGD sewaktu, HbA1c, fungsi hati,
kolesterol
Konsul IPD
2.10 Prognosis
Prognosis pasien dengan pneumothorax spontan sekunder ialah dubia ad
bonam.
Follow Up Harian
Tabel 2. Follow up pasien harian
Tanggal/hari
Catatan Instruksi
rawatan
Jumat S/ Batuk(+), sesak napas(+), nyeri dada Th/
19/05/2017 kanan O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
H1 O/ VS: TD : 110/80 mmHg IVFD RL 10 gtt/menit
HR : 96 x/menit Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
RR : 24 x/menit Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
T : 36,0 C Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
Paru Codein 3x1
14
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Paracetamol 3x500mg
P: Sf kanan = Sf kiri Curcuma 3x1
P: sonor/sonor
A: Ves (-/+), Rh (-/+), Planning:
Wh (-/-) - USG thorax
- Pemasangan WSD
Ass/
Pneumothorax spontan sekunder e.c dd
- Sputum BTA 3x SPS
TB paru - Gene Expert
Pneumonia - Periksa darah: KGDP,
Pneumonia KGDS, HbA1c, fungsi hati,
DM tipe II kolesterol
- Konsul IPD
Sabtu S/ Batuk sesekali, sesak (-), demam, Th/
20/05/2017 lemas O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
H2 O/ VS: TD : 90/70 mmHg IVFD RL 10 gtt/menit
HR : 87 x/menit Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
T : 36,5 C Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
Paru Codein 3x1
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Paracetamol 3x500mg
P: Sf ka = Sf ki Curcuma 3x1
P: sonor/sonor
A: Ves (-/+), Rh (-/+), Planning:
Wh (-/-) - Sputum BTA 3x SPS
- Gene Expert
Ass/ - Susul hasil pemeriksaan
- Pneumothorax spontan sekunder darah
e.c dd - Foto thorax ulang
1. TB paru
2. Pneumonia
- Pneumonia
- DM tipe II
Minggu S/ batuk sesekali, sesak (-), demam, Th/
21/05/2017 lemas O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
H3 O/ VS: IVFD RL 10 gtt/menit
TD : 90/60 mmHg Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
HR : 82 x/menit Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
RR : 19 x/menit Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
T : 36,2 C Codein 3x1
Paru Paracetamol 3x500mg
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Curcuma 3x1
P: Sf ka = Sf ki
P: sonor/sonor Planning:
A: Ves (-/+), Rh (-/-), - Sputum BTA 3x SPS
Wh (-/-) - Gene Expert
Terpasang WSD di hemithorax kanan - Susul hasil pemeriksaan
dengan buble (+), undulasi (+) darah
Ass/ - Foto thorax ulang
- Pneumothorax spontan sekunder
e.c dd
1. TB paru
2. Pneumonia
- Pneumonia
- DM tipe II
Senin S/ nyeri di tempat pemasangan WSD Th/
22/05/2017 O/ VS: Diet DM 1600kkal
15
H4 TD : 90/70 mmHg O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
HR : 82 x/menit IVFD RL 20 gtt/i
RR : 22 x/menit Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
T : 36,7 C Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
Paru Vectrin 3x1
I: Simetris statis/dinamis(+/+) Codein 3x1
P: Sf ka = Sf ki Paracetamol 3x500mg
P: sonor/sonor Curcuma 3x1
A: Ves (melemah/+), Rh (-/-)
(-/+) Planning:
(-/-), - Respirometer
Wh (-/-) - Evaluasi WSD/ 24 jam
Terpasang WSD di hemithorax kanan - Sputum BTA 3x SPS
buble (+) - Gene expert
Ass/ - Kultur Mo gram K/R
- Pneumothorax spontan sekunder - Susul hasil foto thorax
e.c dd ulang
1. TB paru
2. Pneumonia
- Pneumonia
- DM tipe II
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
16
3.2 Epidemiologi
3.3 Etiologi
17
menyebabkan kolaps pada paru ipsi lateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga
dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang
tersebut, kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.
3.4 Klasifikasi
1. Pneumotoraks spontan(3)
a. Pneumotoraks spontan primer
Umumnya disebabkan oleh pecahnya suatu bleb subpleura yang
biasanya terdapat di daerah apeks paru. Faktor resiko utama adalah
merokok. Pada beberapa kasus faktor herediter juga memegang peranan,
umumnya penderita berpostur tinggi dan kurus.
