Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN OBSTRUKSI SLEEP APNEA

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktik Klinik Keperawatan Dasar
Dosen pengampu Asih Purwandari,S.Kep.,Ners.,M.Kep.

oleh :

Lia Nur Ajijah


1909336

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
I. Konsep Dasar Penyakit
A. Pengertian Obstruktive Sleep Apnea
Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah kelainan dan merupakan bagian dari
sleepdisorder breathing syndrome yang kompleks (Wiliam & Putu,2020).
OSA merupakan suatu bentuk umum gangguan pernapasan saat tidur, melibatkan
kolaps saluran napas atas yang menyebab kan siklus kejadian fisiologis berulang
sepanjang malam, termasuk hipoksemia intermiten dan terbangun dari tidur (Andy
Lukman,2016).
Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah keadaan terjadinya obstruksi jalan nafas atas
secara periodik selama tidur yang menyebabkan nafas berhenti secara intermiten, baik
komplit (apnea) atau parsial (hipopnea) (Eprint Undip).
OSA adalah salah satu bentuk gangguan napas saat tidur yang ditandai oleh episode
henti napas (apnea) minimal 10 detik/ episode.2 Apnea dapat didefinisikan sebagai
hilangnya aliran udara sedikitnya 10 detik (Mariani & Mohammad,2015).
B. Patofisiologi Obstruktive Sleep Apnea
Pasien dengan OSAS mampu mempertahankan patensi saluran nafas bagian atas
selama bangun/tidak tidur, karena peningkatan tonus otot saluran nafas akibat input dari
pusat kortikal yang lebih tinggi. Namun selama tidur kolaps jalan nafas bagian atas
terjadi pada saat inspirasi dan kadang-kadang meningkatkan usaha bernafas. Pada anak
lebih sering mengalami periode obstruksi parsial saluran nafas yang berkepanjangan dan
hipoventilasi dibandingkan orang dewasa. 1,5 Keadaan apnea lebih jarang pada anak dan
umumnya waktu lebih singkat daripada orang dewasa. Hipoksia dan hiperkapnia terjadi
akibat siklus obstruksi parsial atau total. Obstruktif apnea menyebabkan peningkatan
aktifitas otot-otot dilatator saluran nafas atas sehingga mengakibatkan berakhirnya apnea.
Pada anak dengan OSAS arousal jauh lebih jarang, dan obstruksi parsial dapat
berlangsung terus selama berjam-jam tanpa terputus.
Ada tiga faktor yang berperan pada patogenesis OSA, yaitu:
1. Obstruksi saluran nafas atas

Obstruksi saluran nafas daerah faring akibat pendorongan lidah dan palatum ke
belakang yang dapat menyebabkan oklusi nasofaring dan orofaring sehingga
menyebabkan terhentinya aliran udara, meskipun pernafasan masih berlangsung pada saat
tidur. Hal ini menyebabkan apnea, asfiksia sampai periode arousal.

