Anda di halaman 1dari 48

TEMAN SEJATI

DAYAT
XII IPA 4
SMA NEGERI 1 DUSUN TENGAH
Daftar Isi
Chapter 1 : Sahabatku
Chapter 2 : Tugas Osis
Chapter 3 : Pengakuan Cinta
Chepter 4 : Rencana Besar
Chapter 5 : Putusnya Ikatan Persahabatan
Chapter 6 : Serigala Berbulu Domba
Chapter 7 : Perasaan Sebenarnya

1
Chapter 1 
Sahabatku 
 
Namaku Aditya, aku hanyalah seorang anak SMA biasa saja yang tidak memiliki kelebihan
apapun. Di musim semi di mana cahaya matahari bersinar dengan terangnya dan angin
meniup bunga-bunga sakura yang indah, aku pijakkan kakiku langkah demi langkah
berangkat ke sekolah.
Aku selalu pergi dengan seorang cewek, namanya Karin. Dia adalah temanku dari sejak
kecil, rumah kami berdekatan, dan dia selalu ceria dan semangat seperti bunga matahari.
"Dia terlambat. Woy, karin.
Aku menunggu lama sekali di depan rumahnya.
"Dasar, kita akan terlambat jika begini terus…."
"Maaf! aku sudah siap sekarang."
Dia membuka pintu dengan cepat.
"Pagi, harinya cerah, ya!"
"Senyummu berseri-seri seperti seorang idol di atas panggung, apa yang membuatmu
terlambat?"
"Hehehe, takkan kuberi tahu! cewek selalu punya banyak rahasia, kau tau!"
"Hmm…"
Aku penasaran dan kulihat seluruh tubuhnya.
"Uh, ada apa? Kenapa kamu menatapku seperti itu?"
"Apa jangan-jangan yang membuatmu lama karena kamu sibuk berdandan…?
"Ehh... ? Entahlah?"
Dia berusaha mengalihkan pembicaraan dengan segera berangkat ke sekolah.
"Ayo kita lari untuk mengejar waktu."
"Huh? Apa yang kamu katakan….?"
"Diamlah, nanti kita terlambat."
Dia berlari dengan cepat sekali mendahuluiku.
"Pagi semuanya. Eh, dimana Aditya?"
"Haah, haah, haah. aku ketinggalan."
"Kamu lambat sekali."
Aku terengah-engah menarik napas karena kelelahan.
"Ini masih pagi, dan kau sudah kelelahan?"
"Jangan samakan aku dengan pemain tenis hebat."
"Yo, Aditya."
"Ah, pagi Alex
Alex adalah teman akrabku dari SMP, bisa dikatakan sahabat. Dia kapten Baseball di
SMA ini.

2
"Kau terlihat capek seperti biasanya. Apakah dia memaksamu berlari lagi?"
"Ting tung! ya benar, kami ke sekolah seperti biasanya hari ini!"
Karin mengangkat tangannya dan tanganku bersamaan.
"Whooo, kelihatannya semakin panas di sini. aku ingin bertanya…. Kapan kalian
akan berkencan?"
Kami berdua langsung melepaskan tangan kami.
"Kita tidak seperti itu!"
"Jangan malu, kamu bisa membuat Aditya seperti tadi!"
"Sudahlah Alex, hentikan bercandaanmu."
Karin tiba-tiba lari keluar meninggalkan kami berdua.
"Ah! Hey, Karin."
"Maaf, apa aku mengacaukan semuanya?"
"Sepertinya begitu."
Aku dan Alex langsung mengejarnya dengan cepat.
"Kelas akan segera dimulai, ayo bawa dia kembali." Kataku.
"Yeah, tapi gimana caranya?"
"Serahkan padaku."
"Dia tadi menuruni tangga, kan?"
"Yeah."
"Karin kslau kau kembali, akan kutraktir kau makan es krim!"
"Benarkah?" Dia keluar dari bawah tangga.
"Iya benar."
"Benarkah, benarkah?"
"Ya, benar, benar."
Alex meminta maaf karena membuat Karin pergi keluar.
"Maaf! aku mengacau, maafkan aku!"
"Uh, tak perlumeminta maaf! Aku tadi cuma kaget saja, itu saja…."
"Kalo begitu ayo kembali."
"Hehe… Aku menantikan es krim strawberi."
"Ugh…"
"Ayo kita makan itu bersama."
"Yah, sesekali kenapa tidak kuturuti saja."

3
 
Chapter 2 
Tugas Osis 
 
Saat pulang sekolah, beberapa mrid tetap berada di sekolah berlatih ekskul. Begitu juga
denganku, aku adalah seorang sekretaris OSIS.
"Oh, ada apa, sedang tugas OSIS?" Karin menanyakanku sedang berlatih tenis.
"Yeah, kami butuh laporan kegiatan dari tim basket. Aku harus mengumpulkan
informasi dari kegiatan mereka."
"Jadi begitu, kelihatannya OSIS juga sibuk."
"Tidak juga, lagipula aku msu kembali. Berjuanglah dengan latihanmu."
Dia menghentikan tanganku kembali ke ruang OSIS.
"Karin?"
"Uh… Kau tahu! Tentang pagi tadi…"
"Yah… sekarang sudah baik-baik saja."
"Tidak, bukan itu!"
Karin mengatakan sesuatu dan mukanya menjadi merah dan berseri-seri membuat dadaku
berdebar-debar dengan kencang.
"Kita terlihat seperti… orang pasti berpikir bahwa kita pacaran. Jadi Aditya! dengar
aku…"
"Uwooooh! Aku bisa merasakan darahku mendidih! Aku datang lapangan sekolah!"
Alex tiba-tiba berlari di tengah-tengah kami dengan cepat.
"Maafkan aku teman-teman."
"Haha, seperti biasanya dia terlihat semangat sekali."
Karin jadi tidak jadi mengatakannya kepadaku.
"Sebenarnya aku akan mengatakannya lain waktu saja."
"Eh?"
"Aku harus kembali sekarang! Sampai jumpa!"
"Yeah, semoga beruntung!"
Di hatiku seperti terdapat kekesalan yang janggal. Aku kembali ke ruang OSIS.

4
"Tok tok tok."
"Masuk. Oh, Aditya."
"Maaf aku terlambat."
"Kau masih yang pertama kali datang, kok."
Ketua OSIS adalah seorang cewek dari kelas tiga, dia menjabat sebagai ketua OSIS dua
kali, namanya Linda. Dia dikagumi oleh setiap murid di sekolah karena selalu cantik seperti
bunga sakura.
"Aku hargai kamu biasanya datang paling pertama. Yang lain juga masih belum
datang."
"Mungkin kelasnya masih berjalan."
"Bendahara kita juga pergi lebih dulu."
"Tak usah dipikirkan! Ayo kita tunggu saja mereka."
"Kamu ini selalu saja santai, Aditya."
Tidak lama kemudian pengurus OSIS lainnya datang.
"Baiklah, saatnya kita mulai. Rapat kali ini adalah tentang kegiatan ekskul siswa.
Beberapa pengurus hanya memandangi kecantikan ketua OSIS di depan.
"Ketua tolong lihat data ini." kataku
"Kerja bagus, mengumpulkan ini semua, Aditya. semua tinggal mengunjungi setiap
kegiatan ekskul sekali lagi, kita akan berpercar untuk mengeceknya."
"Aku sudah membuat tugas siapa yang mengunjunginya."
"Kamu hebat Aditya, sudah memikirkan semuanya."
"Terima kasih."
"Ayo selesaikan ini, sebelum hari berakhir."
"Siap."
Setelah selesai rapat, aku dan ketua OSIS Linda pergi ke kegiatan ekskul.
"Aku tak cocok denganmu, Aditya. Ini seperti masalah untukmu yang hanya menjadi
sekretaris."
"Selama aku bisa berguna untukmu itu sudah cukup."
"Saat masa jabatanku habis, aku akan mendukungmu menjadi ketua OSIS."
"Apa? Aku tidak kepikiran, aku bisa menanganinya."
"Jangan khawatir jika kamu punya masalah, kamu bisa mencariku. Aku akan datang
untuk membantumu, apapun yang terjadi."

5
Dia mengatakannya dengan terdengar lembut di telingaku.
"Oh iya… ngomong-ngomong Aditya, apa kamu punya hp?"
"Punya."
"Lalu, jika kamu mau bagaimana kalau kita bertukar nomor kontak kita?"
Tingkah Linda jadi aneh, dan cara bicaranya tergagap-gagap.
"Itulah mengapa! itu akan mempermudah kita mengurus kegiatan OSIS jika dalam
keadaan darurat. Aku tidak punya motif tersembunyi!"
"Ya itu benar, aku akan kesulitan jika tidak tahu nomor hp kamu. Tentu mari kita
lakukan…"
"Terima kasih mari kita bertukar nomor hp."
"Ini."
"Lihat, nomormu sudah kusimpan. Sekarang kita bisa saling berkonsultasi kapanpun!"
Linda terus-terusan melihat hpnya sambil tersenyum.
"Mari kita mulai dari ekskul tenis."
"B-benar."
Di ekskul tenis Karin sedang semangatnya berlatih bermain.
"Oh, itu Aditya! Ada apa?"
"Hanya datang melihat latihan kalian saja.
"Jadi begitu. Hallo, ketua Linda!"
"Hallo juga, Karin."
"Jadi kamu mau melihat kegiatan ekskul tenis hari ini?"
"Memang, setelah ini kami akan pergi ke ekskul baseball."
"Jadi begitu…"
Karin tiba-tiba jadi murung seperti sedang hujan.
"Bersama dengan Aditya disetiap kegiatan ekskul…, dan kau ingin pergi ke ekskul
baseball."
"Hahaha! itu benar! Aku pinjam dulu yah, teman masa kecilmu ini!"
Karin kelihatan menjadi marah setelah mendengar perkataan Linda. Kakinya dihentakkan
ke tanah beberapa kali.
"Apa dia tidak menyukaiku?"
"Kurasa tak begitu."
"Lalu…"

