Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN KASUS

Stroke Infark Rekuren

Disusun untuk melengkapi tugas Program Internship Dokter Indonesia di Rumah Sakit

disusun oleh:
dr. Prajna Paramita IDDACV

Pembimbing
dr. Agus Sp.S

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


RS BHAYANGKARA TK III
PEKANBARU
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus Neurology

Mengetahui
Pendamping

AKBP dr. Khodijah, MM dr. Chunin Widyaningsih, MKM

Pendamping

dr. Agus Sp.S

2
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN 4

BAB II. LAPORAN KASUS 5

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA 20

BAB IV. KESIMPULAN 60

DAFTAR PUSTAKA 62

3
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke, yang menyerang kelompok usia di atas 40
tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak.
Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak
serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif,
atau sekunder akibat proses lain, seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi dan diabetes
mellitus. Karena itu penyebab stroke sangat kompleks. Proses primer yang terjadi mungkin tidak
menimbulkan gejala (silent) dan akan muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai
ketingkat melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak
(threshold of brain function activity).1

Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang disebut stroke. Gejala klinik tergantung
lokalisasi daerah yang mengalami iskemia, misalnya bila mengenai daerah pusat penglihatan
maka akan timbul gangguan ketajaman penglihatan atau gangguan lapangan pandang. Dua
pertiga depan dari kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah dari sepasang
arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi serebelum, korteks oksipital
bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri vertebralis (arteri
basilaris). Jumlah aliran darah ke otak (Cerebral Blood Flow) biasanya dinyatakan dalam
cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak (cerebral perfusion
pressure = CPP) dan resistensi serebrovaskuler (cerebrovascular resistance = CVR).2

4
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn.D
Usia : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pepaya No. 68 C Pekanbaru
Tanggal masuk RS : 27 November 2020

Anamnesis
Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kanan semenjak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh keluarga ke IGD RS Bhayangkara pada tanggal 27 November 2020
dengan keluhan kelemahan pada tangan dan kaki kanan semenjak 6 jam SMRS. Sebelumnya
pasien sudah mengalami kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri karena mengalami stroke
tahun lalu. Keluarga mengatakan sebelumnya pasien sedang tidak beraktivitas berat. Selain itu
keluarga juga mengatakan bahwa pasien tidak dapat berbicara dan muka menjadi merot. Menurut
keluarga pasien menjadi bicara ngelantur dan kebingungan semenjak 6 jam SMRS, setelah itu
pasien menjadi lebih diam dan tidak dapat diajak berkomunikasi. Riwayat pingsan, jatuh, mual,
muntah, nyeri kepala, dan nyeri dada disangkal. Satu tahun SMRS, pasien mengatakan bahwa
pasien pernah mengalami stroke namun sudah bisa kembali normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat stroke : (+) satu tahun yang lalu.
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat hipertensi : (+) tidak terkontrol
Riwayat DM tipe II : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

5
Riwayat kolesterol : (+)

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Stroke : disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien terakhir kali kontrol ke poli saraf tahun lalu setelah stroke, setelah itu pasien tidak berobat
kembali.
Riwayat Sosial dan Pekerjaan
Pasien merupakan seorang polisi. Pasien selama pandemi jarang melakukan aktivitas fisik dan
lebih sering di rumah. Pasien makan teratur 3x sehari, namun banyak makan makanan tinggi
lemak. Pasien tidak rutin berobat ke dokter, dan memilih untuk menggunakan herbal.

Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Kesadaran : Compos Mentis E4VafasiaM6
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah : 230/110
Frekuensi nadi : 94x/menit
Frekuensi nafas : 17x/menit
Suhu tubuh : 36.5
Kepala
Wajah
 Simetris (+)
 Parese N. VII (+) Dextra sentral , N. III (-), N. VI (-), N.X, N.XII (+) dextra

6
Mata
 Konjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/- arcus senilis +/+
 Pupil isokor 3mm/3mm, Refleks cahaya direct +/+ Refleks cahaya indirect +/+
 Lensa keruh +/+
Leher
 Trakea di tengah, tidak ada benjolan
 JVP 5+0 cm H2O
Thorax
 Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga 5 midklavikula kiri 2 jari ke lateral
o Perkusi : batas jantung SIC 5 LMCS 2 jari lateral, kesan kardiomegali
o Auskultasi : BJ I/II normal regular, tidak ada murmur atau regurgitasi
 Paru
o Inspeksi : Dada simetris saat statis/ dinamis, tidak tampak penggunaan otot
bantu nafas
o Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan tidak ada nyeri tekan atau krepitasi
o Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+ ronchi -/- wheezing -/-
Abdomen
 Inspeksi : datar, simetris, vena kolateral (-), ascites (-) caput medusae (-)
 Auskultasi : BU (+) peristaltic kesan normal
 Palpasi : nyeri tekan epigastrik (-) hepatosplenomegaly (-)
 Perkusi : timpani
Ekstremitas
 Superior : akral hangat, CRT < 2s, pucat -/- pitting edema -/- palmar eritem
-/-
 Inferior : akral hangat, CRT < 2s, pucat -/- pitting edema -/-
 Kekuatan motoric : superior 1/2 inferior 1/2, Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks
babinsky +/+

7
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (27/11/2020)
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
 Hemoglobin 14,9 g/fL 12-16
 Hematokrit 44.7 % 36-47
 Leukosit 9000/uL 4.000-11.000
 Eritrosit 5.0/uL 4.1-5.1
 Trombosit 367.000/uL 150.000-450.000
 MCV 82.8 fL 81-99
29.8 pg 27-31
 MCH
36.0 g/dL 31-37
 MCHC
14.6 % 11.5-14.5
 RDW 16.0 % 10-18
 PDW 7.5 fL 6.5-9.5
 MPV 0.275 % 0.1-0.5
 PCT
Hitung Jenis Leukosit
 Limfosit 13 % 20-40
 Midcell 8% 2-10
 Granulosit 79 % 50-70
SGOT 19 6-37
SGPT 16 5-42
GDS 113 <140
Ureum 42 10-50
Creatinin 1.0 0.7-1.4
Kolesterol Total 307 200
Natrium 138 136-145
Kalium 3.6 3.4-4.5
Chlorida 102 100-108
Anti SARS-CoV2 Non Reaktif Non Reaktif

EKG

8
Rate 90 bpm
Sinus Rhythm, dengan gelombang VES pada lead I, II, III
CT-Scan tanpa kontras
27/11/2020

Tampak lesi hipodens di regio temporal dextra et sinistra


Mid line di tengah
Tidak tampak pelebaran ventrikel 3,4 dan ventrikel lateral
Kesan: Stroke infark di bitemporal
Rontgen Thorax
27/11/2020

