Anda di halaman 1dari 18

ISSN 0000-0000

MEMAHAMI STRATEGI PERUSAHAAN

Maswar Patuh Priyadi*)

ABSTRAK
Sistem pengendalian manajemen merupakan alat untuk mengimplementasikan strategi.
Setiap perusahaan mempunyai strategi yang berbeda dan pengendalian harus disesuai-
kan dengan kebutuhan strategi. Strategi yang berbeda membutuhkan prioritas tugas yang
berbeda, key success factors yang berbeda, dan skill yang berbeda, perspektif serta peri-
laku yang berbeda pula. Strategi merupakan rencana untuk mencapai goals suatu orga-
nisasi.

Kata-kata kunci : Strategi, Goal, Objective

1. GOALS

Suatu organisasi selalu mempunyai goals tertentu. Goals ditetapkan oleh chief executive
officer ( CEO ) dengan mempertimbangkan saran dari anggota senior manejemen yang
biasanya diratifikasi oleh dewan komisaris ( board of director ). Umumnya goals
ditetapkan oleh pendiri perusahaan, seperti: Henry Ford pada Ford Motor Company,
Thomas Watson pada IBM, Walt Disney pada Walt Disney Company, dan George
Eastman pada Eastman Kodak. Biasanya profitabilitas dianggap suatu important goal,
namun profitabilitas bukan merupakan satu goal tunggal melainkan terdapat goal lainnya.

2. PROFITABILITY

Profitabilitas biasanya dinyatakan sebagai return on investment ( ROI ) yang dibentuk


oleh dua rasio: yaitu profit margin dan investment turn over. Secara ringkas ROI dapat
dihitung dengan cara laba dibagi investasi. Laba diperoleh dengan mengurangkan biaya
terhadap penghasilan sedang investasi merupakan shareholders' investment yang dihitung
dari nilai modal saham disetor di- tambah dengan laba tidak dibagi. Sebenarnya tanggung
jawab manajemen mencakup dua sumber pendanaan yang utama yaitu utang ( debt ) dan
ekuitas ( equity ). Dan untuk berbagai tujuan biasanya investasi ditentukan dari seluruh

*) Drs. Maswar Patuh Priyadi, MM, Ak. adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA)
Surabaya.


130 Ekuitas Vol.2 No.3 September 1998 : 130-147
utang dan ekuitas ( total of debt capital & equity capital ). Sebenarnya profitabilitas
merupakan laba jangka panjang, bukan laba tahun berjalan. Banyak pengeluaran-
pengeluaran periode berjalan seperti advertensi, riset & pengembangan dan pengeluaran
lainnya akan menurunkan laba periode berjalan namun akan menaikkan laba jangka
panjang.

3. MAXIMIZING SHAREHOLDER VALUE

Pada tahun 1980 an dan 1990 an istilah shareholder value sering dibahas di literatur; yang
menyatakan bahwa appropriate goal dari suatu perusahaan adalah memaksisasi nilai
pemegang saham. Nilai pemegang saham biasanya tergambar pada harga saham
perusahaan di bursa. Dalam menyatakan goal perusahaan istilah satisfactory profit lebih
baik daripada maximizing shareholder value karena alasan berikut.

Pertama, istilah maximizing berimplikasi pada adanya suatu cara untuk menemukan
jumlah maksimum yang dapat diperoleh perusahaan. Dalam menentukan pilihan tindakan
tertentu, manajemen meyakini bahwa alternatip yang dipilih akan mengakibatkan naiknya
profitabilitas daripada menolak alternatip tersebut. Jika maximization sebagai goal,
manajer akan menghabiskan waktunya untuk memikirkan alternatip lain dalam
meningkatkan profitabilitas.

Kedua, walaupun optimizing shareholder value mungkin merupakan suatu goal, bukan
berarti merupakan satu-satunya tujuan. Umumnya manajer merasa berkewajiban tidak
hanya kepada pemegang saham yang dipertanggungjawabkan melalui kinerja ekonomi
namun berkewajiban pula kepada stakeholders lainnya seperti kreditor, karyawan,
pelanggan, dan lainnya.

Ketiga, shareholder value biasanya disamakan dengan harga saham dibursa. Harga saham
nerupakan hasil dari pertimbangan investor pada umumnya yang cenderung melihat
prospek perusahaan dalam jangka pendek, padahal pemegang saham menginginkan agar
manajemen melakukan keputusan yang dapat memberikan benefit dalam jangka panjang
kepada perusahaan.

4. RISK

Profitabilitas yang diinginkan suatu perusahaan dipengaruhi oleh sikap manajemen untuk
menerima risiko. Setiap manajer mempunyai sikap yang berbeda terhadap risiko.
Seringkali kegagalan suatu perusahaan ( perusahaan mengalami kebangkrutan) akibat
ketidakmampuan manajer dalam memprediksi risiko yang melekat pada setiap keputusan
yang dipilih.


