TESIS
OLEH :
Nama : ALIMUDIN
NPM : 1840060029
JAKARTA
2020
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : ALIMUDIN
NPM : 1840060029
Telah dibimbing dan disetujui untuk diuji oleh dewan penguji Program Pascasarjana
Universitas Tama Jagakarsa
Jakarta,…November 2020
Pembimbiing
Menyetujui
ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Nama : ALIMUDIN
NPM : 1840060029
Telah diuji oleh Dewan Penguji Program Pascasarjana Universitas Tama Jagakarsa
pada tanggal ……… dengan syarat syah LULUS
Dewan Penguji
Penguji I Penguji II
(………………………………) (……………………………….)
Penguji III
(…………………………..)
Mengesahkan
iii
KATA PENGANTA
Tak hentinya pula Penulis selalu mengirimkan salam dan shalawat kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang telah menjadi panutan bagi umat Islam
Yang pertama dan utama, dari lubuk hati yang paling dalam Penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang amat besar kepada orang tua yang
sangat Penulis sayangi dan cintai Ayah MUSTAFA LABA dan Ibu JEBIA
kasih sayang, teman- teman yang selalu memberikan dukungan baik moril
serta seluruh keluarga besar Penulis yang selalu mendoakan dan mendukung
pikiran serta bimbingan dari berbagai pihak yang sangat membantu Penulis.
iv
Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa terima
perkuliahan
penyusunan Tesis
v
Akhirnya dengan segala hormat dan kerendahan hati, Penulis
persembahkan karya tulis ini untuk orang tua tercinta, semoga karya tulis dan
gelar yang diperoleh Penulis ini bisa membuat Ayah dan Mama bangga.
Semoga Tesis ini dapat memberi manfaat bagi kita semua walaupun
hanya milik Tuhan Yang Maha Esa. Sekian dan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr Wb.
Penyusun
ALIMUDIN
vi
ABSTRAK
Nama : ALIMUDUN
NPM : 1840060029
Kosentrasi : Hukum Pidana
Judul Tesis : PENERAPAN HUKUM DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
Pembimbing : Dr. H. Surahman, SH.,MH.,M.M.
Kata Kunci : Penerapan, Diversi, Anak, Narkotika
terhadap anak pelaku tindak pidana narkotika ditinjau dari putusan pengadilan
terhadap data sekunder dengan memilih instansi yang terkait dengan perkara ini,
pengumpulan data yang digunakan adalah metode kepustakaan yang kemudian data
anak pelaku tindak pidana narkotika ditinjau dari putusan pengadilan Jakarta Selatan
vii
penjatuhan pidana oleh hakim, penulis menilai apakah penjatuhan pidana tersebut
layak atau tidak perlu dikaji lebih mendalam. Sesungguhnya mengenai kasus ini
tidak perlu sampai pada tahap di persidangan bahkan sampai penjatuhan pidana oleh
hakim, karena proses penyelesaian pidana untuk anak sebagaimana yang telah diatur
hakim. 3) Pengaturan Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Untuk
dewasa.
viii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................... i
ABSTRAK.......................................................................................................... vii
ix
Perundang-Undangan Pidana Tentang Anak ................................................ 89
LAMPIRAN ..................................................................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN
kejahatan.
diperhatikan. Hal ini penting tidak hanya karena kejahatan itu pada
dapat menyerang kepentingan atau nilai yang paling berharga bagi kehidupan
1
Barda Nawal Arif, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara,
Universitas Diponegoro, Semarang, 1994, hlm 41.
1
2
peradilan pidana.
pidana. Artinya, pengalihan proses dari proses yustisial menuju proses non
anak, pada dasarnya adalah upaya untuk menghindarkan anak dari penerapan
dan dampak negatif penerapan pidana. Diversi juga mempunyai esensi tetap
menjamin anak tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun mental.
proses dan proses yustisial menuju proses non yustisial terhadap anak yang
yang lain. 2 Relevansi pengalihan proses dan proses yustisial menuju proses
2
Barda Nawawi Arif, op. Cit., hlm, 94.