Tidak tampak konsolidasi unilateral maupun bilateral


CRT >50%
Sudut costophrenicus kanan dan kiri lancip

9
Diafragma kanan dan kiri licin
Kesan : Pembesaran jantung ventrikel kiri (LVH)

Skor Siriraj
Skor Siriraj = (2,5 x Kesadaran) + (2x M ) + (2xN ) + (0.1x D)-(3xA)-12
Skor Siriraj = (2.5 x 0) + (2x0) + (2x0) + (0.1 x 110 )- (3x1) -12
Skor Siriraj = 11-3-12= (-4)
Diagnosis
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi emergency, Dislipidemia
Rencana Penatalaksanaan
 Konsul Spesialis saraf:
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 02 2 lpm
 Captopril 25 mg sublingual
 Pletaal 50 mg 0-0-1
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Simvastatin 10 gram 1x1
Follow Up
28/11/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih tidak bisa digerakkan
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 223/130 mmHg, HR 90x/menit, RR 20x/menit,
suhu 36.5C
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , KM: superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+

10
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi emergency, Dislipidemia
P :
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1
 Spironolactone 1x25 mg
29/11/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih lemah
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 220/131 mmHg, HR 95x/menit, RR 26x/menit,
suhu 36.4 C
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , KM: superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi emergency, Dislipidemia
P :
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1

11
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1
 Spironolactone 1x25 mg
30/11/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih lemah
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 234/136 mmHg, HR 102x/menit, RR 22x/menit,
suhu 36.3 C
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , KM: superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi emergency, Dislipidemia
P :
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1
 Spironolactone 1x25 mg
01/12/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih lemah
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 202/130 mmHg, HR 92x/menit, RR 20x/menit,
suhu 36.5 C

12
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , KM: superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi emergency, Dislipidemia
P :
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1
 Spironolactone 1x25 mg
02/12/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih lemah
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 200/110 mmHg, HR 87x/menit, RR 20x/menit,
suhu 36.8 C
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , KM: superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi emergency, Dislipidemia
P :
13
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1
 Spironolactone 1x25 mg
03/12/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih lemah
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 224/140 mmHg, HR 84x/menit, RR 22x/menit,
suhu 36.4 C
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , KM: superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi emergency, Dislipidemia
P :
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1
 Spironolactone 1x25 mg
04/12/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih lemah

14
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 200/100 mmHg, HR 100x/menit, RR 20x/menit,
suhu 36.8 C
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , KM: superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi emergency, Dislipidemia
P :
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1
 Spironolactone 1x25 mg
04/12/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih lemah
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 200/130 mmHg, HR 92x/menit, RR 20x/menit,
suhu 36.5 C
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , KM: superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra

15
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi emergency, Dislipidemia
P :
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1
 Spironolactone 1x25 mg
05/12/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih lemah
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 202/130 mmHg, HR 92x/menit, RR 20x/menit,
suhu 36.5 C
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi emergency, Dislipidemia
P :
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1

16
 Spironolactone 1x25 mg
06/12/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih lemah
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 200/130 mmHg, HR 90x/menit, RR 20x/menit,
suhu 36.5 C
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi emergency, Dislipidemia
P :
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1
 Spironolactone 1x25 mg
07/12/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih lemah
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 190/100 mmHg, HR 71x/menit, RR 20x/menit,
suhu 36.8 C
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)

17
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi, Dislipidemia
P :
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1
 Spironolactone 1x25 mg
08/12/2020
S : Keluarga mengatakan keempat anggota gerak masih lemah
O :
 Compos mentis, tampak sakit berat, TD 160/90 mmHg, HR 92x/menit, RR 20x/menit,
suhu 36.5 C
 Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) arcus senilis +/+
 Thorax: BJ I/II normal regular, murmur (-) SD Vesikuler +/+, ronchi -/- , wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-) perkusi timpani , BU (+)
 Ekstremitas: pucat (-) akral hangat, CRT < 2s, turgor baik , KM: superior 1/2 inferior 1/2,
Refleks fisiologis +/+/+/+ refleks babinsky +/+
A :
 Diagnosis Klinis : Tetraparese, Parese N.VII Dextra, Parese N.XII
 Diagnosis topis : Lobus temporal dextra et sinistra
 Diagnosis Etiologis : Stroke Infark rekuren
 Diagnosis sekunder : Hipertensi, Dislipidemia
P :
 IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
 Inj. Furosemide 40 mg/24 jam

18
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Micardis tab 80 gram 1x1
 Citicoline 500 gram/12 jam IV
 Amlodipin 1x10 mg
 Bisoprolol 1x2.5 mg
 Atorvastatin 0-0-1
 Spironolactone 1x25 mg
 Obat pulang: Piracetam 3x1, micardis 80 mg 1x2, amlodipine 1x1, bisoprolol 1x 5mg,
miniaspi 80 mg 1x1.

19
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Sistem Vaskular Otak 3,4,5


Anatomi vaskuler otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid system) dan
posterior (vertebrobasilar system). Pada setiap sistem vaskularisasi otak terdapat tiga
komponen, yaitu; arteri-arteri ekstratrakranial, arteri-arteri intrakranial berdiameter besar
dan arteri-arteri perforantes berdiameter kecil. Komponen-komponen arteri ini
mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda, sehingga infark yang terjadi pada
komponen-komponen tersebut mempunyai etiologi yang berbeda.

 Pembuluh darah ekstrakranial (misal, a. carotis communis) mempunyai struktur


trilaminar (tunica intima, media dan adventisia) dan berperan sebagai pembuluh
darah kapasitan. Pada pembuluh darah ini mempunyai anatomosis yang terbatas.
 Arteri-arteri intrakranial yang besar (misal a. serebri media) secara bermakna
mempunyai hubungan anastomosis di permukaan piameter otak dan basis kranium
melalui sirkulus Willisi dan sirkulasi khoroid. Tunica adventisia pembuluh darah
ini lebih tipis daripada pembuluh darah ekstrakranial, dan mengandung jaringan
elastik yang lebih sedikit. Selain itu, dengan diameter yang sama pembuluh darah
intrakranial ini lebih kaku daripada pembuluh darah ekstrakranial.
 Arteri-arteri perforantes yang berdiameter kecil baik yang terletak superfisial
maupun profunda, secara dominan merupakan suatu end-artery dengan
anatomosis yang sangat terbatas, dan merupakan pembuluh darah resisten.
Sistem Anterior (Sistem Carotid)
Arteri Carotis communis (ACC) sinistra dipercabangkan langsung dari arkus aorta
sebelah kiri, sedangkan a. carotis communis dekstra dipercabangkan dari a. innominata
(Brachiocephalica). Di leher setinggi kartilago tiroid ACC bercabang menjadi a. carotis
interna (ACI) dan a. carotis eksterna (ACE), yang mana ACI terletak lebih posterior dari
ACE. Percabangan a. carotis communis ini sering disebut sebagai Bifurkasio carotis

20
mengandung carotid body yang berespon terhadap kenaikan tekanan partial oksigen
arterial (PaO2), aliran darah, pH arterial, dan penurunan PaCO2 serta suhu tubuh.

Arteri karotis komunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis asceden, oleh
karena itu lesi pada ACC (trauma, diseksi arteri atau kadang oklusi thrombus) mampu
menyebabkan paralisis okulosimpatik sudomotor ke daerah wajah.

Arteri karotis interna bercabang menjadi dua bagian yaitu bagian ekstrakranial
dan intrakranial. Bagian ekstrakranial a. karotis interna setelah dipercabangkan didaerah
bifurkasio akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi kavum timpani dan
akan beranastomisis dengan arteri maksilaris interna, salah satu cabang ACE.

Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis karotikus,
berjalan dalam sinus cavernosus mempercabangkan a. ophtalmika untuk n. optikus dan
retina kemudian akhirnya bercabang menjadi a cerebri anterior dan a. cerebri media.
Keduanya bertanggungjawab memvaskularisasi lobus frontalis, parietal, dan sebagian
temporal. Arteri ini sebelum bercabang menjadi a. cerebri anterior dan a. cerebri media
akan bercabang menjadi a. choroid anterior (AChA). AChA mempunyai fungsi
memvaskularisasi pleksus choroid, juga memberikan cabangnya ke globus pallidus,
hipokampus anterior, uncus kapsula interna bagian posterior serta mesensefalon bagian
anterior. AChA ini akan beranastomisis dengan a. choroid posterior (cabang dari a.
cerebri posterior).

Arteri Cerebri Anterior

Arteri serebri anterior dipercabangkan dari bagian medial ACI di daerah prosesus
clinoideus anterior, arteri ini akan dibagi menjadi 3 bagian. Bagian proksimal a. cerebri
anterior kanan dan kiri dihubungkan oleh a. communican anterior, bagian medial dan
distal arteri ini akan memberikan cabangnya menjadi a. pericallosum anterior dan a.
callosomarginal. Arteri cerebri anterior mempunyai cabang-cabang kecil yang berupa
arteri-arteri perforantes profunda, arteri-arteri ini sering disebut sebagai arteri medial
striata yang bertanggungjawab terhadap vaskularisasi corpus striatum anterior, capsula
interna bagian anterior limb, comisura anterior dan juga memvaskularisasi traktus serta

21
kiasma optika. Oklusi arteri-arteri medial striata ini menyebabkan kelemahan wajah dan
lengan.

Arteri Cerebri Media

Arteri cereberi media setelah dipercabangkan oleh ACI akan dibagi menjadi
beberapa bagian. Bagian pertama akan berjalan ke lateral diantara atap lobus medial dan
lantai lobus frontalis hingga mencapai fissure lateralis Sylvian. Arteri-arteri
lenticulostriata dipercabangkan dari bagian proksimal ini.

Arteri Lenticulostriata merupakan arteri-arteri perforasi profunda yang merupakan


cabang arteri cerebri media, arteri ini berjumlah antara 6 dan 12 arteri. Arteri ini
berfungsi memvaskularisasi nukleus lentifromis, nukleus caudatus bagian caput lateral,
globus pallidus dan kapsula interna bagian bawah. Oklusi salah satu arteri lenticulostriata
akan menimbulkan infark lakuner karena tidak adanya anastomosis fungsional antara
arteri-arteri perforasi yang berdekatan.

Di daerah fissure lateralis, bagian kedua a. cerebri media akan bercabang menjadi
devisi superior dan anterior. Devisi superior akan memberikan suplai ke lobus frontal dan
lobus parietal, sedangkan devisi inferior akan memsuplai ke lobus temporal. Bagian
terakhir dari a. cerebri media atau arteri-arteri perforantes medullaris akan
dipercabangkan di permukaan hemisfer cerebri, yang akan memvaskularisasi substansia
alba subkortek.

Sistem posterior (Sistem Vertebro Basiler)

Sistem ini berasal dari a. basilaris yang dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri
yang berpangkal di a. subklavia. Dia berjalan menuju dasar cranium melalui kanalis
transversalis di columna vertebralis cervikalis, kemudian masuk ke rongga cranium akan
melalui foramen magnum, lalu masing-masing akan mempercabangkan sepasang a.
cerebelli inferior.

22
Pada batas medulla oblongata dan pons, a. vertebralis kanan dan kiri tadi akan
bersatu menjadi a. basilaris. Arteri basilaris pada tingkat mesencephalon akan
mempercabangkan a. labyrintis, aa. pontis, dan aa. Mesenchepalica, kemudian yang
terakhir akan menjadi sepasang cabang a. cerebri posterior yang memvaskularisasi lobus
oksipitalis dan bagian medial lobus temporalis.

Arteri Cerebri Posterior

Arteri Cerebri Posterior (ACP) merupakan cabang akhir dari a. basilaris. Bagian
proksimal ACP atau bagian precommunican (sebelum a. Communican Posterior (ACoP)
akan bercabang menjadi a. mesencephali paramedian dan a. thalamik-subthalamik yang
akan memvaskularisasi thalamus. Setelah ACoP, a. cerebri posterior akan
mempercabangkan a. thalamogeniculatum dan a. choroid posterior, yang mana juga akan
memvaskularisasi thalamus. ACP ini setelah berjalan kebelakang, di daerah tentorium
cerebella akan bercabang menjadi devisi anterior (memvaskularisasi bagian medial lobus
temporalis) dan devisi posterior (memvaskularisasi fissure calcarina dan daerah parieto-
occipitalis).

Arteri yang memvaskularisasi Cerebellum

Cerebellum divaskularisasi oleh tiga pasang arteri panjang, yang mana arteri-arteri ini
berjalan melingkupi cerebellum. Arteri-arteri tersebut adalah:

 Arteri Cerebellaris Superior (ACS): memvaskularisasi permukaan atas cerebellum,


dipercabangkan oleh a. basilaris tepat sebelum bercabang menjadi a. cerebri posterior.
 Arteri Cerebellaris Inferior Anterior (ACIS): memvaskularisasi permukaan anterior,
dipercabangkan oleh a. basilaris bagian proksimal, atau dipercabangkan oleh a.
basilaris tepat setelah dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri.
 Arteri Cerebellaris Inferior Posterior (ACIP): memvaskularisasi permukaan inferior,
dipercabangkan oleh a. vertebralis tepat sebelum bergabung menjadi a. basilaris.
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral antara sitem
carotis dan sistem vertebrobasiler, yaitu:

23
1. Sirkulus Wilisi, merupakan anyaman arteri di dasar otak yang dibentuk oleh a. cerebri
media kanan dan kiri yang dihubungkan dengan a. cerebri posterior kanan dan kiri
oleh a. communicant posterior, sedangkan a. cerebri anterior kanan dengan kiri akan
dihubungkan oleh a. communican anterior.
2. Anastomosis a. carotis interna dan a. carotis externa di daerah orbital.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a. carotis externa.

Gambar 1. Sirkulus Willis

Arteri yang memvaskularisasi Thalamus

Thalamus mendapatkan vaskularisasi dari beberapa grup arteri.

 Aa. Thalamik-subthalamik (dikenal juga sebagai aa. Paramedian, thalamoperforantes,


dan internal optikus posterior): Arteri-arteri ini dipercabangkan dari arteri cereberi
posterior bagian proksimal. Arteri ini memvaskularisasi area thalamus posteromedial,
fasikulus longitudinal medialis, dan nukleus intralaminar.

Aa. Polaris (dikenal juga sebagai a. internal optikus anterior dan tuberothalamik):
Dipercabangkan dari a. communican posterior. Arteri ini memvaskularisasi area

 anteromedial dan anterolateral termasuk juga nukleus dorsomedialis, nukleus


retikularis, traktus mamilothalamikus, dan sebagian nukleus ventrolateral.