6
"Ow!"
Bola kasti melayang ke arahku dengan cepat dan mengenai kepalaku.
"Apa kamu tidak apa-apa?"
"Ya, di sini bahaya. Mari kita cepat-cepat ke ekskul baseball."
"I-iya."
Ketka di ekskul baseball, Alex bersama dengan timnya sedang berlatih dengan semangat
sekali.
"Mereka semua berlatih dengan keras." kataku
"Tahun kemarin, mereka kalah saat final."
Tahun lalu saat final turnamen baseball daerah, mereka hampir saja menang dengan
selisih angka sedikit.
"Alex pasti akan mewujudkan itu sekarang, karena sekarang dia yang paling bekerja
dengan keras."
"Iya itu benar, dia kelihatan keren."
"Oh! Aditya, apa itu kau?"
"Aku sedang melihat kerja kerasmu, Alex."
"Yeah, tahun ini… Oh, ketua Linda, apa anda ke sini untuk memeriksa kegiatan
kami?"
"Hai, Alex! iya."
"Gunakanlah Aditya untuk bekerja, dia pasti akan berguna untuk anda."
"Iya itu benar, Aditya selalu banyak membantuku… lakukan yang terbaik untukmu
juga!"
"Ya, aku akan pergi sekarang!"
Linda ke belakang dan menulis sesuatu di buku catatannya.
"Apa ada masalah, ketua?"
"Wah, tidak sama sekali!"
"Benarkah?"
Saat pemain baseball memukul bola, bolanya mengarah ke Linda.
"Awas ketua!"
Aku dorong dia dan sampai kami berdua terjatuh.
"Haah, apa kamu baik-baik saja, ketua?"
Aku tidak sengaja berada di atas Linda.

7
"Sa-saya minta maaf!"
"Tak apa-apa dan terima kasih."
Alex melihat kami terjatuh dan menghampiri kami berdua.
"Aditya, apa kamu baik-baik saja?"
"Aku tak apa-apa."
"Aku juga, jangan khawatirkan kami dan tetaplah berlatih."
Setelah itu kami kembali ke ruang OSIS dan memberikan hasil kunjungan kami.
"Terima kasih untuk hari ini, Aditya. Maaf untuk hari ini."
"Oh… tidak saya juga…"
"Apa ada sesuatu yang aneh tentangku hari ini?"
"Tidak….? kamu inspiratif seperti biasanya."
"Begitu, kah? Aku senang mendengarnya."
Suasananya menjadi senyap dan tidak ada suara sedikit pun.
"Kukira kau mungkin telah mengerti…. Aditya!"
"I-iya…?"
Linda tiba-tiba memegang bahuku dengan erat dan mukanya terlihat1 malu-malu.
"Aku…"
"Ada apa?"
"Hmm, tak ada jangan dipikirkan."
"Eh?"
"Maaf sudah menahanmu di sini. Sampai ketemu besok."
"Y-ya sampai nanti."
Ketika aku sampai di rumahku, aku langsung tidur di kasurku, aku memegang kepalaku
memikirkan yang terjadi saat di ruang OSIS. Akan tetapi semuanya sudah dalam
genggamanku. Sesuai dengan yang direncanakan mulai dari Karin yang ingin nembak aku,
tak diragukan lagi di pasti akan jatuh cinta denganku dan saat ketua Linda meminta nomorku
terlihat dia malu-malu. Kemudian aku mengakhirinya dengan menyebabkan konflik di antara
mereka.
Dengan pesona palsuku seakan-akan aku adalah anak yang lugu dan baik, akhirnya aku
akan menjadi master cinta dan menikmati kehidupan sekolah yang penuh dengan godaan.
Kemudian hpku berdering.
"Huh? Hpku?"

8
Aku terkejut ternyata yang menelponku dari ketua Linda. Aku berusaha menjawabnya
dengan tenang dan kuatur pernapasanku.
"Oh… Ya, hallo?"
"Hallo Aditya, maafkan aku ini mendadak…. jadi ini… bisakah kita ketemuan
sekarang ada hal penting yang ingin kubicarakan?"
"Eh? sekarang?"
"Apa aku mengganggumu, kalo begitu…"
"Tidak! Aku bisa kok!"
"Benarkah? Aku sungguh senang sekali! Mari kita ketemuan di kursi taman."
"Ya, aku akan ke sana sekarang."
Akhirnya momen ini lebih cepat dari yang aku kira. Dia ingin membicarakan hal yang
penting di taman, tidak salah lagi ini pasti adalah pengakuan cinta.

 
 
 
 
 

9
Chapter 3 
Pengakuan cinta 
 
Setelah mendengar ketua Linda aku langsung pergi menemuinya, Tak akan ada yang bisa
menghentikanku sekarang. Ketika aku sampai di taman Linda menungguku di kursi taman.
"Maaf sudah membuatmu menunggu!"
"Ah, tidak. Terima kasih sudah mau datang ke sini. Um… bagaimana kalau kamu
duduk di sini dulu!"
"Okay."
"Baik… em…"
Dia terlihat sangat gugup sekali.
"Sebenarnya… ada seseorang yang aku suka…"
"I-iya."
"Saat memikirkannya, dadaku terasa sesak. Tapi hanya dengan menemuinya itu sudah
membuatku bahagia."
Semakin lama aku mendengarnya malah dadaku yang tersa sesak.
"A-aku… aku…
Dia perlahan-lahan mendekatkan wajahnya denganku.
"Aku sudah jatuh cinta dengan sahabatmu, Alex."
"Apa?"
Aku sangat terkejut dengan yang ia katakan kepadaku, jiwaku seakan-akan remuk.
"Ini terjadi saat final turnamen baseball tahun lalu."
"Final turnamen baseball tahun lalu?"
Waktu itu Alex dan timnya kalah dalam turnamen baseball. Saat mereka kehilangan
semangatnya, di tengah lapangan Alex tetap memberi mereka semangat dengan senyumnya.
"Sampai sekarang, sosoknya masih membekas di mata dan hatiku. Tapi, sebenarnya
bukan."
"Huh?"

10
"Setelah itu, merasa ingin tahu. Aku pergi ke ruang ganti dari pintu timur, Aku
melihat dia manangis sambil membenturkan kepalanya. Dan disaat itu aku
mencintainya."
"A-ah?"
"Hanya saja kami jarang untuk bertemu dan celah di antara kami… Lalu ini memang
menyedihkan tapi aku ingin kamu mendekatkan kami."
Mendengar hal itu seperti petir tiba-tiba menyambarku dari atas.
"A… apa tak bisa?"
Matanya terlihat bersinar-sinar saat melihatnya begitu tulus.
"Bisa kok, serahkan padaku."
"Sungguh? Makasih, aku sangat senang!"
Dia memelukku dengan erat dan pergi begitu saja.
"Baiklah kita lanjutin besok ya!"
Aku benar-benar terkejut dengan pengakuannya, hatiku terasa seperti teriris pedang. Aku
telah ditipu olehnya mulai dari dia ingin minta nomor hpku. Padahal aku sudah
melakukannya dengan benar, mulai dari bertingkah seperti anak lugu dan menyeting
kehidupan yang kuinginkan.
Aku tidak bisa pulang menerima kenyataan pahit ini. Aku seperti kehilangan arah jalan
hidup lagi. Jika saja ada malaikat yang bisa menenangkan jiwa remukku ini. Bzzzzzbzzzzz,
hpku tiba-tiba bergetar, ternyata pesan dari Karin.
"Bisa nggak kita ketemuan? Aku akan menunggumu di sana, taman bermain dimana
kita sering bermain….
Ini penting."
Ini adalah waktu yang sangat-sangat kunantikan. Teman masa kecil kesayanganku atau
bisa dikatakan istri masa depanku. Dia adalah bidadari yang diturunkan dari kahyangan
hanya untuku seorang. Aku merasa berdosa karena sudah memburu cewek yang salah. Aku
akan langsung pergi menemuimu Karin, tunggu aku bidadari tercintaku.
"Maaf sudah membuatmu datang malam-malam." kata Karin.
Saat aku menemuinya tidak aku sangka ternyata hari sudah malam.
"Umm… bagaimana kalau kamu duduk di sini dulu!"
"Tentu."
"Jadi… sebenarnya… ada seseorang yang aku suka…."

11
Tingkahnya mirip sekali dengan Linda.
"Saat aku memikirkannya, dadaku terasa sesak. Tapi hanya dengan menemuinya itu
sudah membuatku bahagia."
Perasaan ini tidak asing lagi bagiku. Dia mendekatkan wajahnya denganku juga.
"A-aku… aku…Aku sudah jatuh cinta dengan sahabatmu, Alex."
Jiwaku kali ini tidak saja hancur tapi seakan-akan keluar dari tubuhku.
"Ini terjadi saat setelah final turnamen baseball tahun lalu."
Ceritanya juga dari situ, Alex benar-benar merusak rencanaku.
Waktu itu Alex dan timnya kalah dalam turnamen baseball. Saat mereka kehilangan
semangatnya, di tengah lapangan Alex tetap memberi mereka semangat dengan senyumnya.
"Sampai sekarang, sosoknya masih membekas di mata dan hatiku. Tapi, aku tahu.
Saat aku ke ruang ganti lewat pintu barat."
"​Barat?"
Aku kira mereka akan saling bertemu sehingga tercipta suasana panas dengan Linda.
"Alex menangis sambil membenturkan kepalanya. Dan disaat itu aku mencintainya."
Mendengar cerita itu benar-benar membuatku muak.
"Tapi, aku dan Alex teman dekat sejak SMP, kan?"
"Benar."
"Lalu, ini memang menyedihkan, tapi…"
"Huh?"
"Aku ingin minta tolong kamu."
Mendengar hal itu dua kali tidak hanya petir yang menyambarku akan tetapi bumi
seakan-akan hancur.
"A… apa tak bisa?"
Dia juga memperlihatkan matanya yang tulus.
"Ya, serahkan kepadaku."
"Oh, makasih makasih makasih banget…. Aditya, kamu memang yang terbaik.
Dia juga memelukku dan pergi begitu saja.
"Baiklah, sampai ketemu besok, Aditya."
Aku jadi tidak bisa berpikir dengan jernih melihat kedua cewek itu malah berakhir
menyukai sahabatku.Aku sudah muak dengan keadaan semua ini, aku mau berhenti menjadi

12
protagonis yang lugu dan baik kalau begini. Cukup sampai di sini sosok cowok baik dari
Aditya sudah mati.
Akan tetapi dari situasinya, ada dua cewek dan satu cowok. Jika salah satu dipilih maka
akan menghancurkan salah satu yang lainnya, ini berarti aku bisa mempengaruhi siapa yang
ditolak. Dengan begitu aku masih punya kesempatan, aku hanya perlu membantu mereka
berdua sampai salah satu ada yang pacaran sama Alex, rencana ini sangat mudah. Yang
manakah gadis yang akhirnya akan menjadi milikku? Aku sangat ingin tahu.