3
sebagai berikut:
hukum pidana yang dalam banyak teori telah didalilkan sebagai salah
“transfer” kejahatan.
juga sangat relevan dengan falsafah pemidanaan yang dianut pada umumnya
pengalihan proses dari yustisial menuju proses non yustisial juga mempunyai
3
Jimly Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia Studi tentang Bentuk-Bentuk Pidana Dalam
Tradisi Fiqh dan Relevansinya Bagi Usaha Pembaharuan KUHP Nasional, Penerbit Angkasa, Bandung, 1996,
hlm. 167.
4
R. Sujono, Bony Daniel, Komentar&Pembahasan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 8. 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Peredaran Gelap
Narkotika dan Psikotropika, 1988).
5
dan United Nation Convention Against Illicit Traffic in Narotic Drugs and
Tahun 1997.
jo. No.536). Ordonansi ini kemudian diganti dengan UU No. 9 Tahun 1976
mendidik aspek-aspek kontruktif, integratif fisik dan sosial anak. Anak adalah
mereka yang belum dewasa dan menjadi dewasa karena peraturan tertentu
dilakukan dalam rangka peradilan anak ini, apakah itu dilakukan oleh polisi,
demi kesejahteraan anak, demi kepentingan anak. jadi apakah hakim akan
yang paling baik untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan, tentunya tanpa
5
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Presindo, Jakarta, 1989, hlm. 2.
6
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hlm. 140.
7
nasional, mengingat hal itu tidak lain justru akan dapat menimbulkan bentuk
kejahatan lain atau korban lain, sebagaimana dikemukakan oleh Arief Gosita
korban)”.
pidana terhadapnya.
terhadap anak akibat proses peradilan pidana sangat besar. Dampak negatif
anak dari jalur yustisial menuju jalur non-yustisial (diversi) menjadi sangat
urgen. Melalui upaya diversi terhadap perilaku anak yang menyimpang atau
7
Arief Gosita, Op.Cit., hlm. 33.
8
terhadapnya.
semula dan pemidanaan sebagai jalan terakhir sehingga didahulukan cara lain
peradilan pidana. Diversi merupakan jalan keluar yang paling tepat agar anak
tidak dibawa ke pengadilan. Oleh karena itu, diversi ini haruslah menjadi
Peradilan Pidana Anak mewajibkan setiap aparat penegak hukum baik itu
kepolisian, jaksa dan hakim untuk melakukan diversi terhadap perkara tindak
9
pidana yang dilakukan oleh anak. Hal ini ditegaskan pada Pasal 7 ayat 1
Pernyataan pasal ini menunjukan bahwa sedapat mungkin tindak pidana yang
Pidan Anak memberikan peran dan kewajiban baru kepada kepolisian selain
tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Kewenangan itu adalah kewenangan
melakukan diversi dalam tindak pidana yang dilakukan oleh anak dan
perkara di pengadilan.
pemeriksaan di pengadilan. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus narkotika
penjara paling singkat 4 tahun dan paling lam 12 tahun dan denda paling
sistem Peradilan pidana Anak pasal 1 angka 7 UU No. 11 tahun 2012 tentang
kejahatan yang dilakukan oleh anak yang terjadi di kota Depok dalam suatu
ANAK/2017/PN.JKT.SEL)
B. Rumusan Masalah
Anak ?
1. Tujuan Penelitian
ANAK/2017/PN.JKT.SEL)
datang
2. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
penyalahgunaan narkotika.
2) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara positif bagi pihak
oleh anak sebagai pelaku tindak pidana narkotika, yang berhadapan dengan
Jagakarsa
D. Kerangka Konseptual
a) Menurut simons
b) Menurut pompe
c) Menurut E. Utrecht
melalaikan itu).
d) Menurut Moeljanto
masyarakat.
Tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
E. Metode Penelitian
manusia.9
diantaranya :
1. Metode Pendekatan
2. Spesfikasi Penelitian
3. Sumber Data
data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yang diteliti
dalam hal ini adalah norma atau kaidah dasar peraturan perundang-
10
Soejono soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985,
hal, 15
16
Pidana Anak
Anak
Manusia (HAM)
Kehakiman.
anak
pembimbing kemasarakatan
Republik Indonesia
primer,
2) buku-buku
atau
4) Makalah,
5) skripsi
6) Tesis
antara lain
1) Ensiklopedi Indonesia;
18
2) Kamus Hukum;
F. Sistematika penulisan
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PEMBAHASAN
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga negara wajib
20
21
Belanda yaitu Strafbaarfeit atau delict yang berasal dari bahasa Latin
dihukum.” 13
13
P.A.F. Lamintang, Op.Cit, hlm. 181
22
dihukum.
14
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana, Rangkang Education Yogyakarta dan Pukap Indonesia,
Yogyakarta, 2012, hlm. 18
23
delik terdiri dari atas unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur yang
objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri manusia yaitu, suatu
dan kesalahan”.
24
sebagai berikut :
a. Unsur Subjektif
guilty unless the mind is guilty or actus non facit reum nisi
zekerheidsbewustzijn), dan
(dolus evantualis).
bentuk, yaitu:
b. Unsur Objektif
2) Akibat (result)
dan sebagainya.
3) Keadaan-keadaan (circumstances)
perbuatannya. 15
1. Pengertian Narkotika
Tentang Narkotika, narkotika dapat diartikan sebagai zat atau obat yang
Indonesia sekarang ini berasal dari kata Narkoties, yang sama artinya
narkotika dengan dosis yang tepat digunakan sebagai obat bagi pasien.
15
Andi Hamzah dan A.Z. Abidin, Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia. PT Yarsif
Watampone, Jakarta, 2010 hal.88
16
Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta , 2005, hlm. 17
27
termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari candu (morphine, codein, dan
methadone).17
ialah candu, ganja, cocaine, dan zat-zat yang bahan mentahnya diambil
berbahaya apabila digunakan tidak pada dosis yang tepat. Bahaya itu
berupa candu dan ketagihan yang tidak bisa berhenti. Hal ini dikarenakan
17
Ibid, hlm. 18
18
Ridha Ma’roef, Narkotika, Masalah dan Bahayanya, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1987 hlm.15
28
ilmiah diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus untuk para
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan disisi lain dapat pula
pada pengguna itu sendiri. Artinya keinginan sangat kuat yang bersifat
berikut ini :
macam yaitu perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri sendiri.
(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
tindak pidana.
oleh orang dewasa, tetapi ada kalanya kejahatan ini dilakukan pula
pidana.
ekonomis.
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
a. Narkotika Golongan I
b. Narkotika Golongan II
1) Narkotika alami
a) Ganja
tenggorokan
b) Opium
berburu.
2) Narkotika Semi-Sintesis
36
(peredam) batuk.
disuntikkan.
mereka sendiri.
3) Narkotika sintesis
adalah :
ketergantungan opioida.
112);
19
Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2001 hlm. 5
20
Soedjono Dirjosisworo, Hukum Narkotika di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990
hlm.15
41
(Pasal 116);
117);
118);
(Pasal 121);
42
narkotika;
sendiri.
penjelasan tentang siapa yang harus dipandang sebagai pelaku suatu tindak
Pelaku dari suatu tindak pidana dengan membuat suatu definisi bahwa
pelaku tindak pidana itu hanyalah dia, yang tindakannya atau kealpaannya
memenuhi semua unsur dari delik seperti yang terdapat di dalam rumusan
delik yang bersangkutan, baik yang telah dinyatakan secara tegas maupun
45
yang tidak dinyatakan secara tegas. Jadi pelaku itu adalah orang yang dengan
Pidana berasal dari kata Straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat
dengan sengaja ini pula yang menjadi pembeda terpenting antara hukum
perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis
2. Jenis-jenis Pemidanaan
21
Lamintang, P.A.F, Hukum Penitersier Indonesia, Sinar Grafika , Bandung, 1984, hlm 556
46
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Pidana kurungan
d. Pidana denda
sebagai berikut:
a. Pidana Mati
22
Lamintang, P.A.F, Ibid., hlm. 35
47
perbedaan pandapat.