24
 Aa. Thalamogenikulatum: Arteri ini terdiri dari 5-6 cabang yang dipercabangkan dari
arteri cerebri posterior bagian distal, sama seperti aa. Lentikulostriata yang
dipercabangkan oleh arteri cerebri media. Arteri ini memvaskularisasi nukleus ventro-
postero-lateral (VPL) dan ventro-postero-medial (VPM).
 Aa. Choroidal Posterior Media dan Lateral, yang mana juga dipercabangkan oleh a.
cerebri posterior. Arteri ini memvaskularisasi thalamus posterior, pulvinar, dan corpus
geniculatum.

Arteri-arteri yang memvaskularisasi thalamus ini merupakan suatu end-artery, namun


anastomisis bisa terjadi. Oleh karena anastomisis ini adanya lesi patologi thalamus
mempunyai gejala lebih bervariasi daripada infark lakuner.

Gambar 2 dan 3. Vaskularisasi

Definisi
Berdasarkan defenisi WHO (World Health Organization) stroke adalah gangguan
fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh
darah. Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis
yang berkembang dengan cepat yang berupagangguan fungsional otak fokal maupun
global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak

25
disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat
infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan
intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarachnoid (PSA).2,3

Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di


daerah yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat
lesi di traktus kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya
gangguan kesadaran sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu
disebabkan oleh stroke. Ada banyak penyebab lain yang mungkin menyebabkannya. Oleh
karena itu gejala non fokal tidak seharusnya diinterpretasikan sebagai akibat stroke
kecuali bila disertai gangguan neurologis fokal.

Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di Negara maju, setelah
penyakit jantung dan kanker, insidensi tahunan adalah 2 / 1000 populasi. Mayoritas
stroke adalah infark cerebral.

Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab


pertama kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada
stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat
melakukan kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke
hemoragik mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama.

Tingkat insidensi dari stroke hemorhagik seluruh dunia berkisar antara 10 sampai
20 kasus per 100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan intraserebral
lebih sering terjadi pada pria disbanding dengan wanita, terutama pada usia diatas 55
tahun, dan juga pada populasi tertentu seperti pada orang kulit hitam dan orang jepang .

Di Indonesia,penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke


(15,4%),yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil
Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000
penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000.
Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per
1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000 penduduk) (Depkes, 2009).

26
Klasifikasi Stroke
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif
dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.Adapun klasifikasi
tersebut, antara lain:1,2,3

Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

I. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga
aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan
iskemia.2,3 Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses
oklusi satuatau lebih pembuluh darah lokal.2,3
c. Embolia serebri Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi
ateromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan
kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain
dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati
dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan
infark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan
32% dari penyebab strokenon hemoragik.3

Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:

a. Serangan iskemik sepintas/ TIA


Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
b. reversible ischemic neurological defisit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution

27
Gejala neurologik yang makin lama makin berat
d. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.

Berdasarkan sistem pembuluh darah:

a. Sistem Karotis
b. Sistem vertebro-basiler

Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat
diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan). Pada stroke
iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan merusaknya. 4,5

Gambar 4. Jenis-jenis stroke

1. Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan
adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama
sekali pada area tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan

28
aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18
ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel. Hampir
sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.2

Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis


(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang
jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk
di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini
sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak.

Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf
dan sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan
suplai tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi
kematian sel. Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat
diminimalisir.

Gambar 5. Stroke iskemik

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik
diakibatkan karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk
membedakan secara klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik
tidak mudah, bahkan sering tidak dapat dibedakan sama sekali.

29
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh
darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri
serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri
basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu
misalnya arteri-arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena
serebralis dan sinus venosus.

Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient


ischemic attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului,
karena area yang mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA
merupakan defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar
antara 5-20 menit atau dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami
perbaikan secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah
serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena
sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam
keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama 24 jam atau lebih dapat juga
mengalami pemulihan secara komplit atau hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan
ini kerap diterminologikan sebagai stroke minor atau reversible ischemic neurological
defisit (RIND).2,5

Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus
yang berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke
dalam aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya
mengenai daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85% aliran darah
hemisferik berasal darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada bagian
apeks arteri basilaris atau pada arteri serebri posterior.

Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis


langsung mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya
serangan TIA sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya
bervariasi. Hal ini dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik karena
emboli, umumnya mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu.

30
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah
yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis
beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal
dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut
emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani
pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung
(terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang
pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

Etiologi dan Faktor Risiko


Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari berbagai
macam tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan pola hidup yang
memadai. Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:

 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


a. Usia

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar
pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi
(penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia,
pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).

b. Jenis kelamin

Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu
sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat
mengganggu aliran darah.

c. Herediter

31
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke
pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.

d. Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih
besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.

 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


 Hipertensi (darah tinggi)
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar
untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar
(etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus
hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter
pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir
ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO)
maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia),
karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak lama-lama
akan mengalami kematian.
 Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard
(kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke.
Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di
jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan,
maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah
yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat
mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
 Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini
terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih
kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa
darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.

32
 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam
darah berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis
LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah,
yang akan semakin banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu
aliran darah.
 Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal
tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah
pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).

 Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok
ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat
mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan
gangguan aliran darah.

Patogenesis
Ada dua bentuk CVA bleeding

33
Gambar 6. Perdarahan intraserebral dan subarachnoid

1. Perdarahan intra cerebral

Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah


masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi
otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub
kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan
perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis
fibrinoid.

2. Perdarahan sub arachnoid

Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma palingsering


didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah
keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula
dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam
TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebral.

Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,


mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari
darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di
ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global

34
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan
glukosa otak dapat terpenuhi.

Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah
otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20
mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.

Tabel 1. perbedaan intraserebri dengan perdarahan subarachnoid

Gejala PIS PSA


Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepla Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering local
Tanda rangsangan +/- +++
meningeal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

35
Manifestasi Klinis
Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh
informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara
sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat
dipahami. Hal ini penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi
terhadap bahaya serangan stroke. Secara umum gejala stroke antara lain adalah:4,5

 Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.