13
Chapter 4 
Rencana Terbesarku 
 
Dunia percintaanku sudah kacau sekali, hari yang cerah malah menjadi mendung dan bunga
sakura yang berjatuhan menjadi seperti sampah yang berserakan.
Aku sudah hampir ditembak oleh dua orang cewek sekaligus. Akan tetapi mereka malah
menyukai sahabatku dan meminta bantuanku untuk mendekatkan satu sama lain, mereka
adalah teman masa kecilku dan ketua OSIS yang cantik. Sebagai pemeran protagonis aku
harus menjadi sosok yang ramah dan berhati baik di sekolah dan membantu keduanya untuk
menetapkan siapa yang mendapat keberuntungan.
"Selamat pagi, Aditya!"
Tiba-tiba Karin memukul punggungku dari belakang dengan keras. Rasanya seperti
semua tulang punggungku akan patah, walaupun hatiku sudah patah terlebih dahulu.
"Selamat pagi, Karin."
"Hehehe… terima kasih untuk yang kemarin."
"Ah, tentang hal itu…."
"Huh?"
"Ketua Linda meminta hal yang sama sepertimu."
"Apa…?"
"Kemarin sebelum menemuimu, aku sudah berbicara dengannya."
"Jadi begitu, ya?"
Suasana Karin berubah menjadi panas.
"Dia tampak mencurigakan, saat dia bilang akan pergi ke ekskul baseball, jadi dari
awal dia sudah punya niatan untuk menemui Alex."
Dia sadar dengan yang terjadi, wanita memang menakutkan.
"Jadi aku berencana untuk membantu kalian berdua."
"Ehh… kamu tak membelaku?"
"Aku akan membela kalian."
"Baiklah aku mengerti."
"Sekarang aku akan membahas rencananya."

14
"Kamu sudah memikirkannya?"
"Tentu saja."
"Makasih, Aditya."
Dia melompat ke arahku dan memelukku dengan erat. Akan tetapi akau tidak akan
terhasut lagi dengan tipuannya.
"Jadi apa yang akan kamu lakukan?"
"Untuk pertama….aku akan memulai pembicaraan dengan Alex setelah itu kamu akan
ikut mengobrol dengannya."
Saat aku masuk ke kelas rencanaku di mulai. Aku masuk sendiri tidak bersama dengan
Karin.
"Yo, Aditya."
"Pagi, Alex."
"Kau tak datang bersama Karin?"
"Kami tak selalu bersama. Kami cuma teman masa kecil"
"Begitu, ya."
"Yaho, aku akan ikut ngobrol secara alami, lo."
Karin tiba-tiba datang dari belakang pintu.
"Oh? Karin mau ikut ngobrol?"
"Ya, aku mau."
"Baiklah sekarang…"
"Ah, maaf karena aku ada urusan OSIS, silakan ngobrol berduaan."
Seharusnya aku yang mengatakan itu.
"OSIS? Karin?"
"Huh?"
Karin jadi tidak bisa berkata apa-apa lagi dan menatapku dengan mata berairan.
"Benar, seperti yang dikatakan Karin, aku baru ingat ada urusan OSIS."
"Aditya, ini saatnya rencana untukku, urusan OSISnya nanti saja."
Dia berpikir kalau aku akan pergi meningglkanya dan membantu ketua Linda.
"Pokoknya aku harus pergi. Kalian bisa mengobrol berdua."
"Oh begitu, aku mengerti."
"Dah."
"Ya, Aditya terima kasih."

15
"Berjuanglah."
Membantunya membuat jantungku seperti ingin copot.
"Yah, maaf membuatmu menunggu, Aditya."
"Maaf, aku mendadak memanggilmu."
"Ya, tak usah dipirkan. Lalu mau bicara apa?"
"Sebenarnya Karin meminta hal yang sama dengan ketua Linda."
"Apa?"
Ketua Linda juga menjadi panas.
"Jadi wanita itu juga, dari awal sejak di ekskul tenis bukankah niatnya sudah
kelihatan. Wanita macam dirinya harus diberi kedisiplinan."
"Aku mengerti."
Meskipun ia mengubah jalan pikirannya terhadap Karin itu tetap saja menakutkan.
"Jadi aku berencana akan membantu kalian."
"Eh? Kamu tak membelaku?"
"Aku akan membela kalian berdua."
"Baiklah."
"Lalu, sekarang aku akan membahas rencana untukmu."
"Kamu sudah memikirkannya?"
"Tentu saja."
"Terima kasih."
Dia menghampiriku dan memegang tanganku dengan tangannya yang lembut. Akan tetapi
asal megang tangan lelaki yang tidak dicintai itu enggak jelas.
"Baiklah, tentang rencananya…."
Pertama-tama kami akan menghampiri Alex dan membicarakan tentang kegiatan ekskul
baseball agar pertemanan di antara mereka semakin dekat.
"Hai, Alex terima kasih karena sudah mau datang."
"Tak masalah, lalu apa yang ingin dibicarakan?"
"Begini…"
Seperti yang direncanakan kali ini pasti akan berhasil.
"Jadilah temanku."
Dia mengawalinya tanpa basa-basi
"Berteman dengan Ketua Linda?

16
Ketua Linda jadi tidak bisa berkata apa-apa lagi dan menatapku dengan mata berairan lagi.
"Benar, sebagai ketua OSIS, kamu harus bisa memperhatikan adik kelas. Menjadi
teman Alex adalah hal bagus."
"Aditya mengubah rencananya mendadak. Kamu licik sekali."
Dia mengatakannya dengan keras.
"Seperti itu, ya. Aku mengerti ketua…. emm… Linda saja."
"Hore. Makasih Aditya."
Membantu mereka berdua sangat menyulitkan bagiku. Saat istirahat aku ingin melupakan
semunya dan terbebas. Perpustakaan sekolah adalah tempat yang pailng tenang. Tapi di sini
ada siawi yang menjadi pengurus perpustakaan.
"Ada orang yang tidak biasa, ya."
Dia adalah Nindy pengurus perpustakaan di sini. Dia selalu memakai kacamata dengan
rambut kepang dan membawa buku ke mana saja dan dia sangat membosankan tapi hanya
kepadaku perlakuannya sangat berbeda.
"Halo, Nindy."
"Ya, halo. Ini bukan kandang babi, lo."
Dia sangat sadis terhadapku.
"Mari kita bicara."
"Aku ingin istirahat."
"Aku ingin bicara denganmu."
"Maaf aku lelah."
"Benar sih, kalau kamu membantu urusan cinta teman masa kecilmu dan ketua OSIS
tentu saja kamu lelah."
"Apa yang kamu katakan?"
"Apa boleh buat secara khusus, kepada Alex…. Bagaimana kalau aku membocorkan
rahasiamu?"
"Kenapa kamu bisa tahu itu?"
"Habisnya, aku… sudah… membuntutimu."
"Apa?"
"Aku selalu melihatmu."
Saking terkejutnya aku sampai berdiri dari tempat kursi.
"Begitu, jadi aku kena serang, ya. Baiklah aku duluan…."

17
"Bagaimana kalau aku membocorkan rahasiamu?"
"Ehh?"
"Mari kita bicara."
Saat dia melihat ke depan ternyata ada kursi taman di dalam perpustakaan.
"Kenapa kursi tamannya ada di sini?"
"Bisa diantar dengan paket, lo."
"Itu tidaklah penting. ​Mungkinkah ini…."​
"Emm… bagaimana kalau kamu duduk di sini dulu!"
"​Piuwit…"
Dia tidak salah lagi sudah pasti ingin mengatakannya juga.
"Sebenarnya,aku menyukai seseorang."
Aku mengerti dengan semua ini pasti Alex.
"Saat memikirkannya, dadaku terasa sesak. Tapi hanya dengan menemuinya, aku
sudah merasa senang."
"​Alex, Alex."​
"Kamu tahu?"
"​Alalaex, Alalalex, Alalalex.​"
Dia mendekatkan wajahnya juga kepadaku. Tubuhku jadi bergetar-getar seperti terkena
air dingin.
"Aku jatuh cinta denganmu, Aditya."
Kenapa cuma dia yang nembak aku? dari semua cewek kenapa cuma dia?
"Ini terjadi saat…."
"Oke, aku mengerti."
"Aku tidak suka dengan cara bicaramu."
"​Mungkinkah, dia?"
"Aku ingin bicara dengan sifat aslimu."
"Huh? Jatuh cinta denganku, apa kamu sudah sinting?"
"Hah…"
"Ih, jijik."
Bubb dia menamparku dengan bukunya.
"Aduh, sakit."
"Aku hanya ingin mendongeng tentang Aditya yang suka iseng."

18
"Itu bukan cara mendongeng yang aku tahu. Aku sangat membencimu."
"Sungguh? Aku suka kamu, lo."
"Aku mau diapain? Asal tahu saja, tapi aku tak mau berpacaran denganmu."
"Ya, aku tak bermaksud untuk itu."
"Huh? Bukankah kamu menyukaiku?"
"Ya, luar biasa suka."
"Oh?"
"Aku ingin meminta sesuatu."
"Kalau aku tak mau, aku boleh menolak?"
"Silakan, terserah kamu. Mulai sekarang setiap jam istirahat berbicaralah denganku di
sini…."
"Kutolak."
"Aku menolak tolakanmu."
"Huh? Apa maksudmu dengan terserah tadi."
"Tak masalah, kan? Ini adalah tempat di mana kamu bisa beristirahat dengan tenang
dan tidak bisa ditemukan oleh orang lain."
"Kalau masalah itu…."
"Sudah diputuskan, ya."
"Baiklah."
Aku tidak bisa kabur dari semua ini, jika aku menolaknya semua rahasiaku akan
dibongkar olehnya. Hal semacam ini tak pernah terpikirkan olehku.

