Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hak anak merupakan salah satu issu Hak Asasi Manusia (HAM) yang

memiliki tempat tertinggi sekaligus perhatian di dunia internasional termasuk di

Indonesia. Sudah selayaknya masalah seputar kehidupan anak menjadi perhatian

khusus pemerintah dan masyarakat indonesia. Sangat banyak saat ini kondisi ideal

yang butuhkan guna melindunngi hak-hak anak Indonesia, tapi sayangnya kondisi

edal itu tidak mampu diwujudkan oleh negara dalam hal ini pemerintah Republik

Indonesia.

Berbagai ikhtiar diupayakan demi melindungi hak-hak anak, dan salah satu

bentuk perlindungan itu tidak lain pengangkatan anak. Dimana salah satu sisi

terus dicegah pelaksanaannya, namun pada sisi lainnya diharapkan bisa menjadi

wujud nyata terhadap peran-peran guna melindungi anak itu sendiri..

Dibesarkan, diperlihara, dirawat dan dididik merupakan hak-hak ini yang

tidak bisa dinafikan oleh semua elemen masyarakat dimana mereka diarahkan dan

dibimbing kehidupannya oleh orang tuanya atau walinya sampai mereka dewasa

kelak dimana proses perlindungan akan hak-hak itu dilaksanakan berdasarkan

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara kita.

Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk

kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual

selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang

bertanggung jawab atas anak itu. Sejak anak masih dalam kandungan maka segala

1
yang berhubungan akan hak-hak anak tersebut sekaligus merupakan Hak Asasi

Manusia yang perlu dilindungi oleh hukum. Hal ini pun dipertegas oleh

pandangan Nashriana yang mengemukakan :

“Perlindungan terhadap anak-anak pada suatu masyarakat bangsa dan


negara manapun, merupakan tolak ukur lahirnya peradaban bangsa itu
sendiri, karena itu ikhtiar atas perlindungan terhadap anak-anak Indonesia
juga wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan nusa dan bangsa.
Pelaksanaan atas perlindungan anak ini merupakan suatu tindakan hukum
yang tentu akan melahirkan akibat hokum lainnya”.1

Allah SWT memberikan anak tentu sebagai amanah sekaligus nikmat

terindah dalam kehidupan setiap orang, namun tidak semua keluarga memiliki

nikmat dan amanah itu terutama sosok anak kandung. Sederet faktor menjadi

penyebab banyak keluarga dalam satu ikatan bernikahan yang belum dikaruniai

anak atau keturunan. Berbagai alasan muncul misalnya karena alasan medis,

faktor usia pasangan suami istri, atau bahkan faktor rejeki yang belum diberikan

Allah untuk memiliki sang buah hati. Fakta adanya keluarga yang belum

dikaruniai anak itu tentu memilih untuk melakukan mengangkat anak dimana hal

itu merupakan salah satu solusi jalan terbaik bagi keluarga. Mengangkat anak

dikalangan masyarakat Indonesia bertujuan guna meneruskan keturunan.2

Setiap perbuatan hukum pasti memiliki akibat hukum. Demikian terhadap

pengangkatan anak yang akhirnya akan memperoleh hubungan hukum yang baru.

Dimana jelas dalam undang-undang telah disebutkan tentang syarat dan proses

pengangkatan anak yang sah.

1
Nashriana, 2012, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Penerbit. PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 3.
2
Mutasir, 2017 “Dampak Hukum Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Desa Terantang
Kec.Tambang Kabupaten Kampar Ditinjau Dari Hukum Islam”, Jurnal: Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Edisi Desember, Vol. 41 No. 2, hlm. 174.

2
Pengangkatan anak secara umum berdasarkan hukum merupakan

pengalihan anak terhadap orangtua angkat dari orangtua kandung secara

keseluruhan dan dilakukan menurut aturan setempat agar sah. Jadi orangtua

kandung sudah lepas tangan terhadap anak itu, dan tanggung jawab beralih kepada

orang yang mengangkatnya. Disini orangtua kandung tidak serta merta lepas

tangan, hanya saja masih akan tetap memiliki hubungan dengan anaknya. Dalam

hukum islam pun pada prinsipnya membenarkan dan mengakui bahwa

pengangkatan anak dengan ketentuan tidak boleh membawa perubahan hukum

dibidang nasab, wali mawali dan mewaris. Pengangkatan anak dalam hukum

islam memperbolehkan pengangkatan anak asalkan tidak memutus hubungan

darah dengan orangtua kandungnya, sehingga prinsip dalam hukum islam

pengangkatan anak ini hanya bersifat pengasuhan, pemberian kasih sayang dan

pemberian pendidikan.

Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54

Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak disebutkan bahwa

“Pengangkatan Anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang

anak dari lingkungan kekuasaan orangtua, wali yang sah atau orang lain yang

bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke

dalam lingkungan keluarga orangtua angkat”.

Pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan hukum karena harus

melalui proses hukum dan adanya penetapan hakim di pengadilan. Pengangkatan

anak yang dilakukan oleh beberapa pasang suami isteri bukan hanya berasal dari

anak yatim piatu saja, ada juga yang melakukan pengangkatan anak terhadap

3
anak-anak di kalangan keluarga. Dan timbul hubungan hukum antara orang tua

angkat dengan anak angkat, sama dengan hubungan orangtua dengan anak

kandung. Jumlah anak yang diangkat tidak terbatas, sesuai dengan kemampuan

seseorang untuk memelihara dan menjamin kelangsungan hidup anak angkat

tersebut.