 Kesulitan menelan
 Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
 Nyeri kepala
 Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
 Penglihatan ganda.
 Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
 Pergerakan yang tidak biasa.
 Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
 Ketidakseimbangan dan terjatuh.
 Pingsan.
 Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:

36
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya
fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai

Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan
awal stroke. Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama,
misalnya anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh.
Penderita juga mengalami gangguan penglihatan dan kaki sering kesemutan. Bila telah
terserang, dokter biasanya akan mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri yang
lumpuh, berarti serangan stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya. Gejala stroke
iskemik tergantung pada lokasi dan luasnya sumbatan atau perdarahan.3

Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient Ischaemic
Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah, atau mungkin
rasa kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi
berbicara. Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat, kurang
dari satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan menimbulkan gejala yang
lebih khas, seperti kelumpuhan.
Stroke Iskemik
Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung
neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:

 Arteri serebri anterior


Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai darah ke area
korteks serebri parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan sensorik

37
untuk anggota gerak bawah kontralateral, juga merupakan pusat inhibitoris dari
kandung kemih (pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah serebri
anterior adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang mengenai
anggota gerak bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari miksi
karena kegagalan dalam inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan
dampak terjadi miksi yang bersifat presipitatif.
 Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar dari
hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi
kortikal superior, inferior, dan lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu
menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa
disertai hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi
dominan, gejala juga akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang
memiliki ciri berupa gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada divisi kortikal
inferior jarang terserang secara tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia
kontralateral, gangguan fungsi sensorik kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia
kontralateral, gangguan pemahaman spasial, anosognosia, gangguan identifikasi
anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai sisi dominan,
maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio (lokasi
percabangan arteri serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi superior
dan inferior, maka akan terjadi stroke yang berat. Dengan demikian, akan terjadi
hemiparesis dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan
lengan dibanding kaki, terjadi homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi
dominan akan terjadi afasia global (perseptif dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan mengakibatkan aliran
darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan terjkadi stroke yang lebih hebat.
Sebagai dampaknya, selain gabungan gejala pada oklusi di bifurkarsio atau

38
trifurkarsio seperti yang disebutkan di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis
kaki sisi kontralateral.
 Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung arteri karotis
komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna bercabang-cabang menjadi
arteri serebri anterior dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang memberikan
suplai darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis interna
ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15% stroke
iskemik yang disebabkan oklusi arteri karotis interna ini akan didahului oleh
gejala TIA atau gejala gangguan penglihatan monokuler yang bersifat sementara,
yang mengenai retina mata sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi arteri
serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang
muncul sebagai hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia, homonimus
hemianopia, dan gangguan penglihatan ipsilateral.
 Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang memberikan
aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan
bagian rostral dari mesensefalon. Emboli yang berasal dari arteri basilaris dapat
menyumbat arteri ini.

Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior
menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai lapangan
pandang kontralateral. Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah awal arteri
serebri posterior pada mesensefalon akan memberikan gejala paralisis pandangan
vertikal, gangguan nervus kranialis okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan
defiasi vertikal drai bola mata.

Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat terjadi
afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia (tidak
dapat membaca tanpa kesulitan menulis), agnosia visual (ketidakmampuan untuk

39
mengidentfikasi objek yang ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus
kalosum menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan dengan area
bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri serebri posterior
(kanan dan kiri) mengakibatkan penderita mengalami kebutaan kortikal,
gangguan ingatan dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang
sebenarnya sudah dikenali).

 Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra. Cabang dari
arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus temporal
media, talamus media, kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan defisit
neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri. Trombosis basiler
mempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke
pons. Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata
horizontal, adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti
konstriksi pupil yang reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom
oklusi basiler dengan penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri basilaris
mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis asendens di
mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran. Sedangkan
emboli yang lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian,
mesensefalon, talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark.
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan visual (hemianopia homonim, buta
kortikal), visiomotor (gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan vertikal,
diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi) abnormal tanpa gangguan motorik.
 Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis
inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior. Gejala
yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior mengakibatkan
sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome). Sindrom ini dapat disertai
ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah,

40
hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan
cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi
lateral dari kaudal pons dan menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot
wajah, kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis
superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral pons yang menyerupai lesi
dengan disertai adanya optokinetik nistagmus atau skew deviation.
 Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai dari
permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi
medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis,
nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi.
Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III)
ipsilateral disertai ataksia. Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis
(N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus hipoglosus
(N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis dapat
berupa koma apabila lesi melibatkan kedua sisi batang otak.
 Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral
batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala yang
ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan
apabila nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus
kranialis ipsilateral.
 Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus
14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%).
Terdapat 4 macam sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke
sensorik murni, hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy hand.
Diagnosis
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang
spesifik:7,8

41
1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang
tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis
dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun prinsipnya
sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak. Sedangkan
pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut (minggu 1-2)
akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema serebri atau
komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan neurologic, dan pemeriksaan penunjang.

Dasar Diagnosis
Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atu bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul
sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja
atau sewaktu istirahat. Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang
menyertai stroke misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung.
Dicatat obat-obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan
penyakit lainnya. Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai
koma, dilakukan pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi. Anamnesis
tersebut harus memperoleh informasi tentang berikut ini:

1. Karakteristik gejala dan tanda:


 Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensoris, visual)?
 Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki, dan apakah
seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
 Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal
 Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan sensoris, hilangnya
kemampuan motorik atau visual) atau positif (misalnya menyebabkan sentakan
tungkai (limb jerking), kesemutan, halusinasi)?

42
2. Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat
tangan)
3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:
 Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
 Apakah onsetnya mendadak?
 Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset; apakah
menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul, ataukah progresif
dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi antara fungsi normal dan
abnormal.
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi.
 Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset
5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya:
 Nyeri kepala, kejang epileptik, panic atau anxietas, muntah, nyeri dada.
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan.
 Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
 Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, angina,
infark miokard, intermittent claudicatio, atau arteritis?
7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan?
 Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khusus obat
kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan, dan obat-obatan rekreasional
seperti amfetamin).

Pemeriksaan Fisik

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti


tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran
penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan Skala Koma Glasgow agar
pemantauan selanjutnya lebih mudah. Jika pasien tidak dapat berespon terhadap stimulasi
verbal, harus mencoba membangkitkan respon stimulasi taktil dengan cara mengguncang
hingga mencubit, menekan kuku, dan mencubit dada, tetapi seandainya penderita sadar
tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf otak
dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.

43
Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang disampaikan
maka menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia (gangguan mengingat nama objek
atau kata), kesalahan paraphrase, dan cara berbicara yang sulit dengan gagap semuanya
menunjukkan dugaan afasia. Ketidakmampuan untuk memperhatikan stimuli pada satu
sisi lapang pandang atau tubuh menunjukkan neglect syndrome. Temuan tunggal berupa
ketidakmampuan pasien untuk menentukan atau mengidentifikasi tangan kirinya sendiri
adalah bukti kuat untuk kejadian disfungsi parietalis kanan. Berikutnya, harus dilakukan
pemantauan pasien berupa:

 Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi


 Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
 Pemeriksaan Doll’s eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera leher)
 Sensasi, dengan memeriksa sensasi korena dan wajah terhadap benda tajam
 Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap stimuli noxious
(menggelitik hidung)
 Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara berbicara
dan memeriksa mulut
 Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus, kekuatan
gerakan jari tangan atau jari kaki
 Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi
sensoris, dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis (tingkat level gangguan sensibilitas
pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis di medulla spinalis, sesuai
dermatomnya)
 Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan
disdiadokokinesis
 Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien ke
tangan pemeriksa
 Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan meningkat, yang
kiri normal)
 Refleks patologis (Babinski, Chaddock).7,8
Pemeriksaan Penunjang

44
Laboratorium

 Pemeriksaan darah rutin


 Pemeriksaan kimia darah lengkap:
o Gula darah sewaktu
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali turun.

o Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT, SGPT, CPK,
dan profil lipid (trigliserida, LDH, HDL serta total lipid)
 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap):
o Waktu protrombin
o APTT
o Kadar fibrinogen
o D-dimer
o INR
o Viskositas plasma
 Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi:
o Protein S
o Protein C
o ACA
o Homosistein
 Pemeriksaan Neurokardiologi
Pada sebagain kecil penderita stroke terdapat juga perubahan elektrokardiografi.
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung atau pada
stroke dapat terjadi perubahan-perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahn
oatak yang menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal ini pemeriksaan khusus atas
indikasi, misalnya CK-MB follow-up nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan
EKG dan pemeriksaan fisik, mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of
cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiography terutama Transesofagial
ekokardiografi dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.