19
Chapter 5 
Putusnya Ikatan Persahabatan 
 
Saat jam istirahat aku harus menghabiskan waktuku di perpustakaan bersama dengan si kutu
buku.
"Halo, Aditya. Aku senang karena kamu datang lagi."
Aku tidak menjawabnya dan langsung duduk di kursi paling belakang.
"Aku tak suka dengan orang jahat, lo"
"Aku benci orang yang mengancamku."
"Kalau begitu, karena kamu merasa kerepotan aku akan pergi memberitahu Alex
rahasiamu."
"Jangan salah sangka, aku tak kerepotan meski kau berada di sisiku."
"Duh, dasar anak manja."
"Cihhh."
"Baiklah, mari kita bicara. Pertama, aku ingin tahu tentang caramu membantu
mereke."
"Heh…"
"Aku ingin tahu."
"Oh, baiklah."
Sebelum aku ke perpustakaan pagi-pagi sekali Karin meminta bantuanku, dia
menunjukkan dua tiket nonton bioskop.
"Jreng… Aku berencana untuk nonton film bersama Alex."
"Begitu ya, itu ide bagus."
"Benar, kan? Kalau begitu tolong tolong, ya."
"Apa?"
"Sisanya kamu tinggal mengaturnya dengan Alex dan semunya sempurna."
"Jadi, aku harus mengatur kencan kalian?"
"Ting-tung, benar sekali."
"Kenapa tak mengajaknya sendiri?"
"Eh? Tidak mau."

20
​ api…,​"
"​Eh? Begu… T
"Aditya, kumohon. Kamu saja, habisnya kalian adalah sahabat."
"Sahabat."
Mendengar hal itu aku jadi tersipu malu.
"Baiklah, serahkan saja kepadaku."
"Hore. Aditya, terima kasih."
Saat di kelas aku berusaha mengajak Alex nonton film bersama.
"Film?"
"Ya, kebetulan aku memiliki dua tiket."
"Apa kau ingin bersenang-senang denganku?"
"Sebenarnya, karena aku sudah melihat film ini. Bagaimana kalau kamu mengajak
orang lain? Contohnya seperti Kar…."
"Hore, aku sudah tak sabar melihatnya."
Dia tiba-tiba ikut pembicaraan kami sebelum dimulai waktunya.
"Karin, kamu ingin melihat Film ini?" Alex mengerti situasinya.
"Iya, ya."
"Kalau begitu, tiketnya kuberikan untukmu."
"Oh?"
"Saking senangnya, kamu tidak bisa berkata apa-apa, ya? Berterima kasihlah kepada
Aditya."
"Aditya…"
Aku hanya bisa memegang kepalaku, rasanya kepalaku ingin meledak karena aku harus
mengatasi situasi ini.
"Oh, kalau begitu, kenapa kalian tak melihatnya bersama?"
"Aku dan Karin?"
"Begini, karena kalian sibuk dengan kegiatan ekskul, kalian jarang bersenang-senang,
kan?"
"Aku setuju, belakangan ini aku belum bersenang-senang."
"Hmm, begitu ya, boleh. Kalau begitu mari kita pergi sabtu depan?"
"Hore! terima kasih, Alex."
"Harusnya ke Aditya, kan?"
"Tenang saja, aku sudah berterima kasih kepadanya."

21
"Sudah?"
Walaupun rencananya hampir gagal, aku berhasil membalik keadaan. Sekarang untuk
urusan yang ada di OSIS.
"Aku berencana untuk makan siang dengan Alex."
"Begitu, ya? Karena kamu sudah membuat bekal sendiri dan kamu ingin memintaku
untuk menciptakan situasi agar kamu bisa makan berduaan dengan Alex?"
"Kenapa kamu bisa tahu rencanaku?"
"Karena aku baru saja membahasnya beberapa saat yang lalu."
"Benar, aku ingin minta tolong dengan sahabat Alex sepertimu."
"Sahabat…"
Aku jadi tersipu lagi mendengar kata itu.
"Baiklah, serahkan saja kepadaku."
"Benarkah? Terima kasih Aditya."
Saat aku dan Alex pergi ke kantor untuk mengantar buku di situlah ketua Linda akan
datang menemui kami.
"Maaf, Alex, kamu sampai ikut membawa buku ini."
"Tak masalah, kenapa kau berbicara seperti orang asing segala? Kita adalah teman,
kan?"
"Benar."
Disaat itu bunga sakura seperti berjatuhan dan pintu-pintu tiba-tiba terbuka dengan cepat.
Ketua Linda akan mengusulkan rencana makan siangnya, tapi….
"Linda, halo."
"Ya…. ya…. Alex. Ini aaa-adalah hari yang cerah, aaa-aku jadi ingin makan di
kantin."
Saking gugupnya dia jadi tidak bisa berbicara dengan benar.
"Ada apa denganmu, Linda?"
"Ohh… Ada apa? Tak usah dipirkan."
Dia mendekat denganku dan meminta untuk bekerja dengan baik.
"Oh, begitu ya, Ketua Linda? Karena kamu sudah menjadi temannya Alex, kamu
ingin mengajaknya makan siang bersama?"
"Beebeenar."
"Ah, seperti itu? Tapi aku bisa makan sendiri…."

22
"Tak masalah Alex ketua Linda selalu membuat banyak makanan."
"Yaaaya, tak usah malu-malu."
"Eh? Benarkah?"
"Tentu, ada makanan kesukaan kamu lo, ini, ini."
"Yah, terima kasih. Ah, tapi…. Adiya bisa ikut?"
"Huh…?"
"Saat makan siang aku memiliki rencana dengan gadis lain, sepertinya itu cukup
sulit."
"Eh? Benarkah? Astaga, ternyata kamu gebetan lain, ya?"
"Jadi, kalian bisa makan berdua."
"Ya, aku mengerti."
"Baiklah, aku pergi dulu."
Setelah itu aku pergi ke perpustakaan menemui Nindy.
"Seperti itulah ceritanya. Saat ini, mereka melakukannya dengan cukup baik."
"Begitu."
"Mereka memang bodoh dalam hal ini. Tapi aku mengakui usaha keras mereka."
"Tapi, mungkinkah…."
"Kamu mau bilang sesuatu?"
"Iya, ada. Tapi, karena kurang bukti aku tidak tahu."
"Kalau begitu, tak usah bilang dari awal."
"Tidak. Aku ingin bicara denganmu, agar tugasmu cepat selesai."
"Eh? Kenapa kau mau melakukan ini?"
"Habisnya, kalau semunya berakhir, waktu kita akan bertambah, kan?"
"Mana mungkin? Setelah semua ini berakhir, aku akan bertemu dan bermesraan
dengan gadis cantik dan baik."
"Artinya aku, kan?"
"Jelas sekali mustahil, kamu sama sekali tidak termasuk."
Muka Nindy menjadi serius.
"Ngomong-ngomong ada sesuatu yang mengganjalku."
"Apa?"
"Kamu berusaha membantu mereka dalam urusan cinta, kan?"
"Ya, itu benar."

23
"Tapi, bagaimana kalau Alex menyukai gadis lain?"
"Huh? Aaaaaah."
Aku tak memikirkan hal itu, jika Alex punya gadis yang dia sukai maka rencanaku akan
gagal semua.
"Kamu tak tahu, ya?"
"Tak tahu..."
"Apa kamu tak berterima kasih kepadaku?"
"Tidak."
"Sial, padahal aku sudah berjuang." Nindy jadi murung.
"Ya, iya, iya. Terima kasih. Thank you."
"Kalau begitu, aku ingin hadiah."
"Aku harus ngapain?"
"Inpenseksi perpustakaan, siapa yang akan melakukannya?"
"Huh? Akan kupikirkan."
Saat di jam olahraga aku selalu memikirkan siapa orang yang Alex suka. Ini adalah
tugasku untuk menginvestigasi apa yang dia pikirkan.
"Hei, Alex."
"Ada apa, Aditya?"
"Ada gadis yang kamu suka?"
Tembakan Alex meleset melewati ring basket.
"Kenapa mendadak begitu?"
"Ada, ya?"
"Begitulah."
"Apa aku boleh tahu siapa dia?"
"Boleh, kamu adalah sahabatku. Aku tak keberatan untuk memberitahumu."
"Terima kasih."
"Tapi, di sini ada banyak orang."
Kami pun keluar dan mencari tempat sepi, tapi di bawah pohon ada kursi taman yang
selalu menghantuiku.
"Di sana saja."
"Ohhh."
Saat aku duduk di kursi itu aku selalu berada dalam penderitaan dan keputusasaan.

24
"Emm… bagaimana kalau kamu duduk di sini dulu!"
Aku tidak bisa mendengar hal itu lagi. Aku berjalan dengan perlahan dan duduk di kursi.
"Sebenarnya orang yang aku suka itu…."
"Iya."
"Setiap aku memikirkannya, dadaku terasa sesak. Tapi hanya dengan menemuinya
aku sudah merasa sangat senang."
"​Baiklah, orang dia sukai kemungkinan ada dua."
"Aku…. Jatuh cinta dengan Nindy!"
Pengakuan dari Alex benar-benar tak diduga-duga olehku.
"Ini terjadi saat final turnamen baseball tahun lalu."
Alex juga mengawalinya dari situ."
"Saat itu…. saat aku aku kehilangan keseimbanganku saat melempar bola."
"Iya aku juga melihatnya."
"Aku berusaha untuk tetap bertahan di depan orang lain. Tapi saat sendirian, aku tak
tahan lagi. Ini memalukan, tapi aku menangis dan aku tak ingin ada orang lain yang
tahu."
"Di barat dan di timur ada mereka berdua? apakah mereka tidak bertemu?"
"Aku keluar dari pintu selatan yang sepi."
"​Selatan? Berapa banyak pintunya?"
"Lalu, aku bertemu dengannya. Aku masih mengingatnya. "Orang baik dan kuat
sepertimu yang menahan air mata di depan banyak orang selanjutnya bisa menang."
Dia berkata seperti itu."
"​Sedang angapain dia?"
"Jadi, ini memang menyedihkan tapi aku akan mengatakannya."
"Huh?"
"Aditya, bisakah kau membantuku untuk mendekati Nindy?"
"Maaf aku tidak bisa."
Aku terpaksa tidak bisa membantu Alex karena mereka berdua masih meminta
pertolonganku. Kalau ketahuan mereka akan membunuhku.
"Jangan seperti itu, tolong aku. Pasti kau dekat dengan Nindy…."
"Aku jarang bicara dengannya dan aku tak akrab dengannya."
"Baiklah."