KUHPidana.
a. Pidana Penjara
52 bis KUHPidana. 34
boleh lebih dari dua puluh tahun. Hal ini hendaknya benar-benar
b. Pidana Kurungan
nama pistole.
d. Pidana denda
terpidana.
ini :
dua hal :
keputusan hakim.
Pasal 317, 318, 334, 347, 348, 350, 362, 363, 365, 372, 374, 375.
51
tertentu itu dapat dilakukan oleh hakim telah diatur di dalam Pasal
antara lain:
untuk membunuh.
dagang).
bukan saja bagi korban langsung, tetapi juga pada masyarakat pada
23
Ibid, hlm. 158
54
bisa dibedakan untuk individual, publik, dan jangka panjang. Ada dua
c. Teori gabungan
Teori ini dibagi menjadi dua golongan besar yaitu teori yang
melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup agar ketertiban
tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat dari
hukum pidana, hukum perdata , hukum adat, dan hukum islam. Secara
Bangsa mengenai Hak Anak atau United Nation Convention on The Right of
The Child tahun 1989, aturan standar minimum PBB mengenai Pelaksanaan
Peradilan Anak dan Deklarasi Hak Asasi Manusia tahun 1948. Secara
menjelaskan anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 tahun atau
orang lain.
dewasa maksudnya adalah cukup umur untuk berketurunan dan muncul tanda
laki-laki dewasa pada putra, muncul tanda-tanda wanita dewasa pada putri.
Inilah dewasa yang wajar, yang biasanya belum ada sebelum anak putra
24
Ayu Nahdia Tuzzahra, Kekerasan Terhadap Anak, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Pengertian anak dalam KUHPidana dapat kita ambil contoh dalam Pasal
adalah apabila anak tersebut belum mencapai usia 15 (lima belas) tahun.
menikah, termasuk anak yang masih ada dalam kandungan apabila hal
25
Ibid,, hlm. 15-16.
57
(dua puluh satu) tahun dan belum pernah menikah”. Jadi seseorang
dikatakan anak apabila usianya belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun
Pidana Anak
adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum
Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun
58
“Anak yang menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak
Saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan
E. Pengertian Diversi
“Diversion as program and practices which are employed for young people
who have initial contact with the police, but are diverstedfrom the traditional
Diversi adalah suatu program dan latihan-latihan yang mana diajarkan bagi
pengadilan).26
anak yang lebih bersifat pelayanan kemasyarakatan, dan ide diversi dilakukan
26
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra
Aditya Bhakti, Bandung, 2001 hal.165.
59
Juvenile justice system processing therefore does more harm than good.)27
Ide dasar diversi atau pengalihan ini adalah untuk menghindari efek
efek negatif proses peradilan maupun efek negatif stigma (cap jahat) proses
F. Tujuan Diversi
Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang
27
Paulus Hadisoeprapto, Juvenile Delinquency(Pemahaman dan penaggulangannya), Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1997, hlm. 101
28
Pasal 6 undang-uundang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan pidana Anak
60
secara inrternasional sebagai cara terbaik yang paling baik dalam menangani
berhadapan dengan hukum sangat luas dan beragam, tetapi lebih banyak
aparat penegak hukum yang disebut discrection atau dalam bahasa indonesia
diskresi. Diskresi telah diketahui dengan baik oleh polisi, tetapi diversi
tindakan di luar sistem peradilan yang diambil terhadap anak yang melakukan
pelanggaran hukum. Diskresi bukanlah konsep baru dipolisi. Ini adalah salah
satu dari konsep] yang paling mendasar dalam pemolisian baik secara historis
diskresi sejak pertama kali polisi ada atau sebelumnya oleh mereka yang
adalah prinsip yang telah ditetapkan dalam hukum yang berlaku umum,
61
artinya mungkin saja secara formal tidak ada dalam 17 hukum tertulis tapi
aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak pidana untuk mengambil
terhadap kasus pidana oleh pelakunya, sehingga hal ini dapat menimbulkan
diversi dan diskresi memiliki makna yang hampir sama karena keduanya
dapat digunakan untuk menjauhkan anak dari sistem peradilan pidana anak.