45
 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah
1. CT-Scan otak; segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan ini
sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak.
Pada infark otak, pemeriksaan CT-Scan otak mungkin tidak memperlihatkan
gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah
72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu
dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di batang otak.
2. Pemeriksaan foto toraks:
 Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
 Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.6.7
Tatalaksana
Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak
meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid;
hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT
scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika
hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah
memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada
keluarganya agar tetap tenang.

Stadium Akut

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit.


Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial
untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,

46
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien
yang dapat dilakukan keluarga.2,3

Stroke Iskemik

Terapi umum:

Letakkan kepala pasien pada posisi 30˚, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik,
kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan
melalui slang nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia
(kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220
mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg
(pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard
akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal
adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor
alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL
selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan

47
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik ≥ 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal


100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin, karbamazepin).
Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena


0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan
umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:

Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada
penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan stroke akut,
harus disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena baik pada kedaruratan
kardiologik maupun neurologic, faktor waktu adalah sangat penting, akhirnya otak dan
sel-sel neuron harus diselamatkan secara cepat, karena kondisi otak tidak mrmpunyai
“anaerob glycolysis” sehingga “survival time” hanya beberapa menit pada iskemik otak
fokal dan lebih lama (mendekati 60’) pada iskemia global. Terapi medic stroke
merupakan intervensi medic dengan tujuan mencegah luasnya proses sekunder dengan
menyelamatkan neuron-neuron di daerah penumbra serta merestorasikan fungsi
neurologic yang hilang.

Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:

1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke,
kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan sirkulasi dan
perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan ibat-obat yang dapat menghancurkan emboli
atau thrombus pada pembuluh darah.

Terapi trombolisis

48
Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA (recombinant
– tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut baik i.v
maupun intra arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan
dengan pengobatan ini, terapi penghancuran thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi
sebelum ada perubahan irreversible pada otak yang terkena terutama daerah penumbra.

1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut.
Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Obat ini
diharapkan akan memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan
thrombus baru. Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi
dan mencegah/memperkecil pembentukan fibrin dan propagasi thrombus.
2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat dianjurkan. Uji
klinis pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang dan
menurunkan mortalitas penderita stroke akut.

Terapi neuroprotektif

Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan obat-obat
neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan
kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-onat ini berperan dalam
menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat “ischemic
cascade”. Termasuk dalam kaskade ini adalah: kegagalan hemostasis Calsium, produksi
berlebih radikal bebas, disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh
leukosit, dan obstruksi mikrosirkulasi. Proses “delayed neuronal injury” ini berkembang
penuh setelah 24-72 jam dan dapat berlangsung sampai 10 hari.

Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor antara lain: citicoline,
pentoxyfilline, pirasetam. Penggunaan obat-obat ini melalui beberapa percobaan
dianggap bermanfaat, dalam skala kecil.7,8

Stadium subakut

49
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan
tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif
primer dan sekunder.

Terapi fase subakut:

- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,


- Penatalaksanaan komplikasi,
- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Komplikasi dan Prognosis Stroke

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan
pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi
pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering
deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada,
25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke
dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah
penyebab utama dari disabilitas permanen.

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari
perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis
yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang
besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah
dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.

50
Pencegahan stroke

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko
tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan
adalah:

 Mengatur pola makan yang sehat


 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.

Hipertensi Emergensi

Hipertensi emergensi adalah keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan darah
sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan organ target
akut. Hipertensi emergensi juga didefinisikan sebagai peningkatan berat pada tekanan
darah (> 180/120 mmHg) yang terkait dengan bukti kerusakan organ target yang baru
atau memburuk. Hipertensi emergensi ditandai oleh peningkatan tekanan darah sistolik
atau diastolik atau keduanya, yang terkait dengan tanda atau gejala kerusakan organ akut
(yaitu sistem saraf, kardiovaskular, ginjal). Kondisi ini memerlukan pengurangan tekanan
darah segera (tidak harus normalisasi), untuk melindungi fungsi organ vital dengan
pemberian obat antihipertensi secara intravena. Hipertensi emergensi adalah peningkatan
tekanan darah utama dan sering mendadak, terkait dengan disfungsi organ target
progresif dan akut. Hal ini dapat terjadi sebagai kejadian serebrovaskular akut atau fungsi

51
serebral yang tidak teratur, sindrom koroner akut dengan iskemia atau infark, edema paru
akut, atau disfungsi ginjal akut. Tekanan darah sangat tinggi pada pasien dengan
kerusakan organ target akut yang sedang berlangsung, dan merupakan keadaan gawat
medis yang sebenarnya, yang memerlukan penurunan tekanan darah segera (walaupun
jarang ke kisaran normal). Hipertensi emergensi merupakan kenaikan tekanan darah
mendadak yang disertai kerusakan organ target akut yang progresif. Pada keadaan ini
diperlukan tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit-
jam19.

Prevalensi Hipertensi Emergensi

Studi di Amerika berdasarkan data kunjungan di IGD pasien dewasa tahun 2006-
2013 didapatkan sebanyak 809 juta kasus emergensi. Dari 809 juta, ternyata sebanyak 2.4
juta merupakan hipertensi akut. Dari 2.4 juta hipertensi akut diperoleh sebanyak 900 ribu
mengalami kerusakan organ target (hipertensi emergensi). Berdasarkan studi ini
diperoleh bahwa prevalensi hipertensi emergensi jarang terjadi. Insiden hipertensi
emergensi di Amerika Serikat menurun dari 7% menjadi 1%. Tingkat kelangsungan
hidup 1 tahun (survival rate) meningkat dari 20% tahun 1950 menjadi 90% dengan
perawatan yang bagus .Walaupun demikian kunjungan hipertensi emergensi meningkat
lebih dari 2 kali lipat dari 2006 sampai 2013 20.