25
"Sekarang mari kita kembali?"
"Apa aku boleh tanya sesuatu?"
"Apa?"
"Jika ini momen besar di mana kau akan kalah saat memukul dan batter musuh adalah
nomor empat, bagaimana? Apa kamu akan diam saja?"
"​Alex memang fanatik baseball….​ Benar, jika itu aku mungkin aku akan diam saja.
Tapi kamu tidak begitu, kan?"
"Bukan?"
"Kepercayaan dan kerja keras. Percara dengan apa yang dilakukan dirimu dan
temanmu. Apapun yang terjadi, kamu tak lari dan berusaha memukul, Itulah dirimu."
"Benar, memang harus begitu. Aku senang karena kamu berkata seperti itu."
Aku hanya memiliki dua pilihan, pertama adalah terus membantu Karin dan Ketua Linda.
Tapi, yang kedua aku bisa saja membantu Alex. Aku pun menemui Nindy untuk
membicarakannya.
"Aku senang karena kamu ingin menemuiku."
"Hai, Nindy. Maaf karena mendadak memanggilmu."
Nindy tampak marah, wajahnya jadi mengerut.
"Ya sudah, di sini banyak orang di sini. Jadi, apa yang kamu inginkan?"
"Anu…."
"Apa kamu mulai tertarik dengan kue yang kubawa…."
"Apa yang kamu pikirkan tentang Alex?"
"Apa maksudmu?"
"Seperti yang aku katakan."
"Jadi, begitu ya? Kamu ingin aku berpacaran dengannya."
"Y...ya, begitulah."
"Tidak, aku tak ingin melakukannya."
"Jangan mengatakan itu, kamu bisa mencobanya dulu...."
"Itu tak mungkin. Orang yang aku cintai, hanyalah orang yang ada di depanku."
"Aku ingin kamu bersama orang lain."
"Aku ingin bersamamu."
"Ayolah, begini Alex itu lebih baik dari…."
"Sudah hentikan candaanmu."

26
Dia menamparku dan melemparkan kuenya ke bawah.
"Kenapa kamu mengatakan hal sekejam itu? Padahal aku ingin bicara denganmu
sambil memakan kue buatanku."
"Begini, Nindy…."
"Yo Aditya, apa yang kamu lakukan di sini?"
"Eh?"
Tiba-tiba Alex datang dan menghampiriku.
"Kenapa kamu bersama dengan Nindy? Jangan bilang…."
"Bukan…, ini tak seperti yang kamu pikirkan…"
"Katamu, kamu tak dekat dengan Nindy, kan?"
"Em… anu ini…"
"Katakanlah sesuatu. Kita sahabat, kan?"
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi, mulutku seperti sedang direkatkan sesuatu.
"Kamu datang membicarakan urusan OSIS, kan? Aditya?"
"Eh?"
"Sepulang sekolah, ada pengecekan ruang perpus, kan? Bukankah kamu ingin
mengatakan hal itu?"
"Oh, benar. Aku ingin bicara hal itu dengannya."
Aku tidak menyangka kalau dia akan menyelamatkanku.
"Tapi kalian terlihat serius…"
"Karena tak banyak orang yang datang ke perpus, ada pembicaraan tentang rencana
menutupnya." Kata Nindy
"Begitu, ya?"
"Baiklah, aku akan kembali."
"Ah, iya."
"Tunggu Nindy."
"Ada apa?"
"Begini, hubunganmu dengan Aditya hanya sebatas anggota OSIS dan pengurus
perpus, kan?"
"Tidak. Anggota OSIS dan pengurus perpus yang sangat tak akur. Selamat tinggal
Aditya yang tidak baik dan brengsek."
"Oh?"

27
"Maaf karena aku meragukanmu, Aditya."
"Begini Alex…"
"Tenang saja aku mengerti, dah."
Aku merasa bersalah dengan Nindy karena memperlakukannya tidak baik. Setelah itu aku
melihat kue yang dibawanya di dalam kantong tergeletak di lantai. Nindy memintaku untuk
tak datang lagi ke perpustakan lewat pesan. Akan tetapi dia ingin aku datang saat senin depan
karena mungkin akan terjadi hal menarik.
Aku untuk sementara tak datang lagi ke perpustakaan dan tetap membantu Karin dan
ketua Linda untuk dekat dengan Alex. Saat hari minggu ketua Linda mengajakku ketemuan
di sebuah kafe. Aku melihat wajah ketua Linda begitu murung dan sangat seram seperti setan.
"Anu… ketua Linda?"
"Hai, Aditya."
"Eh? Ada apa?"
"Sebenarnya, Alex memintaku membantunya mendekati Nindy."
"Oh?"
"Sepertinya, sebagai ketua OSIS aku bisa dengan cepat akrab dengannya, Jadi dia
meminta bantuanku?"
"Be-begitu?"
"Kamu sudah tahu, kan? Perasaannya?"
"Ya, aku tahu."
Ketua Linda menangis di depanku.
"Kenapa kamu tak bilang?"
"Aku tak bisa, saat aku memikirkan perasaanmu…."
"Apa alasanmu itu benar? Alex berkata seperti ini saat aku minta saran Aditya,
dengan bantuan teman aku harus menghadapinya cinta dan baseball, kerahkan
semuanya."
"Hah?"
"Karena itu dia meminta bantuanku."
"Aku tak bilang begitu."
"Berhentilah berbohong. Saat dia memberikan perumpamaan tentang baseball kamu
memberikan jawaban bijaksana."
Saat di kursi taman Alex bertanya tentang basball dan dia salah mengartikan jawabanku.

28
"Sepertinya kamu punya maksud lain…."
"A-anu, itu salah sangka…."
"Bohong lagi? Aku kecewa denganmu."
Ketua Linda berdiri dan pergi meninggalkanku
"Aku tak membutuhkanmu lagi. Aku akan membantu Alex dalam cintanya. Selamat
tinggal, Aditya yang kejam dan brengsek."
Aku terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku tak mungkin menang melawan
kata-kata orang yang disukainya. Kepercayaan yang kubangun selama ini bisa hilang begitu
saja. Kemudian Karin mengirimiku pesan dan mengajakku bicara di rumahku. Saat dia
datang dia seperti mayat hidup saat berjalan.
"Aditya…"
"kita ke kamarku aja ya…? kamu duduklah dulu. pa yang terjadi?"
"Sabtu kemarin, setelah aku menonton film bersama Alex dia memintaku untuk
membantunya mendekati Nindy."
Aku sudah menduganya, Alex akan meminta hal yang sama dengan Karin.
"Karena aku ceria dan lucu aku bisa akrab dengan Nindy. Jadi dia meminta
bantuanku. Kenapa kamu tak bilang? Perasaan Alex?"
"Maaf, saat aku memikirkan persaaanmu, aku tak berani."
Aku sudah menyiapkan semuanya dan tak akan melakukan kesalahan seperti saat dengan
ketua Linda.
"Lalu, sebenarnya Alex meminta saran, tapi aku menjawabnya dengan topik
baseball... Maaf."
"Pembohong." Karin menangis di depanku.
"Hah?"
"Alex memberitahuku, Aditya adalah sahabat terbaik meski aku membicarakan
baseball dia tahu kalau itu masalah cinta."
"​Mana ada salah sangka kayak gitu?​ Bukan, bukan seperti itu…."
"Bohong, Alex sudah berkata seperti itu."
Semua yang aku katakan tidak ada yang dipercaya olehnya.
"Kumohon, Karin dengarkan aku…."
Dia melempar bantal ke arahku dan pergi.

29
"Aku akan mambantu Alex. Jadi aku tak membutuhkanmu lagi. Selamat tinggal
Aditya yang jahat, pembohong, dan brengsek."
Semua hubunganku hancur, pada saat pagi senin tidsk ada lagi yang memukulku dari
belakang dan saat aku masu ke ruang OSIS ruangannya kosong tidak ada siapapun.
"Hei, Aditya."
"Ada apa?"
"Ah tidak, karena kau terlihat aneh sejak pagi, aku khawatir."
"Alex!"
"Dengar kalau terjadi sesuatu, katakan saja. Kita sahabat, kan?"
"Ya, jika ini menjadi buruk aku akan mangatakannya."
"Begitu, ya. Datanglah kapan saja."
Setelah Akex berusaha menghiburku Nindy mengirimiku pesan dia mengatkanku bahwa
hari ini adalah hari senin. Aku pun pergi ke perpustakaan menemuinya.
"Apa maumu?"
"Ah, kamu datang cara bicaramu kasar sekali."
"Kau yang memanggilku, kan?"
"Benar. Sudah lebih menarik, kan?"
"Hah?"
"Padahal kamu sudah berusaha keras untuk membantu mereka tapi usahamu sia-sia.
Akhirnya semuanya terbuang percuma."
"Kau…"
"Meski mereka berdua tak memiliki kesempatan, mereka harus memihak orang yang
mereka cintai dan terus mendukungnya. Mereka kasihan sekali, ya?"
"Sialan, sudah cukup…"
"Keseruan sebenarnya… baru dimulai sekarang."
Kemudian Alex, Karin, dan ketua Linda datang ke perpustakaan. Mereka tampak terkejut
sekali.
"Woy, Aditya apa maksud semua ini?"
"Anu… emm…"
"Aditya, kenapa? Apa kata-katamu waktu itu bohong?"
"Tidak, aku tidak bohong…"
"Benarkah?" Ketua Linda memotong perkataanku.

