MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Islam dan Masyarakat Indonesia
Disuusn oleh:
PURWOKERTO
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Interaksi sosial
1. Pengertian Interaksi Sosial
Didalam kehiudpan sehari-hari, interaksi antara manusia yang satu dengan yang
lainnya pasti sangat dibutuhkan agar terciptanya masyarakat yang tentram dan damai.
Hal ini seperti yang sudah kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial dimana
manusia tersebut saling tergantung dan saling membutuhkan satu sama lainnya.
Secara etimologis, interaksi terdiri dari dua kata, yakni action (aksi) dan inter
(antara).Jadi, Interaksi adalah suatu rangkaian tingkah laku yang terjadi antara dua
orang atau lebih dari dua atau beberapa orang yang saling mengadakan respons secar
timbal balik1.
Sedangkan menurut istilah, banyak tokoh yang mendefinisikannya seperti Astrid
S. Susanto, mendefinisakan intraksi sosial sebagai hubungan antarmanusia yang
menghasilkan hubungan tetap yang memingkinkan pembentukan struktur sosial.hasil
interaksi sangat ditentukan oleh nilai dan arti serta interprestasi yang diberikan oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi ini. Menurut Soerjono Soekanto, interaksi
sosial adalah dasar proses sosial yang terjadi karena adanya hubungan sosial yang
dinamis mencakup hubungan antar individu,antarkelompok,atau antar individu dan
kelompok. Menurut Murdiyanto dan Handayani, mendefinisikan bahwa interaksi
sosial adalah hubungan antarmanusia yang menghasilkan proses saling
mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan
pembentukan struktur sosial.2
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis.
Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antar individu yang satu
dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya,
1
Miftahul Eka, Skripsi:” Interaksi Sosial Antarsiswa Muslim dengan Non- Muslim di SMA Kartika IV-3
Surabaya” (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya,2016),hal 15
2
Bambang Samsul Arifin, “Psikologi Sosial”(Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), hal 50.
2
maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di
mana simbol diartikan
sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadannya oleh mereka yang
menggunakannya. 3
Berdasarkan beberapa definisi diatas bisa disimpulkan bahawa interaksi sosial
adalah suatu kebutuhan manusia dalam bermasyarakat agar tercipta masyarakat yang
tentram dan damai yang berpengaruh anta mansyarakat dengan lingkungan
sekitarnya.
2. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Gillin dan Gillin mengajukan dua syarat yang harus dipenuhi agar suatu interaksi
sosial itu terjadi, yaitu adanya kontak sosial (sosial contact) dan adanya komunikasi
(communication)
a. Kontak sosial, Kontak sosial merupakan tindakan pertama dalam interaksi sosial,
meskipun kontak sosial belum mampu membentuk komunikasi yang
berkelanjutan.
Menurut Soekanto kontak sosial dapat berlangsung dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu,
Kontak sosial antara orang perorang, Kontak sosial antara orang dengan
kelompok, Kontak sosial antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. 4
Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontak sosial positif dan
kontak sosial negative. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah
pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah kepada suatu
pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial.
Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak
primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan
berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara.
b. Komunikasi, Menurut Syam, bahwa dalam komunikasi ada tiga unsur penting
yang selalu ada, yaitu sumber informasi (source), saluran (channel), dan penerima
3 3
Miftahul Eka, Skripsi:” Interaksi Sosial Antarsiswa Muslim dengan Non- Muslim di SMA Kartika IV-3
Surabaya” (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya,2016),hal 15
4
Nur Rachma Permatasary dan R. Indriyanto, “Interaksi Sosial Penari Bujangganong pada Sale Creative Community
di Desa Kabupaten Rembang”(https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/9635/6140, diakses pada 12
Oktober 2020, pukul 09.00)
3
informasi (receiver).Sumber informasi adalah seseorang atau intitusi yang
memiliki bahan informasi (pemberitaan) untuk disebarkan kepada masyarakat
luas. Saluran (channel) yang digunakan, dapat berupa saluran intrapersonal atau
pun media massa. Sementara penerima informasi (receiver) adalah perorangan
atau kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran informasi atau yang
menerima informasi.5
Dalam interaksi sosial harus melibatkan lebih dari satu orang., adanya komunikasi
antara pelaku dengan cara kontak sosial, maksud dan tujuan yang ditentukan jelas,
seta terdapat dimensi waktu (masa lalu, masa kini dan masa akan datang).