Adapun alasan dilakukannya pengangkatan anak adalah mempertahankan

keutuhan ikatan perkawinan, untuk kemanusiaan, dan juga untuk melestarikan

keturunan. Pengangkatan anak dilakukan karena adanya kekhawatiran akan

terjadinya ketidak harmonisan suatu perkawinankarena tidak adanya keturunan.3

Prinsip hukum Islam terhadap pengangkatan anak ini adalah bersifat

pengasuhan anak dengan masksud agar seorang anak tidak terlantar, menderita

dalam proses pertumbuhan serta perkembangannya. Berdaarkan undang-undanga

dimana pengangkatan anak ialah pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan

proses hukum dan ketentuan hukum yang berlaku, yang telah ditetapkan dalam

suatu peraturan tertentu. Pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan oleh hukum

islam apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:4

1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan


orang tua biologis dan keluarga.
2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkat,
melainkan tetap sebagai pewaris dari orang tua kandungnya, demikian
juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari anak
angkatnya.
3. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya
secara langsung kecuali sekedar sebagai tanda pengenal/alamat.

3
Dikky Fatrin, 2015, “Akibat Hukum Pengangkatan Anak melalui Prosedur Adopsi
diluar Putusan Pengadilan Ditinjau dari Prespektif Anak dan Orang Tua Angkat (Studi Kasus
Panti Asuhan Palembang)”, SKRIPSI: Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.
4
Muderis Zaini, 2002, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum. Jakarta: Sinar
Grafika, hlm. 54.

4
4. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan
terhadap anak angkatnya.

Banyaknya adopsi anak yang tidak berdasarkan prosedur tentu telah

melahirkan peristiwa hukum baru yang hal ini tentu dipengaruhi oleh minimnya

pemahaman hukum oleh masyarakat kita terkait mekanisme adopsi, disamping

proses adopsi dinilai banyak pihak cukup menyita biaya dan waktu untuk

prosesnya, lebih-lebih bagi orang tua angkat yang memiliki keterbatasan dari sisi

pembiayaan.

Tata cara adopsi anak sebenarnya sudah diatur dalam ketentuan Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak jo Peraturan Pemerintan Nomor 54

Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak jo Kompilasi Hukum Islam.

Peraturan tersebut mengatur mengenai tata cara dalam melaksanakan

pengangkatan anak. Namun sebagian pasangan yang melakukan pengangkatan

anak tidak memenuhi prosedur bahkan ada yang tidak memperhatikan hak-hak

anak yang ingin mereka jadikan sebagai anak angkat.

Pilihan dalam pengangkatan anak diharapkan agar anak-anak yang

terlantar mendapatkan pemenuhan hak seperti yang terdapat dalam Pasal 52 ayat

(1) Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang

menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua,

keluarga, masyarakat dan negara. Berdasarkan penjelasan di atas, dimana dalam

penulis tesis ini, penulis mengkaji seputar pengangkatan anak dengan judul

penelitian sebagai berikut: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

5
PENGANGKATAN ANAK TANPA MELALUI PENGADILAN DALAM

PRESPEKTIF HAM (Studi Kasus Kecamatan Mootilango)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang ada, maka penulis merumuskan

masalah sebagaimana berikut ini:

1. Apa akibat hukum terhadap pengangkatan anak di Kecamataan

Mootilango tanpa melalui pengadilan dalam prespektif HAM?

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pengangkatan

anak tanpa melalui pengadilan di Kecamatan Mootilango dalam

prespektif HAM?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merumuskan tujuan penelitian ini

sebagai berikut:

1. Untuk mengatahui dan menganalisis akibat hukum terhadap

pengangkatan anak di Kecamataan Mootilango tanpa melalui

pengadilan dalam prespektif HAM.

2. Untuk mengatahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum

terhadap pengangkatan anak tanpa melalui pengadilan di Kecamatan

Mootilango dalam prespektif HAM.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberi

manfaat untuk:

6
1. Sumbangsih pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada 

umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

2. Menambah referensi dan bahan masukan bagi peneliti-peneliti

selanjutnya, terutama menyangkut pengangkatan anak.

1.4.2 Manfaat Praktis

Sementara disisi praktis, penulis juga berharap hasil penelitian ini dapat

bermanfaat:

1. Salah satu syarat mutlat untuk memperoleh gelar Pasca Sarjana ilmu

hukum di Universitas Negeri Gorontalo (UNG).

2. sumbangan pemikiran terhadap proses pengangkatan anak berdasarkan

peraturan perundang-undangan.

1.5 Keaslian Tesis

1. Happy Budyana Sari, 2019, “Konsep Pengangkatan Anak Dalam

Perspektif Hukum Islam”, Tesis : Program Studi Magister Kenotariatan

Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep pengangakatan anak dalam

hukum Islam tidak mengenal pengangkatan anak dalam arti menjadi anak

kandung secara mutlak, sedang yang ada hanya diperbolehkan atau

susruhan untuk memelihara dengan tujuan memperlakukan anak dalam

segi kecintaan pemberian nafkah, pendidikan atau pelayanan dalam segala

kebutuhan yang bukan memperlakukan sebagai anak kandung ( nasab ).