Memahami Strategi Perusahaan (Maswar Patuh Priyadi) 131
5. OTHER GOALS

Berdasarkan hasil survey dari Postner dan Schmidt yang dilakukan terhadap 900
American executive maka tujuan dari perusahaan dimana mereka bekerja dapat
dirangking sbb: organizational effectiveness, hight productivity, good organizational
leadership, hight morale, good organization reputation, hight organizational efficiency,
profit maximization, organizational growth, organizational stability, value to local
community, and service to the public. Tujuan profit maximization ternyata berada pada
urutan ke tujuh dan merupakan satu diantara sebelas tujuan yang ditetapkan.

Dari hasil survey yang sama rangking stakeholder dari perusahaan mereka adalah:
customers, "myself", subordinates, employees as a whole, bosses, co-workers & colle-
agues, managers, technical & white collar employees, fonders of the company, craftmen
& skilled workers, public stockholders, elected public officials, and bereaucrats. Ternyata
public stockholders menempati rangking kesebelas dari duabelas stakeholders yang ada.

Exhibit 1. Environmental Internal Analysis


Strategy analysis
Formulation Technology know-how
Competitor Manufacturing know-how
Customer Marketing know-how
Supplier Distribution know-how
Regulatory Logistics know-how
Social / Political

Opportunities Strengths and


And threats weaknesses

Identify opportunities Identify core


competencies

Fit internal competencies


With external opportunities

Firm’s strategies


132 Ekuitas Vol.2 No.3 September 1998 : 130-147
6. THE CONCEPT OF STRATEGY

Strategi merupakan pedoman umum ( general direction ) yang disusun dalam suatu
rencana organisasi (organization plan) untuk mencapai tujuan (goals) organisasi.
Organisasi yang dikelola dengan baik mempunyai satu atau beberapa strategi. Strategi
dikembangkan dengan mempertemukan core competencies perusahaan dengan industry
opportunities. Exhibit 1 menggambarkan skema pengembangan strategi perusahaan.

Menurut Kenneth R. Andrews strategy formulation merupakan proses yang dilakukan


senior executive untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman
saat ini dan kemudian menentukan strategi yang sesuai antara company's core
competencies dengan peluang yang ada ( industries opportunities ).

Strategi dapat dibedakan dalam dua level : (1) strategi untuk peru sahaan secara
keseluruhan (corporate level strategy), (2) strategi untuk BU dalam perusahaan (business
unit level strategy).

Walaupum pemilihan strategi berbeda pada setiap level yang berbeda namun corporate
level strategy harus konsisten dengan BU level strategy. Exhibit 2 menyajikan strategi
pada dua level yang berbeda dengan pilihan generic strategic.

Exhibit 2. Two Levels of Strategy

Strategy Key Strategic Generic Strategic Primary Organizatonal


Level Issues Options Levels Involved

Corporate Are we in the right Single industry Corporate office


level mix of industries ? Related diversification
What industries or Unrelated-
subindustries should diversification
we be in ?

Business What should be the Build Corporate office and


unit level mission of the Hold business uit general
business unit ? Harvest manager
Divest
How should the Low cost Business unit
business unit Differentiation general manager
compete to realize
Its mission ?


Memahami Strategi Perusahaan (Maswar Patuh Priyadi) 133
7. CORPORATE LEVEL STRATEGY

Corporate strategy biasanya mengacu pada bentuk usaha yang akan dijalankan.
Corporate strategy terkait dengan pertanyaan where to compete ( dimana perusahaan
akan bersaing ? ) daripada pertanyaan how to compete in a particular industry (
bagaimana perusahaan bersaing pada bidang bisnis yang akan dijalankan ; yang terakhir
ini merupakan BU strategy. Pada level corporate masalah – masalah yang timbul adalah :
(1) bidang usaha yang akan dijalankan , (2) pengalokasian sumber daya diantara bisnis
yang akan dijalankan. Analisis terhadap corporate strategy dapat menghasilkan keputusan
menambah bidang usaha, mempertahankan bidang usaha, mendorong bidang usaha,
membiarkan bidang usaha, dan menutup bidang usaha.

Pada corporate level strategy, perusahaan dapat diklasifikasikan kedalam satu dari tiga
kategori berikut ini : A single industry firm ( bidang usaha tunggal ) dimana perusahaan
hanya beroperasi pada satu bidang usaha. Contohnya Exxon yang beroperasi pada
industri minyak. A related diversified firm ( diversifikasi bidang usaha yang saling
berhubungan ) dimana perusahaan beroperasi pada beberapa bidang usaha yang saling
berhubungan dan manfaat dari usaha ini berasal dari beberapa usaha intinya ( core
competencies ). Contohnya Procter & Gamble yang mempunyai beberapa BU yang
menghasilkan diapers ( Pampers ), detergent ( Tide ), soap ( Ivory ), toothpaste ( Crest ),
shampoo ( Head & Shoulders ) dan consumer products lainnya. P&G mempunyai dua
usaha inti ( core competencies ) yang manfaatnya dinikmati oleh seluruh BU nya yaitu :
(a) keahlian inti ( core skills ) pada bidang chemical technologies (b) kemampuan
dibidang pemasaran dan distribusi consumer products melalui supermarket. An unrelated
business firm (beberapa bidang usaha yang tidak saling berhubungan) dimana perusahaan
beroperasi pada beberapa bidang usaha yang tidak ada hubungan satu sama lain; jadi
hubungan antar BU karena masalah keuangan. Contohnya Textron yang beroperasi pada
bidang usaha writing instruments, helicopters, chain saws, air craft engine components,
forklifts, machine tools, specialty fasteners, dan gas turbine engines.