Menurut Gillin and Gillin ada dua macam proses sosial yang timbul
sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu
5
ibid
4
atau kekerasan. Kemudian pertentangan, bentuk interaksi sosial yang
berupa perjuangan yang langsung dan sadar antara orang dengan orang
atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai tujuan yang sama. Dan
kontravensi, ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang,
perasaan tidak suka yang disembunyikan, dan kebencian terhadap
kepribadian orang, tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi
pertentangan atau pertikaian6
d. Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi sosial
Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu , adanya situasi
sosial,, dimana tingkah laku individu harus dapat menyesuaikan diri terhadap
situasi yang
dihadapi. Kemudian karena adanya kekuasaan norma kelompok. Individu yang
menaati norma-norma yang ada, dalam setiap berinteraksi individu tersebut tak
akan pernah berbuat suatu kekacauan, berbeda dengan individu yang tidak
menaati norma-norma yang berlaku. Individu itu pasti akan
menimbulkan kekacauan dalam kehidupan sosialnya dan kekuasaan norma itu
berlaku untuk semua individu dalam kehidupan sosialnya. . Tujuan pribadi
masing-masing individu, adanya tujuan pribadi yang dimiliki masing
masing individu akan berpengaruh terhadap perilakunya dalam melakukan
interaksi. Serta penafsiran situasi, setiap situasi mengandung arti bagi setiap
individu sehingga mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan situasi
tersebut.
Sedangkan menurut pendapat Menurut Setiadi dkk (faktor-faktor yang
mempengaruhi interaksi sosial, yaitu faktor imitasi( meniru atau megikuti perilaku
orang lain), faktor sugesti (pandangan yang diberikan orang lain dan diikuti oleh
pihak lain), faktor identifikasi( dorongan menjadi identik dengan orang lain secara
lahiriah dan batiniyah). dan faktor simpati.
B. Hukum Antaragama
Dari segi sejarah hukum, sebelum lahir Undang-Undang Perkawinan ada berbagai
bentuk Perkawinan antar agama ialah: Internasional, antar tempat, antar agama dan antar
6
ibid
5
golongan. Dalam Hukum Antar Tata Hukum berlaku kaidah dasar hukum suami berlaku
bagi hubungan antar tata hukum. Dengan menunjuk kepada Aturan Peralihan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 67 dan Pasal 66 UUP, karena ketentuan tentang
pelaksanaan Perkawinan antar agama belum ada maka Pasal 6 GHR masih berlaku.
Perkawinan antar agama memerlukan perhatian khusus karena menyangkut masalah:
Tertib hukum dan kepastian hukum; Pemahaman terhadap undang-undang nasional;
Pengamalan hukum sesuai dengan cita hukum dalam wawasan Nusantara; dan
Kerukunan hidup antara umat beragama di bidang hukum.
UUP dibentuk berdasar Pancasila, memberikan kedudukan kuat pada hukum
agama (Pasal 2 ayat (1)). Karena diakui kemerdekaan untuk beragama dan menjamin
negara terhadap pemelukan agama-agama oleh penduduk Indonesia (Pasal 29 Undang-
Undang Dasar 1945 jo Undang-Undang No.1/PNPS/1965), maka timbul masalah apakah
UUP merupakan satu undang-undang nasional yang tidak mengandung unifikasi hukum,
namun pluralitas hukum perkawinan. Karena rumusan Pasal 2 ayat (1) UUP, maka dalam
masyarakat timbul istilah “perkawinan antar agama.” Karena rumusan Pasal 57 UUP
kurang tegas , maka bagaimanakah pengertian Perkawinan antar agama menurut UUP
dan berbagai aspek hukumnya.