30
Aku tidak bisa menjelaskannya kepada mereka yang terjadi.
"Kamu sudah berbohong kepadaku, lalu kepada Karin juga."
"Benar. Aditya berbohong kepada Alex!"
Semua usahaku dalam membantu mereka benar-benar hilang begitu saja. Mereka hanya
bisa menganggapku berbohong.
"Aku sudah menganggapmu sebagai junior yang manis, sepertinya salah."
"Aku juga, aku menganggapmu sebagai teman masa kecil yang berharga."
"Junior yang manis... Teman masa kecil yang berharga... Hahahaa, hahahaa."
"Heh?"
"Jangan ngaco! Aku berteriak dengan keras.
Aku sudah tidak bisa menahan lagi semua kemarahan dan kekesalanku dengan mereka.
Aku ingin melampiaskan dan mengakhiri semuanya di sini.
"Aku tak tahan lagi! kalau begini, akan kubuka semuanya. Alex sih tak masalah wajar
saja dia marah. Tapi… Linda dan Karin, kalian berdua itu beda."
"Ap… apa?"
"Apa yang berbeda antara kita berdua dan Alex?"
"Hah? Padahal aku sudah bekerja keras untuk kalian tapi kalian tapi kalian hanya
ingin enaknya saja. Lalu, semua bagian buruknya dibuang ke aku. Kalian tak mau
mendengar semua alasanku. Lalu aku disebut joniur yang manis? Teman masa kecil
yang berharga? Mana mungkin begitu?"
Karin dan Lindahanya bisa berdiri terdiam saja.
"Bagi kalian aku adalah alat yang bisa dimanfaatin, kan?"
"Hei, Aditya… sudah cukup." Alex berusaha berbicara denganku.
Mereka berdua tidak bisa berkata apa-apa lagi dan dengan mereka terlihat sangat
menyesalinya dengan ini aku akan menang, tinggal menjelaskan situasinya dengan Alex dan
semua masalah akan selesai.
"Meski kamu tak ada teman, kamu cukup hebat, ya? Tapi tolong katakan satu hal."
"Hah?"
"Kamu membatu mereka berdua, kan? Meski begitu kenapa kau menyuruhku
berpacaran dengan Alex?"
Semua keadaan jadi terbalik sekarang aku yang menjadi sasaran mereka, bahkan Nindy
ikut menindasku.

31
"Anu… Nindy, kenapa kamu malah mengatakan hal itu?"
"Membantu mereka? Kau bilang begitu, kan?" Alex sangat marah.
"Em… tidak ini…."
"Cepat minta maaf ke Linda dan Karin!"
Alex memukulku dangan keras dan membawaku keluar dari perpustaan.
"Kau tak berhak berada di sisi mereka bertiga. Sayang sekali Aditya, padahal aku
selalu menganggapmu sahabat."
"Tapi aku juga merasa begitu."
"Begitu, kah… tapi hubungan baik kita sudah selesai."
"Aditya percayalah padaku." Nindy berbisik denganku.
"Selamat tinggal Aditya manusia sampah yang paling buruk dan munafik."

32
Chapter 6 
Serigala Berbulu Domba 
 
Setelah satu minggu dari sejak hari itu aku kehilangan semuanya kepercayaan dari sekitarku
dan teman. Pada hari itu kebetulan ada seorang siswi yang berada di perpustakaan. Dia
mendengar kesalahpahamanku dan menyebarkannya dengan sangat cepat, keesokan harinya
semua orang menjadi musuhku. Aku sudah menjadi bagian dari orang-orang terburuk di
sekolah. Rasanya aku ingin pindah sekolah. Akan tetapai Nindy masih tetap seperti biasanya,
dia memintaku untuk mengunjungi perpustakaan dan ingin mengungkapkan semuanya.
"Selamat siang, Aditya."
"Aku datang sesuai permintaanmu. Lalu, apa yang ingin kau katakan?"
"Sebelum itu bisakah kamu mengambil buku Aku Adalah Kucing di sana?"
"Hah?"
"Kamu tak bisa menolak."
"Baiklah, aku mengerti."
Aku mencari bukunya tudak ketemu-temu. Kemudia Alex datang menemui Nindy, dia
selalu berkunjung semenjak hari itu.
"Hallo, Nindy."
"Ya, hallo Alex. Apa tak masalah kamu datang setiap hari setelah istirahat?"
"Tak masalah aku tak ada kerjaan saat istirahat."
"Begitu?"
"Selain itu aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu."
"Ada apa?"
"Begini, kalau bisa lihatlah aku latihan. Bagaimana?"
"Anu, Alex sebenarnya… ada sesuatu yang ingin aku tanyakan."
"Apa? Tanya saja."
"Em… kenapa kamu menipu dan menjebak Aditya?"
"Hah? Apa maksudnya?"
"Karin dan Linda kamu memanfaatkan perasaan mereka untuk menjebak Aditya,
kan?"

33
Alex menjadi pucat dan tubuhnya berkeringat dingin.
"Selama seminggu ini aku sudah yakin saat berbicara denganmu, yang menipu mereka
bukanlah Aditya tapi kamu."
Dari belakang rak buku aku mendengar mereka dan terkejut serta kebingungan dengan
yang terjadi. Sementara Alex hanya terdiam duduk di kursi.
"Aku sudah merasa aneh sejak awal. Habisnya, bukankah itu benar? Meski mereka
sudah mendekatimu sejelas itu tidak mungin kalau kamu tidak sadar. Alasan itulah
adalah untuk mengincar Aditya yang membantu mereka lalu menipu dan
menjebaknya, kan? Kamu ingin meciptakan situasi buruk diantara mereka dan
merenggut kepercayaan mereka darinya. Itulah tujuanmu."
"Kenapa kamu tahu sampai sejauh itu?"
"Aku ahli mengamati seseorang."
Alex tiba-tiba berdiri dari kursi karena terkejut dan wajahnya semakin pucat.
"Sayang sekali, ya Aditya menolak untuk membantumu. Jadi kamu mengubah cara
untuk menipunya, kan?"
Dari awal Alex sudah merencanakan tentang saran baseball untuk menjebakku.
"Selain itu kamu tak menduga kalsu aku melakukan kontak dengan Aditya, karena itu
kamu membuat Karin dan Linda membantumu, kan?"
"Kamu sudah tahu sampai sejauh itu, ya? Apa kamu tahu itu dari Aditya?"
"Barusan aku tahu darimu."
"Oh?"
"Lalu penutupnya adalah insiden istirahat itu."
"Tapi saat itu, kamu menyudutkan Aditya…"
"Ya, itu benar. Kalau aku tidak begitu sifat aslimu tak akan datang dan kamu akan
sadar kalau aku membela Aditya."
Nindy sudah mengetahui semua niat Alex dan dia sudah mempersiapkan untuk saat ini.
"Baiklah aku tanya sekali lagi."
"Hah?"
"Kenapa kamu menjebak dan menipu Aditya?"
"Aku… karena aku pernah kalah dari Aditya. Saat SMP ada seorang gadis meminta
bantuanku untuk membuatnya dekat dengan Aditya. Tapi aku merasa…"
"Cinta, ya?"

34
"Kenapa? Kenapa bukan aku yang bekerja keras untuk dirinya, tapi dia mencintai
orang yang tak melakukan apa-apa? Aku tahu kalau Aditya menyembunyikan sifat
aslinya makanya aku mengungkapkannya, lalu dia masih mencintainya."
Alex kesal sekali dan dia sudah merencanakan semuanya dari awal.
"Hei, Nindy. Kamu mungkinkah….?"
"Ya, itu benar sekali aku mencitai Aditya."
"Oh? Ternyata benar jadi aku kalah darinya lagi. Karena itulah ini kesempatan yang
bagus, dia mengalami hal yang sama sepertiku saat SMP. Ini kesempatan bagu untuk
balas dendam."
"Oh?"
"Kalau aku kalah terus itu tak adil, kan? Habisnya kami adalah sahabat."
"Hah?"
"Meski dia membantu mereka tapi dia dikhianati, rasakan itu. Yah, mereka berdua
memang konyol karena mencintaiku, mereka mempercayaiku dan bertindak sesuai
keinginanku. Saking bodohnya aku sampai tertawa padahal mereka tak memiliki
kesempatan. Haha haha haha…."
Aku benar-benar marah dan tidak menerima yang dilakukan Alex.
"Hei, katakanlah padaku. Kenapa kamu mencintai Aditya yang bersifat sampah itu?"
"Huh, ternyata kamu tidak sadar niat Aditya yang sebenarnya."
"Niat Aditya yang sebenarnya?"
"Ya, tak hanya untuk mereka berdua tapi dia melakukan semuanya untukmu. Aditya
selalu membantu mereka tapi kamulah yang selalu diutamakannya. Kalau tidak begitu
bahkan sampai mengkhianati mereka fia tak mungkin menyuruhku berpacaran
denganmu, kan?"
"Eh?"
"Meski begitu kamu mengkhianati dia."
"Kenapa kamu bisa bilang begitu?"
"Penyebabnya adalah final baseball yang kalian alami tahun lalu."
Semua masalah terjadi karena final turnamen baseball tahun lalu.
"Sebenarnya, aku sebelum bertemu denganmu di selatan aku melihat Aditya di utara."
Dengan begini semua arah sudah ditaklukan.