Dalam konsep Islam, pengangkatan seorang anak tidak boleh memutus

nasab antara si anak dengan orang tua kandungnya berdasarkan Alquran

7
Surat Al-Ahzab ayat 4,5,37, dan 40. Hal ini kelak berkaitan dengan akibat

hukum yang ditimbulkan yaitu mengenai perkawinan dan system waris.

Dalam perkawinan yang menjadi prioritas wali nasab bagi anak

perempuan adalah ayah kandungnya sendiri. Dalam waris, anak angkat

tidak termasuk ahli waris begitu juga sebaliknya, yang besarnya adalah 1/3

(sepertiga) bagian dari harta peninggalan. Pengangkatan anak berdasarkan

hukum Islam adalah pengangkatan anak yang bersumber pada Alqur’an

dan sunnah serta hasil ijtihad yang berlaku di Indonesia yang

diformulasikan dalam berbagai produk pemikiran hukum Islam, baik

dalam bentuk fikih, fatwa, putusan pengadilan, maupun peraturan

perundang-undangan termasuk di

dalamnya Kompilasi hukum islam ( KHI ).

2. Dikky Fatrin, 2015, “Akibat Hukum Pengangkatan Anak melalui Prosedur

Adopsi diluar Putusan Pengadilan Ditinjau dari Prespektif Anak dan

Orang Tua Angkat (Studi Kasus Panti Asuhan Palembang)”, SKRIPSI:

Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur adopsi di luar putusan

pengadilan yang terjadi di panti asuhan Siti Aisyah palembang dapat

dikategorikan sebagai kelalaianyang dilakukan oleh pemerintah. Prosedur

tersebut terjadi akibat kurangnya pengawasan pemerintah dan tidak adanya

undang-undang yang mengatur sanksi bagi para pihak yang melakukan

prosedur adopsi di luar putusan pengadilan sehingga akibat hukum yang

terjadi menyebabkan hilangnya hak-hak keperdataan anak. Peraturan

8
perundangundangan tentang perlindungan anak dan undang-undang

tentang yayasan tidak mengatur secara khusus ketentuan perdata anak

mengenai prosedur adopsi di luar putusan pengadilan. Oleh karena itu,

terhadap panti asuhan yang merupakan subjek hukum yang melakukan

prosedur adopsi di luar putusan pengadilan seharusnya dapat dikenakan

sanksi denda atau penjara agar bisa di pertanggung jawabkan secara

hukum.

9
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Teeori Penegakan Hukum

2.1.1 Indonesia Sebagai Negara Hukum

Istilah negara hukum bukan sekedar ingin menegaskan perbedaan antara

Machtstaat dan Rechtsta- at, namun yang urgens ialah konsep tentang suatu

negara tidak lagi dijalankan dengan menggunakan kekuasaan melainkan harus

diselenggarakan berdasarkan hukum. Dalam pandangan lmer B. Flores,5 perbe-

daan klasik diantara kedua rezim hukum ini, merupakan salah satu masalah

konvensional yang menghubungkan antara hukum, kebebasan dan aturan tentang

hukum, sebagaimana yang dinyatakan oleh sebab penegasan pemisahan antara

hukum dan kekuasaan terkadang sulit untuk dilakukan. Bahkan kekuasaan

diperlukan untuk menegakkan hukum.

Berdasarkan konstruksi pemikiran di atas, maka seharusnya perbedaan-

perbedaan pendapat yang terdapat dalam hukum dan negara, masalah substansi

dan prosedural, hukum dan keadilan, membuat konsep Rule of Law (aturan

hukum/keteraturan hukum) merupakan suatu konsep yang berfungsi sebagai

pedoman untuk menyatukan teori- teori yang sangat berbeda. Terhadap masalah

ini, John P. Reid, menyatakan:

“Rule of Law” is an expression both praised and ridiculed by adherents of


op- posite political philosophies, and it is a principle claimed as the
lodestar for widely differing legal theories. As much as an ideality as an
ideal, the words “Rule of Law” have served a wide range of purpos- es,

5
lmer B. Flores, 2013, Law, Liberty and the Rule of Law (in a Constitutional
Democracy), Georgetown Public Law and Legal Theory Research Paper No. 12-161, page. 78.

10
stretching from political sloganeering to the protection of individual rights
from the power of government”.6

Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk Republik telah

menegaskan adanya negara hukum yang tentu menjamin tinggi supremasi hukum

itu sendiri, yang terefleksi dalam penegakan hukum (enforcement of law) dan

keadilan (equality) berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945.7

Negara hukum yang dibangun diatas prinsip-prinsip demokrasi dan

keadilan sosial dalam suatu masyarakat Indonesia yang bersatu nampaknya

merupakan aspirasi dari para pendiri Negara Republik Indonesia. Hal itu nampak

nyata bila kita membaca pokok-pokok pikiran yang termuat dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945, pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

mengandung pokok-pokok pikiran antara lain sebagai berikut:

1. Negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan

mewujudkan keadilan sosial beagi seluruh rakyat Indonesia;

2. Negara yang berkedaulatan rakyat, yaitu sebuah negara yang

didasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.