1. Hubungan Hukum yang Timbul dari Hukum Perkawinan
Indonesia adalah bangsa yang majemuk baik dari budayanya, agama, adat-istiadat
dan lain sebagainya. Kemajukan dalam bidang hukum keluarga khusunya bidang
perkawinan, akibat perkawinan terhadap seorang suami isteri adalah timbulnya hukum
antara suami isteri, yang muncul karena hukum kekeluargaan. Hubungan hukum
menimbulkan hak dan kewajiban, hak dan kewajiban yang muncul disini adalah hak dan
kewajiban yang bersifat persoonlijk/pribadi yang dapat diniliai dengan uang atau lebih
tepat tidak mempunyai nilai ekonomis. Disamping itu perkawinan mempunyai akibat-
akibat hukum lain, yang walaupun sama-sama timbul dari hubungan kekeluargaan
(familie betrekkingen), tetapi juga mempunyai ciri khusus lain, yaitu bahwa hak dan
kewajiban yang timbul di sini mempunyai nilai uang/ekonomis.
6
adalah,dalam hukum keluarga kepentingan umum lebih banyak berbicara daripada
hukum kekayaan.7
2. Perkawinan Menurut Agama Islam
Adalah pelaksanaan, peningkatan dalam penyempurnaan ibadah kepada Allah dalam
hubungan anatar dua jenis manusia, pria dan wanita yang ditakdirkan oleh Allah satu
sama lain saling memerlukan dalam kelangsungan hidup kemanusiaan untuk
memenuhi nalurinya dalam hubungan seksuil, untuk melanjutkan keturunan yang sah
serta mendapat kebahagiaan dan kesejahteraan lahir bathin bagi keselamatan
keluarga, masyarakat dan negara serta keadilan dan kedamaian baik dalam kehidupan
dunia maupun akhirat.
Dalam ketentuan Agama Islam mengatur tentang rukun perkawinan, yaitu
merupakan ketentuan-ketentaun yang harus dipenuhi dalam melangsungkan
perkawinan.Rukun perkawinan Islam yaitu, Harus ada calon suami dan istri, atau
wakilnya;Harus ada wali dan calon istri, atau wakilnya; Harus ada dua orang saksi
laki-laki Islam yang telah memenuhi syarat-sarat; Adanya ijab qabul.
Adapun syarat perkawinan dalam islam yaitu, adanya persetujuan dari kedua
calon suami isteri dan wali calon isteri, Beragama islam, Cukup dewasa, Sehat
pikirannya, Tidak ada hubungan sedarah, Tidak ada hubungan semenda, Tidak ada
hubungan sepersusuan, Calon isteri tidak terikat dalam suatu tali perkawinan, dan
tidak ada perbedaan agama natar kedua belah pihak.
3. Perkawinan Menurut Agama Katolik
Sumber ibadah dan tata cara kehidupannya tetap bersumber pada Al-Kitab. Berdasar
al-kitab perkawinan menurut menurut ajaran Katolik, bahwa perkawinan adalah suatu
Sakramen. Agama Katolik mendasarkan ajaran itu berdasarkan Alkitab (Efesus 5. 25-
33). Unsur yang harus di penuhi untuk dapat melangsungkan perkawinan Katolik
secara sah yaitu, Adanya persetujuan, Tidak adanya halangan yang mengakibatkan
perkawinan tidak sah, Perkawinan harus dilakukan menurut aturan gereja.
Salah satu halangan yang dapat mengakibatkan perkawinan tidak sah yaitu adanya
perbedaan agama. Namun, Uskup dalam hal-hal tertentu dapat memberikan
7
Unknow,”Interaksi Sosial, Hukum Antaragama, dan Pembaruan Fiqh”
(http://petihati1.blogspot.com/2016/11/interaksi-sosial-hukum-antar-agama-dan.html, diakses pada 12 Oktober
2020, pukul 09.30)
7
dispensasi terhadap perkawinan antar agama. Dispensasi hanya diberikan apabila ada
harapan akan terbinanya suatu keluarga yang baik dan utuh, pemeliharaan pastorial
sesudah perkawinan dapat diteruskan.