pidana formal ke proses di luar peradilan pidana dengan atau tanpa syarat.
29
Marlina ,Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restoratif Justive
30
Elisabeth Juniarti, Fatwa Fadilah, Edy Ikhsan, Marjoko, M.Mitra Lubis, Diversi dan Keadilan Restoratif:
Kesiapan Aparat Penegak Hukum dan Masyarakat stdudi di 6 kota di Indonesia, Pusaka Indonesia, Medan, 2014,
hlm, 111-112.
62
peradilan.
G. Syarat Diversi
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang terdapat dalam pasal 8 dan
masyarakat.
a. Kepentingan korban;
d. Penghindaran pembalasan
63
e. Keharmonisan masyarakat;dan
diversi itu dilakukan harus melalui musyawarah dan melibatkan anak, orang
masyarakat.
harus mempertimbangkan:
b. Umur anak;
d. Dukungan lingkungan
31
Pasal 8 Undang-Undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
32
Pasal 9 Undang-Undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
64
untuk:
provinsi setempat.
H. Kewenangan Diversi
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terkait pasal 7 ayat (1) dan ayat
Dapat diuraikan berdasarkan Pasal 7 ayat (1) dan (2) penjelasanya yaitu:
33
Pasal 7 ayat (1),(2) Undang-Undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
65
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
humanistis harus pula diperhatikan. Hal ini penting tidak hanya karena
66
67
pemidanaan.
esensi tetap menjamin anak tumbuh dan berkembang baik secara fisik
34
Barda Nawal Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1994, hlm. 41.
68
maka pengalihan proses dan proses yustisial menuju proses non yustisial
35
Barda Nawawi Arief, Op.Cit., hlm. 94.
69
yang berkaitan dengan penerapan pidana bagi anak dapat disebut antara
lain:
36
Jimly Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia Studi tentang Bentuk-Bentuk Pidana
Dalam Tradisi Fiqh dan Relevansinya Bagi Usaha Pembaharuan KUHP Nasional, Penerbit Angkasa, Bandung,
1996, hlm. 167.
70
37
Paulus Hadisoeprapto, Juvenile Delinquency(Pemahaman dan penaggulangannya), Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1997, hlm. 101
71
38
Ibid., hlm. 109
73
stigmatisasi.
Deprived of Liberty
39
Ibid.hlm. 123.
75
dalam hal telah ada ketentuan tentang batas usia minimum anak
respect pada diri anak, adanya laporan lengkap tentang diri anak
lembaga.
proses penyidikan.
77
anak.
melibatkan pelaku, korban, keluarga mereka dan pihak lain yang terkait
berikut:
a. Sistem peradilan pidana dan pemidanaan yang ada saat ini dalam
selanjutnya.
di negaranya.
lebih menekankan jalan terbaik dan kebaikan untuk bersama, bukan jalan
menang dan kalah sebagai cerminan kelompok yang kuat dan lemah.
untuk pelaku delikuensi anak apabila kembali kepada akar filosofi bangsa dan
menjadi penting karena hal ini merupakan bagian dari upaya perlindungan
hak anak sebagaimana yang tercantum dalam Konensi Hak Anak Pasal 37
(b), The Beijing Rules butir 6 dan Pasal 11 butir (1), (2), (3),dan (4))
anak dari penyidik penuntut, dan juga hakim diwajibkan untuk melakukan
upaya agar proses diversi dilaksanakan. Hal inilah yang membuat perdebatan
dalam Panja RUU SPPA, bahwa bagi penegak hukum anak apabila tidak
hukum.