2. Kelainan fungsi neuromuscular faring


Ukuran lumen faring yang dibentuk oleh otot dilator faring (m. pterigoid medial, m.
tensor veli palatini, m. genioglosus, m. geniohiod, dan 16 m. sternohioid) yang berfungsi
menjaga keseimbangan tekanan faring pada saat terjadinya tekanan negatif intratorakal
akibat kontraksi diafragma. Kelainan fungsi control neuromuskular pada otot dilator
faring berperan terhadap kolapsnya saluran nafas. Defek kontrol ventilasi di otak
menyebabkan kegagalan atau terlambatnya refleks otot dilator faring, saat pasien
mengalami periode apnea-hipopnea.
3. Kelainan kraniofasial
Kelainan kraniofasial mulai dari hidung sampai hipofaring yang dapat menyebabkan
penyempitan pada saluran nafas atas. Kelainan daerah ini dapat menghasilkan tahanan
yang tinggi. Tahanan ini juga merupakan predisposisi kolapsnya saluran nafas atas.
Kolaps nasofaring ditemukan pada 81% dari 64 pasien OSAS dan 75% di antaranya
memiliki lebih dari satu penyempitan saluran nafas atas.Periode apnea adalah terjadinya
henti nafas selama 10 detik atau lebih. Periode hipopnea adalah terjadinya keadaan
reduksi aliran udara sebanyak kurang lebih 30% selama 10 detik yang berhubungan
dengan penurunan saturasi oksigen darah sebesar 4%. Apnea terjadi karena kolapsnya
saluran nafas atas secara total, sedangkan hipopnea kolapsnya sebagian, namun jika
terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan apnea.38 Pasien dengan OSAS memiliki
penyempitan jalur nafas bagian atas. Dengan adanya penyempitan jalan nafas tersebut,
terjadi percepatan aliran udara (efek Venturi). Tekanan negatif ditimbulkan tepi arus
aliran 17 udara. Semakin cepat aliran udara, semakin besar tekanan negatif (Prinsip
Bernauli). Pada saat terbangun, tekanan negatif pada pasien OSAS diambil alih oleh
peningkatan aktivitas otot genioglosus dan tensor palatina yang menjaga jalan udara tetap
ada. Selama tidur, kompensasi muskular hilang dan aktivitas otot kembali ke level yang
sama pada individu tanpa OSAS. Kehilangan tonus otot paling nyata selama fase rapid
eye movement. Kombinasi penyempitan anatomi dan kehilangan kontrol neuromuskular
menyebabkan kolapsnya jalan udara dan hambatan aliran udara (Eprint.Undip).
C. Etiologi Obstruktive Sleep Apnea
Etiologi OSA adalah keadaan kompleks yang saling mempengaruhi berupa neural,
hormonal, muskular dan struktur anatomi, contohnya : kegemukan terutama pada tubuh
bagian atas dipertimbangkan sebagai risiko utama untuk terjadinya OSA. Angka
prevalens OSA pada orang yang sangat gemuk adalah 42-48% pada laki-laki dan 8-38%
pada perempuan. Penambahan berat badan akan meningkatkan gejala-gejala OSA.
Faktor risiko untuk terjadinya OSA :
1. Terdapat tiga faktor risiko yang diketahui :
a. Umur : prevalens dan derajat OSA meningkat sesuai dengan bertambahnya umur.
b. Jenis kelamin : Risiko laki-laki untuk menderita OSA adalah 2 kali lebih tinggi
dibandingkan perempuan sampai menopause.
c. Ukuran dan bentuk jalan napas :
 Struktur kraniofasial (palatum yang bercelah, retroposisi mandibular).
 Micrognathia (rahang yang kecil).
 Macroglossia (lidah yang besar), pembesaran adenotonsillar.
 Trakea yang kecil (jalan napas yang sempit).
d. Faktor risiko penyakit :
Kegagalan kontrol pernapasan yang dihubungkan dengan :
 Emfisema dan asma.
 Penyakit neuromuscular (polio, myasthenia gravis, dll).
 Obstruksi nasal.
 Hypothyroid, akromegali, amyloidosis, paralisis pita suara, sindroma
postpolio, kelainan neuromuskular, Marfan's syndrome dan Down syndrome.
e. Risiko gaya hidup :
 Merokok
 Obesiti : 30-60% pasien OSA adalah orang yang berbadan gemuk
(Penurunan berat badan akan menurunkan gejala-gejala OSA,Penurunan
berat badan akan mempermudah pasien diobati dengan menggunakan nasal
CPAP)
D. Manifestasi Klinik Obstruktive Sleep Apnea
Manifestasi klinis yang terbanyak adalah kesulitan bernafas pada saat tidur yang
biasanya berlangsung perlahan-lahan. Sebelum gejala kesulitan bernafas terjadi,
mendengkur merupakan gejala yang mulamula timbul. Dengkuran pada anak dapat
terjadi secara terus menerus (setiap tidur) ataupun hanya pada posisi tertentu saja. Pada
OSAS, pada umumnya anak mendengkur setiap tidur dengan dengkuran yang keras
terdengar dari luar kamar dan terlihat episode apnea yang mungkin diakhiri dengan
gerakan badan atau terbangun Sebagian kecil anak tidak memperlihatkan dengkur yang
klasik, tetapi berupa dengusan atau hembusan nafas, noisy breathing (nafas berbunyi).
Usaha bernafas dapat terlihat dengan adanya retraksi.
Posisi pada saat tidur biasanya tengkurap, setengah duduk, atau hiperekstensi leher
untuk mempertahankan patensi jalan nafas. Pada pemeriksaan fisis dapat terlihat
pernafasan melalui mulut, adenoidal facies, midfacial hypoplasia, retro/mikrognasi atau
kelainan kraniofasial lainnya, obesitas, gagal tumbuh, stigmata alergi misalnya alergic
shiners atau lipatan horizontal hidung.Patensi pasase hidung harus dinilai, perhatikan
adanya septum deviasi atau polip hidung, ukuran lidah, integritas palatum, daerah
orofarings, redudant mukosa palatum, ukuran tonsil, dan ukuran uvula, mungkin