35
"Saat itu Aditya, dia selalu menunggumu di antara keramaian dia membawakan
banyak makanan kesukaanmu. Orang yang lewat menertawakannya tapi dia terus
menunggumu, dia benar-benar menganggapmu berharga. Saat itu aku jatuh cinta
dengannya."
Saat aku menunggu Alex pada waktu itu, aku bertemu dengan seorang gadis yang cantik.
"Sama seperti kali ini meski harapannya sirna, dia tak memendam iri dan dia
bertindak untuk kepentingan sahabatnya. Setelah melihatnya seperti itu seluruh wanita
di dunia ini akan mencintainya."
"Tak perlu dilanjutkan lagi. Hei, Nindy perpustakaan saat istirahat itu selalu sepi,
kan?"
"Benar."
"Kalau begitu meski aku melakukan apa pun, tak akan ada orang yang sadar."
"Itu benar. Jadi, kamu bebas melakukan apa pun."
"Eh? Kamu tak lari?"
"Aku merasa kalau itu tak perlu dilakukan." di balik kacamatanya mata Nindy melirik
ke arahku.
"Kamu sudah bersiap sejak awal, ya?"
"Aku percaya."
"Percaya?"
"Ya, kepada pangeranku yang jahat, tidak baik, dan brengsek."
"Berisik bodoh."
Aku keluar dari belakang lemari buku dan bertindak seperti biasanya.
"Aditya?"
"Yo, Alex."
"Ke-kenapa kau…?"
"Seperti kata-katamu Karin dan Linda sangat konyol."
"Eh?"
"Setelah memanfaatkan orang mereka tak mengangap lagi dan melenyapkan dari
pikirannya. Tanpa merasa kasihan, aku malah bersyukur karena itu."
"Benar, kan? Aku juga merasa seperti itu…"
"Tapi, Alex… jangan pernah menertawakan perasaan mereka."
"Apa yang kau bicarakan?"

36
"Jangan sok tolol. Mereka berjuang hanya demi dirimu."
Aku sangat marah dan kuangkat kerah bajunya.
"Kau boleh menertawakan tindakan mereka, kau bebas mengatakan apa pun tentang
mereka tapi, jangan menertawakan perasaan mereka. Meski tolol mereka sudah
bersusah payah untukmu, jika kau benci aku, incar saja aku jangan sampai
memanfaatkan orang-orang yang mencintaimu. Kau mengerti? Kalau tidak aku akan
memukulmu agar kamu mengerti."
"A-aku mengerti. Aku sudah mengerti."
"Kau harus minta maaf kepada mereka."
"Aku akan melakukannya, aku memang merasa bersalah."
"Untunglah perpustakaan ini tak ternodai oleh darah seseorang." kata Nindy.
"Tapi Aditya, apa yang akan kamu lakukan? Posisimu yang sekarang…."
"Akan aku anggap sebagai hukuman."
"Hah? Begitu ya aku kalah darimu lagi."
Alex langsung pergi keluar perpustakaan.
"Aku masih belum kalah."
"Maaf jika aku melakukannya dengan lebih baik…"
"Apa pun yang dilakukan oleh orang yang kubenci, aku tetap membencinya."
"Oh? Pangeranku memang jahat dan tidak baik. Apa pun yang kamu lakukan, aku
tetap mencintaimu."
"Diamlah, aku akan kembali."
"Apa kamu takkan ke sini lagi?"
"Tentu saja, tidak ada alasan untuk ke sini, dah."
"Aku kesepian."
"Hah?"
"Apa kamu takkan datang ke sini lagi?"
"Nggak bakal."
Pagi besoknya aku pergi ke sekolah dan sudah bersiap dengan semuanya di mana seleruh
siswa selalu membicarakan hal-hal yang tidak baik tetangku. Saat aku sampai di sekolah,
Linda menungguku dan meminta maaf kepadaku tanpa jelas. Begitu juga saat aku sampai di
kelas Karin meminta maaf kepadaku dan langsung pergi.

37
Pada saat pelajaran ingin dimulai Alex ke depan kelas mengakui semua perbuatannya
dengan bersujud dan meminta maaf di depan semua orang. Aku sebenarnya tidak ingin semua
ini terjadi karena Alex bisa saja menjadi tempat pembulyan setelah aku. Aku pun pergi ke
perpustakaan dan menceritakan semuanya kepada Nindy.
"Aku sudah bilang kepadamu ini bukan perbuatanku, tapi ini semua karenamu."
"Hah?"
"Sebenarnya aku juga dalam masalah besar, kalau begini aku tak akan melakukan
jaminan. Tapi kamu yang bodoh takkan paham semua ini, kan?"
"Kalau begitu beritahu supaya aku paham."
"Ini cerita tentang sifatmu yang sebenarnya, kamu itu orang yang suka terus terang
pada waktu apa pun, kamu tak peduli dengan penilaian orang lain. Alex terpengaruh
dengan sifatmu itu."
"Apa maksudmu?"
"Hah…, baiklah… Alex adalah orang yang benci kekalahan saat kamu bilang kamu
harus minta maaf dengan mereka, bukan? Kamu bermaksud melindungi keadaan Alex
kalau begitu apa yang dipikirkan Alex, dia pasti akan kalah total. Benar-benar aku
membuat kesalahan besar, ya?"
"Memangnya kamu berbuat kesalahan apa?"
"Hei, Aditya apa kamu tahu alasan Alex naksir aku?"
"Karena kamu menghiburnya saat sedih."
"Menurutmu dia bskal naksir hanya karena itu? Aku cuma mengatakan namaku."
"Lalu, kenapa Alex bisa…?"
"Tunggu sebentar."
Nindy melepaskan kacamatanya dan menguraikan rambutnya yang dikepang.
"A-apa…? Kau…?"
"Lama tak bertemu. Apa aku harus mengatakan itu?"
"Kau cewek yang waktu itu."
"Akhirnya kamu sadar, karena kamu tidak sadar aku sangat sedih."
"Jangan aneh-aneh."
"Sudah kubilang, kan? Kalau aku orangnya. Hei, Aditya."
"Apa?"
"Apa kamu tak mau ke sini lagi?"

38
"Baiklah aku akan datang. Aku tinggal datang, kan?"
"Aku senang."
Penampilan Nindy menjadi jauh berbeda dengannya saat berkacamata, wajahnya menjadi
cantik sekali tapi sifatnya tidak bisa berubah seperti halnya bunga angrek yang cantik tapi
penuh duri yang tajam di batangnya.

39
Chapter 7 
Perasaan Sebenarnya 
 

Setelah kejadian itu aku selalu pergi ke perpustakaan saat istirahat dan menghabiskan waktu
bersama dengan Nindy.
"Hari ini aku membuat cupcake dengan dipenuhi cinta dan keberanian itu enak, lo."
"Sebelum itu apa aku boleh mengatakan sesuatu?"
"Aku sudah mematuhi tuntutanmu dan aku selalu ke perpustakaan selama istirahat
makan siang, dan kamu selalu berpenampilan begitu."
"Aku memiliki alasan."
"Alasan?"
"Ada iblis yang mengincarku untuk menghindarinya aku memakai sosok ini."
"Ya, benar juga."
"Lalu ada satu alasan lagi."
"Apaan?"
"Karena alasan kamu datang ke sini tak membuatku senang."
"Hah? Aku selalu datang sesuai janjiku…."
"Ini bukan tempat untuk kabur."
"Egh."
"Kesalahpahaman semua orang sudah sirna. Tapi, hubunganmu dengan beberapa
orang masih hancur karena itu kamu datang ke perpustakaan. Sebisa mungkin agar
kamu tak bersama dengan mereka."
"Berisik."
"Sampai kapan kamu tak berbaikan dengan mereka?"
"Tak ada hubungannya denganmu, kan?"
"Begitu? Kamu ingin berbaikan tapi kamu tak bisa karena tak ada pemicunya."
Nindy tahu semua yang aku pikirkan seperti orang yang memiliki ilmu telepati.
"Pemicu itu mudah dibuat. Kamu tinggal mengajak mereka bicara."
"Haah… kau ini, mungkin mereka tak ingin berhubungan denganku lagi, kan?"

40
"Kerja keras yang hanya niat saja takkan membuahkan hasil."
"Aku akan kembali ke kelas."
"Jika kamu menyampaikan perasaan kamu yang sebenarnya pasti mereka akan
mengerti."
"Meski hubungan kami sangat buruk?"
"Karena itu sudah buruk artinya takkan bisa bertambah buruk lagi, kan? Memiliki
banyak teman itu lebih baik daripada tak ada, rasanya sangat sepi."
"Apa itu berdasarkan pengalamanmu?"
"Kamu boleh menganggapnya begitu."
"Kalau begitu, kamu harus berusaha untuk mencari teman."
Karena kesal dengan saran Nindy aku memakan kuenya.
"Apa enak?"
"Alasanku untuk datang ke perpustakaan bertambah lagi."
"Itu adalah alasan yang sangat indah, ya?"
Pada saat aku kembali ke kelas aku sudah bersiap akan berusaha untuk berbaikan dengan
mereka. Karin terlihat sangat kesulitan dalam belajar untuk ulangan di situlah kesempatanku.
"Ah, maaf mengganggu."
"Hah?"
"Apa kamu butuh bantuan…?"
"Aaaaa…"
"Tunggu Karin. Tunggu dasar sialan takkan kubiarkan."
Karin tiba-tiba pergi keluar kelar dan berlari dengan cepat sekali, saat menuruni tangga
dia terpeleset dan jatuh di pijakkan anak tangga terakhir.
"Aduh sakit."
"Kamu baik-baik saja, Karin?"
"Aku enggak baik-baik saja sakit banget tahu, ini karena kamu mengejarku."
"Ma-maaf."
"Lain kali berhati-hatilah. Baiklah, aku duluan."
"Tapi… takkan kubiarkan."
"Lepaskan. Aku sudah sering merepotkanmu, kalau terus bersamamu aku bisa
merepotkanmu. Jadi lepaskan."
"Aku tak merasa kerepotan."

