DISUSUN OLEH
NIM : 1709110511
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
1
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................................3
1. Latar Belakang................................................................................................................................3
2. Rumusan Masalah...........................................................................................................................5
3. Tujuan Pembahasan........................................................................................................................6
BAB II................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................................6
BAB III............................................................................................................................................10
PENUTUP.......................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................12
2
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
manusia di manapun dan kapanpun. Cicero (106-43 SM), seorang filsuf Romawi
menyatakan Ubi Societas ibi ius, artinya di mana ada masyarakat, di sana ada
hukum.1 Peran hukum sangat penting bagi manusia, karena dapat menjaga
3
pertama-tama tata hukum negara, tampak dalam teori Positivisme, khususnya
Jhon Austin (1790-1859), dengan analitical legal positivism. Jhon Austin yang
dikenal sebagai the founding father of legal positivism, bertolak dari kenyataan
bahwa terdapat suatu kekuasaan yang memberikan perintah, dan ada pada
kekacauan, ada yang karena merasa terpaksa, sama saja. Kalau tidak mentaati
akan dijatuhkan sanksi. Menurut Austin; untuk disebut hukum diperlukan adanya
kewajiban untuk menaati (duty), ada sanksi bagi mereka yang tidak mentaati
(sanction)2,
bahwa pemisahan antara hukum dan moral, merupakan hal yang teramat penting.
Positivisme membedakan apa yang membuat suatu norma menjadi eksis sebagai
standart hukum yang valid dan apa yang membuat suatu norma menjadi eksis
2
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1991. Hal 40
3
Achmad Ali., Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence)., Kencana Prenada Group, Jakarta, 2009. hal 55
4
Philippe Nonet dan Philip Selznick ., Hukum Responsif, Terjemahan dari Raisul
Mutaqien., Nusa Media, Bandung, 2010. hal 37.
4
1. Institusi hukum secara langsung dapat diakses oleh kekuatan politik, hukum
(raison d’etat).
administrasi hukum.
sosial.
akan menang.
2. Rumusan Masalah
memenuhi keadilan?
5
3. Tujuan Pembahasan
6
BAB II
PEMBAHASAN
Positivisme adalah suatu aliran dalam filsafat hukum yang beranggapan bahwa
teori hukum itu dikonsepsikan sebagai ius yang telah mengalami positifisasi
sebagai lege atau lex, guna menjamin kepastian antara yang terbilang hukum atau
hukum, bahwa seluruh aparatur penyelengara negara dari tingkat pusat sampai
daerah, dari pejabat tinggi hingga pejabat terendah dan seluruh warga negaranya
terendah dan konkrit, hingga seperti juklak dan juknis, merupakan landasan
yuridis.-normatif.7
ekonomi, sosial politik, dan termasuk hukum. Dalam bidang hukum, secara
5
Yusriyadi, Bahan Kuliah Teori Hukum MIH Fakultas Hukum UNDIP Semarang,
tanggal 14 November 2014, sebuah catatan.
6
Adji Samekto, Pergeseran Pemikiran Hukum dari Era Yunani Menuju
Postmodernisme, Jakarta, Konpress, 2015, hal. 42
7
Sudiyana, S., & Suswoto, S. (2018). KAJIAN KRITIS TERHADAP TEORI
POSITIVISME HUKUM DALAM MENCARI KEADILAN
SUBSTANTIF. QISTIE, 11(1).
7
epistemologis, teori positivisme hukum lahir sebagai kritik terhadap mazhab
Hukum Alam (natural of law) yang menitik beratkan pada hubungan moral dan
hukum, yang mengaitkan teorinya dengan dimensi mosaik (ke) manusia (-an).
akan diperoleh karena orang tahu dengan pasti apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukannya9
telah final pada titik garis positivisme Hukum, sehingga merasa tidak akan ada
menjadi hukum modern sejak abad ke -19, suatu masa di mana kapitalisme
8
Bernard L. Tanya, dkk., Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi., Gentha Publishing, 2013. hal 108.