Exhibit 3 grafik yang menggambarkan generic corporate strategies pada corporate level
strategies.

Single Industry Firms

Sumbu x pada gambar 3 - extent of diversification - berhubungan dengan jumlah industri


dimana perusahaan beroperasi. Pada ekstrim yang rendah dengan degree of relatednes
yang tinggi berarti secara total perusahaan bersungguh-sungguh untuk menekuni satu
bidang usaha ( industri ).


134 Ekuitas Vol.2 No.3 September 1998 : 130-147
Exhibit 3.
Corporate – level High
Strategies Single industry
Graphical  ( Mc.Donald’s Wrigley )
Representation of
Generic corporate
strategies
Degree Related diversification
Of  ( Procter & Gamble
Relatednes Dow-corning , Corning Glass )


Unrelated diversification
( Textron , ITT )

Low High
Extent of Diversification

Perusahaan – perusahaan yang menekuni satu bidang usaha adalah Maytag ( major
household appliances ), Wrigley ( chewing gum ) Perdue Farms ( poul try ), dan NuCor (
steel ). Perusahaan – perusahaan yang menekuni satu bidang industri menggunakan core
competencies untuk mengejar pertumbuhan didalam industri dimana perusahaan
beroperasi. Contohnya NuCor dengan pertumbuhan tahunan 17 % lebih dari 27 tahun (
sejak 1970 ) memfokuskan pada steel industry. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut
NuCor memanfaaatkan core competenciesnya pada manufacturing process know-how,
technology adoption and implementation know-how, dan plant construction know-how.

Unrelated Diversified Firms

Pada ekstrim yang lain dari sumbu x dengan extent of diversification yang tinggi dan
dengan degree of relatednes yang rendah, se- perti Textron, beroperasi pada beberapa
bidang usaha yang berbeda ( conglomerates ). Kantor pusat ( HQ ) berfungsi melakukan
operating synergies antar BU yang ada berdasarkan core competencies dan sharing of
common resources. Pada Textron, HQ berfungsi seperti holding company,
mengalokasikan dana ke BU dengan harapan BU dapat menghasilkan financial return
yang tinggi. Conglomerates berkembang biasanya melalui akuisisi. Contoh lain dari
perusahaan yang mempunyai bidang usaha yang berbeda adalah Litton dan LTV.


Memahami Strategi Perusahaan (Maswar Patuh Priyadi) 135
Related Diversified Firms

Kelompok perusahaan lain dapat juga beroperasi pada beberapa bidang bisnis/industri
yang saling berhubungan melalui operating synergies. Operating synergies dapat
dilakukan melalui (1) kemampuan untuk melakukan share common resources, seperti
common sales force, common manufacturing facilities, dan common procurement
function. Contoh, P&G, setiap produk yang dihasilkan memanfaatkan common sales
force dan common logistic serta didistribusikan melalui supermarket (2) kemampuan
untuk melakukan share common core competencies. Core competencies yang dimiliki
oleh beberapa BU dapat dimanfaatkan oleh BU lainnya. Mereka tumbuh karena adanya
core competencies yang dikembangkan oleh salah satu BU yang dapat dimanfaatkan oleh
BU lainnya. Contoh, Dow Corning, melakukan diversifikasi beberapa produk dan
pasarnya melalui pemanfaatan core competencies dibidang silicon chemistry; Texas
Instrument memanfaatkan core competencies dibidang electronic technology untuk
menghasilkan cookware, optical wave guides, TV bulbs dan capacitors. Contoh lain
perusahaan yang beroperasi pada beberapa bidang yang saling berhubungan adalah NEC,
Canon, Philip Morris, Du Pont, dan AT&T.

Pertumbuhan perusahaan kelompok ini biasanya dilakukan melalui research and


development. Peran dari kantor pusat (1) sama dengan konglomerat, manajer puncak
harus melakukan keputusan allokasi sumber daya antar BU; (2) tidak sama dengan
konglomerat, manajer puncak juga harus mengelola pemanfaatan core competencies
sehingga dapat bermanfaat bagi BU yang ada.