Selanjutnya penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan antara

lain bahwa Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat),

tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat).8


6
Nadia E. Nedzel, 2010, The Rule of Law: Its History and Meaning in Common Law,
Civil Law, and Latin American Judicial Systems, Richmond Journal of Global Law and Business,
page. 61.
7
Titik Triwulan Tutik, 2011, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta. hlm. 1.
8
Ibid.,

11
Negara hukum berkaitan dengan jaminan perlindungan hukum terhadap

kekuasaan pemerintahan. Asas-asas umum negara hukum yang langsung berkaitan

dengan jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap kekuasaan

pemerintahan adalah :9

a. Asas legalitas dalam pelaksanaan pemerintahan (wetmatigheid van

bestuur), dan substansi.

b. Perlindungan hak asasi (grondrechten), yaitu hak klasik dan hak sosial.

c. Pembagian kekuasaan dibidang pemerintahan (matchtsverdeling),

antara lain melalui desentralisasi fungsional maupun teritorial.

d. Pengawasan oleh pengadilan (rechtelijke controle)

2.1.2 Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum dapat dilakukan melalui pengawasan maupun

penerapan sanksi dengan menggunakan berbagai sarana baik sarana hukum

administrasi, perdata, maupun sarana hukum pidana dengan maksud agar

ketentuan yang berlaku dapat ditaati. Penegakan hukum secara konkret adalah

berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya ditaati.10

“Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan

penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan-keputusan yang

tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur

penilaian pribadi (Wayne La Favre 1964). Dengan mengutip pendapat

9
Titik Triwulan T, Kombes Ismu Gunadi Widodo, 2011, Hukum Tata Usaha Negara Dan
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Tata Usaha Negara Indonesia: Kencana Prenada
Media Group, Jakarta. hal, 13-14.
10
Fenty U. Puluhulawa, 2013, Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam Perspektif
Hukum, Penerbit. Interpena Yogyakarta, hlm. 65.

12
Roscoe Pound, maka LaFavre menyatakan, bahwa pada hakikatnya diskresi

berada di antara hukum dan moral (etika dalam arti sempit)”.11

Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

penegakan hukum yakni, sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya itu sendiri (termasuk undang-undang).

2. Faktor Penegak hukum.

3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni masyarakat di mana hukum tersebut

diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan karsa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.12

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena

merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur dari

pada efektivitas penegakan hukum.13

2.2 Teori Perlindungan Anak

Kekerasan sering terjadi terhadap anak, yang dapat merusak, berbahaya

dan menakutkan anak. Anak yang menjadi korban kekerasan menderita kerugian,

tidak saja bersifat material, tetapi juga ebrsifat inmaterial seperti goncangan

11
Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Penerbit. PT. RajaGrafindo Persada Jakarta.hlm. 7.
12
Fence M. Wantu, 2011, Idee Des Recht, Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan
(Implementasi Dalam Proses peradilan Perdata ) Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 5.
13
Soerjono Soekanto, op cit., hlm 9.

13
emosional dan psikologis yang dapat mempengaruhi kehidupan dan masa depan

anak.14

Anak sangat perlu dilindungi dari berbagai bentuk kejahatan yang dapat

mempengaruhi perkembangan fisik, mental, serta rohaninya. Oleh karena itu,

diperlukan adanya peraturan yang dapat melindungi anak dari berbagai bentuk

kejahatan.

Terkait perlindungan anak ini, H.R Abdussalam dan Andri Desasfuryanto

kembali menegaskan, bahwa:

Anak dalam pertumbuhan dan perkembangan memerlukan perhatian dan


perlindungan khusus baik dari orang tua, keluarga, mesyarakat, bangsa dan
Negara. Untuk itu tidaklah cukup hanya diberikan hak-hak dan kebebasan
asasi yang sama dengan orang dewasa, karena anak di banyak bagian
dunia adalah gawat sebagai akibat dari keadaan social yang tidak
memadai, bencana alam, sengketa senjata, eksploitasi, buta huruf,
kelaparan, dan ketelantaran.15

Beberapa peraturan perundang-undangan telah ditetapkan pasal-pasal yang

secara khusus mengatur tentang perlindungan anak, diantaranya adalah:

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 20l6 Tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016

Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 20l6

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

14
Maidin Gultom, 2013, Perlindungan terhadap Anak dan Perempuan”, Penerbit: Refika
Aditama, Bandung, hlm. 1.
15
H.R Abdussalam dan Andri Desasfuryanto, 2014, Hukum Perlindungan Anak, Penerbit.
PTIK Jakarta, hlm.11.