pengulangan tindak pidana maka tidak wajib diupayakan diversi, hal ini
tindak pidana baik itu sejenis ataupun tidak maka anak tersebut tidak perlu
tercapai yakni menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak untuk tidak
tindak pidana yang diancam pidana penjara di atas 7 (tujuh) tahun meskipun
kepada hakim terkecuali kepada anak yang berada di bawah usia 14 (empat
belas) tahun wajib dikenai tindakan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah
tetap adanya pidana penjara bagi anak sebagai salah satu pidana pokok,
bagi anak sehingga tidak secara mutlak dapat merugikan hak konstitusional
anak.
Keadilan Restoratif (Pasal 8 ayat (1). Hal ini yang memperjelas hubungan
antara diversi dan restorative justice, yang mana diversi adalah proses
40
Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak,
UMM Press, Malang, 2009, hlm. 129.
84
dilupakan.
pidana yang dalam banyak teori telah didalilkan sebagai salah satu
sehingga tidak perlu beradaptasi sosial pasca terjadinya kejahatan. Kedua; anak
transfer kejahatan
No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang mana
anak yang masuk ke peradilan pidana dan diputus dengan penjara dan
peradilan pidana.42
41
Lidya Rahmadani Hasibuan, Diversi dan Keadilan Restoratif Pembaharuan Sistem Peradilan
Pidana Anak di Indonesia, 2014, hlm 11
42
bid, hlm. 13-14
86
tindakan diversi. 44
43
Ibid, hlm. 73
44
Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan pidana Anak
87
diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
hubungan yang erat dengan diversi yang mana mempunyai tujuan yang sama
justice, yakni :
Dalam hal ini korban dan pelaku harus dilibatkan secara aktif dalam
Keduanya harus dibebaskan dari masa lalunya demi masa depan yang
lebih cerah;
masyarakat.45
mengatur sistem peradilan pidana anak dan ketentuan yang tidak langsung
mengatur sistem peradilan pidana anak terdiri dari hukum pidana materiel
45
Marlina, Hukum Penentensier, sinar Grafika, Bandung, 1984, hlm 74-75
90
anak, hukum pidana formal anak, dan hukum pelaksanaan sanksi hukum
pidana anak.
penghapus pidana.
2. Ide Diversi Terdapat Dalam KUHP (UU No. 1 Tahun 1946 jo UU No. 73
Tahun 1958)
46
Azwad Rahmat Hambali, Penerapan Diversi Terhadap Anak yang berhadapan dengan Hukum dalam
sistem peradilan Pidana, skripsi, Universitas Muhadiyah Jakarta, Jakarta, Desember 2018
91
pengadilan;
tua/walinya;
kepada korban.
Tahun 1997)
pada anak pelaku tindak pidana (Anak Nakal), sehingga menurut penulis
dengan adanya ketentuan sanksi hukum pidana bagi pelaku anak (Anak
Nakal).
92
anak-anak sebagaimana diatur dalam Pasal 45, 46, 47 KUHP yang telah
pada Anak Nakal diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 32 UU No.
undang ini.
acara pidana. Beranjak dari pengertian ini maka hukum pidana formal
PEMBAHASAN
Nomor 6/PID.SUS-ANAK/2017/PN.JKT.SEL
seharusnya dan tidak melanggar hak asasi yang dimiliki oleh terdakwa.