Core Competencies and Corporate Diversification

Berdasarkan hasil penelitian Richard P. Rumself menunjukkan bahwa perusahaan yang


diversifikasi usahanya saling berhubungan mempu- nyai kinerja yang baik, begitu pula
pada perusahaan yang menekuni pada satu bidang usaha. Sedangkan pada perusahaan
yang diversifikasi usahanya tidak saling berhubungan dalam jangka panjang tidak
menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini disebabkan karena corporate HQ pada
perusahaan yang diversifikasi usahanya saling berhubungan, mampu mentransfer core
competencies dari satu BU ke BU lainnya. C. K. Prahalad dan Gary Hamel
menyatakan bahwa perusahaan terdorong untuk melakukan diversifikasi karena adanya
core competencies. Core competencies merupakan sesuatu yang baik bagi perusahaan dan
dapat meningkatkan nilai bagi konsumen. Pertumbuhan dan diversifikasi yang didasarkan
pada competencies dapat menciptakan potensi perusahaan untuk meraih sukses.

Contoh : core competencies Honda yaitu berupa kemampuan untuk menghasilkan mesin
berukuran kecil ( small engine technology ). Kemampuan ini dimanfaatkan oleh Honda
untuk menekuni beberapa bidang usaha seperti automobiles, lawn mowers, snow blowers,
snow mobiles, dan outdoor power tools.


136 Ekuitas Vol.2 No.3 September 1998 : 130-147
Implications of Control System Design

Corporate strategy disatu sisi berupa single industry strategy dan disisi lain berupa
unrelated diversification sedang related diversification berada diantara keduanya.
Pemilihan bentuk corporate strategy tergantung pada tingkat dan bentuk diversifikasi
yang dipilih. Exhibit 4 mengikhtisarkan karakteristik masingý dari generic corporate
strategies.

Masalah yang penting bagi perancang sistem pengendalian adalah: bagaimana seharusnya
struktur dan bentuk pengendalian untuk seti ap pilihan corporate styrategy pada a single
industry firm ( NuCor ) a related diversified firm ( P&G ), dan an unrelated diver sified
firm ( Textron ) ?. Pada kesempatan lain akan dibahas materi tentang control for
differentiated strategies yang menguraikan bagaimana elemen – elemen sistem
pengendalian harus dirancang agar sesuai dengan strategi perusahaan.

Exhibit 4.
Corporate – level strategies : summary of three generic strategies

Type of
corporate Single industry firm Related diversified firm Unrelated diversified
strategy firm

Pictorial
representation
of strategy

Identifying Competes in only Sharing of core compe- Totally autonomous bu-


features One industry tencies across businesses sinesses in very different
markets

Examples Mc. Donald’s - Procter & Gamble ITT


Corporation Emerson Electric Textron
Perdue Farms Corning Glass LTV
Lowa Beef Johnson & Johnson Litton
Wrigley Philip Morris Rockwell
Crown , Cork & Seal Dow-Corning General Electric
Maytag Du Pont
Texas Air General Foods
Ford Motor Gillette


Memahami Strategi Perusahaan (Maswar Patuh Priyadi) 137
8. BUSINESS UNIT STRATEGY

Antar perusahaan yang mendiversifikasikan usahanya tidak akan menimbulkan


persaingan karena persaingan hanya akan terjadi pada BU dari suatu perusahaan dengan
BU - BU dari perusahaan - perusahaan lainnya. Seperti Pampers unit dari P&G akan
bersaing dengan Huggies unit dari Kimberly Clark's. Kantor pusat yang mendiversifikasi
bidang usaha tidak menghasilkan profit sendiri; revenue dan cost terjadi di BU. Strategi
BU berhubungan dengan bagaimana menciptakan dan memelihara keunggulan bersaing
dari setiap bidang industri yang dipilih. Strategi pada level BU tergantung pada dua aspek
yang saling berhubungan: (1) misi BU (tujuan BU secara keseluruhan) dan (2)
keunggulan kompetitif ( bagaimana seharusnya BU bersaing didalam suatu industri
dimana BU beroperasi dalam rangka untuk mencapai misi BU ).

Exhibit 5. Business Unit Mission : The BCG Model

Cash source

High Low
High High

” Star ” ” Question mark ”


Hold Build
Market
Growth Cash
Rate use
” Cash cow ” ” Dog ”
Harvest Divest

Low Low
High Low
Relative market share

Business Unit Mission

Pada perusahaan yang terdiversifikasi salah satu tugas penting dari senior manajemen
adalah bagaimana menyebarkan sumber daya yang ada, seperti keputusan penggunaan
uang kas dari suatu BU ke BU lainnya yang membutuhkan pengembangan.

Beberapa model perencanaan telah dikembangkan untuk membantu cor- porate managers
untuk mengalokasikan sumber dayanya secara efektif. Modelý perencanaan ini
menganjurkan bahwa perusahaan yang mempunyai beberapa BU harus mengidentifikasi


138 Ekuitas Vol.2 No.3 September 1998 : 130-147
misi setiap BU se- hingga strategi setiap BU akan berbeda. Setiap BU akan menetapkan
portofolio usaha yang dibedakan menurut karakteristik risiko atau menurut portofolio
investasi setiap BU. Oleh karena itu kantor pusat dengan manajer BU bersama-sama
menentukan misi setiap BU.