14
2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang, Pasal 1 ayat (2)

bahwa Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi,

secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah kepada anak yang dalam

situasi darurat adalah perlindungan khusus sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak sebagai berikut:

Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung


jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi
darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban
kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan
anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

b. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia (HAM), perlindungan yang diberikan kepada anak terdapat pada Pasal

65 sebagai berikut: Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari

kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, perdagangan anak, serta dari berbagai

bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

2.3 Teori HAM

2.3.1 Pengertian Hak Asasi Manusia

Lusiana Margaleth Tijow ketika mendefinisikan soal HAM dalam

tulisannya mengemukakan bahwa hak asasi manusia adalah suatu deklarasi yang

15
dirumuskan oleh PBB pada tahun 1946, dimana pernyataan ini meliputi

perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kemerdekaan. Deklarasi ini berisi

kebebasan yang fundamental untuk setiap orang baik laki-laki dan perempuan

tanpa adanya diskriminasi. Pada hakekatnya HAM telah ada sejak seorang

manusia masih berada dalam kandungan ibunya hingga lahir dan sepanjang

hidupnya hingga ia meninggal dunia.Hak asasi manusia lahir bersama dengan

manusia. Artinya, hak asasi manusia timbul sejak adanya manusia.16

Hak asasi merupakan hak dasar atau hak pokok yang dimiliki oleh

manusia sejak lahir, tanpa memandang ras, jenis kelamin, warna kulit, dan agama.

Dapat dikatakan, bahwa hak asasi manusi merupakan hak dasar atau hak pokok

secara kodrati melekat pada diri setiap orang, yang memiliki sifat asasi dan

universal. Konsekwensi dari hak tersebut, maka setiap orang memiliki hak untuk

mempertahankan serta memperjuangkan dirinya.

Hak asasi manusia menurut Jimly Asshiddiqie dan Hafid Abbas

mengatakan, bahwa hak asasi manusia berarti membicarakan dimensi kehidupan

manusia. Hak asasi manusia, ada bukan disebabkan oleh masyarakat dan kebaikan

dari negara, melainkan atas dasar martabatnya sebagai manusia. Pengakuan atas

keberadaan manusia merupakan makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,

patut memperoleh apresiasi secara positif.17

16
Lusiana Margaleth Tijow, 2017, PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN
KORBAN JANJI KAWIN, Malang, Inteligensia Media, hlm 17.

17
Jimly Asshiddiqie dan Hafid Abbas, 2015, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
Indonesia, Cetakan ke- 5, Kharisma Putra Utama, Jakarta, hlm. 1.

16
Berdasarkan uraian tersebut diatas, bahwa hak asasi manusia bukan

disebabkan pemberian dari masyarakat ataupun negara, hak tersebut merupakan

karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia memperoleh hak

kebebasan untuk menyatakan cipta, karsa dan rasa dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Menurut M. Ali Zaidan mengatakan hak asasi manusia adalah: 18 hak-hak

dasar yang melekat pada jati diri manusia secara kodrati dan secara universal serta

berfungsi menjaga integritas keberadaannya, berkaitan dengan hak hidup dan

kehidupan, keselamatan, keamanan, kemerdekaan, keadilan, kebersamaan

kesejahteraan, dan hak untuk maju sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang

tidak boleh diabaikan atau dirampas. Di samping hak dasar tersebut mempunyai

hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat perkembangan kehidupan dalam

masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa hak asasi manusia

merupakan hak dasar yang melekat pada manusia, baik secara kodrati maupun

universal yang eksistensinya dikaitkan dengan adanya hak hidup, keselamatan,

kemerdekaan, kesejahteraan, keadilan, di mana hak tersebut tidak boleh di ganggu

gugat. Selain memiliki hak dasar tersebut juga memiliki hak dan kewajiban yang

harus sama-sama dijalankan sebagai umat manusia.

2.3.2 Prinsip-prinsip HAM

Terkait prinsip-prinsip HAM ini, Lusiana Margaleth Tijow

mengemukakan bahwa Prinsip-prinsip hak asasi manusia merupakan prinsip-

18
M. Ali Zaidan, 2015, Menuju Perubahan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.
259.

17
prinsip yang terdapat di hampir semua perjanjian internasional dan diaplikasikan

ke dalam hak-hak yang lebih luas, yaitu pertama prinsip kesetaraan, merupakan

Hal yang sangat fundamental dari hak asasi manusia kontemporer adalahide yang

meletakkan semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan dalam hak asasi

manusia kedua pelarangan diskriminasi, dimana pelarangan terhadap diskriminasi

adalah salah satu bagian penting prinsip kesetaraan.19

Lusiana Margaleth Tijow menambahkan jika semua orang setara, maka

seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminatif (selain tindakan afirmatif yang

dilakukan untuk mencapai kesetaraan dan ketiga kewajiban positif yang

dibebankan kepada setiap Negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu,

dimana menurut hukum hak asasi manusia internasional, suatu negara tidak boleh

secara sengaja mengabaikan hak-hak dan kebebasankebebasan. Sebaliknya negara

diasumsikan memiliki kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan

memastikan terpenuhinya hak-hak dan kebebasan-kebebasan.20

HAM merupakan hak asasi yang integral yang diberikan oleh Allah untuk

manusia yang patut untuk dihormati dan dilindungi. Konsep hak asasi yang

bersumber pada pancasila mengakui hak-hak yang langsung diberikan Tuhan yang

esa kepada manusia sebagai hak yang kodrat dan menghormati harkat dan

martabat manusia sekaligus sebagai makhluk sosial dan makhluk pribadi. Hal

tersebut di atas juga hampir sama dengan apa yang dikemukakan John Locke yang

menyatakan bahwa manusia dalam hukum alam adalah bebas dan sederajat,

19
Lusiana Margaleth Tijow, Op., Cit hlm 24.
20
Ibid.

18
mempunai hak-hak almiah yag tidak dapat diserahkan (atau bahkan diambil) oleh

kelompok masyarakat lainnya, kecuali lewat perjanjian masyarakat.