ditemukan pectus excavatum. Paru-paru biasanya normal pada pemeriksaan auskultasi.
Pemeriksaan jantung dapat memperlihatkan tanda-tanda hipertensi pulmonal misalnya
peningkatan komponen pulmonal bunyi jantung II, pulsasi ventrikel kanan. Pemeriksaan
neorologis harus dilakukan untuk mengevaluasi tonus otot dan status perkembangan.
E. Pemeriksaan Diagnostik Obstruktive Sleep Apnea
Diagnosis OSA ditegakkan dengan melakukan anamnesis mengenai pola tidur,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan penunjang khusus. Gabungan
data yang akurat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dapat mengarahkan
kepada indikasi untuk melakukan pemeriksaan baku emas OSA. Baku emas untuk
diagnosis OSA adalah melalui pemeriksaan tidur semalam dengan alat
polysomnography / PSG). Parameter-parameter yang direkam pada polysomnogram
adalah electroencephalography (EEG), electrooculography (pergerakan bola mata),
electrocardiography (EKG), electromyography (pergerakan rahang bawah dan kaki),
posisi tidur, aktiviti pernapasan dan saturasi oksigen. Karakteristik OSA pada saat
dilakukan PSG adalah penurunan saturasi oksigen berulang, sumbatan sebagian atau
komplit dari jalan napas atas (kadang-kadang pada kasus yang berat terjadi beberapa
ratus kali) yang disertai dengan ≥ 50% penurunan amplitudo pernapasan, peningkatan
usaha pernapasan sehingga terjadi perubahan stadium tidur menjadi lebih dangkal dan
terjadi desaturasi oksigen.
Seseorang dikatakan menderita OSA jika terdapat :
1. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan karena sebab
lain.
2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa kali ketika
tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perasaan lelah sepanjang hari dan
gangguan konsentrasi.
3. Hasil PSG menunjukkan ≥ 5 jumlah total apnea ditambah terjadi hipopnea per-jam
selama tidur (AHI ≥ 5).
4. Hasil PSG negatif untuk gangguan tidur lainnya.
F. Penatalaksanaan Medis
Secara umum terapi untuk mengatasi gangguan tidur pada OSA dapat dibagi menjadi
3 bagian, yaitu :
1. Intervensi bedah : Pembedahan hidung; bedah plastik untuk palatum, uvula dan
faring; somnoplasty; trakeostomi.
2. Perubahan gaya hidup : Menurunkan berat badan; menghindari alkohol dan obat-
obatan pembantu untuk tidur; menghindari kelelahan yang sangat dan mengkonsumsi
kafein.
3. Alat-alat buatan : Alat untuk mereposisi rahang dan mencegah lidah jatuh ke
belakang (mempertahankan posisi lidah); cervical collars atau bantal; CPAP
Selain itu, Obstructive Sleep Apnea juga bisa diatasi dengan mengubah gaya hidup yang tidak
sehat, antara lain:
 Menjaga berat badan ideal.
 Mengurangi konsumsi alkohol.
 Tidur dengan posisi miring.
 Menghindari konsumsi obat penenang, nikotin dan kafein pada malam hari. Perbaiki
juga kekuatan otot pernapasan bagian atas dan mekanisme pernapasan sentral.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Identitas Pasien
 Identitas Klien Yang perlu dikaji adalah nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, agama, suku, alamat, No. RM, tanggal MRS, tanggal
pengkajian, dan sumber informasi
 Identitas penanggung jawab Yang perlu dikaji adalah nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, dan alamat b. Alasan Dirawat
2) Keluhan utama
3) Riwayat Masuk Rumah
4) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran pada pasien post SC dengan gangguan
pola tidur biasanya compos mentis.
 Pemeriksaan tanda-tanda vital Pemeriksaan tanda – tanda vital terdiri dari
pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu.
5) Pemeriksaan head toe toe
 Kepala dan rambut Yang perlu dikaji adalah bentuk kepala, apakah kulit kepala
tampak kotor atau berketombe, apakah ada lesi atau tidak.
 Wajah Yang perlu dikaji adalah apakah wajah pasien pucat atau tidak, apakah
ada kloasma, wajah pasien tampak mengantuk atau tidak, dan wajah pasien sayu
atau tidak
 Mata Bola mata simetris atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, dan warna
sklera.
 Telinga Kebersihan telinga, apakah ada kelainan fungsi pendengaran, dan
adanya lesi pada telinga
 Mulut dan bibir Kelembaban pada mulut, kebersihan mulut, danapakah ada
tidaknya pembesaran tonsil.
 Leher Yang perlu dikaji adalah apakah ada pembesaran tiroid, dan vena
jugularis.
 Kulit Bagaimana warna kulit, turgor kulit, dan apakah kulit pucat atau tidak.
 Thorax Apakah ada suara ronchi, apakah ada lesi, dan edema.
 Abdomen Yang perlu dikaji oleh perawat adalah apakah adanya linea, striae,
bagaimana luka SC, berapa bising usus, berapa tinggi fundus uterus, apakah ada
kontraksi, apakah ada perabaan distensi blas.
 Genetalia Yang perlu dikaji oleh perawat adalah kebersihan vagina, apakah ada
hematoma, apakah ada nyeri, lochea (warna, jumlah, bau, atau konsistensi, 1-3
hari rubra, 4- 25 10 hari serosa, >10 hari alba), pemeriksaan anus (apakah ada
hemoroid atau tidak).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control
2. Koping tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional karena penyakit
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan henti nafas saat tidur
C. Intervensi