Ciri-ciri dan Karakteristik Hipertensi Emergensi

Dari beberapa definisi hipertensi emergensi di atas, bisa dimunculkan beberapa ciri-ciri
dan karakteristik hipertensi emergensi:

1. Keadaan gawat medis

2. Tekanan darah sangat tinggi

3. Peningkatan tekanan darah yang berat

4. Peningkatan tekanan darah terjadi secara mendadak

5. Terjadi kerusakan organ target (baru, progresif, memburuk, akut)

6. Kejadian serebrovaskular akut, sindrom koroner akut, edema paru akut, disfungsi

52
ginjal akut, hipertensif ensefalopati, infark serebri, pendarahan intrakranial, iskemi
miokard atau infark, disfungsi ventrikel kiri akut, diseksi aorta, atau eklampsia

7. Memerlukan penurunan tekanan darah segera (dalam waktu menit / jam).

Karakteristik klinis hipertensi emergensi:

1. Tekanan darah biasanya >220/140 mmHg


2. Temuan funduskopi berupa perdarahan, eksudat, papilledema
3. Status neurologi: nyeri kepala, bingung, mengantuk, pingsan, pengelihatan kabur,
kejang, gangguan neurologi fokal, koma.
4. Temuan jantung: pulsasi apeks cordis prominen, kardiomegali, gagal jantung
kongestif
5. Gejala ginjal: azotemia, proteinuria, oliguria
6. Gejala saluran cerna: mual-muntah

Tabel 2. Organ target dan komplikasi pada hipertensi emergensi

Organ Target Komplikasi


Otak Ensefalopati hipertensi
Infark serebral
Perdarahan Intraserebral
Retinopati
Jantung Sindrom coroner akut
Gagal jantung akut
Aorta Diseksi aorta
Ginjal Gagal ginjal akut
Plasenta Eklampsia

Diagnosis Hipertensi Emergensi

Pendekatan awal pada krisis hipertensi dilakukan dengan tepat dan cepat di luar rumah
sakit maupun di dalam rumah sakit dengan urutan:

a) Anamnesis
Riwayat hipertensi (awitan hipertensi, jenis obat yang dikonsumsi, kepatuhan
berobat).

53
Gangguan organ (kardiovaskular, serebrovaskular, renovascular, dan organ lain)
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan kecurigaan organ target yang terkena
berdasarkan anamnesis yang didapat.
Pengukuran tekanan darah di kedua lengan
Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas
Auskultasi untuk mendengar ada/tidak bruit pembuluh darah, bising jantung, dan
ronchi paru,
Pemeriksaan neurologis umum.
Pemeriksaan funduksopi
c) Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang yang dilakukan disesuaikan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan serta ketersediaan fasilitas.
Pemeriksaan laboratorium awal: Hb, Ht, Ureum, Kreatinin, gula darah, dan
elektrolit, urinalisis.
Pemeriksaan penunjang lain: eletrokardiografi, foto polos thorax, CT-Scan kepala,
echocardiografi, USG.
Pendekatan diagnosis:
 Anamnesis: Selain dinyatakan mengenai etiologi hipertensi pada umumnya,
perlu juga ditanyakan gejala-gejala kerusakan organ target seperti gangguan
pengelihatan, edema pada ekstremitas, penurunan kesadaran, sakit kepala,
mual/muntah, nyeri dada, sesak nafas, kencing sedikit/ berbusa, nyeri seperti
disayat pada abdomen.
 Pemeriksaan fisik: tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan denyut
nadi perifer, bunyi jantung, bruit pada abdomen, adanya edema atau tanda
penumpukan cairan, fundukskopi, dan status neuorlogis.
 Pemeriksaan penunjang: darah perifer lengkap panel metabolic urinalisis,
toksikologi urin, EKG, Ct-Scan, MRI, foto thorax.

Tabel 3. Evaluasi Triase Hipertensi Emergensi dan Hipertensi Urgensi

54
Tekanan darah tidak terkontrol
Sering Jarang Hipertensi Emergensi
Tekanan darah >180/110 mmHg >180/110 mmHg Biasanya >220/140
mmHg
Gejala Sakit kepala, gelisah, Sakit kepala berat, Sesak nafas, nyeri
sering asimptomatik sesak nafas, edema, dada, nocturia,
epistaksis disatria, lemas,
altered consciousness
Organ target Tanpa organ target Organ target rusak, Ensefalopati, edema
rusak, tidak ada ada penyakit pulmo, insufisiensi
penyakit kardiovaskular renal, kejadian
kardiovaskular serebrovaskular,
cardiac ischemia
Terapi Observasi 1-3 jam Diamati 3-6 jam, Baseline lab, IV line,
inisiasi pengobatan tekanan darah pengawasan tekanan
peningkatan dosis diturunkan dengan darah dan inisiasi
agen antihipertensi obat reaksi cepat, terapi parenteral
atur terapi
pengobatan
Rencana Evaluasi follow up Evaluasi follow up Dimasukkan ke
72 jam 24 jam ruang rawat intensif,
dirawat hingga
tekanan darah
targetnya tercapai
Tatalaksana Hipertensi Emergensi

Pengobatan hipertensi emergensi tergantung pada jenis kerusakan organ. Pada stroke iskemik
akut tekanan darah diturunkan secara perlahan, namun pada kasus edema paru akut atau diseksi
aorta dan sindroma koroner akut maka penurunan tekanan darah dilakukan dengan agresif.
Penurunan tekanan darah bertujuan menurunkan hingga < 25% MAP pada jam pertama, dan
menurun perlahan setelah itu. Obat yang akan digunakan awalnya intravena dan selanjutnya
secara oral, merupakan pengobatan yang direkomendasikan. Secara umum, penggunaan terapi
oral tidak disarankan untuk hipertensi emergensi, sebaiknya menggunakan parenteral. Pada
orang dewasa dengan hipertensi emergensi, disarankan masuk ke unit perawatan intensif (ICU),

55
dilakukan pemantauan secara terus-menerus terhadap tekanan darah dan kerusakan organ target
dengan pemberian obat parenteral yang tepat. Tekanan darah sistolik harus dikurangi menjadi <
140 mmHg selama satu jam pertama dan < 120 mmHg pada diseksi aorta 19.

Gambar 7. Skema Evakuasi Hipertensi Emergensi

Rekomendasi spesifik ACC/AHA 2017 21:

 Tidak ada bukti secara RCT bahwa obat antihipertensi mengurangi morbiditas atau
mortalitas pada pasien dengan hipertensi emergensi. Namun, dari pengalaman klinik
sangat mungkin terapi antihipertensi bermanfaat untuk hipertensi emergensi. Juga tidak
ada bukti secara RCT kualitas tinggi untuk memberi tahu klinisi tentang golongan obat
antihipertensi lini pertama mana yang memberi manfaat lebih banyak daripada bahaya
pada hipertensi emergensi. Namun, 2 percobaan telah menunjukkan bahwa nicardipine
mungkin lebih baik daripada labetalol dalam mencapai target tekanan darah jangka
pendek. Karena autoregulasi perfusi jaringan terganggu pada hipertensi emergensi,
continuous infusion of shortacting titratable antihypertensive agents seringkali lebih
baik untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut.
 Kondisi memaksa penurunan tekanan darah secara cepat hingga < 140 mmHg pada jam
pertama pengobatan meliputi diseksi aorta, preeklamsia berat atau eklampsia, dan

56
pheochromocytoma dengan krisis hipertensi.
 Tidak ada bukti secara RCT yang membandingkan strategi yang berbeda untuk
mengurangi tekanan darah dan tidak ada bukti secara RCT yang menyarankan seberapa
cepat atau berapa banyak tekanan darah yang harus diturunkan pada hipertensi
emergensi. Namun, pengalaman klinik menunjukkan bahwa pengurangan tekanan darah
berlebihan dapat menyebabkan atau berkontribusi pada iskemia ginjal, serebral, atau
koroner dan harus dihindari. Dengan demikian, dosis komprehensif obat antihipertensi
intravena atau bahkan oral untuk menurunkan tekanan darah dengan cepat bukan tanpa
risiko. Pembebanan dosis oral obat antihipertensi dapat menimbulkan efek kumulatif
yang menyebabkan hipotensi setelah dikeluarkan dari ruang perawatan.