Ketika masuk menjadi anggota masyarakat, manusia hanya menyerahkan

hak-haknya tertentu demi keamanan dan kepentingan bersama, namun masing-

masing individu tetap memiliki hak prerogatif fundamental yang didapat dari

alam. Hak tersebut merupakan bagian tak terpisahkan sebagai bagian utuh dari

kepribadiannya sebagai manusia.18 Konsep tersebut dapat diaplikasikan untuk

memeperkuat premis tentang kekuatan hak asasi bagi perempuan yang didapat

dari alam sebagai hak yang harus dihargai dan dijamin oleh Negara.

Piagam hak asasi manusia, yang antara lain berisi ; hak untuk hidup, hak

berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak keadilan,

hak kemerdekaan, hak atas kebebasan informasi, hak keamanan, hak

kesejahteraan, kewajiban, perlindungan dan pemajuan. Hak-hak alamiah manusia

menurut John Locke yaitu:21

1. Hak atas kehidupan

2. Hak atas kebebasan atau kemerdakaan

3. Hak akan milik, hak memiliki sesuatu

Lebih jauh dijelaskan Lusiana Margaleth Tijow bahwa Semua hak alami

manusia yang diatas semuanya ada dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998 dan

terdapat juga dalam UUD seperti hak kebebasan dan kemerdekaan dan hak lainya

yang ada dalam pasal 28A-28J.

Berdasrkan hal tersebut maka dapat dikatakan dengan pasti pemikiran

John Locke diterakan di negara Indonesia.Jadi menurut kodratnya manusia itu


21
Ibid, hlm. 26.

19
sejak lahir telah mempunyai hak-hak kodrat, hak-hak alamiah, dan yang oleh John

Locke disebut hak-hak dasar, atau hak-hak asasi. Hak-hak alamiah manusia yang

dikemukakan oleh Jhon Locke yang terdiri dari 3 hak tersebut dipandang sebagai

hak yang melekat dan tidak dapat dicabut pada setiap individu. Hak-hak ini

dimiliki oleh manusia semata-mata karena mereka adalah manusia, bukan karena

mereka adalah warga negara dalam suatu negara.22

Gagasan hukum alam (natural rights) ini dimunculkan kembali untuk

menetapka suatu ukuran objektif yang dapat digunakan untuk menilai dan

penegakan HAM dibutuhkan ketentuan normatif yang dipatuhi oleh seluruh

komponen dalam Negara. Dalam hal proses penegakan hukum, apabila

implementasi lebih berorientasi pada penghormatan terhadaphak asasi manusia

maka akan lebih “menggugah” masyarakat untuk menjunjung tinggi hukum itu

sendiri.23

2.4 Kerangka Pikir

Landasan Hukum :
UUD Tahun 1945 ;
UU No. 35/2014
PP No. 54 tahun 2007;

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGANGKATAN


ANAK TANPA MELALUI PENGADILAN DALAM PRESPEKTIF
HAM (Studi Kasus Kecamatan Mootilango
22
Ibid.
23
Ibid.

20
Perlindungan Hukum terhadap Akibat hukum terhadap pengangkatan anak
pengangkatan anak di Kecamatan di Kecamataan Mootilango tanpa melalui
Mootilango tanpa melalui pengadilan dalam pengadilan dalam prespektif HAM:
Prespektif HAM: 1. Status hukum anak
1. Pemenuhan Hak-hak anak 2. Aspek hukum pada orang tua angkat
2. Kepastian Hukum Anak yang diangkat

Terpenuhinya Hak Asasi Anak

2.5 Defenisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan batasan terhadap masalah-masalah yang

dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga akan memudahkan dalam proses

menganalisa. Untuk memahami dan memudahkan dalam menafsirkan banyak

teori yang ada dalam penelitian ini, maka akan ditentukan beberapa definisi

konseptual yang berhubungan dengan yang akan diteliti, antara lain:

1. Pengertian HAM

HAM adalah suatu deklarasi yang dirumuskan oleh PBB pada tahun

1946, dimana pernyataan ini meliputi perlindungan terhadap hak-hak

asasi dan kemerdekaan. Deklarasi ini berisi kebebasan yang

fundamental untuk setiap orang baik laki-laki dan perempuan tanpa

adanya diskriminasi. Pada hakekatnya HAM telah ada sejak seorang

manusia masih berada dalam kandungan ibunya hingga lahir dan

sepanjang hidupnya hingga ia meninggal dunia.Hak asasi manusia lahir

bersama dengan manusia. Artinya, hak asasi manusia timbul sejak

adanya manusia.

21
2. Pengertian Anak

Secara umum yang dimaksud dengan anak adalah keturunan atau

generasi penerus suatu hasil hubungan kelamin atau persetubuhan

antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan baik dalam ikatan

perkawinan maupun di luar ikatan perkawinan.