9
Ibid, hal 108
10
Sudiyana, S., & Suswoto, S. (2018). KAJIAN KRITIS TERHADAP TEORI
POSITIVISME HUKUM DALAM MENCARI KEADILAN
SUBSTANTIF. QISTIE, 11(1).
8
pasti44. Dalam sistem hukum Indonesia, hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 3
a. Filsafat positivisme hanya mendasar pada kenyataan (realitas, fakta) dan bukti
terlebih dahulu
b. Positivisme tidak akan bersifat metafisik dan tidak menjelskan tentang esensi.
Gejala alam diterangkan berbasis hubungan sebab akibat dan dari itu kemudian
didaptkan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak tergantung ruang dan waktu.
unsurunsur yang saling terkait membentuk sistem yang dapat diamati. Menurut
Ilmu hukum menurut aliran filsafat positivisme akan melahirkan konsep hukum
lembaga yang berwenang dan mengandung perintah. Selain itu, hukum juga
penguasa atau negara, yang berwujud perintah yang harus ditaati karena
11
Ibid hlm 15
12
Adji Samekto, Op. Cit., hal 66. Lihat Juga Yusriyadi, Bahan Kuliah Teori
Hukum MIH Fakultas Hukum UNDIP Semarang, tanggal 14 November 2014,
sebuah catatan.
9
mengandung sanksi. Hukum positif mengandung nilai-nilai yang telah ditetapkan
dalam hukum positif. Jadi dalam aliran hukum positivisme, konsep hukum juga
undangan), hanya nilai itu telah dibahas dan ditetapkan ketika proses pembuatan
yang berlaku secara mutlak, tidak boleh ditawar, lepas apakah hukum itu efektif
13
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Yogyakarta, PT. Kanisius, 2009, hal. 33
10
BAB III
PENUTUP
bahwa teori hukum itu dikonsepsikan sebagai ius yang telah mengalami
positifisasi sebagai lege atau lex, guna menjamin kepastian antara yang terbilang
mereaksi aliran filsafat hukum idealis yang dikemukakan oleh aliran Hukum
Alam. Aliran filsafat hukum alam mengajarkan bahwa hukum didasarkan pada
teoritis.
yang telah mengalami positifisasi sebagai lege atau lex, dan hukum hanya
bersangkut paut dengan hukum positif atau UU saja. Karakteristik aliran ini selalu
mendasar pada kenyataan (realitas, fakta) dan bukti, tidak bersifat metafisik dan
akibat, dan tidak berhubungan dengan moral. Hal inilah yang dikritik oleh
beberapa aliran hukum lain, seperti; aliran hukum bebas, hukum kritis, studi kritis
tidak hanya tertulis dalam undang-undang, melainkan apa yang dipraktekkan oleh
11
hukum. Selain itu, pelaksanaan hukum disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat,
yang tidak lepas dari pengaruh ajaran moral dan nilai-nilai yang hidup di
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali., Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence)., Kencana Prenada Group, Jakarta, 2009.
Adji Samekto, Pergeseran Pemikiran Hukum dari Era Yunani Menuju
Postmodernisme, Jakarta, Konpress, 2015,
Bernard L. Tanya, dkk., Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas
Ruang dan Generasi., Gentha Publishing, 2013.
Islamiyati, I. (2018). Kritik Filsafat Hukum Positivisme Sebagai Upaya
Mewujudkan Hukum Yang Berkeadilan. Law, Development & Justice
Review, 1(1)
Philippe Nonet dan Philip Selznick ., Hukum Responsif, Terjemahan dari
Raisul Mutaqien., Nusa Media, Bandung, 2010.
Sudiyana, S., & Suswoto, S. (2018). KAJIAN KRITIS TERHADAP
TEORI POSITIVISME HUKUM DALAM MENCARI KEADILAN
SUBSTANTIF. QISTIE, 11(1).
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Yogyakarta, PT. Kanisius, 2009.
Yusriyadi, Bahan Kuliah Teori Hukum MIH Fakultas Hukum UNDIP
Semarang, tanggal 14 November 2014, sebuah catatan.
12