Anda di halaman 1dari 4

Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan substansi dengan pH yang

tinggi (basa) yaitu pH > 7. Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot
atau terpercik pada wajah hingga mengenai pada area mata dan sekitarnya (American Academy
of Ophthalmology, 2012 dan James TC et al, 2012 )

Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis trauma
yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma kimia basa pada mata antara lain:
(Drake B, et al, 2012)
1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi. Dengan gejala
gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi protein dan kerusakan pada
struktur kornea akibat zat kimia
3. Sindroma mata kering.
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan.
Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan pada drainase cairan aqueous
humour
6. Entropion dan phthisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat komplikasi jangka panjang pada
trauma kimia.

Penatalaksanaan
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera mungkin..
Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi.

 Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu: (Fish R & Davidson R, 2010)


1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama minimal 30
menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak
boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal

dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata
atas untuk dapat mengirigasi forniks.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan menggunakan
kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral (pH=7.0)
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan menggunakan moistened
cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat
membantu dalam pembersihan partikel dari forniks dalam.

 Selanjutnya, penatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga derajat sedang
meliputi: (Fish R & Davidson R, 2010)
1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod
untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang mungkin masih
mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan
menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah spasme silier
dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin, gentamisin,
ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan Acetazolamid
(4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5% atau Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).

 Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi: (Fish R
& Davidson R, 2010)
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan intraokular
dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari

4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4 kali sehari)


5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari). Steroid dapat
mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat reepitelisasi. Hanya boleh
digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen
dan migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan
risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti
inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan TIO bisa
terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.

 Penatalaksanaan berdasarkan fase lamanya trauma kimia dapat dibagi menjadi :


(Hemmati H, 2012 dan Fish R & Davidson R, 2010 )
A. Fase kejadian (immediate)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih
mungkin.Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan sesegera mungkin,
sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah kejadian.
Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang
dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu.Pembilasan dilakukan dengan larutan
steril sampai pH air mata kembali normal.Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang
nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata
depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.
Teknik irigasi : (Fish R & Davidson R, 2010)
1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.
2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan
3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata

4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata
5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps
6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak mata.

Fase akut (sampai hari ke 7)


Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai
berikut : (Hemmati H, 2012)
a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea
Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat.Disamping itu juga diperlukan
pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga
berpengaruh pada epitelisasi.
b. Mengontrol tingkat peradangan
1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang
2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase

Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat reepitelisasi
sehingga perlu diberikan topikal steroid.Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada
fase pemulihan dini.
c. Mencegah infeksi sekuder

d. Mencegah peningkatan TIO


e. Suplemen/antioksidan
f. Tindakan pembedahan

C. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)


Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut. Yang menjadi
masalah adalah : (Hemmati H, 2012)
a. Hambatan reepitelisasi kornea
b. Gangguan fungsi kelopak mata
c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea

D. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)

Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip (Fish R & Davidson
R, 2010):
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk penglihatan.
b. Pembedahan
Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat penting untuk
dilakukan operasi.

Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,


mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut
dapat digunakan untuk pembedahan: (Drake B, et al, 2012)
Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan
vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dari donor
(allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis

Pembedahan pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut: (Drake B, et al,
2012)
Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Semakin lama semakin baik, hal ini untuk
memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil
dari graft konvensional sangat buruk.

DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophthalmology. Clinical aspects of toxic and traumatic onjuries of the
anterior segment: External Disease and Cornea. BSSC, section8.2012.p353-359

Tsai, James C. Denniston, Alastair K. Murray, Philip I. Oxford American Handbook of


Ophthalmology.2011. Oxford University Press Inc.p84-85

Drake B, Paterson R, Tabin G, Butler F, Cushing T. Treatment of Eye Injuries and Illnesses in
the Wilderness.2012. Denver Health Medical Center. Denver,wilderness and environmental
medicine 23, 325–336

Fish R, Davidson R. Management of ocular thermal and chemical injuries, including amniotic
membrane therapy.2010. University of Colorado School of Medicine, Opinion in
Ophthalmology 2010, 21:317–321

Houman, Hemmati ; Colby, Kathryn. Treating acute chemical injuries of the cornea.
2012.Ophthalmic Pearls EyeNet Magazine.p43-45

Anda mungkin juga menyukai