4. Perkawinan Menurut Agama Protestan
Adalah suatu persekutuan hidup yang meliputi keseluruhan hidup, yang
menghendaki laki-laki dan perempuan yang telah kawin supaya dua jenis kelamin
yang berbeda menjadi satu. Satu di dalam kasih pada Tuhan, satu di dalam kasih
mengasihi, satu dalam kepatuhan, satu dalam menghayati kemanusiaan mereka, dan
satu dalam memikul beban pernikahan. perkawinan baru dapat dilangsungkan di
gereja apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Adanya persetujuan dari
kedua calon mempelai; Kedua calon mempelai tidak terikat perkawinan dengan orang
lain; Sekurang-kurangnya salah seorang beragama Protestan; Sekurang-kurangnya
salah seorang merupakan anggota jemaat gereja yang bersangkutan.
8
Perkawinan berdasarkan bunyi UUP harus dilaksanakan menurut hukum
agama dan kepercayaan dari mempelai yang akan melangsungkan pernikahan
tersebut, dan selanjutnya guntuk yang beragama Islam maka pencatatannya
dilakukan di Kantor Urusan Agama, sedangkan untuk yang non-muslim
pencatatannya dilakukan dihadapan Kantor Catatan Sipil.
Dalam perundang-undangan pengertian perkawinan antara agama tidak
ditemukan, baik dalam perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan
sebelum UUP seperti halnya dalam GHR (Regeling op de Gemengde Huwelijken)
Stb. 1898. No.158 dan HOCI (Huwelijks ordonantie Christen Indonesiers)
Stb.1933 No.74, maupun dalam UUP.
Dalam UUP sendiri pengertian perkawinan antar agama tidak
diketemukan yang ada hanyalah perkawinan campuran yang terdapat dalam Pasal
57 UUP yang menyatakan bahwa perkawinan campuran itu suatu perkawinan
antara dua orang yang ada di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan,
karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satunya berkewarganegaraan
Indonesia. Melihat pengertian di atas jelas bahwa pengertian perkawinan
campuran di dalam undang-undang perkawinan hanya memandang dalam
pengertian yang lebih khusus.8
C. Pembaruan Fiqh
Pembaruan hukum Islam dilakukan dengan ijtihad. Dan ijtihad inilah yang
menjadi intisari pembaruan dalam Islam. Dengan adanya ijtihad, dapat diadakan
penafsiran dan interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran yang bersifat zanni. Dan juga
dengan adanya ijtihad dapat ditimbulkan pendapat dan pemikiran baru sebagai ganti
pendapat dan pemikiran ulama-ulama terdahulu yang tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman.9
Di samping ajaran yang ada nasnya dalam Al-Qur'an dan hadis, ada pula ajaran
yang timbul sebagai hasil ijtihad ulama. Dalam hal ajaran yang mengandung arti zanni
dan ajaran yang bersumber dari ijtihad terdapat perbedaan pendapat ulama-ulama Islam.
8
ibid
9
Muhammadong,” Dinamika Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia dan Tantangannya”(http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/sls/article/download/1294/1253, diakses pada 12 oktober, pukul 09.00)
9
Perbedaan pendapat inilah yang kemudian menimbulkan aliran atau mazhsb yang
berbeda-beda dalam Islam. Penafsiran dan ijtihad dalam masalah-masalah yang zanni
(zanniyyah) bukan saja bisa berbeda. tetapi juga bisa berubah menurut perbedaan tempa
dan zaman. Ungkapan populer di kalangan fukaha dalam menghadapi masalah ini adalah
"hukum berubah dengan berubahnya zaman dan tempat.. Contoh populer dalam masalah
ini adalah qaul jadid dan qaul kadim Imam asy-Syafi'i. yaitu pendapatnya sebelum
menetap di Mesir dan sesudah-nya.
Secara garis besar, hukum islam meliputi empat bidang yaitu, ibadah,
munakahah,muamalah, dan jinayah. Pembidangan hukum Islam tersebut, sejalan dengan
perkembangan pranata sosial, sebagai norma yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
manusia dalam kehidupan individual dan kolektif. Oleh karena itu, semakin beragam
kebutuhan hidup manusia dan semakin beragam pranata sosial, maka semakin
berkembang pula pemikiran ulama dan pembidangan hukum Islam pun mengalami
pengembangan.