N Diagnosa SLKI SIKI Rasional


O
1 D.0055 L.05045 I.05174 I.05174
Gangguan Pola Pola Tidur Dukungan Tidur Dukungan Tidur
Tidur berhubungan Setelah diberikan asuhan Observasi Observasi
dengan kurang keperawatan 3 x 24 jam 1. Identifikasi pola 1. Untuk
control ditandai diharapkan pasien mampu aktivitas tidur mengetahui
mempertahankan pola bangun-
dengan Mengeluh 2. Identifikasi faktor penyebab
tidur yang adekuat dengan
sulit tidur,mengeluh penggangu tidur gangguan
Kriteria Hasil :
pola tidur 3. Indentifikasi makanan tidur
- Keluhan sulit tidur (1-5)
berubah,mengeluh dan minuman yang 2. Untuk
- Keluhan sering terjaga
kemampuan menggau tidur dikurangi
(1-5)
beraktivitas 4. Identifiksi obat tidur faktor
- Keluhan tidak puas tidur
menurun yang dikonsumsi penggangu
(1-5)
Terapeutik 3. Untuk
- Keluhan pola tidur
1. Modifikai lingkungan mengetahui
berubah (1-5)
2. Batasi waktu tidur adanya alergi
- Keluhan istirahat tidak
siang makanan
cukup (1-5 ) 3. Fasilitasi 4. Untuk
- Kemampuan beraktivitas menghilangkan stress mengetahui
(1-5) sebelum tidur obat yang
4. Terapkan jadwal rutin digunakan
tidur Terapeutik
5. Sesuaikan jadwal 1. Untuk
pemberian obat dan mencipatkan
atau tindakan untuk lingkungan
menunjang siklus yang aman
tidur-terjaga 2. Supaya mudah
Edukasi tidur dimalam
1. Jelaskan pentingnya hari
tidur cukuo selama 3. Supaya merasa
sakit lebih rileks
2. Anjurkan menempati 4. Untuk
kebiasaan tidur mengurangi
3. Anjurkan menghindari gangguan tidur
makanan dan minuman 5. Agar tidka
yeng menggangu tidur mengganggu
4. Anjurkan faktor-faktor pola tidur
yang berkontribusi Edukasi
terhdap gangguan pola 1. Agar pasien
tidur mengetahui
pola tidur
2. Untuk
mempermudah
pasien tidur
3. Agar tidak
terjadinya
alergi yang
dapat
menggangu
aktivitas tidur
4. Agar pasien
dapat
mengurangi
faktor
penghambat
tidur secara
mandiri
2 D.0096 L.09086 I.09265 I.05174
Koping Tidak Status Koping Dukungan Pengambilan Dukungan Tidur
Efektif Setelah diberikan asuhan Keputusan Observasi
berhubungan keperawatan 3 x 24 jam Observasi 1. Untuk
dengan krisis krisis situasional berkurang 1. Identifikasi persepsi mengubah
situasional ditandai dengan mengenai masalah dan persepsi
dengan Kriteria Hasil : informasi yang pasien
menggunakan - Kemampuan memenhi memicu konflik terhadapa
mekanisme koping peran sebagai sesuai usia Terapeutik suatu penyakit
yang tidak (1-5) 1. Fasilitiasi Terapeutik
sesuai,kekhawatiran - Perilaku koping adaftif mengklarifiaksi nilai 1. Agar pasien
tidak kronis (1-5) dan harapan yang merasa tidak
- Verbalisasi pengakuan membnatu membuat terbebani
masalah (1-5) pilihan dengan
- Partisifasi sosial (1-5) 2. Diskusikan kelebihan keputusannya
- Tangguang jawab diri dan kekurangan dari 2. Supaya tidak
(1-5) setiap solusi terjadi
- Kemampuan membina 3. Fasilitasi pengambilan keputusan
hubungan (1-5) keputusan secara memihak
- Verbalisasi kolaboratif 3. Agar menjadi
menyalahkan orang lain 4. HOrmati hak pasien pertimbangan
(1-5) untuk menerima atau setiap
- Verbalisasi rasionalisai menolak informasi tanggapan
kegagalan (1-5 ) 5. Falilitasi hubungan 4. Agar pasien
- Perilakupenyakahgunaa antar merasa
n zat (1-5) pasien,keluarga,dan dihargai
- Perilaku superior (1-5) tenaga kesehatan dengan
lainnya. keputusannya
Edukasi 5. Agar menjadi
1. Informasikan pertimbangan
alternative solusi setiap
secara jelas tanggapan
2. Berikan informasi Edukasi
yang diminta pasien 1. Agar pasien
Kolaborasi dapat
1. Kolaborasi dengan mengetahui
tenaga kesehatan lain cara
dalam memfasilitasi penyelesaian
pengambilan masalahnya
keputusan 2. Agar pasien
merasa
dihargai
Kolaborasi
1. Agar menjadi
pertimbangan
setiap
tanggapan
3 D.0005 L.01004 I.01011 Observasi
Manajemen Jalan Napas 1. Untuk
Pola Napas Tidak Pola Napas
memonitor
Efektif Setelah diberikan asuhan Observasi pola nafas
berhubungan keperawatan 3 x 24 jam 1. Monitor pola napas klien
2. Monitor bunyi napas 2. Mengetahui
dengan Hambatan diharapkan sudah tidak ada Terapeutik apakah ada
hambatan pola nafas 1. Posisikan fowler atau bunyi nafas
upaya napas
semi fowler tambahan
Kriteria Hasil :
ditandai dengan - Kapasitas Vital (1-5) 2. Berikan minum hangat Terapeutik
Berikan oksigen 1. Mengurangi
dyspnea,pola napas - Tekanan ekspirasi (1-5)
sesak klien
abnormal - Tekanan Inspirasi (1-5) 2. Untuk
membantu
- Dispnea (1-5)
pernafasan
- Penafasan cuping hidung tetap teratur
3. Membantu
( 1-5)
jalan nafas
- Frekuensi napas (1-5)
Kedalaman nafas (1-5)
DAFTAR PUSTAKA