Dari beberapa model perencanaan, ada dua model yang sering digunakan Boston
Consulting Group ( BCG ) yang bermatrik dua kali dua (exhibit 5) dan General Electric
Company ( GE ) / Mc Kinsey & Company yang bermatrik tiga kali tiga (exhibit 6).
Walaupun kedua model ini berbeda dalam hal metodologi pengembangan misi pada
berbagai BU, namun keduanya mempunyai kesamaan dalam hal misi yang harus dipilih,
yaitu : build , hold , harvest dan divest.

Build. Misi ini berimplikasi pada sasaran peningkatan pangsa pasar, bahkan pendapatan
dan biaya jangka pendek dan aliran kas. Contoh : Corning glass's optical wave guides ,
Black and Decker's handheld electric tool.

Hold. Misi ini dirancang untuk melindungi pangsa pasar dan posisi bersaing BU. Contoh
: IBM Mainframe Computers.

Harvest. Misi yang mempunyai sasaran pada maksimisasi pendapatan dan aliran kas
jangka pendek, bahkan biaya pangsa pasar. Contoh : American Brand tobacco products,
dan General Electric.

Divest. Misi ini menunjukkan keputusan untuk melakukan divestasi baik melalui proses
likuidasi bertahap maupun penjualan secara langsung atas suatu BU. Walaupun model
perencanaan ini dapat membantu dalam merumuskan misi, namun model ini tidak
dianggap sesuatu yang bersifat mekanis. Jadi jika posisi suatu BU berada pada grid
tertentu maka hal tersebut bukan satuýnya dasar untuk memutuskan misi BU tersebut
sesuai posisi gridnya, sehingga perlu dilengkapi dengan informasi lain yang dianggap
relevan, misalnya, inisiatif dan kreativitas manajemen.

Pada model BCG, setiap BU diletakkan pada salah satu dari empat kategori - question
mark, star, cash cow, and dog - yang berada pada setiap sel dari matriks dua kali dua,
dimana pada sumbu tegak mengukur industry growth / market growth rate dan pada
sumbu datar mengukur relative market share. Industry growth rate menunjukkan
menarik tidaknya industri yang ditekuni suatu BU sedang relative market share
menunjukkan posisi bersaing relatif suatu BU dalam industri itu.

Model BCG ini menentukan pangsa pasar sebagai variabel strategi yang utama, karena
pentingnya, maka pangsa pasar ditempatkan pada " kurva pengalaman " ( experience
curve ). Menurut BCG penurunan cost perunit dilakukan dengan menaikkan jumlah unit
yang diproduksi melalui cumulative experience. Sejak perusahaan menjadi pemimpin


Memahami Strategi Perusahaan (Maswar Patuh Priyadi) 139
pasar maka perusahaan akan dapat menekan cost sehingga dapat diperoleh profit yang
tinggi. Hubungan antara pangsa pasar dengan profitabilitas juga secara empirik didukung
oleh data base Profit Impact of Market Strategy ( PIMS ).

Namun kurva pengalaman sebagai alat yang baik ( powerful ), ternyata mempunyai
keterbatasan – keterbatasan :

1. Konsep yang diterapkan untuk produk yang tidak terdiferensiasi dimana basis
persaingan didasarkan pada harga. Biasanya perusahaan ini mempunyai pangsa pasar
yang rendah ( seperti Mercedes-Benz ) tetapi mempunyai tingkat laba yang tinggi
dengan menciptakan keunikan pada produknya daripada menerapkan strategi low cost.

2. Pada situasi tertentu, perbaikan proses teknologi mungkin berpengaruh besar terhadap
penurunan cost perunit daripada jumlah kumulatipnya.

3. Keinginan untuk mengurangi biaya melalui akumulasi produksi dari produk yang
standar mengakibatkan kerugian karena adanya fleksibilitas kedudukan pasar.

4. Komitmen terhadap konsep kurva pengalaman mungkin merugikan jika pada industri
teresbut muncul teknologi baru.

5. Pengalaman bukan merupakan satu – satunya pemicu biaya ( cost driver ) karena
pemicu lainnya skala, cakupan, teknologi dan kompleksitas. Suatu perusahaan
memerlukan pertimbangan yang matang untuk memilih pemicu biaya yang relevan
untuk mencapai posisi low cost.

BCG menggunakan logika berikut ini untuk membuat ketentuan strategik pada setiap sel
dari empat sel yang ada pada exhibit 5.