Manajemen untuk krisis hipertensi ACC/AHA 2017 21 :

 Apabila kita menghadapi pasien dengan tekanan darah yang sangat tinggi tekanan
darah sistolik > 180 dan atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg maka perhatikanlah
apakah ada kerusakan organ target yang baru / progresif / perburukan.
 Apabila iya, maka diagnosisnya adalah hipertensi emergensi dan rawat di ICU.
 Apabila tidak, mungkin ada peningkatan tekanan darah saja dan lakukan evaluasi /
berikan obat antihipertensi oral dan follow up selanjutnya.
 Pasien hipertensi emergensi yang dirawat di ICU, apakah terjadi diseksi aorta,
preeklampsia/eklampsia berat, krisis preokromositoma.
 Apabila iya, turunkan TDS < 140 mmHg pada 1 jam pertama dan < 120 mmHg pada
diseksi aorta.
 Apabila tidak, turunkan tekanan darah maksimal 25% pada 1 jam pertama, selanjutnya
turunkan sampai 160/110 mmHg pada jam kedua sampai jam keenam, dan selanjutnya
dapat diturunkan sampai tekanan darah normal pada 24-48 jam

57
Obat untuk hipertensi emergensi

Tabel 4.Obat parenteral hipertensi emergensi

58
Tabel 5.Obat pilihan dan kontraindikasi pada hipertensi emergensi

59
BAB IV

KESIMPULAN

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupagangguan fungsional otak fokal maupun global
secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh
sebab lain selain penyebab vaskuler.

Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di


daerah yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat lesi
di traktus kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan
kesadaran sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh
stroke.

Stroke terbagi menjadi 2 macam berdasarkan etiologi dan patogenesisnya, yaitu


stroke hemoragik ( perdarahan intraserebral dan perdarahan sub aracnoid) dan stroke non
hemoragik (stroke iskemik). Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
di dalam otak, sedangkan stroke iskemik disebabkan oleh trombolitik atau sumbatan
pembuluh darah sehingga asupan darah ke otak tidak lancar.

Penanganan stroke dibagi beberapa tahap, yaitu tahap promotif, tahan prevensi
primer, dan tahap prevensi sekunder. Dalam tahap promotif dilakukan pencegahan
timbulnya faktor resiko stroke dengan cara melakukan gaya hidup sehat pada individu
sehat yang belum mempunyai faktor resiko. Tahap prevensi primer dilakukan untuk
mengendalikan faktor resiko yang telah terjadi dengan dukungan gaya hidup sehat pada
individu yang telah mempunyai faktor resiko agar tidak terjadi TIA/Stroke dapat sembuh
dalam kurun kurang dari 24 jam. Tahap prevensi sekunder dilakukan terapi medikamentosa
seperti antikoagulan atau antiplatelet, bila perlu dilakuna tindakan bedah seperti
Tromboektomi dan Angioplasti + Stenting. Setelah keadaan membaik dapat didukung

60
dengan gaya hidup sehat dan mengendalikan faktor resiko secara teratur agar dapat
mencegah stroke berulang.

Stroke non hemoragik akibat trombus terjadi karena penurunan aliran darah pada
tempat tertentu di otak melalui proses stenosis sehingga terjadi kaskade molekular yang
bersifat multi fisiologi. Keseluruhan mekanisme patofisiologi dari stroke bersifat kompleks
dan hasil akhir dari kaskade iskemia adalah kematian neuronal dan diikuti oleh hilangnya
fungsi normal dari neuron yang terkena. Daerah penumbra inilah yang menjadi sasaran
terapi pada penderita dengan stroke. Faktor kecepatan dan ketepatan dalam mendiagnosis
dan menatalaksana penderita stroke sangat menentukan keberhasilan terapi, prognosis, dan
kemungkinan komplikasi pada penderita. Melalui pemahaman mengenai mekanisme
selular.13

Seorang praktisi kesehatan akan dapat membuat keputusan klinis yang cepat dan
tepat terutama dalam memutuskan tatalaksana dini pasien dengan kecurigaan stroke,
khususnya stroke non-hemoragik tipe trombus.14

61
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2009.
2. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
3. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia Press,
2009.
4. Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf. Accessed
on 10th January 2012.
5. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006: 233-271.
6. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-1633.
7. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri Ketiga.
Jakarta, 2004.
8. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
9. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke
2009. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2009.
10. Truelsen, T. Begg, S. Mathers, C. The Global Burden of Cerebrovascular Disease. 2000.
Burden of Diseases. World Health Organization. 2000. Tersedia di:
http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_cerebrovasculardiseasestroke.pdf (Akses: 8
November 2012)
11. Hinkle, JL. Guanci, MM. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007; 39 (5):
285-293, 310
12. .Maas, MB. Safdieh, JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of
Localization. Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009; 13(1): 2-16
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 8 Dari 1000 Orang Indonesia Terkena
Stroke.2011. Tersedia di: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1703-8-
dari-1000-orang-di-indonesia-terkena-stroke.html (Akses: 8 November 2012)

62
14. Trent MW, John T, Sung CT, Christopher GS, Sthepen MT. Pathophysiology, treatment,
animal and cellular models of human ischemic stroke. Molecular
Neurodegeneration.2011;6:11
15. Guyton, AC. Hall, JE. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal, dan Metabolisme Otak.
Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2006. Hlm: 801-808
16. .Janice L, Hinkle, Mary MK. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007;
39:285-293, 310
17. .Jan, S. Trombosis of Cerebral Vein and Sinuses. N Engl J Med.2005;352:1791-8
18. Stoll, G. Kleinschnitz, C. Nieswandt, B. Molecular Mechanisms of Thrombus Formation in
Ischemic Stroke: Novel Insights and Targets for Treatment. The American Society
ofHematology. Blood. 2008; 112(9): 3555-3562
19. Turana, Y., Widyantoro, B., and Juanda, G.N., 2017. Hipertensi krisis (emergensi dan
urgensi). In: Turana, Y., and Widyantoro, B., Buku Ajar Hipertensi. Perhimpunan Dokter
Hipertensi Indonesia. Jakarta. Janke, A.T., McNaughton, C.D., Brody, A.M., et al., 2016.
Trends in the Incidence of Hypertensive Emergencies in US Emergency Departments From
2006 to 2013. Journal of the American Heart Association. Vol 5 (12): e004511.
20. Janke, A.T., McNaughton, C.D., Brody, A.M., et al., 2016. Trends in the Incidence of
Hypertensive Emergencies in US Emergency Departments From 2006 to 2013. Journal of
the American Heart Association. Vol 5 (12): e004511.
21. Whelton, P.K., Carey, R.M., Aronow, W.S., et al., 2017. 2017
ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for the
Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults: A
Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on
Clinical Practice Guidelines. Hypertension 2017.

63

Anda mungkin juga menyukai