41
"Mana mungkin. Pembohong. Maaf karena aku sering merepotkanmu. Tapi kamu
kejam jahat banget."
"Karena itu aku ingin minta maaf dan berbaikan denganmu. Apa kamu tak tahu itu?
Dasar cewek tolol, kau itu memang bodoh."
"Aku nggak bodoh. Aku cuma nggak tahu caranya berbaikan. Kamulah yang bodoh,
orang bodoh yang enggak peka."
"Hah? Kamu berani mengatakan itu, ya? Bersiaplah mulai sekarang apa pun yang
terjadi, aku akan berbaikan denganmu."
Kami saling berbicara dengan keras dan bertengkar dengan sesuatu yang tidak perlu, dan
setelah selesai kami saling menatap satu sama lain.
"Anu, Karin…?"
"Apa?"
"Emm… apa kamu mau berbaikan denganku?"
"Mau, aku sangat ingin bebaikan denganmu."
Saking senanya Karin sampai memeluku dengan erat sekali.
"Mulai sekarang mohon kerja samanya lagi. Lalu mari kita berusaha keras untuk
belajar."
"Ya, aku akan berusaha."
"Lalu, Karin aku ingin minta tolong sesuatu."
"Apa?"
"Sebenarnya aku ingin berbaikan dengan Alex. Karena itu…"
"Waktu itu… Alex tiba-tiba minta maaf karena sudah menipuku katanya. Tapi sejak
hari itu aku tak pernah berbicara dengannya lagi.
"Karin…"
" Tapi aku juga ingin berbaikan dengan Alex, dia adalah teman yang penting bagiku."
"Kalau begitu gimana kalau kita bersama-sama berbaikan dengan Alex?"
"Ya."
"Tapi sepertinya dia enggak mau berbaikan denganku."
"Itu tidak benar, pasti Alex juga ingin berbaikan denganmu karena belakangan ini
Alex terus memperhatikanmu."
"Benarkah?"
"Iya, benar."

42
"Kalau begitu kita akan berbaikan dengan Alex hari ini."
"Ya."
Di belakang sekolah saat jam istirahat aku dan Karin menunggu Alex untuk sebuah
tantangan. Sebelum itu aku sudah menulis surat tantangan untuk Alex dan memintanya
datang ke belakang sekolah saat jam istirahat. Aku sudah mempersiapkan tekad yang kuat
dan keberanian untuk menghadapi Alex.
"Hei, Aditya kenapa kamu melipat tanganmu dan membusungkan dada?"
"Gaya sedikit bolehlah."
"Benarkah Alex akan datang?"
"Ya, dia pasti akan datang."
Kemudian Alex datang menemui kami. Dia sangat serius sekali dengan surat
tantangannya, kami berdiri saling berhadapan dan menatap satu sama lain seakan-akan dua
orang koboy yang siap untuk menembakkan pistolnya.
"Apa kamu yang mengirimkan surat tantangan ini Aditya?"
Mata Alex sangat tajam menatapku. Aku melangkah sedikit demi sedikit ke belakang.
Keberanian yang sudah kusiapkan tiba-tiba saja menghilang saat di depan Alex.
"Tidak boleh mundur." Karin memberikanku semangat dari belakang.
"Lalu, Apa pertandingannya? Kalau baseball ayo kita ke lapangan…."
"Pertandingannya adalah…. belajar."
"Belajar? Katamu?"
"Iya, dalam ulangan tengah semester kalau kamu dapat nilai di atas rata-rata kamu
yang akan menang. Tapi jika nilaimu di bawah rata-rata aku yang menang."
"Begitu ya, bagaimana agar kamu bisa menang seperti biasanya kita bertiga harus…."
Harus belajar bersama."Karin mengatakannya sambil membaca teks yang sudah
kubuatkan.
"Jadi seperti itu, ya? Menggelikan, aku mau balikke kelas."
"Tunggu dulu."
"Jangan pergi dulu."
"Minggir, Karin. Mana mungkin aku menerima pertandingan?"
Aku berpikir semua ini percuma saja karena dia tidak menganggapku lagi sebagai
sahabatnya. Tapi aku teringat dengan kata-kata Nindy jika aku menyampaikan perasaanku
yang sebenarnya pasti mereka akan mengerti.

43
"Aku… aku… aku ingin berbaikan dengan Alexxxx." Aku berteriak dengan keras
sampai bergema-gema di udara.
"Apa?"
"Aku ingin bermain denganmu seperti dulu. Aku ingin berbaikan denganmu."
"Aku juga ingin."
"Aku ingin… aku ingin…"
"Aku ingin… aku ingin…"
"Apa kalian enggak punya harga diri?"
"Aku enggak peduli dengan harga diri. Pokoknya aku ingin berbaikan denganmu."
"Aku ingin..."
Setelah banyak berteriak kami berdua kehabisan tenaga untuk berdiri lagi. Akhirnya Alex
memberikan tangannya untuk membantu aku berdiri dan berbaikan denganku.
"Ada beberapa hal yang bisa dimengerti setelah kehilangan
"Eh? Alex….?"
"Maaf atas semuanya."
"Iya."
"Hehehe… berhasil. Kita bersama lagi, semuanya bersama lagi."
"Begini Karin… aku minta maaf juga sudah banyak merepotkanmu."
"Tak masalah. Kalau begitu mari kita pulang bersama."
"Iya."
"Benar."
Setelah berbaikan dengan Alex aku langsung pergi ke kalas bersama dan pergi ke
perpustakaan dengan semangat sekali.
"Yo, Nindy. Kerena sedang waktu istirahat, aku datang ke perpustakaan."
"Syukurlah, semuanya berjalan lancar."
"Ya, aku sudah berbaikan dengan Alex dan Karin."
"Jadi begitu."
"Lalu Nindy, aku ingin menanyakan sesuatu."
"Apa itu? Kamu boleh menanyakan apa saja."
"Bagaimana menurutmu tentang Karin dan Alex?"
"Apa kamu pikir aku tak menyadari motif busukmu itu."
"Ugh."

44
"Huh, baiklah."
"Eh?"
"Aku akan membatu mereka belajar."
"Benarkah?"
"Ya. Kalau ada waktu, mungkin ada seseorang yang membawaku ke tempat terindah,
sih."
"Aku mengerti."
"Aku sangat menatikannya."
"Kalau begitu sepulang sekolah tunggulah sebentar."
"Iya. Selain itu jika bertambah satu lagi, itu tak masalah."
"Ah tidak, sudah semuanya."
"Datang. Pasti akan datang."
"Hah? Siapa?"
"Pikirkan sendiri Aditya yang bodoh."
Saat aku keluar dari pepustakaan aku melihat di lorong sekolah ada Linda yang sedang
melihatku dengan hawa yang mengerikan sekali. Aku lupa untuk berbaikan dengan Linda dan
dia selalu memperhatikanku.
"Hei… Aditya lama tak bertemu."
"Iya, lama tak bertemu."
"Kamu sudah berbaikan dengan Karin dan Alex, ya? Tapi kamu belum datang
menemuiku… jadi bagimu aku ini… enggak penting, ya?"
"Bukan Linda! bukan maksudku begitu. Tentu saja aku ingin berbaikan denganmu,
lihat teman berharga harus disisakan yang terahir, kan?"
"Benarkah?"
"Tentu saja."
"Terima kasih Aditya dan maafkan untuk semuanya."
"Iya."
Setelah berbaikan dengan semuanya aku pergi ke perpustakaan untuk belajar bersama di
perpustakaan setelah pulang sekolah.
"Yaho, Nindy."
"Halo, Nindy."
"Iya, halo Karin dan ketua Linda. Syukurlah ya, semuanya sudah berbaikan."

45
"Ya."
"Alex halo."
"Emm… Nindy maaf atas semuanya."
"Iya, aku tak memikirkannya."
"Tapi aku sudah…"
"Kamu tak melakukan apa-apa, kan? Jadi tenang saja."
"Terima kasih."
"Baiklah, mari kita mulai belajar untuk ulangan tengah semester. Aku dan Nindy akan
melajari kalian…"
"Aditya, karena aku ada di di sini sebagai senior jadi serahkan saja kepadaku."
"Wahh."
"Hei Aditya, ketua Linda sangat hebat dalam belajar, kan?"
"Ya, dia selalu peringkat satu di kelasnya."
"Hebat…"
"Itu bukan sesuatu yang hebat jika kamu belajar sepertiku, kamu pasti juga bisa. Mari
kita mulai dengan matematika aku sudah menyiapkan soalnya dengan menghafal
rumusnya adalah cara terbaik."
"Begitu ya."
"Karena itu soal berjumlah lima ribu sudah kusiapkan."
Kami bertiga terkejut dengan lembaran soal yang tinggi sekali. rasanya aku ingin kabur.
"Anu, ketua Linda."
"Ya, Aditya."
"Semuanya lima ribu?"
"Iya, semuanya ada lima ribu."
"Hah? Dan itu harus selesai hari ini?"
"Benar, harus."
"Bukankah itu terlalu berlebihan?"
"Hahaha, kamu pasti bisa."
"Tidak, tidak itu mustahil."
"Baiklah, langsung saja…"
"Tunggu dulu Ketua Linda."
"Oh?"

46
"Aku akan mengajari Karin tentang sejarah."
"Ya, aku mau diajari Nindy."
"Begitu ya, kita harus belajar sesuai keinginan kita. Baiklah, Nindy tolong ajari dia."
"Baik."
"Sekarang kita mulai."
"Ya, aku akan berjuang."
"Tolong mudahkan kami…"
Setelah belajar bersama kami berlima pulang bareng saat matahari hampir tenggelam dan
menghilang. Aku sudah kehilangan semangat lagi untuk berjalan aku hampir tertinggal
dengan mereka hanya Alex yang ada di sampingku.
"Baiklah, besok aku akan
menyiapkan delapan ribu soal bahasa inggris."
"Haah?"
"Karin, mari kita lanjutkan pelajaran kita?"
"Ya, terima kasih Nindy. Alex, hari ini aku sudah belajar banyak. Mungkin hasil
ulanganku lebih baik darimu."
"Apa? Aku takkan kalah, lo."
"Ini adalah pertandingan, ya?"
"Aku menerima tantanganmu."
"Hahaha, aku takkan kalah…"
"Hehe, seharusnya aku yang mengatakan itu."
Di waktu langit bersinar terangnya dengan warna orange yang cerah kami tertawa
bersama dan kembali berteman selamanya. Persahabatan adalah hal yang terpenting
walaupun kami saling bertengkar atau berselisih kami tetap akan berbagi kesedihan dan
kesenangan bersama-sama.

47

Anda mungkin juga menyukai