Suatu BU berada pada kuadran question mark yang berarti harus menjalankan misi :
"build" market share. Logika dari rekomendasi ini berhubungan dengan manfaat dari
kurva pengalaman. Alasan BCG didasarkan pada adanya pembangunan / pengembangan
market share yang lebih dini pada fase pertumbuhan suatu industri, BU akan lebih
menyukai posisi low cost. BU ini umumnya akan menggunakan uang kas, sejak
pengeluaran uang kas digunakan untuk pengembangan produk dan pasar serta
penambahan kapasitas. Pengeluaraný ini ditujukan agar BU menjadi market leadership
dalam jangka pendek dimana akan menekan laba jangka pendek. Namun, peningkatan
pangsa pasar dapat menghasilkan profitabilitas dalam jangka panjang. Beberapa BU yang
berada pada kuadran question mark dimungkinkan untuk dilakukan divestasi jika uang
kas yang dibutuhkan besar untuk membangun competitive position.


140 Ekuitas Vol.2 No.3 September 1998 : 130-147
Suatu BU berada pada kuadran star yang berarti harus menjalankan misi : "hold" market
share. BU pada kuadran ini berada pada pangsa pasar yang tinggi, dan tujuan dari
investasi dana yang dilakukan untuk memelihara posisi tersebut. BU mempunyai uang
kas yang jumlahnya besar (karena sebagai market leadership) namun kebutuhan akan
pengeluaran kasnya juga besar untuk memelihara kekuatan bersaing pada pasar industri
yang sedang berkembang. Jadi saldo kas yang ada hanya cukup untuk membiayai
kebutuhan BU sendiri dan tidak memerlukan uang kas dari BU / bagian lain dari
organisasi.

Exhibit 6. Business Unit Mission : The General Electric Planning Model

A.
Industry attractiveness The Portofolio Matrix

High Winners Winners Question mark

Average
Average Winners Businesses Losers

Low Profit Producers Losers Losers

Strong Average Weak

Business Strenght

B.
Industry attractiveness Recommended Business Strategies

Invest/Grow Invest/Grow Dominate/ Delay/


High strongly (build) Selectively (build) Divest

Invest/Grow Earn/ Harvest/


Average Selectively (build) Protect (hold) Divest

Low Earn/Protect Harvest/ Harvest/


(hold) Divest Divest

Strong Average Weak


Business Strenght

Sumber : R.A. Kerin, V. Mahajan, and P.R. Varadarajan, Strategic Market Planning, (Boston: Allyn &
Bacon, 1990)


Memahami Strategi Perusahaan (Maswar Patuh Priyadi) 141
Suatu BU berada pada kuadran cash cow yang berarti harus menjalankan misi "harvest"
untuk memperoleh laba dan cash flow jangka pendek. BU pada kuadran ini menjadi
sumber uang kas bagi perusahaan. Pada saat BU berada pada posisi relative market share
yang tinggi, mungkin mempunyai unit cost yang sangat rendah sehingga BU
mendapatkan laba yang sangat tinggi. Disisi lain, pada saat BU beroperasi pada
pertumbuhan industri yang rendah (declining industry), BU tidak menginvestasikan
kembali dana yang dihasilkan.

Suatu BU yang berada pada kuadran dog mempunyai posisi bersaing yang lemah pada
industri yang tidak menarik. BU yang berada pada kuadran ini harus dilakukan divestasi
kecuali jika ada kemungkinan untuk melakukan strategi turn-around.

Kantor pusat harus mengidentifikasi BU yang berada pada kuadran cash cow yang
mempunyai kelebihan dana dan mengalokasikan sumber dana yang diperoleh untuk
meningkatkan pangsa pasar BU yang berada pada kuadran question mark.

GE Company/Mc Kinsey & Company grid (exhibit 6) sama dengan BCG grid didalam
membantu perusahaan untuk menentukan misi antar BU yang ada. Namun terdapat
perbedaan metodologi pengembangan misi yang dipergunakan:

1. BCG menggunakan industry growth rate sebagai proksi atas industry attractiveness.
Sedang pada GE, industry attractiveness didasarkan pada bobot dari faktorý seperti
market size, market growth, entry barriers, technological obsolescence, dan
sejenisnya.
2. BCG menggunakan relative market share sebagai proksi dari posisi bersaing BU saat
ini. Dilain pihak, GE menggunakan banyak faktor seperti market share, distribution
strengths dan engineering strengths untuk memprakirakan posisi bersaing BU.

Perancang sistem pengendalian membutuhkan informasi tentang apa misi dari suatu BU
dan bukan mengapa perusahaan memilih misi tersebut. Dalam merancang sistem
pengendalian perusahaan diharapkan dapat mengimplementasikan misi build, hold dan
harvest dan bukan misi divest. Misi – misi ini berada pada suatu kontinum ( rangkaian
kesatuan ), dimana " pure build " berada disatu sisi dan " pure harvest " berada disisi
lainnya. Posisi suatu BU pada kontinum ini tergantung pada trade-off yang dapat
dilakukan BU untuk mengembangkan pangsa pasar dengan maksimisasi laba jangka
pendek.