3. Teori Perlindungan Anak dalam HAM

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia (HAM), perlindungan yang diberikan kepada anak terdapat

pada Pasal 65 sebagai berikut: Setiap anak berhak untuk memperoleh

perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual,

perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan

narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe / Sifat Penelitian

Penelitian memiliki makna yang sama terhadap penelusuran atau

pencarian kembali. Penelusuran dimaksud tidak lain adalah penelusuran terhadap

ilmu pengetahuan yang benar atau secara ilmiah karena hasil dari pencarian

22
kembali secara ilmiah tersebut akan dimanfaatkan guna menjawab permasalahan

tertentu.24

Penelitian yang objeknya hukum tidak lain adalah penelitian tentang ilmu

hukum. Penelitian hukum ini bukan sekedar mengkaji perlikau hidup

bermasyarakat (law in action) akan tetapi penelitian yang juga mengarah pada

kaidah atau atau tata aturan (law in book).25

Kaitannya terhadap definisi penelitian hukm ini, dimana oleh Mukti Fajar

disebutkan :

“Penelitian ilmiah yang mengkaji tentang problem hukum tertentu dengan

melakukan analisis atau pengecekan secara akurat tarhadap fakta hukum

untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas problem yang

timbul dari gejala yang bersangkutan dapat disebut sebagai penelitian

hukum”.26

Mempertimbangkan keberadaan judul yang akan diteliti oleh penulis maka

ditetapkan tipe penelitian ini adalah penelitian empiris. Jika diprhatikan dari

sifatnya dimana peneltian ini dapat dikatakan pada penelitian deskriptif kualitatif.

“Penelitan yang mengarahkan peneliti guna mengekplorasi atau menggambakan

situasi yang akan dikaji secara menyeluruh luas dan dalam disebut sebagai

penelitian deskriptif”.

24
Aminudin dan Zainal Asikin, “Pengantar Metode Penelitian Hukum”, Penerbit: PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 19.
25
Suratman dan Philips Dillah, 2013, “Metode Penelitian Hukum, Penerbit. Alfabeta :
Bandung, hlm. 39.
26
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2013, “Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris", Penerbit. Pustaka Pelajar – Yogyakarta, hlm. 27.

23
3.2 Pendekatan Penelitan

Berdasarkan judul yang telah ditetapkan penulis, maka pendekatan

penelitan ini adalah pendekatan sosiolegal dan pendekatan kasus.Pendekatan

sosiolegal merupakan pendekatan interdispliner dalam mengkaji hukum yang

memanfaatkan sosiologi. Sementara pendekatan kasus dilakukan dengan telaah

terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu penelitian ini agar

diketemukannya fakta material tersebut.

3.3 Sumber Data

Sumber data Primer dan Sekunder adalah sumber data yang digunakan

penulis.

1. Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui

masyarakat baik yang dilakukan melalui pengamatan atau observasi,

data yang diperoleh melalui pendekatan wawancara dan laporan dalam

bentuk dokumen yang kemudian data-data tersebut akan dioleh oleh

penulis.27

2. Sumber data sekunder dimana data yang dihasilkan dari penelaahan

kepustakaan atau pengkajian terhadap literatur atau bahan pustaka

yang berkaitan dengan masalahatau materi penelitian yang sering juga

disebut sebagai bahan hukum.28 Sumber data sekunder ini dapat berupa

peraturan perundang-undangan, jurnal, artikel, tesis, skripsi, buku,

kamus ilmu hukum, majalah atau media baik media cetak, maupun

27
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op., Cit, hlm. 156.
28
Ibid.

24
media online dan berbagai literatur lainnya yang dibutuhkan penulis

dalam rangka untuk penyusunan karya ilmiah ini.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Soerjono Soekanto mengemukakan populasi atau universe adalah:

“Sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang

sama”.29

3.4.2 Sampel

Berdasarkan penjelasan Mukti Fajar dan Yulianto Achmad bahwa sampel

adalah contoh dari suatu populasi atau sub-pupolasi yang cukup besar jumlahnya

dan sampel harus dapat mewakili populasi atau sub-populasi. 30 Tehnik

pengambilan sampe menggunakan pendekatan Non Random Sampling dimana

suatu cara penentuan sampel yang oleh penulis sendiri sudah ditentukan karena

mengingat jumlah sampel dalam populasi kecil atau sedikit.31

3.5 Tehnik Pengumpulan Data

Dalam rangka pengumpulan data dari objek peneltian dengan metode

empiris, paling tidak ada 3 cara yang dapat digunakan:32

1. Tehnik Wawancara :

Wawancara yang dimaksud tidak lain adalah merlakukan tanya jawab

secara langsung antara peneliti dengan responden yang sudah

ditentukan sebelumnya.
29
Soerjono Soekanto, 2010, "Pengantar Penelitian Hukum", Penerbit: UI Press Jakarta,
hlm. 172.
30
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op., Cit, hlm. 172.
31
Ibid. hlm. 173.
32
Ibid, hlm. 160-162.

25
2. Tehnik Angket atau Kusioner :

Tehnik dengan pendekatan ini dimana penulis akan menyebar dan

membagikan daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya oleh

penulis kepada responden, nara sumber atau informan yang sudah

ditentukan sebelumnya. Strategi ini ditempuh guna mendapatkan

informasi yang akurat dan relevan sebagaiman tujuan penelitian ini.

3. Observasi :

Pengamatan atau obsrvasi adalah aktifitas dimana penulis

mengumpulkan data melalui pendekatan pengamatan terhadap

fenomena dalam waktu tertentu dan suatu masyarakat tertentu pula.