Surya Dewi.Modul Eprint.undip.Diakses dari :


http://eprints.undip.ac.id/56219/3/Surya_Dewi_Setyaningrum_22010113140153_L
ap.KTI_Bab2.pdf

Arrsip Journal.Diakses dari : http://arsip.jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10/EDITORIAL


%20Obstructive%20Sleep%20Apnea.pdf

Bambang & Rusmala.2005. Obstructive sleep apnea syndrome Obstructive sleep apnea
syndrome pada Anak pada Anak.Jakarta : sari pediatri Vol 7 No 2.

Prabha.Modul eprint.Undip.Diakses dari :


http://eprints.undip.ac.id/50768/3/Prabha_Vignesvari_Sasongko_22010112110080
_Lap._KTI_Bab2.pdf

Redaksi Halodoc.2019.Obstructive Sleep Apnea (OSA).Diakses dari :


https://www.halodoc.com/kesehatan/obstructive-sleep-apnea-osa

Mariani & M.Yogiarto.2017. Obstructive Sleep Apnea (OSA).CJournal Corpus,Diakses


dari : https://www.semanticscholar.org/paper/Obstructive-Sleep-Apnea-%28OSA
%29-Hs-Yogiarto/02730da033ffbd1a3c1d07c8738bb953e3b741aa?p2df

Mariani & M.Yogiarto.2015. Obstructive Sleep Apnea (OSA).Jurnal Ilmiah Kedokteran


Vol 2 No 3.

Repository Poltekes Denpasar.Diakses dari : http://repository.poltekkes-


denpasar.ac.id/495/3/BAB%20II.pdf

Slide Share.Diakses dari : https://www.slideshare.net/Snala26/askep-pada-pasien-apnea-


sleep

Anda mungkin juga menyukai