Business Unit Competitive Strategy

Setiap BU harus mengembangkan competitive advantage agar supaya dapat menjalankan


misinya. Ada tiga pertanyaan yang saling berhubungan yang perlu dipertimbangkan


142 Ekuitas Vol.2 No.3 September 1998 : 130-147
dalam rangka pengembangan competitive advantage suatu BU. Pertama, bagaimana
struktur persaingan dari industri dimana BU beroperasi ? Kedua, bagaimana BU
memanfaatkan struktur persaingan dari industrinya ? Ketiga, apakah dari struktur
persaingan yang ada dapat digunakan sebagai dasar pengembangan competitive
advantage BU ? Michael Porter membahas hal ini melalui dua pendekatan analitis -
industry analysis dan value chain analysis - sebagai alat untuk mengembangkan superior
dan sustainable competitive advantage.

Industry Analysis. Berdasarkan hasil riset, ternyata kondisi suatu industri berpengaruh
pada kinerja suatu perusahaan. Rata – rata profitabilitas pada suatu industri berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan. Menurut Michael Porter struktur suatu industri
harus dianalisis kedalam faktor – faktor yang secara bersama-sama terdapat pada lima
kekuatan bersaing (exhibit 7):

Exhibit 7
Industry structure analysis: Porter’s five forces model.

New
Entrants

Industry
Suppliers Competitors Customer

Substitutes

Sumber : Michael E. Porter, Competitive Advantage (New York; Free Press, 1985).

1. Intensitas persaingan diantara perusahaan yang ada pada suatu industri. Faktor –
faktor yang secara langsung mempengaruhi persaingan yaitu industry growth, product


Memahami Strategi Perusahaan (Maswar Patuh Priyadi) 143
differentiability, number and diversity of competitors, level of fixed costs, intermittent
overcapacity dan exit barriers.

2. Kekuatan tawar menawar pelanggan. Faktor – faktor yang mempengaruhi kekuatan


pembeli adalah number of buyers, buyer's swiching costs, buyer's ability to integrate
backward, impact of the business unit's product on buyer's total cost, impact of the
business unit's product on buyer's quality/performance, dan significance of the
business unit's volume to buyers.

3. Kekuatan tawar menawar pemasok. Faktor – faktor yang mempengaruhi kekuatan


pemasok yaitu number of suppliers, supplier's ability to integrate forward, presence of
substitute inputs, dan importance of the business unit's volume to suppliers.

4. Ancaman dari produk substitusi. Faktor – faktor yang mempengaruhi ancaman dari
produk substitusi yaitu relative price/performance of substitutes, buyer's switching
costs dan buyer's propensity to substitute.

5. Ancaman dari pendatang baru. Faktor – faktor yang mempengaruhi hambatan untuk
memasuki suatu industri adalah capital requirements, access to distribution channels,
economies of scale, product differentiation, technological complexity of product or
process, expected retaliation from existing firms, dan government policy.

Berdasarkan pengamatan ada tiga hal yang berkaitan dengan analisis industri diatas :

1. Makin kuat kekuatan lima faktor tersebut, maka tingkat keuntungan yang diperoleh
suatu perusahaan pada industri tersebut akan makin berkurang. Pada industri dimana
rataý profitabilitasnya tinggi ( misal industri minuman ringan dan farmasi ) lima faktor
tersebut ternyata lemah ( seperti pada industri minuman ringan, hambatan untuk
masuk tinggi ). Sedang pada industri dimana rata – rata profitabilitasnya rendah (
misal industri baja dan batubara ) lima faktor tersebut kuat ( seperti pada industri baja,
ancaman dari produk pengganti tinggi ).

2. Ketergantungan atas kekuatan lima faktor tersebut, menyebabkan strategi yang


dijalankan oleh setiap BU akan berbeda pada setiap industri.

3. Pemahaman atas sifat dari setiap faktor kekuatan tersebut dapat membantu perusahaan
dalam merumuskan strategi yang efektif. Pemilihan pemasok melalui analisis
kekuatan relatif dari beberapa kelompok pemasok ; BU seharusnya berhubungan
dengan kelompok pemasok yang mempunyai competitive advantage terbaik. Hal yang
sama juga berlaku untuk menganalisis kekuatan relatif tawar menawar dari beberapa
kelompok pembeli sehingga akan membantu menetapkan segmen pembeli yang
ditargetkan.


144 Ekuitas Vol.2 No.3 September 1998 : 130-147
Generic Competitive Advantage. Analisis lima kekuatan bersaing sebagai titik awal
dalam pengembangan competitive advantage yang dapat membantu untuk
mengidentifikasi peluang – peluang dan ancaman – ancaman yang berasal dari
lingkungan eksternal. Melalui pemahaman ini, Porter menyatakan bahwa BU dapat
memilih dua cara untuk merespon peluangý yang ada dilingkungan eksternal termasuk
dalam rangka mengembangkan competitive advantage yang sustainable : yaitu low cost
dan differentiation.