3.6 Analisis

Penulis melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang

mana pengolahan ini akan dibantu oleh teori yang sudah diperoleh sebelumnya.

Pada prinsifnya, analisis data ini tidak lain aktifitas dalam member telaah, bisa

berupa menentang, mendukung maupun mengkritik, menambah atau memberi

masukan yang diakhir oleh suatu kesimpulan terhadap apa yang penulis sudah

dapatkan dengan pikiran sendiri dan tentu di bantu oleh penguasaan teori para ahli

hukum.33

Metode kualitatif memiliki pengertian dimana data yang diperoleh akan

disusun sistematis berbentuk uraian maupun penjelasan guna menggambarkan

hasil penelitian. Dengan demikian, maka data yang penulis peroleh selanjutnya

dianalisa dengan pendekatan analisis kualitatif, dimana setelah data terkumpul

peneliti menganalisa dengan metode berpikir yang mendasar dari suatu fakta yang
33
Ibid, hlm. 183.

26
sifatnya umum kemudian ditarik kesimpulan yang sifatnya khusus sehingga

nantinya dapat diketahui dalam penelitian ini.34

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku :

Abdoel Djamali, 2009, Pengantar Hukum Indonesia, Edisi 2. PT. Radja Grafindo
Persada, Jakarta.

Nashriana, 2012, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Penerbit.


PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 3.

Muderis Zaini, 2002, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum. Jakarta:
Sinar Grafika, hlm. 54.

Titik Triwulan Tutik, 2011, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta. hlm. 1.

34
Ibid, hlm. 192.

27
Titik Triwulan T, Kombes Ismu Gunadi Widodo, 2011, Hukum Tata Usaha
Negara Dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Tata Usaha
Negara Indonesia: Kencana Prenada Media Group, Jakarta. hal, 13-14.

Fenty U. Puluhulawa, 2013, Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam


Perspektif Hukum, Penerbit. Interpena Yogyakarta, hlm. 65.

Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,


Penerbit. PT. RajaGrafindo Persada Jakarta.hlm. 7.

Fence M. Wantu, 2011, Idee Des Recht, Kepastian Hukum, Keadilan dan
Kemanfaatan (Implementasi Dalam Proses peradilan Perdata ) Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, hlm. 5.

Maidin Gultom, 2013, Perlindungan terhadap Anak dan Perempuan”, Penerbit:


Refika Aditama, Bandung, hlm. 1.

H.R Abdussalam dan Andri Desasfuryanto, 2014, Hukum Perlindungan Anak,


Penerbit. PTIK Jakarta, hlm.11.

Lusiana Margaleth Tijow, 2017, PERLINDUNGAN HUKUM BAGI


PEREMPUAN KORBAN JANJI KAWIN, Malang, Inteligensia Media, hlm
17.

Jimly Asshiddiqie dan Hafid Abbas, 2015, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
Indonesia, Cetakan ke- 5, Kharisma Putra Utama, Jakarta, hlm. 1.

M. Ali Zaidan, 2015, Menuju Perubahan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta,
hlm. 259.
J. A, Denny, 2013, Menjadi Indonesia tanpa Diskriminasi, ctk. Pertama (Jakarta:
Gramedia, hlm. 8.

Rhona K.M Smith, et. al., 2012, Hukum Hak Asasi Manusia, ctk. Pertama
(Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam, Indonesia,
hlm.13.

Pranoto Iskandar, 2012, Hukum HAM Internasional, ctk. Pertama (Jakarta: IMR
Press, hlm. 57-58

Aminudin dan Zainal Asikin, “Pengantar Metode Penelitian Hukum”, Penerbit:


PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 19.

Suratman dan Philips Dillah, 2013, “Metode Penelitian Hukum, Penerbit. Alfabeta
: Bandung, hlm. 39.

28
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2013, “Dualisme Penelitian Hukum Normatif
& Empiris", Penerbit. Pustaka Pelajar – Yogyakarta, hlm. 27.

Soerjono Soekanto, 2010, "Pengantar Penelitian Hukum", Penerbit: UI Press


Jakarta, hlm. 172.

B. Jurnal Internasional :

lmer B. Flores, 2013, Law, Liberty and the Rule of Law (in a Constitutional
Democracy), Georgetown Public Law and Legal Theory Research Paper
No. 12-161, page. 78.

Nadia E. Nedzel, 2010, The Rule of Law: Its History and Meaning in Common
Law, Civil Law, and Latin American Judicial Systems, Richmond Journal
of Global Law and Business, page. 61.

C. Jurnal Nasional :

Mutasir, 2017 “Dampak Hukum Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Desa


Terantang Kec.Tambang Kabupaten Kampar Ditinjau Dari Hukum
Islam”, Jurnal: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sultan Syarif Kasim
Riau, Edisi Desember, Vol. 41 No. 2, hlm. 174.

Dikky Fatrin, 2015, “Akibat Hukum Pengangkatan Anak melalui Prosedur Adopsi
diluar Putusan Pengadilan Ditinjau dari Prespektif Anak dan Orang Tua
Angkat (Studi Kasus Panti Asuhan Palembang)”, SKRIPSI: Fakultas
Hukum Universitas Sriwijaya.

29

Anda mungkin juga menyukai