Anda di halaman 1dari 3

Dampak Junk Food Bagi Kesehatan

Eka Nur Insani


Universitas Negeri Malang
Email: ekanurinsani14@gmail.com

Abstrak: Junk food merupakan makanan yang rendah gizi dengan berbagai kerugian
yang diterima bagi kesehatan. Akan tetapi, masyarakat tetap mengonsumsinya alasannya
karena harganya yang relatif murah, prosi yang disajikan cukup banyak jika
dibandingkan makanan sehat, instan, dan kaya akan rasa. Penulis membahas mengenai
dampak Junk food sebagai makanan yang digemari berbagai golongan masyarakat serta
bagaimana mengatasi untuk mengurangi konsumsi Junk food.

Kata Kunci: junk food, kesehatan, makanan populer, mengurangi junk food

Junk food atau makanan rendah gizi merupakan istilah yang mendeskripsikan makanan
yang tidak sehat atau memiliki sedikit kandungan nutrisi. Junk food merujuk pada makanan
olahan dengan tambahan aneka perasa agar cita rasanya semakin menggugah. Menurut Oetoro, S
(2013) seorang Dokter Spesialis Gizi mengatakan, junk food kerap dikenaal sebagai makanan
yang tidak sehat (makanan sampah).
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, makanan siap saji pada saat ini menyumbang
28% dari semua kalori yang dikonsumsi oleh penduduk perkotaan. Karena kurangnya kesadaran
masyarakat akan bahaya mengonsumsi junk food secara berlebihan. Masyarakat lebih senang
mengonsumsi junk food karena kelezatan dan cara penyajian yang cepat. Adapun fokus
penelitian ini adalah membahas hal-hal yang berkaitan dengan junk food dan kesehatan, junk
food sebagai makanan popular dan cara mungurangi konsumsi junk food.

BAHASAN
Junk Food dan Kesehatan
Dibalik kelezatan junk food, ada zat aditif tertentu yang disebut monosodium glutamate
(MSG), yang merupakan bahan yang populer dalam makanan cepat saji. Zat aditif ini
menciptakan ketidakseimbangan dalam sistem endokrin yang dapat memicu obesitas. Selain itu,
junk food juga memiliki kandungan lemak jenuh, tinggi gula, dan banyak mengandung garam.
Jika dikonsumsi terlalu banyak, kemungkinan akhirnya junk food bisa menyebabkan penyakit
jantung, diabetes, tekanan darah dan penyakit hati (Rosmauli & Wuri, 2012). Junk food sebagai
makanan rendah nutrisi atau makanan yang tidak baik untuk dikonsumsi karena junk food
mengandung jumlah lemak yang besar dan bahan-bahan kimia berbahaya bagi kesehatan
sehingga memicu penyakit mematikan seperti jantung dan kanker. Junk food juga mengandung
banyak sodium, lemak jenuh, dan kolesterol.
Junk Food Sebagai Makanan Populer
Alasan utama junk food digemari banyak orang yaitu, harganya murah, mudah
didapatkan, rasa enak, praktis dan memiliki porsi besar. Beberapa restoran bahkan juga
menyediakan paket makanan yang membuat kita bisa mendapatkan beberapa jenis makanan
dengan harga yang sangat ekonomis. Sama dengan makanan cepat saji yang bisa kita pesan
dengan sangat mudah dan penyajiannya sangat cepat. Namun, zat gizi utama dalam makanan
seperti ini adalah karbohidrat. Penyajian dengan porsi besar dan banyak serta rasa yang sangat
gurih benar-benar menjadikan junk food menjadi makanan yang sempurna di lidah dan di
dompet. Junk food sangat kaya rasa, biasanya terdiri dari rasa manis, berlemak, asin, atau
kombinasi ketiganya yang disukai oleh banyak orang. Itulah mengapa makanan yang cenderung
tawar seperti sayuran hanya disukai oleh sebagian orang saja. Bagi orang yang menyukai rasa
manis atau asin, junk food menjadi jawabannya. Namun, tak sekadar rasa, kombinasi gula dan
lemak juga menciptakan tekstur yang disukai banyak orang.
Mengurangi Konsumsi Junk Food
Banyak orang melakukan berbagai upaya untuk membatasi konsumsi junk food supaya
terhindar risiko terjangkit penyakit-penyakit tersebut, tetapi ada pula yang tidak melakukan
upaya apapun. Membatasi konsumsi junk food dalam periode tertentu, misalnya dengan
mengonsumsi junk food maksimal seminggu sekali atau sebulan sekali. Dengan pembatasan
konsumsi seperti ini, bisa mengurangi risiko penyakit sekaligus berhemat. Mengganti camilan
berupa makanan ringan menjadi buah dan sayuran, serta memperbanyak konsumsi air putih.
Meminum jus dapat menjadi salah satu cara alternatif untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan
mineral bagi orang-orang yang tidak menyukai sayur dan buah-buahan.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsumsi junk food adalah dengan
mengetahui kandungan gizi pada makanan, sehingga dapat diketahui seberapa sehatnya makanan
tersebut untuk dikonsumsi. Cara selanjutnya yaitu membandingkan dua jenis makanan dan
mengetahui manfaatnya. Misalnya, memilih antara mengonsumsi salad dengan selai kacang dan
makanan instan atau junk food. Kita juga dapat mencari referensi makanan lain, supaya menu
sehari-hari lebih bervariasi dan tidak membosankan. Selain itu, kita juga bisa memilih untuk
menyiapkan bekal atau memasak sendiri.

PENUTUP
Simpulan
Junk food sebagai makanan rendah nutrisi atau makanan yang tidak baik untuk
dikonsumsi karena junk food mengandung jumlah lemak yang besar dan bahan-bahan kimia
berbahaya bagi kesehatan sehingga memicu penyakit mematikan seperti jantung dan kanker.
Alasan utama junk food digemari banyak orang yaitu, harganya murah, mudah didapatkan, rasa
enak, praktis dan memiliki porsi besar. Mengurangi konsu msi junk food dapat dilakukan
dengan melakukan kontrol jadwal, mengganti dengan buah dan sayuran, dan membuat makanan
sendiri.

Saran
Sebaiknya masyarakat dapat lebih bijak dalam memilih makanan. Apabila terpaksa
memilih junk food, maka perhatikan kandungan dari makanan tersebut. Mengingat banyaknya
dampak buruk dari junk food, diperlukan beberapa solusi tepat dari pemerintah. Alangkah
baiknya pemerintah memberi pedoman serta membatasi perizinan untuk membuka restoran junk
food. Dengan demikian, banyak dampak buruk dari junk food dapat ditekan sekaligus
memperbaiki kesehatan masyarakat.

DAFTAR RUJUKAN

Sodik, Muhammad Ali. "Fast Food, Junk Food, dan Dampaknya Bagi Kesehatan."

Saputri PI, Triani. Perancangan Kampanye Bahaya Mengkonsumsi Junk Food Bagi Kesehatan
Masyarakat di Kota Bandung. Diss. Universitas Komputer Indonesia, 2014.

Habibillah, Neng Ainur Fitri. Hubungan antara Health Belief Model dan Kontrol Diri dengan
kebiasaan mengonsumsi Junk Food pada mahasiswa. Diss. UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
2017.

Anda mungkin juga menyukai