Low Cost. Cost leadership dapat dicapai melalui beberapa pendekatan seperti economies
of scale in production, experience curve effects, tight cost control, dan cost minimization
dalam bidang R & D,service, sales force, atau advertising. Beberapa perusahaan yang
menerapkan strategi ini yaitu : Wal-Mart in discount retailing, Hyundai in automobiles,
Dell in computers, Black and Decker in machine tools, NuCor in steel, Lincoln Electric in
arc welding equipment dan Bic in pens.

Differentiation.
Fokus utama dari strategi ini adalah membedakan penawaran produk dari BU yang ada,
menciptakan sesuatu yang dianggap unik oleh pelanggan. Pendekatan product
differentiation meliputi brand loyalty (Coca-Cola and Pepsi Cola in soft drink), superior
customer service ( Nordstrom in retailing ), dealer network ( Caterpillar Tractors in
construction equipment ), product design and product features ( Hewlett-Packard in
electronics ), dan technology ( Motorola in communications ). Contoh lain yang
menggunakan differentiation strategy adalah : Mercedes in automobiles, Mont Blanc in
pens, dan Rolex in wristwaches.

Value Chain Analysis.Seperti diuraikan sebelumnya dan berdasarkan gambar pada


exhibit 8, BU dapat mengembangkan competitive advantage berdasarkan low cost,
differentiation, atau keduanya. Umumnya competitive position yang atraktif adalah
bagaimana mencapai cost-cum-differentiation. Secara intuitif dan teoritis, competitive
advantage pada akhirnya diperoleh dari penyediaan nilai yang lebih baik bagi pelanggan
untuk menyamakan cost atau nilai bagi pelanggan dalam rangka menciptakan lower cost (
providing better customer value for an equivalent cost or equivalent customer value for a
lower cost ). Competitive advantage tidak akan memberikan makna pada level BU secara
keseluruhan. Value chain tidak seluruhnya nampak pada kegiatan strategik yang berbeda.
Value chain seluruhnya berada pada serangkaian kegiatan yang menyangkut pembuatan
produk, sejak dari kegiatan memperoleh bahan baku sampai dengan pengiriman produk
kepada pelanggan.

Exhibit 9 merupakan gambar value chain. Perusahaan dapat memilih aktivitas – aktivitas
tersebut untuk melaksanakan value chain sejak dari kegiatan memperoleh bahan baku
sampai dengan diperolehnya customer value dari transaksi penjualan. Analisis value


Memahami Strategi Perusahaan (Maswar Patuh Priyadi) 145
chain mencoba menentukan operasi perusahaan - sejak merancang sampai dengan
mendistribusikan produk - sehingga meningkatkan customer value atau menurunkan
biaya.

Exhibit 8. Basis for competitive advantage

Superior Cost-Cum- Differentiation


Differentiation Advantage
Relative Advantage
Differentiation Position Low Stuck
Cost in
Inferior Advantage the Middle
Inferior Superior
Relative Cost Position

Exhibit 9. Typical value chain for a business

Product Manu- Marketing Service/


Development facturing and Sales Logistics
Support activities : Finance, Human Resources, Infprmation Technology

Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk mening katkan nilai tambah:

a. Dapatkah perusahaan menurunkan biaya pada suatu kegiatan tertentu dan berupaya
agar pendapatan tetap konstan ?

b. Dapatkah perusahaan meningkatkan nilai (pendapatan) dari suatu kegiatan tertentu


dengan berupaya agar biaya tetap konstan ?

c. Dapatkah perusahaan menurunkan aktiva yang digunakan pada suatu kegiatan, dengan
berupaya agar pendapatan dan biaya tetap konstan ?

d. Yang terpenting, apakah perusahaan dapat melakukan a, b dan c secara simultan ?

Jika pada setiap kegiatan dilakukan analisis terhadap pendapatan, biaya dan aktiva secara
sistematis maka BU dapat memperoleh cost-cum-differentiation advantage.
Rerangka value chain merupakan metode untuk memilah setiap rantai kegiatan - mulai
dari pengolahan bahan baku sampai dengan konsumen akhir - kedalam kegiatan yang
spesifik agar manajemen memahami perilaku biaya dan diferensiasi sumber daya yang
ada.


146 Ekuitas Vol.2 No.3 September 1998 : 130-147
Value chain bagi suatu BU berhubungan dengan sejumlah kegiatan penciptaan nilai untuk
menghasilkan suatu produk. Analisis value chain digunakan sebagai alat untuk
mengembangkan competitive advantage berdasarkan low cost, differentiation, atau lebih
disukai cost-cum-differentiation.

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Robert N. and Vijay G. Management Control System. Irwin Mc Graw Hill,
Ninth Edition, 1998.

Andrews, Kenneth R. The Concept of Corporate Strategy. Home wood. III : Richard D.
Irwin, 1980.

Porter, Michael E. Competitive Strategy. New York : The Free Press, 1990.

. Competitive Advantage. New York: The Free Press, 1985.

Prahalad, C. K., and Gary Hamel. Competing For The Future, New York : The Free
Press, 1995.




Memahami Strategi Perusahaan (Maswar Patuh Priyadi) 147

Anda mungkin juga menyukai