1. Fikih, Fikih sebagai produk pemikiran hukum Islam, baru berkembang pada masa
sahabat sepeninggal Rasulullah Saw. Muncul dan berkembangnya kajian-kajian Fikih
disebabkan oleh muncul persoalan-persoalan akibat semakin meluasnya Wilayah
Islam dan semakin besarnya jumlah umat Islam dengan latar belakang etnis dan
kultur yang berbeda oleh karena masalah-masalah yang muncul itu belum pernah
dialami oleh Rasulullah dan tidak terdapat nash yang jelas dan tegas tentang hal itu,
maka para sahabat bersama dengan generasi berikutnya dituntut untuk berpikir dalam
menyelesaikan masalahmasalah sosial masyarakat yang ada.
2. Fatwa, Fatwa adalah hasil ijtihad seorang mufti sehubungan dengan peristiwa hukum
yang diajukan kepadanya. Produk pemikiran hukum Islam dalam kategori fatwa, di
10
antara cirinya ialah bersifat kasuistik, karena merupakan respon atau jawaban atas
pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa. Berbeda dengan putusan pengadilan,
fatwa tidak mempunyai daya ikat dan daya paksa, dalam arti bahwa yang meminta
fatwa tidak harus mengikuti isi atau hukum yang diberikan kepadanya. Demikian pula
masyarakat luas tidak harus terikat dengan fatwa itu, karena fatwa seorang ulama di
suatu tempat bisa saja berbeda dengan fatwa ulama lain di tempat yang sama. Di
Indonesia, pembaruan hukum Islam dalam kategori fatwa dilakukan oleh organisasi-
organisasi kemasyarakatan seperti NU, MUI, Muhammadiyah dan Persis20. Masing-
masing organisasi mempunyai lembaga khusus yang melakukan pembaruan hukum
Islam dalam bentuk fatwa. Dalam lingkungan NU adalah pembaruan hukum Islam
dalam bentuk fatwa dilakukan Mejelis Syuriah dan majelis Ahlu al-Hall wa alAqdi, di
lingkungan MUI adalah Komisi Fatwa, di lingkungan Muhammadiyah adalah Majelis
Tarjih dan di lingkungan Persis adalah Dewan Hisbah.
3. Putusan hakim /Peradilan Agama (Yurisprudensi), Pembaruan produk pemikiran
hukum Islam melalui yurisprudensi dipandang perlu dan baik. Dikatakan demikian
karena yurisprudensi selain menggambarkan keadilan yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat, juga selaras dengan kesadaran hukum masyarakat muslim
Indonesia, dengan catatan bahwa hakaim peradilan Agama yang membuat
yurisprudensi itu, selaim paham benar tentang hukum Islam, juga memperhatikan
dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum pada umumnya yang terdapat dalam
masyarakat.
pembaruan hukum Islam melalui yurisprudensi dianggap sebagai sesuatu yang baik,
didasarkan atas beberapa alasan bahwa putusan hakim (yurisprudensi) mempunyai
kekuatan mengikat, terutama kalau putusan itu dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi
atau Mahkamah Agung. Di samping itu, yurisprudensi secara psikologis dapat
diterima oleh masyarakat karena ia lahir dari suatu perkara yang secara langsung
terjadi dalam masyarakat. Itu artinya bahwa yurisprudensi lebih menyentuh masalah-
masalah praktis dalam tatanan sosial kemasyarakatan. Keputusan-keputusan peradilan
Agama memang tidak meliputi semua aspek pemikiran hukum Islam sebagaimana
halnya dengan fikih, akan tetapi darisegi kekuatan hukumnya ia lebih mengikat
terutama bagi pihakpihak yang telah berperkara.