1. Pertimbangan Hakim
dakwaan primair yaitu Pasal 114 Ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang
Adapun unsur-unsur dari Pasal 114 Ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009
1. Barangsiapa;
93
94
3. an hukum;
golongan
apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi atau tidak Pasal 114 Ayat (1) UU
tersebut di atas, maka unsur barangsiapa telah terbukti secara sah dan
Dengan demikian unsur “tanpa hak atau melawan hukum” telah terbukti
narkotika golongan I
atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perbuatan terdakwa anak telah
pidana yang didakwakan dalam dakwaan primair yakni Pasal 114 Ayat
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak
2. Amar Putusan
b. Anak masih mudah dan masih panjang masa depanya dan dapat
memutuskan:
MENGADILI;
97
7. Memerintahkan barang bukti berupa : 1 (satu ) buah tas warna hitam yang
ganja dengan berat Netto 723 (Tujuh ratus dua puluh tiga ) gram, dirampas
untuk dimusnakan
98
3. Analisis Penulis
memiliki peranan yang sangat vital untuk menemukan kebenaran dari suatu
keputusan dalam suatu perkara hakim wajib menelusuri secara cermat setiap
terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melanggar Pasal 111
Ayat (1) UU RI No. 35 tahun 200947 dan menjatuhkan pidana pada anak
ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka
diganti dengan pelatihan kerja selama 1 (satu) bulan. Penulis menilai bahwa
unsur-unsur dalam Pasal 111 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 telah
menilai apakah penjatuhan pidana tersebut layak atau tidak perlu dikaji lebih
mendalam.
sebabnya dalam UU SPPA tepatnya pada Pasal ini 78 ditentukan bahwa pada
Oleh sebab itu, apabila diversi gagal pada tahap penyidikan dan penuntutan,
Primair yaitu Pasal 111 Ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 yang mana
termasuk ke dalam kategori dalam poin a pasal 7 Ayat (2), dan dalam
(residivis). Oleh karena itu, terdakwa anak dalam kasus ini wajib diupayakan
diversi maka terdakwa anak akan menerima hasil diversi seperti yang
dipaparkan dalam Pasal 10 Ayat (2) di atas, tanpa harus mengikuti proses
101
penuntut umum, hakim dalam menangani perkara anak ini juga tidak
penjatuhan pidana yang ada saat ini sudah tepat, namun jika hakim dalam
hakim menjalani tahap diversi terlebih dahulu agar hasil yang bisa
pidana di persidangan.
dengan proses peradilan pidana anak ini, maka uraian dalam sub bab ini
102
anak mulai dari tahap penyidikan/ penyelidikan, tahap penuntutan, dan tahap
pegawai negeri sipil tertentu) dalam hnl dan menurut cara yang diatur
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
Undang-Undang ini;
peradilan umum;dan
104
Pasal 7 :
dilakukan:
pidana.
Pasal 8 :
105
dan/atau masyarakat.
a. kepentingan korban; 15
d. penghindaran pembalasan;
Pasal 9 :
b. umur Anak;
Pemasyarakatan;
4) pelayanan masyarakat.
Pasal 11:
dicapainya kesepakatan.
memperoleh penetapan.
107
sejak ditetapkan.
16 Pasal 14 :
Pasal 15 :
depan yang masih panjang. 48 Terhadap anak yang terlanjur menjadi pelaku
48
Nicholas M.C. Bala dan Rebecca Jaremko Bromwich Chapter 1, Introduction: An International
Perspective On Youth Justice dalam buku Nicholas M.C. Bala, et al..Juvenile Justice System an International
Comparison of Problem and Solutions, Eduacational Publishing Inc, Toronto,2002,hlm. 5.
109
kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak seperti
pidana, maka timbul pemikiran manusia atau para ahli hukum dan
pidana dari proses peradilan pidana dengan memberikan alternatif lain yang
dianggap lebih baik untuk anak. Berdasaran pikiran tersebut, maka lahirlah
konsep diversion yang dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau
pengalihan.
sebelum abad ke-19 yaitu diversi dari sistem peradilan pidana formal dan
49
Kevin Haines dan Mark Drakeford, Young People and Youth Justice, Macmillan Press Ltd,
London,1998,hlm. 73.