Pneumotoraks spontan primer terjadi karena robeknya suatu
kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian secara patologis
membuktikan bahwa pasien pneumotoraks spontan yang parunya
direseksi tampak adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam bentuk
bulla yang dibatasi pleura fibrotik yang menebal, sebagian oleh
jaringan fibrosa paru sendiri sebagian lagi oleh jaringan paru
emphiematous.
Proses terbentuknya bulla belum diketahui, banyak pendapat
menyatakan terjadinya kerusakan bagian apeks paru berhubungan
dengan iskemia atau peningkatan distensi pada alveoli di daerah apeks
patu akibat tekanan pleura yang lebih negatif.
Pecahnya alveoli berhubungan dengan obstruksi check-valvepada
saluran nafas kecil sehingga timbul distensi tuang udara bagian distalnya.
18
infiltratif lain (pneumonia supuratif, pneumocystis Carinii).
Pneumotoraks spontan Sekunder umumnya lebih berat daripada
pneumotoraks spontan primer, karena pada pneumotoraks spontan
sekunder terdapat penyakit paru yang sebelumnya mendahuluinya.
2. Pneumothoraks Traumatika(3)
Terjadi sebagai akibat trauma, baik trauma tumpul maupun trauma tajam
di dinding dada.
3. Pneumothoraks Iatrogenik(3)
Terjadi sebagai akibat tindakan medis yang dilakukan, misalnya akibat
punksi pleura, biopsy pleura, trans thoracal biopsy, dll
3.5 Pathogenesis
Secara garis besar kesemua jenis pneumothorax mempunyai dasar
patofisiologi yang hampir sama(1).
Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan
pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini
pecah, maka aka nada fistel yang menyebabkan udara masuk ke cavum pleura.
Mekanismenya pada saat inpirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan
tekanan intraaveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada
pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi bocor masuk ke cavum
pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat ekspirasi mediastinal
ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula.
Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter(3), (4).
Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru
sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan
sempurna(3).
Terjadinya hipereksansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau
shock dikenal dengan simple pneumothorax. Berkumpulnya udara pada cavum
pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan
closed pneumothorax. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik
19
secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna.
Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hipereksansi cavum pleura pada
saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara
terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup
terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi
jalan napas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock oleh karena
penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumothorax(1), (4).
Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkungan luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan
dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan
visceralis). Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk kedalam kavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat
mengembang karena tekanan intrapleural tidak negatif. Efeknya akan terjadi
hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergerser kemediastinal yang sehat. Terjadilah
mediastinal flutter. Bilamana open pneumothorax komplit maka saat inspirasi
dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal kearah yang sehat
dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang
bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting
udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan nafas. Akibatnya dapat timbulah
gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava, yang dapat
menyebabkan tension pneumothorax(1), (3).
20
terjadi oleh karena pecahnya bleb yang berada di subpleura viseralis dan sering
ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb akibat
perembesan udara melalui alveoli yang dindingnya ruptur kemudian melalui
jaringan interstisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di subpleura viseralis.
Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, diduga ada
dua faktor yaitu penyakir paru dan peningkatan tekana intraalveolar akibat batuk.
Alveoli disanggah oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan
mudah robek, apabila alveoli tersebut melebar dan tekanan di dalam alveolli
meningkat maka udara masuk dengan mudah menuju ke jaringan
peribronkovaskular. Gerakan napas yang kuat, infeksi, dan obstruksi endobronkial
merupakan beberapa faktor peripitasi yang memudahkan terjadinya robekan,
selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat mengoyak jaringan fibrotik
peribronkovaskular. Robekan pleura kearah yang berlawanan dengan hilus akan
menimbulkan pneumothorax sedangkan robekan yang mengarah ke hilus dapat
menimbulkan pneumomediastinum.
21
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih
berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang
lain serta ada tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi
bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang.
22
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar.
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi.
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang,
suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.
23
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang
lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak
jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan
belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
dan sekunder.