11
4. Perundang-Undangan, Peraturan perundang-undangan sebagai salah satu wujud
pembaruan hukum Islam, seperti halnya dengan yurisprudensi atau putusan
pengadilan ia bersifat mengikat. Bahkan daya ikatnya lebih luas dalam masyarakat,
karena tidak hanya pada pihak-pihak tertentu, akan tetapi juga seluruh masyarakat
yang ada di wilayah hukumnya. Unsur-unsur yang terlibat dalam perumusan
perundang-undangan tidak terbatas pada golongan ulama (fuqaha) saja, akan tetapi
juga melibatkan unsur-unsur lain dalam masyarakat seperti cendikiawan, politisi dan
lain-lain. Masa berlakunya suatu Undang-Undang, berlangsung sampai ada peraturan
perundang-undangan baru yang menggantikannya
Di antara produk pemikiran hukum Islam yang telah diakomodasi dalam kategori
peraturan perundang-undangan antara lain; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam yang mengatur tentang kewarisan, perkawinan, perwakafan, hibah,
sadakah dan wasiat, dan lain-lain. Terlepas dari perdebatan mengenai legitimasi
yuridis Kompilasi Hukum Islam (KHI). terdapat beberapa ketentuan hukum yang
dikategorikan sebagai pembaruan hukum keluarga Islam di Indonesia, antara lain:
ta'lik talak yang terdapat pada pasal 45, pengaturan ten tang harta bersama atau gono
gini yang terdapat pada pasal 85-97, ketentuan tentang ahli waris pengganti untuk
cucu yatim yang terdapat pada pasal 185, ketentuan tentang wasiat wajibah untuk
anak dan orang tua angkat yang terdapat pada pasal 209, ketentuan tentang harta
hibah sebagai warisan yang terdapat pada pasal 221.
Perubahan hukum Islam telah terjadi dalam bidang-bidang tertentu yang disebabkan
karena nilai-nilai yang terkandung dalam fiqih sudah tidak mampu lagi memberikan
solusi terhadap berbagai masalah baru yang pada waktu fiqih ditulis oleh para fuqaha
masalah-masalah baru itu belum terjadi atau belum ada
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial itu snagat
penting bagi manusia dan dengan adanya interaksi sosial dalam masyarakat agar tercipta
masyarakat yang tentram dan damai yang berpengaruh antara mansyarakat dengan
lingkungan sekitarnya. . Dan syarat terjadinya interaksi sosial menurut Gillin dan Gillin yaitu
adanya kontak sosial dan komunikasi.
Interaksi sosial mempunyai dua bentuk yaitu interaksi sosial yang mengarah pada
bentuk penyatuan ( proses asositif) dan mengarah ke bentuk pemisahan ( proses disosiatif).
Serta faktir yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial yaitu imitasi, identifikasi,
simpati,empati dan sugesti.
Indonesia adalah Negara yang majemuk sehingga beragam budaya dan agama.
Kemajukan dalam bidang hukum keluarga khusunya bidang perkawinan, akibat perkawinan
terhadap seorang suami isteri adalah timbulnya hukum antara suami isteri, yang muncul
karena hukum kekeluargaan. Perkawinan setiap agama juga memiliki aturan yang berbeda –
beda namun, ada kesamaan yaitu pernikahan beda agama tidak dianjurkan.
Seiring perkembangan zaman, hukum islam juga mengalami pembaruan, hal ini
karena persoalam- persoalan semakin berkembang mengikuti arus zaman. pembaruan hukum
Islam di Indonesia meliputi empat kategori, yaitu pembaruan fikih, fatwa, yurisprudensi, dan
perundang-undangan.
B. Saran
Makalah ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami penulis sangat
mengharapakan saran dan kritik dan juga penulis berharapkan makalah ini bermanfaat bagi
pembaca. Dengan adanya maklah ini kita menjadi tahu pentingnya berinteraksi sosial,
kemudian mengetahui bagaimana perkawinan anatar agama dan juga mengetahui dinamika
pembaruan hukum islam.
13
DAFTAR PUSTAKA
Miftahul Eka, Skripsi:” Interaksi Sosial Antarsiswa Muslim dengan Non- Muslim di SMA
Kartika IV-3 Surabaya” (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya,2016)
Permatasary ,Nur Rachma, dan R. Indriyanto. “Interaksi Sosial Penari Bujangganong pada Sale
Creative Community di Desa Kabupaten Rembang”
(https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst/article/view/9635/6140, diakses pada 12 Oktober
2020, pukul 09.00)
14