50
C. Cunneen and R. White, Juvenile justice: An Australian erspective, Oxford University Press, Oxford,
1995, hlm. 247
110
sistem peradilanpidana). 52
51
D. Challinger, Police Action and the prevention of juvenile delinquency. In A. Borowski and JM.Murray
52
Jack E Bynumn & William E. Thompson, Juvenile Delinquency a Sociological Approach., Allyn and
Bacon A Peason Education Company, Boston,2002, hlm. 430.
53
Randall G. Shelden, Detention Diversion Advocacy: An Evaluation,Department of Justice, Washington
DC U.S. 1997, hlm. 1.
111
peradilan pidana.
54
Jack E Bynum, Thompson, Op.Cit. hlm. 430.
112
55
Walker, Training The System The Control of Discretion in Criminal Justice 1950-1990, Oxford
University Press, New York, 1993, hlm. 1-2
56
Peter C. Kratcoski, Correctional Counseling and Treatment, Waveland Press Inc, USA, 2004, hlm. 160.
113
didasari oleh kewenangan aparat penegak hukum yang disebut discretion atau
penerapan fungsi aparat penegak hukum dalam menangani masalah anak yang
Setelah itu jika ada anak yang melakukan pelanggaran maka tidak perlu
diutamakan anak dapat dibebaskan dari pidana penjara. Terakhir bila anak
sudah terlanjur berada di dalam penjara, maka petugas penjara dapat membuat
sosial, atau sanksi alternatif yang berguna bagi perkembangan dan masa depan
anak. 57
diversi terhadap anak bukan merupakan sebuah program alternatif, tapi diversi
1963 dan New South Wales tahun 1985 semuanya berada di Negara Australia.
Australia bagian barat 1972 konsep diversi yang diterapkan berupa pertemuan
pelaku anak dan orang tuanya dengan polisi dan sebuah pekerja sosial negara.
mengeluarkan anak dari sistem peradilan pidana jika anak tidak mengulangi
tindak pidana, akan tetapi jika anak melakukan kejahatan telah berulang kali
57
Kenneht Folk, Early Intervention: Diversion and Youth Conferencing, A national review of current
approach to diverting juvenile from the criminal justice system, Commonwealth of Australia Government
Attorney-general’s Departement Australia, Canberra, 2003,hlm. 4.
115
menghukum)”.58
akan datang, tidak jauh berbeda dengan konsep diversi yang diterapkan di
Australia yaitu Police Diversion. Hal ini didasarkan pada pertimbangan Polisi
58
Ibid,hlm. 6.
116
dan kekurangan lembaga kepolisian sebagai salah satu sub sistem peradilan
otoritas polisi apabila dikemas secara dinamis akan menjadi sarana bagi polisi
dengan aparat penegak hukum pidana, tetapi tidak berarti harus dibebaskan
penyidik parat kepolisian juga dapat diberi otoritas untuk mengalihkan proses
polisi tetap dapat melakukan tugas pemeriksaan tentu dengan wajah dan
sehingga upaya untuk menghindarkan anak dari proses peradilan tetap dapat
peradilan pidana.
oleh anak.
anak.
Diversion).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
berikut:
oleh pihak Jaksa penuntut umum dengan dakwaan subsider karena ada
120
121
seperti penuntut umum, hakim dalam menangani perkara anak ini juga
UU SPPA.
penjatuhan pidana yang ada saat ini sudah tepat, namun jika hakim
yang bisa didapatkan untuk penyelesaian kasus ini tidak harus berupa
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undangundang untuk
keluarga mereka dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak
orang yang baik kembali melalui jalur non formal dengan melibatkan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Andi Hamzah dan A.Z. Abidin, Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia. PT
Yarsif Watampone, Jakarta, 2010.
Elisabeth Juniarti, Fatwa Fadilah, Edy Ikhsan, Marjoko, M.Mitra Lubis, Diversi
dan Keadilan Restoratif: Kesiapan Aparat Penegak Hukum dan
128
Ridha Ma’roef, Narkotika, Masalah dan Bahayanya, PT. Bina Aksara, Jakarta,
1987.
B. Peraturan Perundang-Undangan
C. Jurnal