3.11 Tatalaksana
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Primary survey dengan memperhatikan(6), (8) :
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
Tindakan dekompresi
24
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan
intrapleura dengan membuat hubungan antara cavum pleura dengan udara luar
dengan cara(6), (8) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura akan
berubah menjadi negative karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Mempuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1. Dapat memakai infuse set jarum ditusukkan ke dinding dada sampai
kedalam rongga pleura, kemudian infuse set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
2. Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding
thorax sampai menebus ke cavum pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastic
infuse set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi
air .
3. Pipa water sealed drainage (WSD) pipa khusus (thorax kateter) steril,
dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjempit. Setelah troakar masuk, maka thorax kateter
segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter thorax yang masih tertinggal di rongga pleura.
Selanjutnya ujung kateter thorax yang ada di dada dan di pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa
plastic lainnya. Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleural tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi
tekanan negative sebesar 10-20 cm H2O.
25
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4).
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti
emfisema (3).
3.13 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
BAB IV
ANALISA KASUS
26
gejala pada penderita TB paru yaitu demam subfebris yang hilang timbul, adanya
batuk berdarah yang terjadi karena iritasi bronkus. Batuk diperlukan untuk
membuang produk-produk radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama, maka munculnya batuk maupun sifat batuk bisa
bermacam-macam, gejala lain seperti penurunan nafsu makan, berkeringat malam,
berat badan dan mudah menjadi lelah juga ditemukan(7). Pada pemeriksaan fisik
fremitus taktil melemah, hipersonor, dan suara napas menjauh pada sisi dada yang
sakit serta ditemukan adanya suara napas rhonki pada lapangan tengah dan kanan
paru sinistra. Pada saat diperkusi terdengar suara hipersonor yang disebabkan oleh
udara yang berada pada rongga pleura. Udara yang terperangkap dalam rongga
pleura dapat menyebabkan paru kolaps sehingga ketika diperiksa suara napas
terdengar menjauh dan fremitus taktil melemah(4).
Pasien adalah seorang perempuan berusia 43 tahun. Kebanyakan
pneumothorax lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40
tahun(2). Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi
USG thorax, foto thorax, dan laboratorium. USG thorax dilakukan sebagai
guiding tindakan pemasangan WSD untuk mengetahui seberapa banyak udara
yang akan dikeluarkan. Hasil foto thorax didapatkan adanya area hiperlusen pada
hemithorax kanan dan paru kanan kolaps. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil penurunan hemoglobin (10,8), hematokrit (32), peningkatan
trombosit (523), penurunan neutrofil batang (0), limfosit (6), dan peningkatan
neutrofil segmen (90).
Tujuan utama penatalaksanaan pneumothorax adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Tindakan dekompresi sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumothorax yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk
mengurangi tekanan intrapleura dengan membuat hubungan antara cavum pleura
dengan udara luar(6), (8)
. Penatalaksanaan pada kasus ini sesuai dengan prinsip
penatalaksanaan pneumothorax, pasien dilakukan tindakan dekompresi
menggunakan pipa water seal drainage (WSD).
Terapi oksigen merupakan hal pertama dan utama yang bertujuan untuk
memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang dapat mengancam jiwa.
27
Diberikan untuk mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau Sat O2> 90%. Pada
pasien ini diberikan O2 2 liter/menit. Pemberian antibiotik profilaksis setelah
setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi
(3)
komplikasi, seperti emfisema dan infeksi . Pada pasien ini diberikan injeksi
ceftriaxon 1 gr/12 jam.
Selain itu, pasien juga diberikan injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam yang
merupakan golongan antihistamin (H2-antagonist) Ranitidine diberikan pada
pasien untuk menekan stress metabolic yang terjadi pada pasien. Stress metabolic
sering terjaid pada pasien akibat kegagalan organ dan menurunkan prostaglandin
hingga pada akhirnya akan meningkatkan produksi asam lambung. Pasien dengan
posisi tirah baring rentan akan terjadinya refluks asam lambung ke esophagus
akibat gravitasi. Curcuma 3x1 diberikan untuk memperbaiki nafsu makan dan
sebagai hepatoprotektor. Vectrin 3x1 merupakan agen mukolitik yang diberikan
untuk mengencerkan dahak pada pasien. Codein 3x1 merupakan antitusif yang
berguna untuk menekan respon batuk.
28
BAB V
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
30